BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Lhoksukon dan rumah pasien rawat jalan Puskesmas Lhoksukon.

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18

PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA PASIEN PSIKIATRI DI TURKI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak ditemukan berbagai penyakit kelainan darah, salah

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN POLI PENYAKIT DALAM RSD Dr.


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti epilepsi mempunyai risiko gangguan psikiatri 5,8 kali lebih besar dibandingkan populasi umum. Sedangkan pada pasien dengan penyakit kronis non-neurologi risikonya 2 kali lebih besar dibandingkan populasi umum (Glazebook et al., 2003). Depresi merupakan masalah psikiatri paling umum ditemukan pada penderita penyakit kronis (Glazebook et al., 2003). Depresi adalah salah satu bentuk sindrom gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan), ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian (Amir, 2005). Penyakit kronis dapat meningkatkan prevalensi depresi sebesar 10-20% dibandingkan populasi anak sehat (Dalton & Forman, 1999). Kondisi ini merupakan akibat dari kerentanan anak terhadap depresi, karakteristik penyakit, dan stresor lingkungan atau peristiwa hidup bersifat negatif yang terjadi bersamaan dengan penyakit kronis yang diderita (Burke & Elliott, 1999). Thalassemia adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode produksi rantai globin α ( α) dan rantai globin β ( β) dengan manifestasi utama yaitu anemia hemolitik yang progresif (Saini et al., 2007). Tingginya prevalensi ditemukan di Afrika,

2 Mediterania, Asia Selatan dan Asia Tenggara (Olivieri, 1999; Orkin & Nathan, 2003). Indonesia berada dalam kawasan ini yang disebut sebagai kawasan sabuk ( belt region) dengan prevalensi beta mayor yang tinggi (Cao et al., 1997; Weatherall & Clegg, 2001). Derajat keparahan beta dibedakan menjadi beta mayor (paling berat dan membutuhkan transfusi darah secara periodik seumur hidup), beta intermedia, dan beta minor (paling ringan) (Cao et al., 1997; Lichtman et al., 2003; Permono & Ugrasena, 2006). Klasifikasi ini memiliki implikasi klinis dalam diagnosis dan penatalaksanaan (Lanzkowsky, 2005; Permono & Ugrasena, 2006). Pemberian transfusi secara teratur dan terapi kelasi besi dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita beta mayor. Namun, bagaimanapun juga dengan peningkatan harapan hidup ini, dihubungkan dengan komplikasi berbagai sistem organ yang disebabkan oleh anemia kronik, efek kelebihan besi pada jaringan, efek samping agen kelasi, infeksi akibat transfusi, dan munculnya masalah psikososial pada pasien akibat dari penyakit maupun pengobatannya (Saini et al., 2007). Gangguan psikososial pada penderita beta mayor masih menjadi perdebatan dan penelitian tentang hal tersebut masih sedikit. Hasil-hasil penelitian tersebut bervariasi, menunjukkan gangguan perilaku ringan sampai gangguan psikiatri yang nyata (Saini et al., 2007). Beberapa peneliti menyebutkan depresi secara signifikan terjadi pada penderita beta mayor (Aydinok et al., 2005; Ghanizadeh et al., 2006; Saravi et al., 2007; Shaligram et al., 2007).

3 Beberapa faktor seperti onset penyakit di usia muda, rawat inap berulang untuk transfusi darah atau komplikasi akibat penyakitnya akan mempengaruhi perkembangan psikososial penderita secara keseluruhan. Keterbatasan aktivitas, sifat overprotektif orang tua, serta seringnya anak absen dari sekolah akan mempengaruhi interakasi sosial anak dengan kelompok bermainnya (Saini et al., 2007). Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya depresi pada anak seperti usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, status ekonomi keluarga, stresor psikososial, riwayat keluarga dengan depresi, dukungan sosial yang buruk, dan faktor kepribadian (Amir, 2005; Mehler-Wex & Kolch 2008). Pada penelitian Saravi et al. (2007), depresi ditemukan sebesar 14% pada penderita beta mayor dan intermedia sedangkan Shaligram et al. (2007) menemukan depresi sebesar 27%. Penelitian oleh Aydinok et al. (2005), 24% penderita beta mayor mengalami gangguan psikiatri seperti depresi mayor, gangguan ansietas, gangguan tic, dan eneuresis nokturnal. Peneliti lain menyebutkan, gangguan psikiatri yang paling umum pada penderita beta mayor adalah depresi mayor dan ansietas (Ghanizadeh et al., 2006). Gangguan psikiatri (paling sering depresi) pada penderita beta mayor secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang patuh terhadap terapi kelasi besi deferoksamin mesilat intravena (desferal ) dibandingkan dengan yang tidak patuh (p = 0,007) (Aydinok et al., 2005). Masalah psikologis pada penderita beta mayor perlu mendapat perhatian karena mempengaruhi kualitas hidup pasien dan meningkatkan risiko bunuh diri dan penyalahgunaan obat (Benton, 2010; Shaligram et al., 2007).

4 Kontrasnya, peneliti lain menemukan penderita beta mayor memiliki aspek psikososial yang lebih baik dibandingkan anak sehat (Di Palma et al., 1998; Jelalian et al., 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diketahui bahwa penderita beta mayor memiliki risiko besar untuk mengalami depresi. Untuk itu perlu dilakukan skrining depresi pada semua penderita beta mayor karena depresi dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Kondisi depresi ini kemungkinan disebabkan oleh faktor yang terkait dengan penyakit itu sendiri dan proses pengobatannya maupun faktor sosial. Penelitian tentang frekuensi depresi pada penderita beta mayor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya masih sedikit bahkan belum didapatkan penelitian yang telah dipublikasikan di Indonesia. Peneliti memandang perlu dilakukan penelitian tentang depresi pada penderita beta mayor, agar penatalaksanaan penyakit ini menjadi lebih komprehensif baik aspek medis maupun psikologis. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disusun rumusan permasalahan: 1. Penyakit kronis dapat meningkatkan prevalensi depresi sebesar 10-20% dibandingkan populasi anak sehat. 2. Depresi secara signifikan terjadi pada penderita beta mayor. 3. Belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti frekuensi depresi pada penderita beta mayor dibandingkan dengan populasi anak sehat,

5 serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya depresi pada penderita beta mayor. C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Apakah ada perbedaan frekuensi depresi pada penderita beta mayor dibandingkan dengan populasi anak sehat? 2. Apakah ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jumlah absensi sekolah, stres anak akibat persepsi terhadap sakit yang diderita, durasi sakit, durasi transfusi, durasi terapi kelasi besi, dan kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dengan depresi pada penderita beta mayor? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menilai frekuensi depresi pada penderita beta mayor dan dibandingkan pada populasi anak sehat. 2. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jumlah absensi sekolah, stres anak akibat persepsi terhadap sakit yang diderita, durasi sakit, durasi transfusi, durasi terapi kelasi besi, dan kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dengan depresi pada penderita beta mayor.

6 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan depresi pada penderita beta mayor dan populasi anak sehat seperti terangkum dalam tabel 1. Tabel 1. Penelitian depresi pada penderita dan anak sehat Peneliti, Aydinok et al., 2005 Desain/ alat ukur sectional/ CBCL dan DSM-4. Tempat Turki Sampel penelitian 38 anak dan orang tuanya, usia 6-18 Hasil Gangguan psikiatri (24%): depresi mayor, ansietas, gangguan tic, dan enuresis nokturnal. Gangguan psikiatri lebih tinggi pada pasien yang patuh dengan terapi deferoksamin mesilat dibandingkan yang tidak patuh (p = 0,007). Perbedaan/ persamaan dengan penelitian ini jumlah sampel, usia, alat ukur, dibandingkan dengan anak sehat, hanya menilai depresi, faktor risiko depresi, desain Ghanizadeh et al., 2006 sectional/ K-SADS Iran 110 anak beta mayor Usia 7-18 Gangguan psikiatri paling umum: depresi mayor dan ansietas. Gangguan lain: GPPH 1,8%; gangguan mood bipolar 0,9%; mood terdepresi 49%; pikiran kematian berulang 43%; suicide 27,3%. jumlah sampel, alat ukur, dibandingkan dengan anak sehat, hanya menilai depresi, faktor risiko depresi, Desain Saini et al., 2007 Case control/ PSC dan CPMS India 60 anak beta mayor dan 60 anak sehat, usia 5-15 Skor PSC dan CPMS lebih tinggi pada beta mayor (p < 0,001). Tidak ada korelasi antara durasi transfusi, durasi terapi kelasi, rata-rata kadar Hb dan feritin dengan skor PSC dan CPMS, sedangkan durasi sakit berkorelasi positif lemah. usia, desain, alat ukur, hanya menilai depresi, menilai jumlah absensi sekolah dan kepatuhan terapi kelasi besi sampel penelitian, faktor durasi sakit, durasi transfusi, durasi kelasi besi.

7 Tabel 1. Lanjutan Peneliti, Saravi et al., 2007 Desain/ alat ukur Cohort/ CDS Tempat Sampel Hasil Perbedaan/ persamaan dengan penelitian ini Iran 165 anak dan 201 kontrol, usia 9-16 Depresi pada penderita lebih tinggi dibandingkan kontrol (14% vs 5,5%; p <0,001) Rata-rata total skor CDS lebih tinggi pada anak laki-laki (p < 0,001) dan perempuan pada kelompok kontrol (p < 0,05). jumlah sampel, usia, desain, faktor risiko, alat ukur membandingkan proporsi depresi pada penderita dan anak sehat Shaligram et al., 2007 sectional/ CPMS dan EQ -5D Bangalore 39 anak, 8-16 Masalah psikologis pada sebesar 44% dan 74% kualitas hidupnya buruk. Gejala ansietas (67%), depresi (62%), dan gangguan perilaku (49%). Efek samping terapi kelasi adalah prediktor gangguan psikologis. jumlah sampel, usia, alat ukur, dibandingkan dengan anak sehat, hanya menilai depresi Desain Shin et al., 2008 sectional/ CDI dan CBCL Korea 1279 anak, usia 9-12 Depresi sebesar 14%, skor CDI tertinggi pada anak 9. Faktor-faktor terjadinya depresi:usia, pendidikan ayah, masalah perilaku, internalisasi dan skala sosial. jumlah sampel, alat ukur, dibandingkan dengan penderita, desain, alat ukur CDI Shang et al., 2010 Sectional/ CDI China 4543 anak, usia 7-12 Prevalensi depresi : 11,6% (laki-laki 14,7% dan perempuan 8,3%). Depresi terjadi pada sosial ekonomi rendah dan lebih tinggi pada usia 11-12 dibanding usia muda. jumlah sampel, dibandingkan dengan penderita desain, alat ukur CDI

8 F. Manfaat Penelitian 1. Bidang akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran frekuensi depresi pada penderita beta mayor dibandingkan dengan populasi anak sehat serta menjelaskan hubungan berbagai faktor risiko terhadap terjadinya depresi pada penderita beta mayor. 2. Bidang pengabdian masyarakat Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penderita beta mayor berisiko mengalami depresi sehingga keluarga khususnya dapat mengenali sedini mungkin munculnya depresi, memberikan dukungan psikologis, dan memberikan informasi kepada dokter sehingga dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif baik aspek medis maupun psikologis. 3. Bidang penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan pengembangan penelitian tentang depresi pada penderita beta mayor.