Pemodelan Kanal Komunikasi Akustik pada Perairan Dangkal

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN KANAL KOMUNIKASI AKUSTIK PADA PERAIRAN DANGKAL

PENENTUAN LOKASI SUMBER

Pemodelan Kanal Komunikasi Akustik pada Perairan Dangkal dengan Kondisi LOS. By: dferyando.wordpress.com

Medium Access Control untuk Jaringan Sensor Akustik Bawah Air dengan Menggunakan Hubungan MIMO

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Lokasi Sumber dengan Menggunakan Hydrophone Tunggal

Pengukuran Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Sumber Noise Menggunakan Metode Beamforming

PERFORMANSI DETEKSI SUMBER AKUSTIK BAWAH AIR MENGGUNAKAN METODE TIME- REVERSAL

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR

SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara)

Pengujian Sifat Anechoic untuk Kelayakan Pengukuran Perambatan Bunyi Bawah Air pada Akuarium

Scientific Echosounders

Bab 2. Dasar Teori Akustik Bawah Air. Bab 2 Dasar Teori Akustik Bawah Air. 2.1 Persamaan Dasar Akustik

ANALISIS MODEL PROPAGASI BELLHOP PADA PENGIRIMAN SINYAL AKUSTIK BAWAH AIR

Analisis Model Propagasi Kraken pada Pengiriman Sinyal Akustik Bawah Air

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

Deteksi Sinyal Akustik yang Ditimbulkan Kapal Menggunakan Pendekatan Hidden Markov Tree (HMT)

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

Presentasi Tugas Akhir

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

Pengukuran Tinggi Permukaan Air Berbasis Gelombang Ultrasonik Menggunakan Kalman Filter

Pengukuran Transmission Loss (TL) dan Sound Transmission Class (STC) pada Suatu Sampel Uji

Komunikasi Data POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA. Lecturer: Sesi 5 Data dan Sinyal. Jurusan Teknik Komputer Program Studi D3 Teknik Komputer

BAB III ALAT PENGUKUR ALIRAN BERDASARKAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG ULTRASONIK. Gelombang ultrasonik adalah salah satu jenis gelombang akustik atau

Redesign Sistem Peredam Sekunder dan Analisis Pengaruh Variasi Nilai Koefisien Redam Terhadap Respon Dinamis Kereta Api Penumpang Ekonomi (K3)

Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method)

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

Analisa Variable Moment of Inertia (VMI) Flywheel pada Hydro-Shock Absorber Kendaraan

Pengukuran Tinggi Permukaan Air Berbasis Gelombang Ultrasonik Menggunakan Kalman Filter

Analisis Komputasi Penyerapan Gelombang Elektromagnetik Oleh Titik Hujan Dengan Menggunakan Methods Of Moment

Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1 Pengenalan Dasar Sinyal

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB 5. PROPERTIS FISIK BUNYI

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK REDAMAN PADA SIMULASI KONVERVI ENERGI GELOMBANG LAUT MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN PRINSIP RESONANASI. Oleh

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

KOMUNIKASI DATA Data, Sinyal & Media Transmisi. Oleh: Fahrudin Mukti Wibowo, S.Kom., M.Eng

PENGUKURAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT. Krisman, Defrianto, Debora M Sinaga ABSTRACT

Radio dan Medan Elektromagnetik

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Perancangan piranti lunak untuk pengukuran TRANSMISSION LOSS dan Koefisien Serap Bahan menggunakan metode fungsi transfer

Setelah mengikuti praktikum mata kuliah ini mahasiswa akan mampu memahami komponenkomponen

SINYAL. Adri Priadana ilkomadri.com

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

MODEL ANALITIK MUFFLER ABSORPTIVE PADA VENTILASI UDARA

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

PEMISAHAN SINYAL AKUSTIK BAWAH AIR MENGGUNAKAN METODE BLIND SEPARATION of SOURCE (BSS)

Analisis Kinerja dan Kapasitas Sistem Komunikasi MIMO pada Frekuensi 60 GHz di Lingkungan dalam Gedung HIKMAH MILADIYAH

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

AKUSTIKA RUANG KULIAH RUANG SEMINAR 5 LANTAI 4 TEKNIK FISIKA. Dani Ridwanulloh

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive

Ray Tracing S1 Teknik Informatika

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KERUSAKAN MESIN BERPUTAR BERDASARKAN SINYAL SUARA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dasar Sistem Transmisi

DASAR TELEKOMUNIKASI. Kholistianingsih, S.T., M.Eng

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

Dasar Sinyal S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015

Transkripsi:

Pemodelan Kanal Komunikasi Akustik pada Perairan Dangkal Taufani Rizal Nofriansyah, Wirawan, Endang Widjiati Jurusan Teknik Elektro FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak Komunikasi melalui medium air memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan komunikasi pada medium udara secara umum. Gelombang elektromagnetik tidak dapat digunakan di bawah air dikarenakan air menghasilkan redaman yang sangat besar. Sebagai solusi dari hal tersebut digunakanlah gelombang akustik yang memiliki karakteristik dapat merambat dengan jarak yang jauh pada medium air. Medium air sebagai tempat merambatnya sinyal akustik juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan medium udara. Pada medium air, perbedaan kedalaman, perbedaan salinitas, perbedaan suhu, dan lainnya merupakan beberapa parameter penting yang dapat mempengaruhi sinyal akustik yang merambat di dalamnya. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk memodelkan kanal perairan dangkal sehingga dapat menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi merambatnya sinyal pada medium air tersebut dan sehingga nantinya kedepan pemodelan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam melakukan pengukuran maupun perbandingan dari hasil pengukuran. Pemodelan kali ini menggunakan software MatLab. Dengan menganalisis hasil simulasi, dapat diketahui bahwa pengaruh jarak dan kedalam berbanding lurus terhadap pengurangan amplitudo sinyal. Selain itu, waktu kedatangan terkecil yang didapat pada pengamatan pertama pada R = 100 m dan h = 10 m dengan nilai 0,0729 s serta waktu kedatangan terbesar terdapat pada R = 200 dan h = 14,5 m dengan nilai 0,1384 s. Kata Kunci : akustik bawah air, kanal, perairan dangkal Kata kunci : akustik bawah air, kanal, perairan dangkal I. PENDAHULUAN Oseanografi akustik menggambarkan peran laut sebagai media akustik. Berkaitan dengan properti oseanografis, terdapat beberapa parameter akustik di bawah air seperti propagasi, noise dan gema. Variabel akustik yang paling penting di laut adalah kecepatan suara. Distribusi kecepatan suara di laut mempengaruhi semua fenomena akustik yang ada. Kecepatan suara tersebut ditentukan oleh distribusi kerapatan di laut, dimana kerapatan air laut dipengaruhi suhu dan salinitas [2]. Air laut merupakan media yang kompresibel. Kompresibilitas dari air laut dapat dinyatakan dalam koefisien kompresibilitas yang berhubungan dengan perubahan volume air secara fraksional sehubungan dengan perubahan tekanannya. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif di bawah air telah memberikan manfaat yang besar pada banyak peneliti untuk membuat dan mengimplementasikan pada banyak aspek kehidupan, sebut saja para peneliti armada laut, peneliti oseanografi, komersial operator kelautan, industri minyak lepas pantai, organisasi pertahanan, dan lainnya. Hal ini dikarenakan gelombang elektromagnetik yang biasa digunakan di udara tidak dapat tersebar dengan jarak yang jauh di dalam air. Solusi yang ada adalah dengan menggunakan komunikasi akustik bawah air sebagai satu satunya cara untuk dapat mengimplementasikan teknologi teknologi tersebut. Komunikasi akustik bawah air memiliki karakteristik kanal yang unik seperit fading, extended multipath, dan refractive properties dari kanal suara [5]. Upaya untuk mengadaptasi teknik komunikasi yang dikembangkan pada kanal lain telah memiliki kesuksesan pada implementasi perairan sangat dalam namun memiliki keterbatasan pada perairan dangkal [5]. Walaupun progres yang diberikan pada komunikasi perairan dangkal telah terjadi lebih dari satu dekade, namun pada kanal jarak menengah (medium range channel) dari perairan sangat dangkal yang umumnya berada pada wilayah pesisir tropis, masih memiliki banyak tantangan pada kebanyakan komunikasi. Kanal komunikasi akustik perairan dangkal memberikan dua fitur, extensive time varying multipath dan high levels of non-gaussian ambient noise due to snapping shrimp, dimana keduanya menyebabkan keterbatasan pada performa teknik komunikasi pada umumnya. Pemahaman yang baik pada kanal komunikasi sangat penting untuk dapat mendesain suatu sistem komunikasi, hal tersebut membantu pada pengembangan teknik signal processing sesuai dengan teknik pengetesan melalui simulasi. II. PEMODELAN KANAL 2.1 Parameter Kanal Komunikasi Bawah Air Variasi dari kecepatan suara c di lautan relatif kecil. Kecepatan suara di lautan hanya berada antara 1450 dan 1540 m/s. Walaupun begitu, perubahan kecil dari c mempengaruhi propagasi suara di lautan secara signifikan. 1

Kecepatan suara dapat diukur langsung dengan menggunakan velocimeters atau menggunakan rumus jika temperatur T, salinitas S, dan tekanan hidrostatis P (atau kedalaman z) dapat diketahui. Kesalahan dari pengukuran yang dilakukan velocimeters moderen biasanya berkisar antara 0,1 m/s. Akurasi dari kalkulasi dengan menggunakan formula empiris yang paling lengkap pun memiliki hasil yang salah. Bagaimanapun juga, formula ini menyediakan akurasi yang lebih tinggi. Namun, karena kecepatan suara pada perairan dangkal tidak berubah secara signifikan oleh kedalaman, kecepatan suara pada perairan dangkal hanya dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas air laut [1], sehingga persamaan kecepatan suara pada perairan dangkal dapat dijelaskan: Propagasi akustik di laut dijelaskan melalui persamaan gelombang. Sebagai solusi untuk persamaan gelombang yang sulit untuk dicari generalisasinya, pendekatan sering digunakan untuk memodelkan propagasi tersebut. Teori ray menyediakan sebuah pendekatan, biasanya digunakan pada frekuensi tinggi untuk pemodelan propagasi. (1) (2) Asumsikan D sb sebagai jarak yang dilalui pada jalur yang berasal dari atas dengan pantulan permukaan s dan pantulah dasar b. Untuk jalur tersebut, dimana 0 s b 1, maka: [ ] (3) Asumsikan D sb adalah jarak yang dilalui pada jalur yang berasal dari bawah dengan pantulan permukaan s dan pantulan dasar b. Untuk jalur tersebut, dimana 0 b s 1 maka: [ ] (4) Diasumsikan bahwa sumber adalah bersifat omnidirectional dan menghasilkan gelombang depan pada medium isovelocity. Intensitas energi pada titik manapun sepanjang gelombang depan akan mereduksi kuadratnya dari jarak yang berjalan oleh gelombang. Faktor yang merepresentasikan loss dalam tekanan amplitudo pada spherical spreading sepanjang jalur dari panjang D dapat dirumuskan [4]: (5) Gambar 1. Skema yang menjelaskan pemodelan kanal WSWA [1] Pada pemodelan ray, energi suara dikonseptualisasikan terpropagasi melewati ray, jalur propagasinya lurus disebabkan oleh kecepatan medium fluida. Beberapa propagasi akan mengalami pantulan dan beberapa lainnya akan mengalami penghamburan ketika mengalami keadaan kecepatan suara yang tidak kontinyu. Asumsi isovelocity untuk perairan laut dijelaskan sebagai kanal perairan dangkal yang biasanya tergabung dan mempunyai peningkatan relativitas yang kecil pada tekanan di kedalaman pada kolom perairan. Pada Gambar 1, dapat diasumsikan bahwa d 1 adalah kedalaman dari sumber, d 2 adalah kedalaman dari penerima, h adalah ketinggian dari kolom air dan R adalah jarak transmisi. Jarak yang dilalui oleh suara melalui beberapa jalur dapat dikomputasikan menggunakan metode di gambar. Jarak yang ditempuh melalui jalur lurus dapat dinotasikan sebagai D 00, dimana: Ketika suara terpropagasi di lautan, sebagian dari energi akustik secara kontinyu mengirimkan panas. Penyerapan secara umum bergantung pada viskositas volume sebagai hasil dari proses relaksasi dalam perairan laut. Pendekatan empiris untuk koefisien atenuasi β (in db/km) pada frekuensi f (dalam khz, diantara 3 khz dan 500 khz), salinitas S (dalam ) dan tekanan hidrostatis P (dalam kg/cm 2 ) diberikan [3]: Dimana, Pada kedalaman 10 m, tekanan hidrostatis P diperkirakan 2 10 5 Pa (i.e. 2 kg/cm 2 ) [1]. Didasarkan pada koefisien atenuasi, faktor loss (pada amplitudo tekanannya) dapat dikomputasikan ke akun penyerapan pada jarak D sepanjang jalur tempuhnya [1]: (6) 2

[ ] dengan membiarkan beberapa tambahan faktor loss konstan dari L BR per interaksi dasar laut. * + * + (7) Koefisien atenuasi tidak berubah secara signifikan dengan perubahan yang kecil pada kedalaman. Kedalaman tersebut dibatasi pada kanal perairan dangkal, sehingga ini dapat digunakan pada pemodelan kanal perairan dangkal tanpa akurasi loss yang signifikan. Impedansi yang tidak cocok antara perairan laut dan udara menyebabkan permukaan laut menjadi reflektor yang sangat baik. Jika permukaan laut tenang, pantulannya mendekati sempurna, namun menyertakan pergeseran fase sebanyak π radian, sebagai asumsi bahwa koefisien refleksi adalah -1 [3]. Jika permukaan kasar (disebabkan oleh gelombang), sedikit loss akan terjadi pada setiap interaksi permukaan. Kali ini, pemodelan loss diasumsikan dengan membiarkan faktor konstan loss dari L SR per interaksi permukaan. Impedansi yang tidak cocok antara perairan laut dan dasar laut menyebabkan dasar laut dapat memantulkan beberapa suara yang datang. Asumsikan bahwa ρ dan c adalah kerapatan dan kecepatan suara pada perairan laut serta ρ 1 dan c 1 adalah kerapatan dan kecepatan suara pada dasar laut. Untuk dasar laut yang lembut, pantulan adalah sudut dependen, dan dijelaskan oleh koefisien refleksi Rayleigh sebagai [3]: 2.2 Variasi Waktu Keterlambatan waktu kedatangan untuk setiap jalur bergantung pada kedatangan langsung yang direlasikan pada perbedaan jarak sepanjang jalur yang ditempuh. Bagaimanapun juga, waktu kedatangan berlaku variasi setiap waktu, kemungkinannya bergantung pada pergerakan dari sumber, penerima dan permukaan. Stabilitas dari keterlambatan waktu kedatangan dipengaruhi oleh perubahan kecil pada posisi sumber atau penerima yang dapat dianalisa menggunakan model ray. Anggap τ sb adalah keterlambatan waktu kedatangan dari jalur D sb dan τ sb adalah keterlambatan waktu kedatangan dari jalur D sb. Sehingga didapatkan: (10) Dengan memasukkan persamaan (2) (4), maka didapatkan: * [ ] + * [ ] + (11) Dimana, (8) 2.3 Pemodelan Kanal Anggap x(t) adalah sinyal yang ditransmisikan melewati kanal dan y(t) adalah sinyal diterima, maka dapat dituliskan y(t) dan x(t) sebagai [1]: Sudut kedatangan θ dapat dikomputasikan berdasarkan geometri dari gelombang Pekeris. Anggap sudut θ sb berhubungan dengan jalur D sb dan sudut θ sb berhubungan dengan jalur D sb, dan didapatkan: ( ( ) ) Untuk dasar laut yang kasar dan menyerap, tambahan loss pantulan dapat diberikan. Pemodelan loss ini dilakukan (9) III. ( ) ( ) SIMULASI 3.1 Metodologi Penelitian Setelah proses pembangkitan sinyal inputan, pemilihan dan pembuatan parameter kanal dibuat semirip (13) 3

mungkin sehingga dapat menyerupai kondisi aslinya. Setelah pembuatan parameter kanal telah dilakukan, maka ditentukan lamanya waktu pengamatan proses yang akan berlangsung. Penentuan lama waktu pengamatan ini juga merepresentasikan banyaknya pantulan permukaan maupun dasar yang terjadi di dalam kanal tersebut. Setelah beberapa hal penting diatas telah terpenuhi, maka simulasi pun dapat dijalankan. Setelah proses simulasi telah melakukan perhitungan, proses pengolahan data diperlukan untuk mempermudah analisis dan salah satu contoh pengolahan data adalah dengan melakukkan plotting hasil perhitungan yang telah dijalankan sebelumnya. Plotting bertujuan untuk merubah hasil perhitungan menjadi bentuk grafik sehingga mudah untuk dibaca dan dianalisis. Mulai Pembangkitan sinyal Tabel 1 Nilai Parameter Simulasi Parameter Simbol Nilai Jarak R 100 m dan 200 m Kedalaman laut h 10 m dan 14,5 m Kedalaman sumber d1 3 m Kedalaman penerima d2 2 m Frekuensi f 3000 Hz Frekuensi sampling fs 200.000 Hz Loss Permukaan Lsr 3 db Loss Dasar Lbr 10 db Kepadatan air ρ 1023 kg/m 3 Kepadatan dasar laut ρ 1 1500 kg m 3 Kecepatan suara dasar laut c 1 1650 m/s Suhu air T 27 C Salinitas S 35 ppt Banyak pantulan N 5 Hal yang sama untuk profil kecepatan suara, data yang diambil juga berada pada perairan Singapura yang dijelaskan pada Gambar 3. Parameter kanal Penentuan waktu pengamatan Penambahan noise Simulasi N Berjalan? Y Plotting hasil Selesai Gambar 2 Flowchart simulasi Gambar 3 Profil kecepatan suara pada perairan Singapura yang menunjukkan variasi kurang dari 1 m/s [1] Sinyal yang dibangkitkan menggunakan sinyal sinusoidal, dimana sinyal sinusoidal adalah sinyal dasar yang nantinya dapat dengan mudah diketahui perubahan yang terjadi di dalamnya setelah dipengaruhi oleh serangkain parameter kanal. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software MatLab untuk memodelkan kanal perairan dangkal. Tabel 1 di bawah merupakan nilai masukan awal yang didapat dari hasil eksperimen pada kondisi perairan dangkal di Singapura [1]. Khusus untuk jarak dan kedalaman, pada penelitian kali ini memberikan nila variasi yang berbeda sebagai perandingan. Gambar 4 Sinyal inputan sinusoidal 4

Sinyal sinusoidal yang dibangkitkan menggunakan konfigurasi frekuensi sebesar 3000 Hz dengan frekuensi sampling sebesar 200.000 Hz. Hal ini didasarkan pada kondisi penggunaan sinyal frekuensi tinggi pada pemodelan kanal perairan dangkal Fungsi sinyal sinusoidal: IV. ANALISA HASIL SIMULASI Analisis hasil keluaran difokuskan pada waktu kedatamgan dan amplitudo. Analisis dilakukan dengan memberikan variasi pada jarak (R) antara sumber dan penerima serta kedalaman (h) dari laut itu sendiri. Jarak yang diamati adalah 100 m dan 200 m serta kedalaman yang diamati adalah 10 m dan 14,5 m. Nilai yang didapatkan bergantung pada interval kedatangan yang diamati. Pada penelitian kali ini, interval pengamatan dilakukan sebanyak lima kali, yang mana interval pengamatan ini juga merepresentasikan jumlah interval pantulan yang terjadi. Berikut adalah hasil waktu pengamatan yang didapat yang divariasikan pada jarak dan kedalaman yang berbeda: Tabel 2 Nilai parameter pada R = 100 m dan h = 10 m 1 174,8151 0,0729 2 185,6784 0,0835 3 200,1344 0,0976 4 217,3421 0,1144 5 236,6050 0,1332 Pada Tabel 2, jarak tempuh rata rata yang dilalui pada kedatangan pertama adalah 174,8151 m dan terus meningkat hingga pada jarak tempuh rata rata 236,6050 m pada kedatangan kelima. Sejalan dengan hal tersebut, rata rata kedatangan yang didapat pada waktu kedatangan pertama adalah 0,0729 s dan terus meningkat hingga 0,1332 s pada waktu kedatangan kelima. Tabel 3 Nilai parameter pada R = 100 m & h = 14,5 m 1 183,3386 0,0812 2 204,2058 0,1016 3 230,5331 0,1272 4 260,4354 0,1564 5 292,6770 0,1878 didapatkan nilai 0,0812 s dan terus meningkat sejalan dengan jarak tempuhnya hingga pada nilai 0,1878 s pada waktu kedatangan kelima. Tabel 4 Nilai parameter pada R = 200 m dan h = 10 m 1 337,5082 0,1340 2 343,3479 0,1397 3 351,5724 0,1477 4 361,9829 0,1578 5 374,3581 0,1699 Pada Tabel 4, pergerakan jarak tempuh dimulai pada nilai 337,5082 m pada pengamatan pertama dan terus meningkat hingga 374,3581 pada pengamatan kelima. Pergerakan waktu kedatangan dimulai pada nilai 0,1340 s pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga 0,1699 s pada kedatangan kelima. Tabel 5 Nilai parameter pada R = 200 m dan h = 14,5 m 1 342,0867 0,1384 2 354,0193 0,1501 3 370,4334 0,1661 4 390,6517 0,1858 5 414,0129 0,2085 Pada Tabel 5, jarak tempuh yang didapat dimulai pada nilai 342,0867 m pada pengamatan pertama dan terus meningkat hingga pada nilai 414,0129 m pada pengamatan kelima. Sejalan dengan jarak tempuh, waktu kedatangan yang didapat juga memiliki pergerakan yang sama dan lebih besar dari pada kedalaman sebelumnya. Hasil waktu kedatangan yang didapat dimulai pada nilai 0,1384 s pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga nilai 0,2085 s pada kedatangan kelima. Dapat disimupulkan pada Tabel 2 hingga Tabel 5 diatas bahwa pergerakan jarak tempuh berbanding lurus dengan waktu kedatangan. Pada Tabel 6 di bawah bahwa perubahan jarak antara sumber dan penerima serta perubahan jarak dari kedalaman laut itu sendiri berpengaruh besar terhadap amplitudo sinyal yang didapat oleh penerima. Terlihat jelas bahwa semakin jauh jarak sumber dan penerima, semakin besar pula redaman yang terjadi pada sinyal tersebut. Sejalan dengan hal itu, semakin dalam kedalaman sebuah lautan, maka juga semakin besar redaman yang diberikan. Pada Tabel 3, jarak tempuh rata rata pada kedalaman 14,5 m dimulai pada nilai 183,3386 m pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga 292,6770 m pada kedatangan kelima. Waktu kedatangan yang didapat juga memiliki pergerakan yang sama, pada kedatangan pertama 5

Tabel 6 Perbandingan Hasil Amplitudo Sinyal Keluaran Sinyal Jarak dan Sinyal Amplitudo Output + Kedalaman Output Noise 4,7499 9,9135 R = 100 m, 10-3 10-3 h = 10 m -4,3411-8,5511 10-3 10-3 R = 100 m, h = 14,5 m R = 200 m, h = 10 m R = 200 m, h = 14,5 m V. PENUTUP 4,4023 6,6240 10-6 10-6 -5,2633-9,5768 10-6 10-6 6,4686 6,8934 10-8 10-8 -4,6746-6,8226 10-8 10-8 4,2401 8,4261 10-11 10-11 -4,6170-8,7113 10-11 10-11 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap pemodelan kanal komunikasi akustik pada perairan dangkal dengan mempertimbangkan pada beberapa parameter parameter yang ditentukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil perhitungan, didapatkan waktu kedatangan terkecil terdapat pada R = 100 m dan h = 10 m serta waktu kedatangan terbesar terdapat pada R = 200 dan h = 14,5 m. 2. Perbandingan antara amplitudo sinyal pada jarak 100 m dan 200 m serta kedalaman 10 m dan 14,5 m menunjukkan bahwa redaman amplitudo sinyal berbanding lurus dengan peningkatan jarak maupun kedalaman. 3. Pemberian noise dengan SNR sebesar 5 db menyebabkan peningkatan amplitudo pada sinyal yang didapat. 5.2 Saran Dari hasil analisis kesimpulan yang dilakukan selama penelitian ini berlangsung, didapatkan beberapa saran yang dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Penggunaan data karakteristik salah satu kondisi perairan di Indonesia dapat digunakan pada penelitian berikutnya sebagai data acuan dan data masukan untuk mengembangkan kanal komunikasi akustik pada perairan dangkal Indonesia. 2. Melakukan pengukuran pada kondisi nyata sehingga dapat membandingkan hasil keluaran sinyal secara simulasi dan pengukuran. 3. Meneliti karakteristik noise yang sering terjadi di salah satu kondisi perairan di Indonesia juga dapat dilakukan sebagai pemodelan kanal dengan kondisi noise yang terjadi pada kenyataannya. DAFTAR PUSTAKA [1] Chitre, Mandar., (2006) Underwater Acoustic Communications in Warm Shallow Water Channels, PhD Thesis, Electrical & Computer Engineering National University Of Singapore. [2] Etter, Paul C., (1996) Underwater Acoustic Modelling, 2 nd edition. Chapman & Hall. London.. [3] Brekhovskikh, L.M., Lysanov, Yu.P., (2003) Fundamental of Ocean Acoustic. American Institute of Physics, New York. [4] Jensen, F.B., Kuperman, W.A., Porter, M.B. and Schmidt, H. (1994) Computational Ocean Acoustics. American Institute of Physics, New York. [5] Stojanovic, M. 1996. Recent advances in high-speed underwater acoustic communications, IEEE J. Ocean. Eng. 21, 125 136. [6] Jesus, S.M., Porter, M.B., Stephan, Y., Demoulin, X., Rodriguez, O., Coelho, E., (2001) Single Hydrophone Source Localization, IEEE Journal of Ocean Engineering. BIODATA PENULIS Taufani Rizal Nofriansyah dilahirkan di kota udang Sidoarjo pada tanggal 24 November 1990. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Hidup di banyak kota membuat penulis memiliki wawasan yang luas. Memulai pendidikan sekolah dasar di SDN 001 Rintis Pekanbaru pada tahun 1996. Lulus SD pada tahun 2002, penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikannya ke sekolah menengah pertama di SMPN 4 Pekanbaru. Setelah lulus SMP pada tahun 2004, penulis berpindah kota dan melanjutkan jenjang pendidikannya ke sekolah menengah atas di SMAN 4 Medan. Lulus pada tahun 2007, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan mengambil Jurusan Teknik Elektro bidang studi Telekomunikasi Multimedia. 6