BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia selama kehamilan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia selama dekade terakhir. Anemia pada ibu hamil adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama hamil, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital bagi ibu dan janin berkurang. Sekitar dua milyar atau sepertiga penduduk dunia menderita anemia dan 50% penyebab utama anemia dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi (ADB), sehingga prevalensi anemia juga dianggap mewakili prevalensi anemia defisiensi besi (World Health Organization, 2011). Keadaan ini mengindikasikan bahwa ADB masih menjadi penyebab utama. Berbagai negara, termasuk Indonesia melaporkan angka prevalensi ADB pada wanita hamil tetap tinggi meskipun bervariasi lebar. Dimulai dari yang paling rendah adalah prevalensi ADB pada kehamilan di negara maju, yaitu ratarata 18%, sedangkan prevalensi rata-rata anemia pada wanita hamil di negara berkembang sekitar 63,5-80% (Ani, 2013). Prevalensi anemia pada ibu hamil paling tinggi adalah Afrika sebesar 57,1%, di Asia diperkirakan sebesar 48,2%, Eropa sebesar 25,1% dan Amerika 24,1% (WHO, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%, sedangkan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) prevalensi anemia pada ibu hamil tahun

2 2 sebesar 39% (Profil Kesehatan DIY, 2013). Angka ini tidak jauh berbeda dengan persentase Nasional. Prevalensi ibu hamil dengan anemia di DIY ini sudah berada di bawah 20%, yang artinya sudah di bawah nilai ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat (Profil kesehatan DIY, 2013). Anemia merupakan komplikasi umum dari kehamilan yang disebabkan oleh kekurangan sel darah merah. Meskipun anemia disebut sebagai penyebab tidak langsung terjadinya kematian ibu, akan tetapi menjadi masalah yang serius apabila tidak ditangani dengan baik. Anemia selama kehamilan ini dapat berdampak bagi kesehatan ibu dan juga bayinya, seperti perdarahan postpartum, abortus, lahir prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR). Anemia selama kehamilan disebabkan karena beberapa faktor antara lain infeksi (HIV, TB, malaria, cacing tambang) dan ADB. Kasus utama anemia di Indonesia, khususnya di DIY adalah anemia yang disebabkan karena defisiensi zat besi (Widyawati et al., 2014). Untuk mengatasi kejadian anemia dalam kehamilan, pemerintah berupaya membenahi berbagai aspek mulai dari aspek sumber daya manusia (SDM), sarana fisik, obat-obatan dan juga anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pendistribusian tablet besi (Fe) oleh tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dan mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Meskipun upaya ini dilakukan, namun hasil pantauan terhadap pelaksanaan distribusi tablet besi (Fe) kepada ibu hamil belum menunjukkan hasil yang optimal, sehingga hal ini akan berdampak

3 3 pada masalah yang lebih lanjut sampai pada persalinan dan postpartum (Profil DIY, 2011). Salah satu dampak dari anemia dalam kehamilan adalah dapat menyebabkan kelelahan dan depresi post partum. Sebuah penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan pada tahun 2005, dengan judul Maternal Iron Deficiency Anemia Affects Postpartum Emotions and Cognition menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang kuat antara kekurangan status besi selama hamil dengan depresi, stres dan fungsi kognitif pada ibu postpartum. Dalam penelitian ini peneliti menyarankan bahwa harus mempertimbangkan status gizi ibu selama kehamilan yang merupakan faktor risiko kondisi ibu selama periode postpartum (Beard et al., 2005). Kejadian postpartum blues dikenal sebagai sindrom gangguan mental ringan. Masyarakat umumnya menganggap bahwa hal tersebut adalah masalah yang biasa terjadi pada ibu postpartum sehingga jarang diperhatikan, bahkan perawat pun dalam melakukan pengkajian biasanya tidak memperhatikan masalah tersebut sehingga tidak terdiagnosis dan tertatalaksana dengan baik. Apabila postpartum blues tidak ditangani dengan serius, maka akan berkembang menjadi depresi postpartum dan kondisi yang paling berat bisa sampai postpartum psychosis. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jerman pada tahun 2009 mengatakan bahwa maternity blues merupakan faktor risiko terjadinya depresi postpartum, dan lebih dari 20% wanita yang mengalami postapartum blues berkembang menjadi gejala depresi mayor (Reck et al.,2009 ).

4 4 Depresi postpartum (DPP) adalah depresi setelah melahirkan dimana seseorang merasa lebih dari sekedar sedih, blues atau kesedihan yang berlarutlarut hingga selama beberapa hari setelah 2 minggu pasca persalinan. Depresi post partum ini bisa terjadi kapan saja dalam waktu setahun pasca persalinan dan penyebabnya tidak diketahui secara pasti (Beck, 2001; Lynn dan Piere, 2007). Depresi pasca persalinan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang bagi ibu dan anak. Efek untuk ibu yang mengalami depresi pasca persalinan bervariasi, salah satunya dapat berkembang menjadi psikosis pasca persalinan. Meskipun hal ini jarang terjadi, namun dampak yang terburuk dari komplikasi ini adalah bunuh diri dan pembunuhan atas anak sendiri. Ibu yang mengalami gangguan depresi pasca persalinan juga dapat berpengaruh negatif terhadap bayinya, karena pada kondisi mental ibu yang terganggu dapat mengakibatkan kurangnya perhatian ibu dalam merawat, mengasuh serta membesarkan anak. Salah satu dampak yang terjadi pada bayi atau anak yakni kurangnya kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan anak-anak yang lain juga akan terganggu dibandingkan anak-anak dari ibu yang tidak mengalami gangguan depresi postpartum (Turkcapar et al., 2015). Angka kejadian postpartum blues lebih tinggi terjadi di negara-negara maju jika dibandingkan dengan negara berkembang. Berdasarkan hasil penelitian Hansen (1994 dalam Perry et al., 2010) prevalensi postpartum blues di Amerika Serikat sekitar 75-80%. Di Yunani prevalensi postpartum blues sekitar 44,5% (Gonidakis et al., 2007). Di Perancis 31,7% (Cury et al., 2008). Di Jerman sekitar 55,2% (Reck et al., 2009). Di Brazil sekitar 32,7% (Curry et al., 2008), sedangkan di Nigeria sekitar 31,3% (Adewuya, 2005).

5 5 Prevalensi postpartum blues di Asia sangat bervariasi berkisar antara 26%- 85% (Iskandar, 2007). Di Indonesia, masih belum banyak diketahui angka kejadian postpartum blues dikarenakan belum ada lembaga khusus yang mensurvei dan meneliti terhadap kasus tersebut. Namun, diperkirakan 50%-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan postpartum blues pada hari ketiga sampai dengan hari keenam setelah melahirkan, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi yang baik serta dukungan keluarga yang cukup (Hidayat, 2007). Di Yogyakarta berdasarkan hasil penelitian Fatmawati (2014) mengemukakan bahwa proporsi ibu postpartum yang mengalami postpartum blues sebanyak 46%. Secara umum prevalensi anemia tertinggi untuk DIY adalah Kabupaten Gunung Kidul sebesar 39% (Profil DIY, 2013). Sementara untuk wilayah Kota Yogyakarta persentase kejadian anemia pada ibu hamil cenderung meningkat sejak tahun 2010 hingga 2014 sehingga perlu diupayakan optimalisasi distribusi tablet tambah darah dan kepatuhan ibu hamil minum tablet tambah darah selama kehamilan. Persentase anemia pada ibu hamil tahun 2010 sebanyak 22,45% meningkat pada tahun 2014 menjadi 28,1% (Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2015). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta pada bulan Februari tahun 2017 jumlah ibu hamil dengan anemia dalam kehamilan dalam 6 bulan terakhir sebanyak kurang lebih 110 orang (data dari bulan Juni sampai Desember tahun 2016). Dari hasil studi pendahuluan di 2 puskesmas tersebut diketahui pula bahwa angka anemia ibu hamil masih berkisar antara 25-40%. Jumlah tersebut cukup tinggi jika

6 6 dibandingkan dengan prevalensi anemia di Puskesmas lainnya di wilayah Kota Yogyakarta. Sejauh ini peneliti belum menemukan data tentang hasil identifikasi potensial risiko postpartum blues yang dilakukan di puskesmas di wilayah DIY. Namun dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 5 ibu pasca melahirkan dengan riwayat anemia dalam kehamilan melalui metode wawancara mengenai perasaan yang dialami setelah persalinan, 4 dari 5 ibu tersebut menyatakan adanya rasa takut, cemas, was-was, susah tidur dan tiba-tiba menangis setelah melahirkan. Di Indonesia secara spesifik penelitian yang berkaitan dengan identifikasi insidensi postpartum blues dengan riwayat anemia dalam kehamilan belum pernah diteliti, namun berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengemukakan bahwa prevalensi postpartum blues di Indonesia berkisar antara 50-70% dan prevalensi anemia dalam kehamilan yang masih tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, sehingga hal tersebut mendorong peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Riwayat Anemia Dalam Kehamilan dengan Insidensi Postpartum Blues di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara riwayat anemia dalam kehamilan dengan insidensi postpartum blues pada ibu postpartum di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta.

7 7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan hubungan riwayat anemia dalam kehamilan dengan insidensi postpartum blues pada ibu postpartum di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Menggambarkan tingkat riwayat anemia dalam kehamilan pada ibu postpartum di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarata. b. Menggambarkan insidensi postpartum blues pada ibu postpartum dengan riwayat anemia dalam kehamilan di Puskesmas Tegalrejo dan Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan antara kejadian postpartum blues dengan karakteristik responden yang meliputi paritas, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. d. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kejadian postpartum blues (variabel riwayat anemia dalam kehamilan dan karakteristik responden). D. Manfaat Penelitian 1. Perawat dan Bidan a. Penelitian ini diharapkan menambah informasi tentang pentingnya penanganan anemia selama kehamilan agar tidak berdampak pada masalah yang lebih serius pada masa persalinan dan postpartum.

8 8 b. Menambah informasi tentang pentingnya mengidentifikasi kejadian postpartum blues. 2. Ibu hamil dan Ibu postpartum Agar informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap anemia dan berperan aktif dalam penanganan anemia selama kehamilan. 3. Pelayanan kesehatan Agar informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam penanganan anemia di unit pelayanan masing-masing. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian di Afrika Selatan yang dilakukan oleh Beard et al (2005) dengan judul Maternal Iron Deficiency Anemia Affects Postpartum Emotions and Cognition. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan risiko emosi, kecemasan dan stress pada periode postpartum. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan design randomized controlled intervention trial dengan subyek penelitian sebanyak 81 wanita. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara status besi dengan depresi, stres dan fungsi kognitif pada ibu postpartum. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada sampelnya yaitu responden dengan anemia dalam kehamilan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, desain penelitian dan instrumen yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan Beard et al menggunakan desain penelitian randomized controlled intervention trial dengan menggunakan instrumen

9 9 Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), sedangkan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian cohort retrospektif dengan menggunakan blues questionnaire yang dikembangkan oleh Kennerley dan Gath, Penelitian di Iran yang dilakukan oleh Goshtasebi et al (2013) dengan judul Association Between Maternal Anaemia and Postpartum Depression in an Urban Sample of Pregnant Women in Iran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara anemia dalam kehamilan dan depresi postpartum. Penelitian ini merupakan studi prospective dengan 2 kelompok yang dilakukan pada 281 ibu primipara yang diikuti 4-6 minggu setelah melahirkan, usia tahun dengan menggunakan instrumen EPDS. Berdasarkan hasil analisis biner regresi logistik menunjukkan bahwa Hb <11 gr/dl pada saat persalinan akan meningkatkan kemungkinan depresi postpartum. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada populasinya yakni ibu postpartum. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada desain penelitiannya dan instrumen yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan Goshtasebi et al menggunakan desain penelitian studi prospective dengan 2 kelompok dan menggunakan instrumen EPDS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian cohort retrospektif dengan menggunakan instrumen blues questionnaire yang dikembangkan oleh Kennerley dan Gath, Penelitian di Saudi yang dilakukan oleh Alharbi dan Abdulghani (2014) dengan judul Risk Factors Associated with Postpartum Depression in The Saudi Population. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkorelasikan

10 10 faktor risiko dari postpartum depresi dengan riwayat obstetrik (low hemoglobin levels & anemic during pregnancy) dan faktor demografi lainnya pada wanita di Saudi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan design case control dan retrospektif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu postpartum 8-12 minggu postpartum yang terdiri dari dua kelompok yakni kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan jumlah responden sebanyak 352 wanita masing-masing 117 orang kelompok kasus dan 235 orang kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah EPDS dengan skor 10 untuk kelompok kasus dan <10 untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan dari total responden pada kelompok kasus (117 orang) sebanyak 66 (39,8%) memiliki Hb yang rendah dan 45 (40,5%) mengalami anemia selama kehamilan dengan nilai p <0,05. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tujuannya yaitu sama-sama melihat pengaruh anemia selama hamil terhadap kejadian gangguan emosional postpartum dan responden yang diteliti adalah sama-sama meneliti pada ibu postpartum. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada desain penelitian dan instrumen yang digunakan. Pada penelitian Alharbi dan Abdulghani desain yang digunakan adalah case control dan retrospektif dengan menggunakan instrumen EPDS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan desain cohort retrospektif dengan menggunakan instrumen blues questionnaire yang dikembangkan oleh Kennerley dan Gath, 1989.

11 11 4. Penelitian di Turkey yang dilakukan oleh Yilmaz et al (2016) dengan judul Relationship Between Anemia and Depressive Mood in The Last Trimester of Pregnancy. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mambandingkan hubungan antara tingkat keparahan anemia dengan depresi suasana hati pada trimester terakhir kehamilan. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 450 ibu hamil dengan desain penelitian cross-sectional study menggunakan kuesioner EPDS. Dalam studi ini responden dibagi kedalam dua group dengan group ibu hamil yang anemia (Hb <11 gr/dl) dan group ibu hamil yang tidak anemia (Hb >11 gr/dl). Hasil penelitian menunjukan bahwa anemia dalam kehamilan menunjukkan tingkat depresi yang tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada tujuannya yakni sama sama meneliti tentang kaitan anemia dengan risiko gangguan mood pasca bersalin. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada populasi, tujuan penelitian, desain penelitian dan instrumen yang digunakan. Pada penelitian Yilmaz et al populasinya adalah ibu hamil trimester ketiga, tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat keparahan anemia dengan depresi postpartum dengan desain penelitian cross-sectional study dan menggunakan instrumen EPDS, sedangkan dalam penelitian ini populasinya adalah ibu postpartum dengan riwayat anemia dalam kehamilan, tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara riwayat anemia maternal dengan insidensi postpartum blues dengan desain penelitian cohort retrospektif dan menggunakan instrumen blues questionnaire yang dikembangkan oleh Kennerley dan Gath, 1989.