VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

dokumen-dokumen yang mirip
V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS

VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

WALIKOTA TASIKMALAYA

dan jumlah pesanan. Dalam pemasaran hasil produknya kurang

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 66 TAHUN 2004 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III DATA PERUSAHAAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN PURWOHARJO

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

VI. PERANCANGAN PROGRAM

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG)

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

STRATEGI PEMASARAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN Studi Kasus pada Hotel X Puncak, Bogor

VII. FORMULASI STRATEGI

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. perekonomian negara. Upaya Pemerintah terhadap pengembangan UMKM

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

VII FORMULASI DAN PEMILIHAN STRATEGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

III. METODE PENELITIAN

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Tidak dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang

2. Bagaimana Syarat yang diberikan Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame untuk meningkatkan debitur KUR Mikro?

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN USAHA 503/5619.D/ / /WPJ.11/KP.0703/ Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Pengembangan Usaha kecil dan

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jasa pelayanan perbankan dari tahun ke tahun selalu

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 55 TAHUN 2016

VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut

IV. PEMBAHASAN. Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk. perumahan yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU).

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

Transkripsi:

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI Usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo merupakan kegiatan ekonomi produktif yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Usaha ini telah memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat Kelurahan Purwoharjo dan desa-desa di sekitarnya yaitu Purwosari, Sidorejo, Kebagusan, Ujunggede dan Pendowo. Usaha ini merupakan satu-satunya mata pencaharian para pengusaha dan para tenaga kerjanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Berdasarkan berbagai permasalahan yang dihadapi (lihat analisis permasalahan pengusaha mikro konveksi Bab VI) dirumuskan rancangan strategi dan rancangan program untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ditempuh dengan langkah langkah sebagai berikut : 7.1 Analisis Lingkungan Usaha 7.1.1 Faktor Internal 7.1.1.1 Kekuatan 1. Alat produksi dan teknologi memadai Sebagai usaha mikro yang bercirikan padat karya, proses konveksi di kelurahan Purwoharjo tidak memerlukan alat yang modern seperti di pabrik garmen. Pengusaha telah memiliki alat produksi yang diperlukan untuk usaha konveksi secara lengkap dan jumlah yang cukup memadai untuk proses produksi walaupun dengan teknologi yang sederhana. Dengan ketersediaan alat produksi tersebut, seluruh proses konveksi dari membuat pola, memotong, menjahit, mengobras, memasang kancing, penyablonan, finishing, penyetrikaan serta pengepakan dapat dilakukan sendiri. Hal tersebut dapat menghemat biaya produksi. Penghematan biaya produksi berarti peningkatan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha. Salah seorang pengusaha mengatakan bahwa proses penyablonan yang dilaksanakan sendiri dapat menghemat biaya produksi sampai denngan 25 persen.

58 2. Letak tempat usaha strategis Lokasi usaha mikro konveksi berada di dusun Serdadi Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal yang terletak di pinggir jalan raya pantura bagian barat Jawa Tengah. Kedekatan lokasi dengan jalan raya ini sangat menguntungkan dalam hal akses transportasi bahan baku dan pemasaran. Aksesibilitas lokasi ini berpengaruh terhadap biaya transportasi yang harus dikeluarkan serta tersedianya pilihan-pilihan transportasi yang akan digunakan. Pilihan transportasi yang tersedia adalah transportasi umum, kendaraan rental dan kendaraan pribadi dengan biaya yang cukup terjangkau. Usaha mikro konveksi sudah berjalan lama sejak tahun 1980 dan telah cukup dikenal oleh pedagang. Didukung dengan penetapan lokasi sebagai salah satu sentra industri kecil konveksi di Kabupaten Pemalang dan dipromosikan oleh pemda membuat lokasi menjadi lebih terkenal dan berdampak positif terhadap pemasaran. Jadi letak tempat usaha ini menjadi salah satu kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha mikro konveksi. 3. Kualitas produk baik Berdasarkan keterangan salah satu pengusaha, minat konsumen terhadap produk celana panjang yang dihasilkan oleh pengusaha mikro konveksi Kelurahan Purwoharjo cukup tinggi dan selama ini diakui oleh pedagang mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk yang sama yang dihasilkan oleh para pengusaha di daerah Rowosari dan Samong Kecamatan Ulujami. Masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang berbeda. Kualitas produk yang baik ini menjadi salah satu modal untuk dapat memenangkan persaingan. Selama ini kontrol kualitas produk dilakukan sendiri oleh pengusaha atau anggota keluarganya untuk tetap dapat menjaga mutu produk. Mutu produk yang selalu terjaga berpengaruh positif terhadap harga jual produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari tempat lain. 7.1.1.2 Kelemahan 1. Kepemilikan modal terbatas Sebagian besar pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo pada awal usahanya mengandalkan modal sendiri dengan pemupukan modal/

59 investasi yang rendah. Para pengusaha mengalami kesulitan untuk mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Banyak bank komersial yang menawarkan kredit kepada para pengusaha namun kurang diminati oleh para pengusaha karena bunganya tinggi dan persyaratannya susah. Kepemilikan modal yang rendah telah menghambat perkembangan usaha mereka. Modal terutama digunakan untuk modal kerja, yaitu untuk membeli bahan baku, alat-alat pelengkap lain dan upah tenaga kerja. 2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan kerja sama dan pemasaran Keterbatasan permodalan dan keterbatasan kapasitas SDM telah menyebabkan jaringan kerja sama dan pemasaran yang dimiliki oleh para pengusaha terbatas dan hanya memasarkan produknya kepada pedagang langganan saja. Jaringan pemasaran baru menuntut pembayaran mundur/ konsinyasi. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pengusaha kurang sehingga kurang mampu mengembangkan jaringan kerja sama. 3. Kemampuan manajerial Kemampuan manajerial para pengusaha rendah yang ditandai dengan bercampurnya pengelolaan keuangan antara untuk produksi dan konsumsi (rumah tangga) sehingga pemupukan modal kurang. Penghasilan/ keuntungan yang diperoleh digunakan untuk dua kepentingan yaitu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan untuk menambah modal usaha. Jumlah untuk masing-masing kebutuhan tersebut tidak tentu sehingga pemupukan modal tidak dapat direncanakan dengan baik. 4. Kurangnya keterampilan para tenaga kerja untuk membuat model pakaian terbaru (celana kolor) Produk celana kolor modelnya cepat berubah. Para tenaga kerja tidak pernah mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Apabila tenaga kerja tidak bisa menyesuaikan dengan model yang terbaru maka tidak bisa merebut peluang pasar. Mode terbaru dapat diketahui dengan mengakses informasi pasar yang meliputi perkembangan mode, perkembangan harga dan lain-lain. Untuk itu diperlukan keterampilan untuk membuat model pakaian terbaru.

60 7.1.2 Faktor Eksternal 7.1.2.1 Peluang 1. Keberadaan lembaga keuangan, Di sekitar tempat usaha (wilayah kelurahan Purwoharjo banyak terdapat lembaga keuangan formal yang belum diakses untuk sumber permodalan. Lembaga keuangan formal tersebut antara lain : BRI, BPD, BCA, LIPPO, BPR BKK, Bank Pasar dan Perum Pegadaian. Berdasarkan keterangan informan bahwa ada program kredit mikro dan kecil oleh beberapa lembaga keuangan formal tersebut yang dapat diakses oleh pengusaha mikro, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dan Kelompok Pengusaha Mikro. Hasil wawancara dengan para responden, mereka membutuhkan tambahan modal namun belum bisa mengakses lembaga keuangan formal tersebut karena rumitnya persyaratan. 2. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro Kebijakan pemerintah untuk usaha mikro-kecil (pembinaan) berupa pelatihan, bantuan permodalan, pendampingan serta bantuan bentuk lain semakin banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Diperindagkop Kabupaten Pemalang, pola pembinaan dari Diperindagkop berupa pelatihan dan bantuan alat produksi lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah (pengusaha). Hal ini merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas SDM pengusaha dan tenaga kerja serta alternatif untuk mengembangkan teknologi yang lebih modern. 3. Permintaan pasar terhadap produk masih terbuka Berdasarkan keterangan para pengusaha yang menjadi responden, peluang pasar masih terbuka luas di tingkat regional, terutama di wilayah Jawa dan Kalimantan. Sistem perdagangan yang dipersyaratkan adalah sistem konsinyasi. Artinya peluang pasar tersebut dapat diambil para pengusaha dengan syarat para pengusaha mempunyai modal yang cukup memadai untuk tetap menjaga kelangsungan perputaran usaha. Langkah yang memungkinkan adalah dengan meningkatkan permodalan atau melalui pola kemitraan. 4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi yaitu APPJ dan KPPJ. Di kelurahan Purwoharjo telah terbentuk 2 (dua) organisasi yang mewadahi para pengusaha mikro konveksi yaitu Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama 3 (tiga) tahun terakhir, kedua organisasi tersebut mengalami kevakuman kegiatan karena

61 beberapa sebab namun statusnya belum dibubarkan. Organisasi tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang mereka hadapi dalam pengembangan usaha. 5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan murah. Persentase tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga adalah 10,74 persen, sedangkan sisanya yang berasal dari luar keluarga sebesar 89,36 persen. Tenaga kerja dari dalam keluarga bertugas dalam pengontrolan kualitas sebelum packing. Tenaga kerja luar keluarga bertugas dalam hal-hal teknis, pembuatan pola, pemotongan, menjahit, mengobras serta menyetrika. Selama ini para pengusaha tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh tenaga kerja. Sistem perekrutannya melalui rekomendasi dari tenaga kerja yang sudah ada, dilihat track record-nya (sebelumnya pernah bekerja dimana) dan dilihat kerapihan hasil kerjanya. Sistem pengupahan secara borongan berdasarkan jumlah potong pakaian yang dihasilkan dirasakan masih terjangkau oleh para pengusaha. Upah untuk kolor per potong Rp 900 1.200 sedangkan celana panjang upah per potong Rp1.500 2.500. Pengupahan dengan sistem borongan tersebut dapat mempermudah perhitungan biaya produksi sebagai dasar menentukan harga produk. 7.1.2.2 Ancaman 1. Sistem perdagangan konsinyasi, Kepemilikan modal usaha mikro sangat rendah karena banyak yang mengandalkan modal sendiri. Sistem perdagangan ini merugikan pengusaha mikro karena dengan pengunduran pembayaran pengusaha harus mencari tambahan modal untuk biaya produksi selanjutnya agar usaha tetap dapat berjalan. Setiap kredit pasti berbunga, hal itu tentu saja akan semakin mengurangi keuntungan yang akan diterima para pengusaha. Keuntungan hasil penjualan produk akan dikurangi dengan angsuran kredit dan bunganya. Konsinyasi tidak hanya berlaku untuk pasar produk (out put) namun juga pasar suplai. 2. Suplai bahan baku yang tidak tentu (celana kolor), Ketidakpastian suplai bahan baku kolor merupakan ancaman karena dengan ketidakpastian suplai bahan baku dapat menghambat proses produksi.

62 Kerugian yang diakibatkan adalah hilangnya peluang pasar yang sudah tercipta untuk produk dengan bahan tertentu. Hal ini terjadi karena produk dengan bahan tertentu dan model tertentu yang sedang diminati oleh konsumen tidak dapat diproduksi kembali karena kelangkaan bahan baku. Bila hal itu terjadi maka pengusaha harus membuat model baru dengan bahan lain dan belum tentu diminati oleh pasar sehingga akan mempengaruhi kelancaran pemasaran. Para pengusaha tergantung pada satu tempat pembelian bahan baku yaitu di pasar Tegalgubug Cirebon. Selama ini mereka belum menemukan tempat pembelian bahan baku yang lain. 3. Persaingan produk konveksi daerah lain, Kelurahan Purwoharjo bukan satu-satunya sentra industri mikro konveksi di kabupaten Pemalang. Persaingan di tingkat lokal adalah dari pengusaha konveksi di desa Rowosari dan Samong. Persaingan di tingkat regional berasal dari daerah Tegal dan Kudus. Menurut para pengusaha, produk konveksi dari daerah Tegal dan Kudus harganya lebih murah. Untuk tetap mempertahankan usaha konveksi maka para pengusaha harus memenangkan persaingan tersebut dengan cara menekan biaya produksi serta menjaga kualitas. 4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan Pemda Stigma negatif tersebut muncul karena tingginya tingkat kemacetan kredit yang pernah disalurkan oleh BUMN dan pemda. BUMN yang pernah menyalurkan kreditnya adalah Krakatau Steel dan PLN. Stigma tersebut menyebabkan proses seleksi kelayakan usaha dalam penyaluran kredit menjadi bertambah ketat. Seleksi penyaluran kredit yang sangat ketat mengurangi peluang pengusaha mikro untuk mendapatkan kredit karena mereka tidak memiliki agunan dan usaha mereka dinilai tidak layak untuk mendapatkan kredit. Kebutuhan modal merupakan hal yang sangat mendesak. Kecilnya peluang untuk mendapatkan kredit lunak membuat para pengusaha mencari alternatif permodalan yang lain dengan bungan yang tinggi. Sumber pendanaan yang banyak diminati adalah modal ventura. Modal ventura sangat diminati karena peryaratannya mudah, tidak memerlukan agunan, prosesnya mudah namun bunganya tinggi. Modal ventura yang pernah menyalurkan pinjaman modal kepada pengusaha mikro di kelurahan Purwohrajo adalah Sarana Jasa Ventura (Semarang) dan Grup Para Sahabat (Comal).

63 Tabel 17 Matriks Analisis SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL PELUANG (OPORTUNITIES) 1. Keberadaan dan dukungan lembaga keuangan 2. Permintaan pasar terhadap produk 3. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro (pelatihan dan permodalan berdasarkan usulan dari bawah) 4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi 5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan murah ANCAMAN (THREATHS) 1. Sistem perdagangan konsinyasi 2. Ketersediaan bahan baku yang tidak tentu 3. Persaingan produk konveksi daerah lain 4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan Pemda (kredit macet) KEKUATAN (STRENGTHS) 1. Alat produksi dan teknologi memadai 2. Letak tempat usaha strategis 3. Kualitas produk yang baik 1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja 2. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar 3. Mengakses permodalan yang belum dimanfaatkan dari lembaga keuangan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar. 4. Menyampaikan usulan program pelatihan dan permodalan kepada Diperindag secara partisipatif 1. Meningkatkan produksi dan menjaga kualitas produk untuk memenangkan persaingan 2. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja untuk menyesuaikan mode 3. Diversifikasi produk agar tidak tergantung pada bahan baku tertentu 4. Mengaktifkan kembali (revitalisasi) asosiasi atau koperasi untuk akses permodalan dan meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku KELEMAHAN (WEAKNESSES) 1. Kepemilikan dan pemupukan modal rendah 2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru 3. Kemampuan manajerial rendah 4. Kurangnya keterampilan membuat model pakaian terbaru 1. Meningkatkan akses lembaga melalui asosiasi dan koperasi keuangan untuk meningkatkan permodalan 2. Mengusulkan pelatihan partisipatif untuk meningkatkan kemampuan manajerial, kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan 3. Meningkatkan akses teknologi dan informasi mode 1. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan 2. Meningkatkan jaringan kerja sama suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. 3. Meningkatkan keterampilan agar dapat menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan. 63

64 7.2 Rancangan Strategi Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi 7.2.1 Proses Penyusunan Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan para pengusaha mikro konveksi. Diskusi dipimpin oleh salah satu pengusaha yang memproduksi celana panjang yang pernah pernah kuliah (tidak sampai tamat) di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Faktor lingkungan usaha yang digali pengkaji melalui kuisioner SWOT (lampiran 2, 3, 4) ditawarkan kepada para peserta diskusi untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan berbentuk persetujuan atau penolakan. Faktor lingkungan usaha mikro konveksi (internal dan eksternal) yang sudah disepakati oleh peserta FGD dimasukkan ke dalam matriks SWOT dengan bantuan pengkaji. Sebagian besar peserta diskusi berpendapat bahwa masalah yang paling mendesak untuk ditangani adalah masalah kurangnya permodalan selanjutnya disusul dengan masalah pemasaran dan ketidakpastian suplai bahan baku dan yang terakhir masalah kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) para pengusaha rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, para peserta mengusulkan alternatif pemecahan masalah menurut pendapat masing-masing. Alternatif pemecahan masalah tersebut diinventarisir dan dimasukkan ke dalam alternatif rancangan strategi dalam matriks SWOT oleh pengkaji. Dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan dengan analisis SWOT, diringkas dan dirumuskan strategi prioritas untuk dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhan yang telah disepakati sebelumnya antara lain : strategi pengembangan permodalan, strategi pengembangan jaringan kerja sama, strategi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. 7.2.2 Strategi Pengembangan Permodalan Pengembangan permodalan pengusaha ditempuh dengan menggunakan alternatif strategi dalam matriks analisis SWOT, antara lain : 1. Mengakses permodalan dari lembaga keuangan yang belum dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dan memenuhi pasar. (SO-3) 2. Menyampaikan usulan program permodalan kepada dinas terkait secara partisipatif (SO-4)

65 3. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan (WT-1) 4. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar. (ST-2) 5. Mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan. (ST-4) Dari 5 alternatif strategi pengembangan permodalan tersebut dipilih satu strategi prioritas yang diputuskan bersama dengan para pengusaha. Strategi yang dipilih adalah dengan mengaktifkan koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan dari BRI melalui mekanisme kelompok (KPPJ). 7.2.3 Strategi Pengembangan Jaringan Kerjasama 1. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. (WT-2) 2. Mengaktifkan kembali koperasi untuk meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku (ST-4) Berdasarkan kesepakatan para pengusaha diputuskan bahwa alternatif strategi pengembangan jaringan kerjasama yang dipilih adalah altenatif pertama dengan meningkatkan jaringan kerja sama dalam pemasaran dengan sistem kemitraan. 7.2.4 Strategi Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia 1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja (ST-1) 2. Menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait secara partisipatif. (SO-4) 3. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajerial, kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan. (WO-2) 4. Meningkatkan keterampilan agar dapat menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan. (WT-3) Strategi peningkatan kapasitas SDM yang dipilih bersama para pengusaha adalah menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait (Diperindagkop) secara partisipatif. Hal ini dianggap paling memungkinkan

66 dengan pertimbangan bahwa dengan usulan pelatihan tersebut, maka pelatihan yang diusulkan, materinya sesuai dengan kebutuhan para pengusaha. Pilihan tersebut didukung dengan informasi yang diperoleh pengkaji dari hasil wawancara dengan salah satu pejabat di Diperindagkop Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa sejak otonomi daerah, pembinaan kepada industri kecil lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah. Pada Gambar 3 digambarkan kerangka alur pemberdayaan pengusaha mikro konveksi dimulai dari permasalahan, strategi, program dan hasil yang diharapkan.

67 Masalah Strategi Program Hasil yang Diharapkan Modal Terbatas Pengembangan Permodalan Revitalisasi KPPJ Akses Permodalan Meningkat Pemasaran Terbatas Pengembangan Jaringan Kerja Sama pemasaran Menjalin Kemitraan dengan pedagang pakaian Akses Pemasaran di tingkat regional meningkat Kapasitas SDM rendah Peningkatan Kapasitas SDM Pelatihan Partisipatif Kapasitas SDM Meningkat Gambar 3 Kerangka Alur Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo 67

68 7.3 Rancangan Program 7.3.1 Revitalisasi KPPJ 1. Latar Belakang Para pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo mengalami permasalahan keterbatasan modal. Beberapa orang pengusaha pernah mendapatkan kredit bantuan lunak dari BUMN (PLN dan Krakatau Steel) maupun dari Pemda melalui Diperindagkop. Sebagian besar kredit mengalami kemacetan sehingga kredit bantuan lunak tidak dilanjutkan. Hal tersebut mengakibatkan salah satu peluang permodalan tertutup, padahal para pengusaha sangat membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya (menjaga kelangsungan produksi dan pengembangan jaringan pemasaran). Para pengusaha pernah mempunyai wadah organisasi berupa Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama tiga tahun terakhir, kedua organisasi tersebut vakum (tidak ada kegiatan). Dengan revitalisasi organisasi yang ada diharapkan para pengusaha dapat mengakses permodalan maupun bentuk jaringan kerja sama lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Langkah pertama yang ditempuh adalah membuat kesepakatan dan memutuskan organisasi mana yang lebih memungkinkan untuk direvitalisasi kembali guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama. Berdasarkan informasi dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok. 2. Tujuan Berfungsinya kembali organisasi sebagai sarana untuk mengakses permodalan dan bentuk jaringan kerja sama lain yang bermanfaat bagi pengembangan usaha. 3. Pelaku / penanggung jawab : Pengusaha dan Diperindagkop Kabupaten Pemalang 4. Tempat : Rumah salah satu warga atau balai Kelurahan Purwoharjo 5. Waktu : Nopember 2006 6. Sumber dana : swadaya

69 7. Tahapan kegiatan a. Persiapan Kegiatan ini diawali dengan mengumpulkan para pengusaha (baik yang pernah menjadi anggota maupun belum) dalam forum sarasehan membahas tentang usaha mikro yang mereka jalankan dengan mengangkat isu mengenai permodalan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok. Dalam kesempatan tersebut disampaikan gagasan dan informasi bahwa kelompok / organisasi bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mengakses permodalan dan bentuk kerja sama lainnya. Jadi akses permodalan yang memungkinkan adalah mengajukan kredit atas nama organisasi. Langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan dan memutuskan kemungkinan mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama.. b. Pelaksanaan 1) Mengevaluasi organisasi KPPJ secara objektif dari segi kelemahan dan kelebihannya. 2) Menciptakan komitmen bersama untuk menaati aturan main yang akan diciptakan bersama dan menjadikan koperasi sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha. 3) Menyusun rencana rapat anggota dan menyusun rencana revisi ART. 4) Melaksanakan rapat anggota 5) Mengundang dinas terkait (Diperindagkop) dan pihak bank untuk memberikan bantuan pendampingan atau asistensi (pendampingan) berupa pemberian bimbingan teknis untuk mengakses kredit yang ditujukan kepada usaha mikro melalui mekanisme kelompok (koperasi). 6) Mengakses permodalan dengan organisasi yang baru. 7.3.2 Kemitraan dengan Pedagang Pakaian 1. Latar belakang : Program ini dilatarbelakangi oleh sistem pembayaran produk secara konsinyasi yang mempengaruhi keberlangsungan proses produksi selanjutnya. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal terbatas hal ini

70 menjadi suatu permasalahan yang cukup mendesak penanganannya. Program kemitraan ini diharapkan bisa menjawab masalah bahan baku dan pemasaran tersebut. 2 Tujuan a. Pengusaha dapat memasarkan produknya dengan baik/ lancar dan dengan cara pembayaran yang dapat menjamin keberlangsungan proses produksi selanjutnya. b. Bertambahnya jaringan pemasaran produk pengusaha mikro konveksi di tingkat regional. c. Meningkatnya pendapatan para pengusaha sehinga para pengusaha mampu untuk melaksanakan pemupukan modal dari hasil keuntungan usahanya. 3. Pelaku : Para pengusaha konveksi, Pengusaha besar, 4. Tempat : pedagang pakaian dan Diperindagkop Kegiatan dilaksanakan di tempat pedagang pakaian 5. Waktu : Bulan Nopember 2006 dan seterusnya 6. Sumber pendanaan : Swadaya para pengusaha 7. Pelaksanaan a. Program dilaksanakan dengan mempertemukan antara pengusaha, pedagang pakaian dengan perantara Diperindagkop. Prinsip kemitraan adalah win win solution, artinya para pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. b. Melakukan pendekatan kepada pengusaha besar agar bersedia membantu dalam pemasaran. c. Peran Diperindagkop yang diharapkan adalah memberikan rekomendasi mengenai track record pengusaha (kelancaran pengangsuran kredit yang pernah didapatkan)

71 7.3.3 Pelatihan Partisipatif 1. Latar Belakang Tingkat pendidikan rata-rata pengusaha mikro konveksi yang rendah dan kurangnya pelatihan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang menyebabkan usaha yang ditekuni para pengusaha tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kapasitas SDM yang rendah menjadi sumber beberapa permasalahan lainnya seperti kurangnya produktivitas, kurangnya kemampuan manajerial dan kurangnya kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama dan pemasaran. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para pengusaha tersebut, sejalan dengan salah satu strategi yang dipilih yaitu peningkatan kapasitas SDM, maka rencana program yang dirancang dalam diskusi kelompok terfokus bersama para pengusaha adalah menyelenggarakan pelatihan partisipatif. Berbeda dengan pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh Disperindagkop kabupaten Pemalang dimana program pelatihan dirancang sepenuhnya oleh dinas (orang luar) dengan peserta yang terbatas (ditunjuk) maka dalam pelatihan partisipatif ini proses perencanaan dilakukan oleh pengusaha (calon partisipan) berdasarkan hasil diskusi yang dirumuskan bersama dalam bentuk usulan kegiatan yang akan dikonsultasikan kepada Diperindagkop. Hal ini sejalan dengan kebijakan Diperindagkop kabupaten Pemalang sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pejabat di Diperindagkop kabupaten Pemalang pada saat wawancara, bahwa bentuk pembinaan yang dilaksanakan sekarang adalah mengutamakan usulan dari bawah, baik berupa bantuan modal, bantuan alat kerja, pembinaan maupun pelatihan. Judul rencana kegiatan tersebut adalah Pelatihan Partisipatif bagi Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo. 2. Tujuan Pelatihan partisipatif ini bertujuan untuk : a. Meningkatkan kemampuan para pengusaha dalam hal manajemen bisnis, yaitu bagaimana mengatur keuangan agar kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi serta pemupukan modal bisa tetap berjalan. b. Meningkatkan keterampilan pemasaran dengan mempelajari teknik pemasaran yang belum pernah dicoba sebelumnya.

72 c. Meningkatkan motivasi para pengusaha dengan menanamkan jiwa wira usaha. d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. e. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam membuat model pakaian terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas 3. Penanggungjawab Program : Diperindagkop kabupaten Pemalang 4. Partisipan : Para pengusaha mikro konveksi dan tenaga 5. Waktu Pelaksanaan : kerjanya Agustus 2006 - Maret 2007 6. Sumber Pendanaan : APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Partisipan pelatihan ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengusaha mikro konveksi (tujuan 1-3) dan para tenaga kerja/ karyawan (tujuan 4). Sifat keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan ini adalah sukarela (bukan keharusan dan bukan penunjukan), siapa yang berminat dan membutuhkan dipersilahkan untuk mendaftar. Tidak ada target jumlah partisipan namun diperlukan data konkret calon partisipan untuk keperluan penghitungan rencana anggaran dan persiapan lainnya. 7. Lokasi Pelatihan partisipatif untuk pengusaha dilaksanakan di balai Kelurahan Purwoharjo, sedangkan untuk para tenaga kerja dilaksanakan di rumah salah satu pengusaha yang ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan kesediaan pengusaha yang bersangkutan. 8. Materi Berdasarkan usulan para pengusaha sesuai dengan kebutuhan mereka, materi pelatihan diharapkan terdiri dari : a. Pelatihan Manajemen keuangan yang berisi tentang cara pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien (kebutuhan keluarga terpenuhi dan pemupukan modal dapat dilaksanakan. b. Pelatihan kewirausahaan untuk lebih menanamkan jiwa wira usaha di kalangan para pengusaha sehingga menjadi pengusaha yang ulet dan tangguh. c. Pelatihan strategi pemasaran tentang trik bagaimana cara untuk dapat meraih peluang pasar.

73 d. Pelatihan pengembangan jaringan kerja sama baik bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. e. Pelatihan keterampilan untuk tenaga kerja agar lebih produktif dan menghasilkan produk yang berkualitas. 9. Tahapan kegiatan a. Tahap Persiapan Sosialisasi kepada pengusaha lain (yang tidak dapat hadir dalam diskusi) tentangan rencana usulan kegiatan pelatihan untuk mendapatkan dukungan. Pendataan (calon partisipan) pengusaha yang berminat untuk mengikuti pelatihan. Penyusunan usulan pelatihan yang dibutuhkan oleh para pengusaha lengkap dengan usulan waktu, materi dan calon partisipan. Penyampaian usulan pelatihan kepada Diperindagkop dukungan dengan mengirimkan tembusan kepada Bupati Pemalang, Ketua DPRD, Kepala Bappeda, Asisten Ekonomi dan Pembangunan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat untuk mendapatkan dukungan. Menjalin komunikasi dua arah secara dialogis antara para pengusaha dengan Diperindagkop Kabupaten Pemalang tentang pelatihan yang diusulkan untuk disinkronkan dengan prosedur pengusulan kegiatan/ proyek yang berlaku pada Diperindagkop. b. Tahap Pelaksanaan Pelatihan diselenggarakan selama 2 kali setiap hari Jum at, disesuaikan dengan hari libur usaha mikro konveksi. Metode pelatihan yang digunakan : pemutaran film tentang usaha sejenis di tempat lain yang sudah maju, tukar pengalaman, diskusi, penyampaian materi dari pihak yang berkompeten (Diperindagkop Kabupaten Pemalang, kalangan perbankan dan pengusaha sukses). Demi tertibnya kegiatan, disusun jadual rinci rencana pelatihan.

74 Tabel 18 Kerangka Kerja Logis Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo N o Strategi Program Kegiatan Tujuan Indikator Pihak Terkait 1 Pengembangan Revitalisasi 1. Konsolidasi Akses permodalan melalui Keberhasilan Diperidagkop Permodalan KPPJ anggota organisasi Koperasi mendapatkan kredit (utama) 2. Evaluasi organisasi mikro melalui BRI (pendukung) 3. Revisi AD/ ART Organisasi Koperasi 4. Rapat anggota 5. Mengundang pihak terkait 6. Mengakses permodalan melalui koperasi 2 Pengembangan Jaringan Kerja Sama 3 Peningkatan Kapasitas SDM Menjalin Kemitraan dengan Pedagang Pakaian Pelatihan Partisipatif 1. Menyiapkan pertemuan para pihak 2. Pendekatan kepada pengusaha besar 3. Pemberian Rekomendasi oleh Diperindagkop 1. Penyusunan kebutuhan pelatihan oleh para pengusaha 2. Inventarisasi calon partisipan 3. Penyusunan usulan pelatihan kepada Diperindagkop 4. Pelaksanaan Pelatihan 1. Meningkatnya jaringan pemasaran di tingkat regional 1. Meningkatkan kemampuan manajemen usaha 2. Meningkatkan kemampuan mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. 3. Meningkatkan keterampilan pemasaran 4. Meningkatkan keterampilan membuat model terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas Terjalinnya jaringan baru dalam pemasaran 1. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pengusaha 2. Pengusaha berhasil membuat pembukuan administrasi keuangan usaha 3. Meningkatnya jaringan kerja sama dan pemasaran 4. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja 1. Diperindagkop (pendukung) 2. Pengusaha (utama) 3. Pedagang Pakaian (pendukung) 1. Diperindagkop (utama) 2. BRI (pendukung) 3. Pengusaha sukses (pendukung) Sumber Dana Swadaya Swadaya APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Jadual Nopember 2006 Nopember 2006 Agustus 2006 - Maret 2007 74