STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN NASIONAL : Sebuah Rekomendasi Operasional*) Handito Joewono**) Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
INFOKOP VOLUME 19 JULI Pelindung Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

PROGRAM KERJA FAKULTAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan.

KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Sambutan Presiden RI pada Peringatan 1 Tahun Gerakan Kewirausahaan Nasional, Jakarta, 8 Maret 2012 Kamis, 08 Maret 2012

Perempuan dan Industri Rumahan

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

INDONESIA NEW URBAN ACTION

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

WELCOME ADDRESS. Dr. Firdaus Djaelani. Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

Review Naskah Akademik dan Raperda Kewirausahaan DI Yogyakarta

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India

PEREKONOMIAN INDONESIA

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

INKUBATOR BISNIS Dr. Susilo, SE., MS

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

PENGUATAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA BERBASIS INKUBASI INOVASI UNTUK KEBERHASILAN USAHA MAHASISWA PMW DI POLITEKNIK NEGERI MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian pihak yang menjadikan kewirausahaan ini sebagai trend-trend-an. enggannya lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya stasiun radio yang dimiliki oleh

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

Peran dan Strategi Perkembangan Kewirausahaan dan Tantangannya Dalam Menghadapi Perekonomian di Masa Yang Akan Datang

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) 2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Lapangan Kerja bagi Kaum Muda

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju suatu Negara maka semakin dirasakan pentingnnya dunia

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB IV PROFIL ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MODEL BISNIS CENTER DI SMK DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN ENTREPRENEUR MUDA INDONESIA ABSTRAKS (Laporan Persentasi Ke 2)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Assalaamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Om Swastiastu.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulina (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR DAN KOTA MALANG)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan

Transkripsi:

STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN NASIONAL : Sebuah Rekomendasi Operasional*) Handito Joewono**) Abstrak Kewirausahaan diredefinisi sebagai gairah mengembangkan bisnis baru. Bisnis yang dikembangkan bisa berupa bisnis independen baru yang dimiliki oleh seorang atau lebih wirausaha, tetapi bisa juga bisnis baru yang dikembangkan dalam perusahaan tempatnya bekerja. Kebijakan kewirausahaan adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah yang berperanan positif dalam pengembangan kewirausahaan, yang tidak hanya memberi perhatian pada wirausaha yang sudah jadi, tetapi juga kepada calon wirausaha yang dengan serius sedang mempertimbangkan untuk memulai suatu usaha. Tidak ada satu kebijakan kewirausahaan terbaik yang bisa diaplikasikan di semua negara. Pengembangan kewirausahaan tidak bisa dilepaskan dari aspek budaya di masing-masing negara. Negara-negara Eropa banyak mengandalkan pendekatan pengembangan kewirausahaan dengan pola top-down, sementara Amerika lebih cenderung bottom-up dengan beragam fasilitasi terencana. Pendekatan pengembangan kewirausahaan mana yang cocok untuk Indonesia, top-down atau bottom-up? Dengan memperhatikan tahapan pengembangan wirausaha baru, komparasi kebijakan kewirausahaan di berbagai negara, karakter dan kebiasaan orang Indonesia, serta memahami kewirausahaan sebagai implementasi kemandirian; maka pendekatan pengembangan kewirausahaan yang sesuai di Indonesia adalah mendorong peningkatan kegairahan berwirausaha di antara calon wirausaha dan fasilitatornya yang dilakukan bersamaan dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memudahkan calon wirausaha memulai, menjalankan dan membesarkan bisnis baru. Intervensi pemerintah yang bersifat top-down tetap diperlukan tetapi sebaiknya tidak terlalu jauh agar tidak kontraproduktif. Kata Kunci : Kewirausahaan, Gairah mengembangkan bisnis baru, Kebijakan kewirausahaan, Indonesia *) Artikel diterima 21 April 2011, peer review 10-26 Mei 2011, review akhir 14 Juni 2011 **) Ketua Tim Koordinasi Nasional Pengembangan Wirausaha Kreatif, Kemenko Perekonomian, Ketua Komite Tetap Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, KADIN Indonesia, Penulis buku The 5 Arrows of Entrepreneurship, Pendiri SPLASHH - School of Entrepreneurship, Chief Strategy Consultant ARRBEY 1

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 Abstract Entrepreneurship is redefined as the passion to create new business. The new business could be a new independent business which is belong to the entrepreneur himself (herself), or a new business which is developed in the company where he/she work. Entrepreneurship Policy is a form of government intervention with a positive impact in developing entrepreneurship, which is not only cover the existing entrepreneurs, but also the potential entrepreneurs who are considering to start a new business seriously. None of the entrepreneurship policy which could be applied perfectly in all nations. Entrepreneurship development is inseparable from the cultural aspects in each nation. Many European countries rely on entrepreneurship development approach with a top-down pattern, while Americans are more likely to bottom-up. Which one is more suitable in Indonesia: top-down or bottom-up approach? Taking into account the development stage of new entrepreneurship, comparative entrepreneurship policy in different countries, the character and customs of Indonesia, as well as understand entrepreneurship as the implementation of self-reliance; the right approach to entrepreneurship development in Indonesia is to encourage greater entrepreneurial excitement among potential entrepreneurs and their facilitators, and at the same time delivering the support structures and infrastructures to ease the potential entrepreneurs in creating, starting, and developing new business.top-down government intervention for certain aspects is needed as long as not too excessively. Keywords : Entrepreneurship, The passion to create a new business, Entrepreneurship policy, Indonesia. I. KEWIRAUSAHAAN Kewirausahaan dirasa semakin penting peranannya dalam pengembangan perekonomian nasional. Kewirausahaan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kontribusinya pada peningkatan pertumbuhan perekonomian sekaligus pemerataan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara yang perekonomiannya sedang tumbuh seperti China dan India adalah contoh negara yang punya jutaan wirausaha baru yang tangguh dan berdaya saing global. Pertumbuhan perekonomian mendorong lahirnya banyak wirausaha baru, demikian juga sebaliknya banyaknya wirausaha baru menggerakkan pertumbuhan perekonomian yang semakin tinggi. Kewirausahaan dan pertumbuhan perekonomian punya korelasi sebab akibat yang saling timbal balik. Kewirausahaan perlu ditumbuhkembangkan secara sistematis dan komprehensif dengan mengikutsertakan segenap komponen bangsa. 2

1. Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan dan wirausaha didefinisikan berbeda-beda. Wirausaha atau wirausahawan/wati adalah orang yang melakoni kewirausahaan. Pada banyak literatur, kata wirausaha digunakan untuk menyebut seseorang yang berniat meluncurkan usaha baru dan bersedia bertanggung jawab penuh atas hasil yang akan dicapainya. Jean Batiste Say, seorang ekonom French menggunakan istilah entrepreneur pada abad ke-19 untuk mendefinisikan seseorang yang membuat usaha baru, khususnya kontraktor, yang bertindak menjembatani modal dana dan tenaga kerja. Pada buku The five Arrows of Entrepreneurship Joewono (2011), meredefinisi kewirausahaan atau entrepreneurship sebagai gairah untuk mengembangkan bisnis baru. Bisnis yang dikembangkan bisa berupa bisnis independen baru yang dimiliki oleh satu atau lebih wirausaha, tetapi bisa juga bisnis baru yang dikembangkan dalam perusahaan tempatnya bekerja. Gairah mengembangkan bisnis baru di perusahaan yang sudah ada disebut corporate entrepreneurship, disingkat corpreneurship. Kalau gairah pengembangan bisnis baru tersebut diterapkan untuk kegiatan kemasyarakatan, disebut social entrepreneurship. Bila gairah pengembangan bisnis baru tersebut dipahami dan dilaksanakan oleh aparatur pemerintah, disebut sebagai government entrepreneurship (Joewono, 2011). Untuk bisa menjadi pebisnis yang berhasil, seorang wirausaha perlu mempunyai modal dasar seperti kemauan kerja keras, semangat juang tinggi, kecerdasan, kesabaran, wawasan bisnis yang luas, ketajaman melihat peluang dan tahan banting dalam menghadapi situasi yang sulit. Wirausaha berhasil masa kini adalah wirausaha yang tidak terlalu sering meminta perlindungan pemerintah. Wirausaha haruslah pebisnis yang punya kemauan dan kemampuan untuk bersaing di pasar global. Oleh karenanya Tim Koordinasi Nasional Pengembangan Wirausaha Kreatif merumuskan bahwa wirausaha baru yang hendak ditumbuhkembangkan adalah Wirausaha yang kreatif, inovatif dan berdaya saing global. Globalisasi dan liberalisasi merupakan sebuah kenyataan. Wirausaha masa kini tidak bisa lagi menghindar dari situasi dan kondisi perdagangan bebas dunia, apalagi kalau ingin berperan lebih besar di perekonomian dunia. Kita perlu akses pasar sebesar-besarnya ke pasar dunia, dan sebaliknya kita juga dituntut oleh pelaku usaha global untuk membuka pasar domestik. Untuk menghadapi tantangan tersebut, 3

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 dibutuhkan keberadaan wirausaha-wirausaha baru yang tahan banting, punya daya saing global dan memegang nilai-nilai luhur dan cinta pada negerinya. 2. Bisakah Wirausaha Dibentuk? Sering diperdebatkan, apakah wirausaha bisa dibentuk? Bisakah wirausaha diciptakan?. Pertanyaan strategis seperti ini sangat realistis, apalagi didasarkan kenyataan bahwa banyak wirausaha yang mewarisi bisnis orang tua atau leluhurnya. Seseorang yang hidup di lingkungan bisnis akan relatif mudah termotivasi untuk berbisnis yang langsung diimplementasikan dengan mengembangkan bisnis yang sudah dijalankan oleh keluarganya. Bagaimana dengan seseorang yang tidak hidup di lingkungan bisnis? Bisakah seseorang yang bukan dari keluarga wirausaha akan mempunyai gairah mengembangkan bisnis baru? Jawabannya tentu saja: bisa. Bahkan para leluhur wirausaha besar pada mulanya juga bukan seorang wirausaha. Benih kewirausahaan bisa diajarkan dan dicangkokkan kepada siapapun. Mentransfer dan mencangkokkan kewirausahaan tidak selalu menghasilkan wirausaha yang mendirikan bisnis baru. Bisa jadi benih kewirausahaan tersebut bertumbuh baik tetapi tidak menjadi pohon bisnis mandiri tetapi berkembang menjadi gairah mengembangkan bisnis di perusahaan sebagai corpreneur, atau bisa juga tumbuh menjadi pengggerak bisnis untuk masyarakat, atau menjadi pembina kewirausahaan di pemerintah sebagai govpreneur. Selain yang bertumbuh, ada juga benih kewirausahaan yang tidak tumbuh karena tanahnya kelewat gersang atau lingkungan hidupnya sangat ekstrim tidak mendukung kewirausahaan. Atau bisa juga benih kewirausahaan tersebut tumbuh tetapi tidak dipelihara dengan baik sehingga mati atau bahkan layu sebelum sempat berkembang. Kondisi yang banyak ditemui adalah benih kewirausahan yang telah tertanam atau tercangkok tetapi belum tumbuh menjadi pohon bisnis. Karenanya tidak perlu menyesal atau berkecil hati kalau penumbuhkembangan kewirausahaan tidak menghasilkan pohon bisnis sesuai target jangka pendek berupa berdirinya usaha bisnis baru sejumlah tertentu. Pada dasarnya tidak sia-sia menyebarkan, menanam atau mencangkokkan benih kewirausahaan. Akan selalu ada manfaat positif yang dihasilkan karena benih kewirausahaan bisa tumbuh di kemudian hari. 4

Menumbuhkembangkan kewirausahaan dan wirausaha baru mendapat perhatian besar dari banyak pihak termasuk peneliti. Riset seputar kewirausahaan mendapat banyak perhatian terutama pada bidang studi ekonomi, geografi, manajemen, psikologi, dan sosiologi. Akhir-akhir ini riset yang dilakukan telah mengintegrasikan pengertian supply yang melibatkan wirausaha dan strategi berwirausaha, serta demand yang melibatkan usaha baru atau lebih luas lagi mencakup struktur kesempatan atau konteks kewirausahaan (Aldrich 1993; Thornton 1999). Konteks kewirausahaan meliputi dimensi yang luas dari faktorfaktor ekonomi, sosial, dan budaya. Ketersediaan sumber daya seperti finansial, perlindungan hak milik intelektual, dan keahlian khusus adalah penting bagi perekonomian suatu negara. Ketersediaan informasi yang spesifik dapat menentukan apakah wirausaha tersebut mampu menangkap kesempatan yang terbuka (Aldrich dan Fiol 1994; Shane dan Venkataraman 2000). Perhatian besar pada kewirausahaan antara lain tergambar pada World Entrepreneurship Forum ketiga di Lyon, Perancis pada November 2010 menghasilkan rekomendasi yang diberi judul Shaping the World of 2050: The Entrepreneurial Impact. Beberapa rekomendasi dari forum tersebut adalah : 1) Percepatan pengembangan perusahaan inovatif dan highgrowth. Kewirausahaan bisa ditingkatkan dengan penyelenggaraan pertemuan para wirausaha sukses di seluruh dunia, mendukung perspektif internasional mereka, dan menciptakan kondisi saling berbagi pengalaman serta mengembangkan jejaring global inkubator high-growth. Penyelenggaraan temu-bisnis perusahaan multinasional dengan para wirausaha baru juga akan efektif utuk mendorong kewirausahaan. 2) Mendorong kewirausahaan Base of the Pyramid (BoP). Kewirausahaan bisa ditumbuhkembangkan dengan mempercepat perubahan mindset warga miskin, menyusun kebijakan pemerintah yang kondusif dan menciptakan kluster dan inkubator melalui BoP. 3) Mempromosikan lingkungan yang mendorong kewirausahaan di daerah. 5

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 Kewirausahaan bisa ditingkatkan melalui pengembangan kerjasama riset dengan berbagai pihak terkait, mengangkat duta wirausaha dengan kepala daerah sebagai motor utama, dan menyediakan fasilitas ritel dengan biaya rendah. 4) Mengedukasi wirausaha dunia. Edukasi wirausaha bisa dioptimalkan antara lain dengan merancang sistem akreditasi dan metode pengajaran yang dibutuhkan untuk mempercepat terciptanya wawasan kewirausahaan; mengembangkan cara pembelajaran baru yang mendorong kreatifitas dan keberanian untuk mengambil resiko; mendorong pemerintah, pebisnis, orang tua, guru, dan pelajar untuk lebih menghargai kewirausahaan dari segi sosial maupun ekonomi; dan merancang program pelatihan untuk mendorong sensitivitas pada kewirausahaan. II. KEBIJAKAN KEWIRAUSAHAAN BERBAGAI NEGARA Kebijakan kewirausahaan tidak hanya perlu memberi perhatian pada wirausaha yang sudah jadi, tetapi juga calon wirausaha yang dengan serius sedang mempertimbangkan untuk memulai suatu usaha. Meskipun kewirausahaan banyak bersentuhan dengan usaha kecil tetapi kebijakan kewirausahaan berbeda dengan kebijakan usaha kecil. Usaha bisnis baru bisa saja berskala besar, demikian juga warung makan atau usaha berskala kecil lainnya bisa jadi tidak tergolong usaha baru karena sudah didirikan belasan tahun sebelumnya. Ciri khusus dari kewirausahaan adalah baru dan dinamis. Kebijakan kewirausahaan juga bertujuan untuk mendorong terciptanya governance yang lebih baik. Tentu saja tidak semua kebijakan publik yang membentuk konteks kewirausahaan dan ketersediaan wirausaha potensial dapat digolongkan sebagai kebijakan kewirausahaan. Kebijakan pendidikan, misalnya, dapat mempengaruhi motivasi berbisnis, pengetahuan, keahlian, dan terbentuknya jejaring yang bermanfaat bagi pelajar atau mahasiswa untuk kelak menjadi wirausaha. Kebijakan makro ekonomi, misalnya dapat mempengaruhi ketersediaan modal jangka pendek dan kondisi perdagangan internasional yang juga mempengaruhi gairah mengembangkan bisnis baru dalam konteks kewirausahaan. Diperlukan beragam masukan dari sistem hukum, budaya, kelembagaan, kebijakan perekonomian dan pendidikan yang kondusif untuk kewirausahaan (Rosenberg dan Birdzell 1986; North 1984). 6

1. Kebijakan Kewirausahaan di Eropa Menurut David Audretsch ilmuwan dari Institut Max Planck dan Universitas Indiana, Jerman telah berhasil menciptakan perusahaanperusahaan baru yang inovatif. Jerman telah melalui lima tahapan dalam penciptaan kewirausahaan, yaitu: penyangkalan, pengakuan, iri hati, konsensus dan pencapaian. Karena perekonomiannya telah melalui masa-masa sulit dalam menghadapi persaingan global dan hilangnya lapangan kerja di bidang manufaktur, maka Jerman telah mengalami tahap peralihan dari penyangkalan ke iri hati terhadap kemampuan negara-negara lain dalam menciptakan perusahaan-perusahaan baru dan keberhasilan mereka dalam menghadapi persaingan global. Negara-negara di kawasan Nordic menggunakan Model MOS (Motivation, Opportunities, Skills) untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan. Model MOS menjelaskan tiga bagian yang saling berintegrasi yaitu motivasi, kesempatan dan keahlian. Model yang terintegrasi adalah model yang bila diterapkan akan berpengaruh posisif pada beberapa alat ukur berbeda. Pendidikan kewirausahaan misalnya, sudah pasti dapat mempengaruhi motivasi dan keahlian. Kebijakan kewirausahaan dapat dipandang sebagai alat ukur yang digunakan untuk mempengaruhi individu-individu dalam masyarakat. Studi yang dilakukan di Denmark menyebutkan bahwa didapati perkembangan yang nyata dalam hal kewirausahaan di negara itu. Denmark menggunakan pendekatan yang agak berbeda untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan. Dukungan bagi para wirausaha diberikan terutama dengan menciptakan sistem yang seragam dan sederhana dengan model one stop shop untuk mempermudah para wirausaha baru. Di Finlandia, fenomena sosial di bidang kewirausahaan dan perkembangannya, dimonitor melalui Program Kebijakan Kewirausahaan (Entrepreneuship Policy Programme). Jumlah perusahaan, ukuran, lokasi, sektor, keuntungan, pendapatan serta distribusi umur dari para wirausaha adalah faktor-faktor yang diamati. Studi ini bermaksud untuk mengamati tingkat efektifitas program dan perubahan kondisi di Finlandia dan daerah sekitarnya. Kebijakan kewirausahaan dilakukan secara baik di Finlandia, terutama dalam hal struktur, organisasi dan alat ukur. Instrumen dan alat ukurnya didasarkan pada kebutuhan. Meskipun instrumennya baik belum tentu menciptakan kesuksesan bisnis maupun inovasi. Ada 7

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 kebutuhan untuk menganalisa secara kritis sistem pendukung dan struktur yang ada, untuk melakukan relokasi seperlunya termasuk jika diperlukan adanya perubahan struktur. Karena level kewirausahaan berhubungan erat dengan kondisi sosial, budaya dan perekonomian, maka dibutuhkan aktifitas jangka panjang seperti melembagakan pendidikan kewirausahaan, yang diharapkan meningkatkan jumlah wirausaha baru. Tantangan bagi kebijakan kewirausahaan Finlandia berhubungan dengan populasi penduduk. Jumlah populasi yang makin menurun dan cenderung menjadi populasi penduduk yang berumur semakin tua akan membuat aktifitas kewirausahaan di masa datang menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, menjadikan generasi baru sebagai target kebijakan kewirausahaan belumlah cukup. Dinamika dan keragaman populasi perlu ditingkatkan melalui penggalakan imigrasi tenaga kerja produktif ke Finlandia, yang diharapkan dapat membantu mempercepat perubahan budaya menuju masyarakat kewirausahaan. Di Islandia, sejak tahun 1995 dukungan terhadap perusahaan kecil menengah menjadi isu dalam pembuatan kebijakan. Perhatian terhadap kewirausahaan juga terus meningkat. Diaktifkan tiga lembaga utama (Rannis, NSA, dan NMI) yang mendukung inovasi dan kewirausahaan. Memang sulit mengukur keberhasilan kebijakan kewirausahaan yang dilakukan pemerintah. Menurut GEM, aktifitas kewirausahaan di Islandia lebih tinggi dibandingkan negara-negara Eropa lainnya, yaitu sekitar 12% di Islandia dibandingkan dengan 6% di negara Eropa lainnya. Di Norwegia dikembangkan rencana strategi nasional bagi kewirausahaan dalam sistem pendidikan di sekolah. Rencana ini selesai pada tahun 2008 dan terus dievaluasi, namun tidak diketahui apakah akan ada tindak lanjut dari rencana ini. Kewirausahaan juga menjadi salah satu prasyarat dalam proses pengembangan wilayah. Dalam kebijakan inovasi Norwegia yang diluncurkan pada tahun 2008 diharapkan juga termasuk kebijakan mengenai kewirausahaan. Ada tiga kementerian yang terlibat dalam kebijakan kewirausahaan di Norwegia, yaitu : Kementerian Perdagangan dan Industri, Kementerian Pendidikan dan Riset, serta Kementerian Pemerintahan Daerah dan Pengembangan Wilayah. Juga ada tiga lembaga negara yang menangani hal-hal terkait kewirausahaan di tingkat nasional, yaitu : The Industrial Development Corporation (SIVA), Innovation Norway, dan Norwegian Research Council. Sekalipun ada unit administratif di 8

pemerintah pusat yang bertanggung jawab dalam bidang ini, tetapi tidak ada pejabat resmi yang bertanggung jawab dalam bidang pengembangan bisnis ataupun kewirausahaan di negara tersebut. Swedia terus bergerak maju dalam bidang kewirausahaan termasuk pengembangan kebijakan kewirausahaan. Ada peralihan dari kebijakan tradisional terhadap perusahaan kecil menengah yang tadinya fokus pada usaha-usaha melengkapi para wirausaha dengan keahlian dan faktor-faktor produksi, menjadi lebih fokus pada orientasi motivasi dan kesempatan. Kebijakan kewirausahaan di Eropa pada dasarnya adalah pendekatan dari atas ke bawah, atau pendekatan top down. Kebijakan dibuat pada level Kementerian di pemerintah pusat dan dilaksanakan di pemerintah daerah. Namun demikian, seiring dengan bertambahnya waktu, diperlukan juga adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat di level regional atau kota. Kebijakan kewirausahaan di Denmark menggunakan tiga instrumen utama yaitu : 1) Akses permodalan; 2) Budaya kewirausahaan; dan 3) Kompetensi kewirausahaan. Khusus untuk permodalan, bank swasta di Denmark mengambil peranan besar dalam pembiayaan bisnis baru. Di Denmark, menggalakkan kewirausahaan dari aspek budaya dilakukan dengan membangun budaya inovasi dan sisi budaya kewirausahaan lain melalui kampanye di media televisi dan pertunjukan yang menayangkan para wirausaha saling berkompetisi untuk merealisasikan ide-ide bisnis mereka. Peningkatan kompetensi kewirausahaan di Denmark dilakukan melalui program pendidikan kewirausahaan di sekolah-sekolah. Pada tahun 2004 pemerintah Denmark memperkenalkan strategi inovasi, kewirausahaan, dan kemandirian ke dalam sistem pendidikan. Strategi ini diterapkan untuk menangkap ide-ide yang mampu mempromosikan dan memperkuat budaya kewirausahaan. Acara seperti Independence Fund dan Entrepreneurship Barometer dirancang untuk mengukur dan meningkatkan kewirausahaan di jenjang pendidikan tinggi. Strateginya ditekankan pada pentingnya membangun interaksi yang lebih kuat antara komunitas bisnis dan pendidikan tinggi, untuk meningkatkan persepsi masyarakat terhadap kewirausahaan. Dari sisi struktur organisasi, tanggung jawab utama pengembangan kebijakan kewirausahaan di Denmark dipegang oleh dua kementerian, yaitu Kementerian Perekonomian dan Business 9

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 Affairs, serta Kementerian Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi, yang kadangkala menimbulkan kesulitan. Kementerian Pendidikan juga memegang peranan penting dalam perumusan kebijakan. Di Denmark dibentuk forum pertumbuhan regional yang anggotanya terdiri dari perwakilan bidang bisnis dan perdagangan, lembaga pendidikan, tenaga kerja dan pemberi kerja, serta politisi dari setiap daerah. Forum ini bertanggung jawab memonitor kondisi lokal dan regional yang menunjang pertumbuhan. Strategi pengembangan bisnis daerah menjadi dasar pembuatan rencana pengembangan daerah. Forum regional berperan dalam pembuatan kebijakan kewirausahaan karena mereka terlibat dalam proses pengembangan strategi pertumbuhan daerah dan memelopori aktifitas pengembangan bisnis. 2. Kebijakan Kewirausahaan di Amerika Kebijakan kewirausahaan di Amerika diterapkan di negara bagian maupun di tingkat nasional. Kekuatan pemerintah dan mitra kerjanya digunakan untuk mendorong pertumbuhan kewirausahaan, yang mungkin berbeda untuk setiap wilayah, sesuai dengan aktifitas ekonomi dan komunitas yang ingin dipengaruhi. 3. Level Federal Undang-undang Antitrust Sherman yang disetujui kongres Amerika tahun 1890 adalah titik awal yang tepat untuk memulai riset, karena undang-undang mencerminkan perbedaan Amerika dengan negara-negara industri lainnya. Undang-undang ini merupakan puncak dari kegelisahan sekian lama mengenai semakin dominannya peranan perusahaan besar dalam perekonomian. Oleh karena itu Undangundang Antitrust Sherman membatasi aktifitas perusahaan besar, agar dapat memberi peluang bagi usaha baru. Setelah seabad proses pengembangan kebijakan dan hukum antitrust, motivasi berwirausaha semakin tumbuh, dan analisa seputar hambatan untuk memulai usaha baru serta bagaimana cara mengatasinya menjadi perhatian utama (Hart 2001). Kebijakan regulasi federal juga terkait langsung dengan kewirausahaan. Undang-undang antitrust dan beberapa kebijakan federal lainnya, dibuat untuk mendukung usaha baru. Hak atas intelektual properti misalnya, telah diterapkan dengan tegas sejak tahun 1970an, sehingga para pemegang hak mendapat perlindungan yang lebih secara hukum. Berbagai produk dan proses telah dipatenkan. Ada juga copyright, 10

yaitu hak atas perbanyakan software dan format digital lainnya. Universitas dan pihak-pihak yang menerima bantuan pendanaan dari federal untuk melakukan kegiatan riset dan pengembangan didorong untuk mendapatkan perlindungan atas intelektual properti hasil temuan mereka. Perlindungan ini menjadi aset tak ternilai bagi sebuah usaha baru. Bantuan dana di bidang kewirausahaan juga diusulkan oleh para pembuat kebijakan federal. Subsidi langsung bagi usaha baru dilakukan melalui program SBIR (Small Business Innovation Research) dan program teknologi lanjutan dari Kementerian Perdagangan. Ada juga program pengadaan yang memberi bantuan dana proyek federal ke usaha kecil dan bisnis yang dikelola oleh wanita, kaum minoritas, serta grup lain yang mewakili komunitas wirausaha. Program dengan jaminan pinjaman dari federal mendorong kreditur swasta untuk juga berbisnis dengan para pengusaha baru. Perubahan dalam perpajakan Amerika, seperti fluktuasi perlakuan terhadap capital gain, mempengaruhi ketersediaan pendanaan bagi usaha baru. Peraturan federal mengenai investasi, misalnya peraturan tahun 1978 yang memungkinkan sebagian dana pensiun disimpan dalam bentuk investasi beresiko tinggi, telah memberi pengaruh penting bagi pertumbuhan industri venture capital, yang kemudian juga menjadi pemicu tumbuhnya kewirausahaan. 4. Inisiatif Lokal Entrepreneurial state, istilah yang digunakan oleh Peter K.Eisinger pada era 1980an, timbul sebagai tanggapan atas adanya persepsi bahwa model pengembangan daerah, terutama smokestackchasing (yaitu memberi insentif bagi perusahaan di luar area yurisdiksi yang mau membuat usaha baru di daerah tersebut), tidak lagi efektif di era inovasi teknologi yang begitu cepat, integrasi ekonomi global, dan melemahnya peranan federal (Eisinginer 1988). Timbul argumentasi bahwa daerah harus bertanggung jawab atas pertumbuhan ekonominya sendiri. Munculnya Silicon Valley dengan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan yang melibatkan dunia pendidikan, usaha baru, dan layanan pendukung, telah menjadi topik pembicaraan dalam berbagai diskusi. Adanya berbagai negara bagian di Amerika menjadi tantangan tersendiri, dan membuat kebijakan kewirausahaan antar negara bagian 11

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 bisa berbeda-beda. Strategi untuk mendorong tumbuhnya kreatifitas pengetahuan mempunyai rentang yang luas. California misalnya, menanam investasi yang cukup besar di institusi yang berbasis universitas, baik dalam bidang bioteknologi, teknologi informasi, dan telekomunikasi yang menjadi pelengkap bagi dana R&D federal, yang mampu mendorong pertumbuhan kewirausahaan berbasis teknologi tinggi. Sebaliknya, Georgia, telah melakukan usaha ekstensif untuk membangun sistem universitas yang berdaya saing tinggi dengan dana minimal. Elemen penting dalam program pemerintah adalah Georgia Research Alliance, kerjasama masyarakat dan pihak swasta, yang telah mengeluarkan dana sebanyak $242 juta dari dana pemerintah dan $65 juta dari dana swasta selama tahun 1990an, dalam rangka pengembangan ekonomi dengan mengoptimalkan pemanfaatan kemampuan riset perguruan tinggi (Georgia Research Alliance, 2002). Masing-masing negara bagian di Amerika menggunakan instrumen kebijakan yang berbeda untuk memfasilitasi penyebaran ilmu pengetahuan ke usaha baru dan usaha yang sedang berkembang. Beberapa pihak memberi sponsor dalam bentuk fasilitas, seperti inkubator dan taman pengetahuan, yang memungkinkan para wirausaha menempatkan kantor atau bahkan operasional usaha mereka di lokasi sponsor. Kampus yang telah memperoleh hak intelektual atas beberapa temuannya bersedia menjadikan hak mereka ke dalam bentuk saham di perusahaan baru (Plosila 2001). Inisiatif tingkat daerah atau negara bagian lainnya bertujuan untuk menyediakan layanan bisnis dan kesempatan memperluas jaringan bisnis bagi para wirausaha, baik yang berafiliasi dengan kampus maupun tidak. Manufacturing Extention Partnership misalnya, mempunyai outlet di semua 50 negara bagian yang dapat menjadi pedoman bagi perusahaan manufaktur kecil dan menghubungkan mereka ke beberapa penyedia jasa (Shapira, 1998). 5. Apakah Kebijakan Kewirausahaan Menghasilkan Wirausaha? Kebijakan kewirausahaan merupakan rangkaian aktifitas yang seringkali tidak terkoordinasi dan tidak direncanakan dengan baik. Para wirausaha baru menghadapi serangkaian pilihan yang berbeda dalam proses membangun usaha baru. Mereka bisa saja mendapat bantuan pendanaan dalam bentuk kredit pinjaman atau subsidi, atau kontribusi lain dalam bentuk modal intelektual. Konteks kewirausahaan begitu 12

kompleks, melebihi kompleksitas kebijakan publik. Kondisi latar belakang juga mempengaruhi, baik dari sisi tingkat pendidikan maupun demografi. Kondisi jangka pendek, seperti tingkat suku bunga dan ketersediaan modal dapat juga memberi pengaruh yang besar dalam hal pengambilan keputusan berwirausaha. Pengaruh kebijakan kewirausahaan terhadap usaha baru seringkali dipengaruhi oleh banyak faktor lain, bisa kapan saja, di mana saja, dalam sektor apa saja. Terlihat jelas bahwa level dan kualitas kewirausahaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan publik dan governance. Kewirausahaan di bidang bioteknologi, seperti yang diutarakan oleh Nathan Rosenberg dan Andrew Toole adalah salah satu contohnya. Kebangkitan Wahington D.C. sebagai kota kewirausahaan di bidang teknologi tinggi adalah contoh di tingkat regional (Feldman 2001). Dari beberapa contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan kewirausahaan adalah salah satu bentuk intervensi yang berperanan positif dalam pengembangan kewirausahaan. Pengaruh kebijakan kewirausahaan seringkali tidak bersifat statis. Kebijakan atas ide-ide yang telah dirancang dengan matang dan diterapkan dengan hati-hati dapat memperkaya pengaruh positif yang ditimbulkannya, sebaliknya kebijakan yang tidak dirancang dengan baik dan tidak diterapkan dengan hati-hati dapat mengurangi manfaatnya, atau bahkan dapat berpengaruh negatif. Pada umumnya para analis kebijakan tidak cukup memahami dengan baik interaksi yang terjadi antara kewirausahaan dengan kebijakan publik, yang seyogyanya dapat bermanfaat posisi dalam mengidentifikasi kesempatan dan resiko yang ada atau yang mungkin ada (Bartik 1991; Isseman 1994; Dewar 1998). III. REORIENTASI KEBIJAKAN KEWIRAUSAHAAN Perumusan strategi pengembangan kewirausahaan nasional sebaiknya diawali dengan mengedepankan peran wirausaha selaku pelaku kewirausahaan. Oleh karenanya rekomendasi pengembangan kewirausahaan dimulai dengan merumuskan pemikiran tentang hakiki wirausaha. Pada buku The five Arrows of Entrepreneurship seperti dikutip di bagian awal tulisan ini, penulis meredefinisi kewirausahaan atau entrepreneurship sebagai gairah untuk mengembangkan bisnis baru. Mengembangkan bisnis baru, termasuk di dalamnya memulai dan menjalankan bisnis, pada 13

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 era sekarang ini tidak cukup hanya bermodalkan tekad kuat. Memang benar tanpa tekad yang kuat untuk memulai bisnis maka tidak akan pernah berdiri bisnis baru, tetapi tekad kuat hanyalah salah satu modal awal. Berbisnis harus menggunakan perhitungan karena keberhasilan bisnis sejatinya juga merupakan hasil perhitungan rasional. Harus ada perhitungan untung-rugi yang pada dasarnya merupakan selisih pendapatan dan biaya. Memulai bisnis tidak bisa hanya memikirkan bagaimana cara memulai, tetapi juga merancang bagaimana proses tersebut akan dijalankan, dan ada kalanya perlu memikirkan kemungkinan kegagalan dan langkah antisipatifnya. Konsep The five Arrows of Strategic Development yang menjadi referensi induk The five Arrows of Entrepreneurship jelas-jelas menggarisbawahi perlunya pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Bisnis yang dikembangkan seorang wirausaha perlu terus bertumbuh, atau sebaliknya akan berujung pada kegagalan. Growth or Die, tumbuh atau mati. Tanpa pertumbuhan bisnis yang terukur, wirausaha jaman sekarang tidak akan mampu mengatasi persaingan yang semakin mengglobal. Diperlukan langkah-langkah strategis untuk menumbuhkembangkan usaha bisnis baru. Pengembangan bisnis baru bisa dilakukan dengan menggunakan model tiga anak tangga pertumbuhan di atas, yaitu : Belajar Jalan, Belajar Lari dan Latihan Maraton. 1) Belajar Jalan Bisnis baru bisa dianalogikan dengan bayi atau batita yang sedang merangkak dan belajar jalan. Usaha bisnis yang ada di tahapan Belajar Jalan masih tertatih-tatih, terutama untuk mendapatkan order bisnis. Pada tahapan ini, bisnis baru sebaiknya dikelola dengan penuh konsentrasi dan kehati-hatian agar bisa normal berjalan. Usaha bisnis yang sedang dijalankan sebaiknya berkonsentrasi pada produk dan segmen pasar tertentu. 2) Belajar Lari Ketika bisnis baru sudah mulai berjalan lancar, akan membosankan kalau terus berjalan di tempat. Usaha bisnis harus mulai diperbesar dan belajar lari dengan meluncurkan produk baru atau menambah segmen pasar yang dituju. Sangat banyak usaha bisnis yang tidak berani masuk ke tahapan belajar lari ini. Bisa jadi karena takut gagal atau karena faktor keterbatasan sumberdaya. 14

3) Latihan Maraton Tidak semua pelari mau dan mampu ikut lomba lari maraton. Demikian juga tidak semua pebisnis mampu membawa perusahaannya menjadi bisnis yang besar atau menjadi pemimpin pasar. Meskipun begitu, setiap pebisnis baru perlu punya dorongan motivasi untuk membesarkan bisnisnya sampai di tahapan latihan maraton yang bersaing dengan perusahaan besar di pasar. Bisnis jaman sekarang merupakan bisnis dengan tingkat kompetisi tinggi. Tidak peduli bisnis yang ada merupakan bisnis baru atau bisnis lama, kompetisi berlaku untuk keduanya. Artinya semua bisnis akan menghadapi tantangan kompetisi yang sama. Untuk menjawab tantangan kompetisi seperti ini, kreativitas dan inovasi menjadi salah satu jawaban ideal. Karenanya bagi bisnis dan pebisnis baru, kreativitas dan inovasi merupakan makanan pokok. Untuk menghasilkan wirausaha baru yang kreatif, inovatif dan berdaya saing global dibutuhkan bahan baku berupa calon wirausaha yang mempunyai karakter-karakter unggul wirausaha yang bisa berasal dari bawaan lahir atau dibentuk melalui pelatihan dan pengalaman. Dari penelitian yang dilakukan oleh Arrbey Competitivenes Center, ada lima karakter unggul wirausaha, yaitu: 1) Opportunity Seeker Seorang pebisnis adalah seorang pencari kesempatan usaha yang tidak pernah tega membiarkan kesempatan bisnis berlalu begitu saja. Pebisnis tidak mengenal kata letih dan bosan untuk terus mencari dan mencari kesempatan yang belum dilirik oleh orang lain. 2) Network Builder Seorang pebisnis adalah seseorang yang bisa menjembatani berbagai kepentingan dan bahkan perbedaan prinsipil yang terjadi pada orang lain. Pebisnis mempunyai karakter supel dalam bergaul dengan siapapun dan menjadi jembatan terjadinya kesepakatan termasuk kesepakatan transaksi bisnis. 3) Smart Leader Seorang pebisnis adalah seseorang yang cerdas dan mempunyai jiwa kepemimpinan sehingga bisa memimpin orang lain untuk menjalankan kepentingannya. Tidak mengherankan jika seorang 15

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 pebisnis sering dijuluki sebagai seseorang yang cerdik karena kepiawaiannya memimpin atau mengarahkan orang lain agar dia bisa mendapatkan keuntungan. 4) Hard Worker Seorang pebisnis, apalagi pebisnis baru, adalah seorang pekerja keras yang tidak kenal lelah memperjuangkan kepentingan bisnisnya. Pebisnis mempunyai tujuan yang besar dan punya tekad yang kuat untuk mencapai tujuannya. 5) Progress Demander Seorang pebisnis adalah seorang yang mendambakan kemajuan dari waktu ke waktu, dan tidak merasa cukup hanya dengan maju selangkah demi selangkah. Pebisnis seringkali memaksakan adanya lompatan untuk maju sehingga bisa segera mencapai tujuan lebih cepat dari orang lain. Besarnya tekad untuk maju, seringkali membuat pebisnis tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Seseorang wirausaha berhasil tentunya mempunyai lima karakter unggul wirausaha di atas. Tetapi rumus tersebut tidak berlaku reversible bahwa seseorang yang mempunyai lima karakter unggul kewirausahaan di atas akan menjadi wirausaha berhasil. Mengapa? Karena jiwa wirausaha hanyalah modal dasar bagi seorang wirausaha. Untuk menjadi wirausaha diperlukan modal lain yaitu kompetensi mengelola bisnis. Calon pebisnis sukses juga perlu punya prasyaratan dasar untuk calon pebisnis yaitu risk taker atau keberanian menghadapi resiko. Pada dasarnya, keberanian menghadapi resiko lebih merupakan faktor bawaan. Pelatihan bisa diberikan untuk pengelolaan resiko atau risk management. Calon wirausaha yang sudah mempunyai lima karakter unggul, kemampuan mengelola resiko dan kompetensi mengelola bisnis tetap saja akan menjadi calon wirausaha abadi kalau tidak melakukan langkah-langkah kongkrit memulai bisnis baru. Pada buku The five Arrows of Entrepreneurship (Joewono, 2011), disediakan lima langkah mudah untuk memulai bisnis baru dalam kerangka The five Arrows of New Business Creation yaitu: 1) Day Dreaming, 2) Creative Thinking, 3) Push The Pedal, 4) Speeding-Up dan 5) Looking-Up. Day Dreaming atau berangan-angan merupakan langkah kongkrit awal untuk memulai bisnis baru. Angan-angan perlu digantungkan 16

setinggi langit. Calon wirausaha perlu punya mimpi atau cita-cita yang ideal. Bisa berupa angan-angan menjadi orang yang sangat kaya, menjadi orang yang tinggal ongkang-ongkang kaki, menjadi orang yang terhormat dan sebagainya. Setelah berangan-angan yang ideal dan bisa jadi muluk-muluk, langkah berikutnya adalah merasionalisasikannya dalam bentuk Creative Thinking. Angan-angan perlu diterjemahkan dalam bentuk rencana bisnis yang kreatif dan terukur dengan perhitungan keuangan yang jelas. Rencana bisnis yang hebat tidak akan menjadi bisnis yang sesungguhnya jika hanya menjadi proposal, laporan studi kelayakan atau business plan. Bisnis baru bisa disebut mulai jalan ketika sudah melangkah secara nyata. Kalau hanya punya ide, punya semangat menggebu-gebu, atau punya konsep yang hebat tetapi tidak juga kunjung melangkah mulai berbisnis maka yang bersangkutan hanyalah seorang calon pebisnis atau berwacana bisnis. Dengan konsep Push The Pedal, memulai bisnis baru dianalogikan seperti memulai naik sepeda. Speeding Up merupakan langkah akselerasi capaian kinerja bisnis. Ketika bisnis sudah mulai berjalan, diperlukan langkah akselerasi untuk mempercepat pencapaian tujuan. Pada balapan mobil Formula-1, pembalap mengakselerasi kecepatannya dan tancap gas penuh atau melakukan Speeding Up segera begitu kondisi memungkinkan. Tidak perlu menunggu momentum yang lebih pas untuk melakukan Speeding Up, karena seringkali kesempatan baik tidak muncul untuk keduakalinya. Jadi begitu ada kesempatan melakukan Speeding Up, seorang wirausaha baru tidak perlu ragu-ragu tancap gas memperbesar skala usahanya. Dengan segala resiko yang sudah maupun belum terpikirkan sejak awal, seorang calon wirausaha baru hendaknya tidak gentar, dan terus bertekad maju dengan terus mengayun pedal sepeda bisnisnya bahkan ketika permasalahan menghadang. Permasalahan di bisnis baru bisa berupa kompetisi sengit, keterbatasan permodalan atau teknologi, persoalan pengelolaan karyawan dan sebagainya. Pada situasi seperti ini seorang wirausaha baru memerlukan mentor yang bisa berupa konsultan, senior bisnis, dosen, guru sekolah, kakak, saudara atau teman baik untuk dia bisa berbagi permasalahan dan mendapat solusi. Wirausaha tetap saja manusia biasa yang membutuhkan orang lain. 17

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 Situasi kritis seperti ini bila tidak ditangani dengan baik bisa membuat wirausaha baru mengurungkan niatnya untuk melanjutkan bisnis. Pada kondisi seperti ini wirausaha baru perlu diberi motivasi atau memotivasi dirinya sendiri bahwa ada capaian besar di depan yang menanti kalau permasalahannya bisa diatasi. Looking-Up merupakan langkah melihat ke depan sambil terus menatap ke atas. Wirausaha baru bisa disebut berhasil melewati tahapan Looking-Up dan masuk ke siklus bisnis baru kembali ke tahapan Day Dreaming ketika persoalannya sudah tertangani dan sudah berani berangan-angan lagi untuk mengembangkan bisnis baru. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Arrbey dan Splash School of Entrepreneurship ketika memberikan konsultasi bisnis baru bagi calon wirausaha atau wirausaha baru, dari kelima tahapan siklus The five Arrows of New Business Creation di atas, tahapan yang paling banyak memacetkan proses menjadi wirausaha baru ada di titik Push The Pedal. Banyak calon wirausaha baru yang punya niat berbisnis dan bahkan sudah mempunyai rencana bisnis yang rapi, tetapi tidak kunjung melangkah menjadi wirausaha. Pada buku The five Arrows of Entrepreneurship (Joewono, 2011), diuraikan prinsip memulai bisnis baru dengan konsep Push The Pedal (Roberto Evans Joewono, 2006) yang menganalogikan langkah memulai bisnis seperti layaknya seorang anak kecil yang belajar naik sepeda. Lima tahap Push The Pedal untuk memulai bisnis baru adalah: 1. Push The Pedal Push the pedal atau mengayun pedal sepeda merupakan langkah pembuka merealisasikan niat dan rencana berbisnis. Memulai bisnis baru semudah mengayuh pedal sepeda, asalkan sudah bermodalkan day dreaming dan creative thinking. 2. Concentrate Ketika bisnis sudah mulai berjalan, seringkali muncul go daan untuk berbisnis lain atau melakukan kegiatan lain yang membutuhkan perhatian. Padahal pada tahap awal, bisnis yang baru dimulai belum berjalan dengan lancar. Seperti ketika naik sepeda perlu berkonsentrasi ke depan, demikian juga wirausaha yang baru memulai bisnis perlu berkonsentrasi pada bisnis barunya. 18

3. Balance It Ketika sepeda baru dikayuh, sering terjadi pengendara sepeda oleng hilang keseimbangan dan bisa terjatuh. Demikian juga wirausaha yang baru memulai bisnis perlu menjaga keseimbangan dalam hal waktu, arus kas, perhatian pada keluarga dan faktorfaktor lain. 4. Don t Be Afraid Ketika sudah mulai bersepeda, Roberto Evans sempat merasa takut terjatuh. Beruntung ada orang yang memberi dorongan semangat sehingga dia tetap melanjutkan naik sepedanya. Demikian juga seorang wirausaha baru bisa tiba-tiba merasa takut gagal dan bisa berlanjut jadi gagal beneran. 5. Then You re Done Ketika rasa takut sudah berlalu, naik sepeda menjadi nikmat. Ternyata bersepeda itu gampang. Demikian juga analoginya, memulai berbisnis itu gampang. IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dengan memperhatikan tahapan-tahapan pengembangan wirausaha baru di atas dan komparasi kebijakan kewirausahaan di berbagai negara, bisa disimpulkan bahwa tidak ada satu kebijakan kewirausahaan terbaik yang bisa diaplikasikan di semua negara. Bahkan negara-negara yang berdekatan di Eropa Utara ternyata juga punya pola kebijakan pengembangan kewirausahaan yang berbeda. Dinamika perekonomian global yang telah menggeser peta kekuatan ekonomi dunia juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Bisa jadi setelah satu strategi berhasil dirumuskan, situasinya sudah berubah dan perlu merumuskan strategi yang lain. Pengembangan kewirausahaan juga tidak bisa dilepaskan dari aspek budaya di masing-masing negara. Dengan berkaca pada kemajemukan budaya Indonesia, maka akan sangat sulit merumuskan satu strategi pengembangan kewirausahaan nasional yang terbaik dan sesuai dengan budaya Indonesia. Salah satu hal penting dalam pengembangan kewirausahaan nasional adalah pola pendekatan pengembangan kewirausahaan nasional yang hendak ditempuh. Opsi strategisnya: top-down atau bottom-up? Negara-negara Eropa seperti dibahas sebelumnya banyak mengandalkan pola top-down, 19

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 sementara Amerika lebih cenderung bottom-up dengan beragam fasilitasi terencana. China dan India yang cenderung memberi kebebasan pada rakyatnya untuk memilih opsi berbisnis tanpa gembar-gembor ternyata berhasil mendorong lahirnya wirausaha baru yang berdaya saing global dan kini merajai perekonomian dunia. Tentu saja Indonesia tidak bisa mengekor salah satu negara tersebut karena Indonesia berbeda dengan negara-negara Eropa, Amerika, China maupun India. Dengan memperhatikan karakter dan kebiasaan warga Indonesia serta memahami kewirausahaan sebagai implementasi kemandirian, pola pendekatan kewirausahaan yang sesuai untuk dikembangkan di Indonesia adalah mendorong peningkatan kegairahan berwirausaha di antara calon wirausaha dan fasilitatornya yang dilakukan bersamaan dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memudahkan calon wirausaha memulai, menjalankan dan membesarkan bisnis baru. Intervensi pemerintah yang bersifat top-down tetap diperlukan tetapi sebaiknya tidak terlalu jauh agar tidak kontra produktif. Pada situasi seperti ini peran serta pemerintah sangat dibutuhkan tetapi diarahkan untuk yang sifatnya mendukung dan mengapresiasi kewirausahaan. Dalam rangka mempercepat penumbuhkembangan kewirausahaan nasional, pemerintah membentuk Tim Koordinasi Nasional Pengembangan Wirausaha Kreatif di Kementerian Koordinator Perekonomian RI, yang mendorong pengembangan kewirausahaan nasional melalui tiga jalur terpadu Tri Tunggal Kewirausahaan yaitu Pembenihan, Penempaan dan Pengembangan. 1. Tahap Pembenihan Pembenihan kewirausahaan dimaksudkan untuk menanamkan atau mencangkokkan benih kewirausahaan pada target group yang potensial menjadi wirausaha. Pembenihan dilakukan melalui kampanye terpadu above the line dan below the line menggunakan media massa dan beragam pertemuan dengan audien berjumlah banyak. Pembenihan dimaksudkan untuk meningkatkan minat dan tekad para calon wirausaha agar termotivasi untuk memulai bisnis baru. Kegiatan pembenihan kewirausahaan yang dilakukan antara lain penyelenggaraan Creative Entrepeneur Dialog pada bulan Desember 2010 dan Pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional pada bulan Februari 2011 bertempat di SMESCO. Antusiasme ribuan mahasiswa, anggota Pramuka, pelajar dan kalangan muda yang hadir pada saat itu memberi optimisme bagi kita semua bahwa sebuah momentum bertumbuh-kembangnya wirausaha baru Indonesia telah tercipta. 20

KADIN dan DIKTI pada beberapa tahun terakhir ini juga mengadakan seminar dan pelatihan dan dosen di belasan kota untuk mengobarkan semangat berwirausaha di kampus yang diikuti ribuan calon wirausaha baru dengan semangat tinggi. Kalangan BUMN, perusahaan swasta dan berbagai lembaga swadaya masyarakat telah memberi perhatian besar pada program pembenihan kewirausahaan. 2. Tahap Penempaan Pada kebanyakan calon wirausaha yang sudah punya tekad berwirausaha, diperlukan program penempaan dalam bentuk pelatihan teknis dan praktis untuk memulai bisnis baru. Para penyelenggara pelatihan dan kursus di pemerintahan, perusahaan dan masyarakat perlu memberi porsi lebih besar pada penyelenggaraan program penempaan wirausaha. Kegiatan mentoring dalam bentuk konsultasi bisnis baru, conselling dan pendampingan sangat diperlukan oleh para calon wirausaha agar berani dan bisa memulai bisnis barunya. 3. Tahap Pengembangan Bagi wirausaha yang sudah memulai bisnisnya dan membutuhkan, perlu disediakan fasilitasi untuk memperlancar pengembangan bisnisnya agar tercipta wirausaha-wirausaha baru Indonesia yang berdaya saing global. Fasilitasi yang diberikan di tahap pengembangan antara lain peningkatan akses permodalan, pemanfaatan teknologi, akses pasar, dan pengembangan daya saing. Pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong inovasi perlu dioptimalkan dalam pengembangan kewirausahaan nasional, termasuk didalamnya pengembangan lembaga dan fasilitas inkubator bisnis dan teknologi. Kebersamaan Kewirausahaan Nasional Pengembangan kewirausahaan nasional merupakan tugas besar dan mulia yang membutuhkan kebersamaan segenap komponen bangsa. Penumbuhan wirausaha baru tidak bisa dilakukan secara parsial ataupun oleh satu instansi saja, karena masing-masing instansi mempunyai keterbatasan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Program penumbuhan wirausaha baru harus dilakukan secara comprehensive dengan melibatkan seluruh instansi yang terkait baik pemerintah pusat maupun daerah, lembaga pendidikan, badan usaha dan lembagalembaga swadaya masyarakat. Semangat kebersamaan dan sinergi unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, wirausaha baru dan segenap komponen masyarakat 21

INFOKOP VOLUME 19 JULI 2011 : 1-23 lainnya perlu terus menerus didorong agar lebih banyak anak negeri yang menetapkan pilihan profesi menjadi wirausaha. Tim Koordinasi Nasional Pengembangan Wirausaha Kreatif pada Kementerian Koordinator Perekonomian bisa digunakan sebagai contoh miniatur kebersamaan tersebut. Dalam rangka pengembangan kewirausahaan nasional yang lebih efektif perlu dipertimbangkan untuk membentuk lembaga koordinasi pengembangan kewirausahaan nasional yang tetap menjaga aspek sinergi dan kebersamaan dari segenap komponen bangsa dengan memberikan akses koordinasi yang lebih terstruktur. Potensi pengembangan kewirausahaan nasional yang sudah tersedia di banyak kementerian, lembaga, dunia usaha, BUMN, perguruan tinggi, sekolah dan masyarakat pada umumnya akan menghasilkan jutaan wirausaha baru yang kreatif, inovatif dan berdaya saing global bila dikoordinasikan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Anders Lundstrom (editor), 2008. Entrepreneurship Policy in The Nordic Countries. http://www.nordicinnovation.net/_img/nordic_entrepreneurship_ policy_since_2003_lowres2.pdf [September 2008] Daniela Sutan (press contact), 2010. Four International Personalities Receive The Entrepreneurs for The World Award.World Entrepreneurship Forum. www.world-entrepreneurship-forum.com/.../wef%20white%20 Paper%20 2010. pdf [5 November 2010] David M. Hart, 1990. Entrepreneurship Policy: What It Is and Where It Came From.http://mason.gmu.edu/~dhart/Hart%20text%20-%20chapter%201%20- %20final%20submission%20-%20web%20version.pdf James Onracek, Keith itwer, Ji-Hee Kim, 2005. State-Level Entrepreneurship Policy and Tertiary Entrepreneurship Education : A Study of Benchmarks and Trends in North Dakota. http://usasbe.org/knowledge/ proceedings/proceedingsdocs/usasbe2005proceedings-ondracek%2047. pdf Joewono, Handito Hadi 2010. The 5 Arrows of New Business Development. Arrbey, Jakarta, Indonesia, 154h. 22

Joewono, Handito Hadi. 2011. The 5 Arrows of New Business Creation and Entrepreneurship. Arrbey, Jakarta, Indonesia, 150h. Joewono, Handito Hadi 2011. The 5 Arrows of New Marketing. Arrbey, Jakarta, Indonesia, 148h. 23