BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat bagi pihak awam hukum, baik jasa untuk mewakili klien

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Bogor, hlm M. Husseyn Umar, 1995, Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia, Proyek Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang perumahsakitan.

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu perbuatan hukum. Salah satu perbuatan hukum yang sering muncul dalam suatu masyarakat adalah perjanjian. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, maka perjanjian dapat dibuat secara bebas dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis. Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kata sepakat di antara dua pihak atau lebih, cakap dalam bertindak, adanya suatu hal tertentu, dan adanya suatu sebab yang halal. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut dengan KUHPerdata). Perjanjian dapat dibuat secara tertulis dan tidak tertulis. Bagi para pihak yang membuat perjanjian secara tertulis, salah satunya dapat dibuat dengan Akta Perjanjian di hadapan notaris. Lembaga notaris memiliki tujuan untuk melayani dan membantu masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik, termasuk dalam hal ini adalah Akta Perjanjian. Kebutuhan akta otentik adalah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang

mengadakan suatu perjanjian atau perbuatan hukum. Notaris sebagai pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat akta otentik. Akta otentik merupakan suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat. Notaris dalam melaksanakan tugasnya membuat akta otentik, selain harus memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang agar suatu akta menjadi otentik maka seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta. 1 Perjanjian batal demi hukum jika melanggar syarat objektif yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sedangkan apabila perjanjian tersebut melanggar syarat subjektif yaitu kata sepakat dan cakap dalam bertindak maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pihak yang tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam perjanjian, maka pihak tersebut telah melakukan wanprestasi, apabila tidak ditentukan lain dalam perjanjian atau dalam undangundang, maka wanprestasi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur. Suatu akta perjanjian yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta para pihak, dimana akta para pihak mempunyai kekuatan pembuktian materiil oleh karena peristiwa atau perbuatan hukum yang dinyatakan oleh para pihak dan dikonstatasi 1 Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, Cet I, Icthiar Baru van Hoeve, Jakarta, hlm.166.

oleh notaris dalam akta itu benar-benar terjadi. 2 Perjanjian para pihak, meski diatur dalam suatu akta otentik bukan tidak mungkin akan dilanggar ataupun tidak dipenuhi prestasi oleh pihak-pihak di dalamnya, sehingga akan terjadi sengketa diantara para pihak. Pengaturan cara penyelesaian sengketa dalam suatu perjanjian jika terjadi wanprestasi dapat diatur dalam klausula tersendiri dalam perjanjian tersebut serta ditentukan sesuai dengan kesepakatan para pihak. Klausula penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui musyawarah secara kekeluargaan antara para pihak. Penyelesaian sengketa yang tidak berhasil melalui musyawarah secara kekeluargaan antara para pihak maka dapat dilanjutkan ke jalur hukum. Jalur hukum yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa dalam suatu perjanjian biasanya dapat menggunakan jalur mediasi, menggunakan jalur arbitrase melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau dapat juga melalui pengadilan negeri dengan domisili hukum yang telah ditentukan para pihak. Pilihan untuk menyelesaian sengketa bagi para pihak jika terjadi persengketaan melalui arbitrase dapat dicantumkan pada perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta notaris, sebagai suatu klausula di dalam akta perjanjian. Berkaitan dengan hal diatas, berikut ini terdapat putusan peradilan umum, yakni Putusan Sela Nomor 53/ Pdt.G/ 2012/ PN.Yk yang menggambarkan Akta Notaris yang mencantumkan klausula arbitrase yakni Akta Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha (Akta Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1994 yang dibuat dihadapan Notaris AH di Yogyakarta. Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam 2 Herry Susanto, 2010, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Berkontrak, FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 67.

Putusan Sela Nomor 53/ Pdt.G/ 2012/ PN.Yk, dalam perkara antara PT AMI sebagai penggugat melawan PT WTB sebagai tergugat memutuskan bahwa pengadilan tidak berwewenang memeriksa dan mengadili perkara gugatan atas dasar wanprestasi perjanjian yang dibuat dalam Akta Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha (Akta Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1994) yang dibuat dihadapan Notaris AH di Yogyakarta. Penggugat mendalilkan bahwa pada tahun 1998 telah dibuat Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha antara PT AMI dengan PT WTB, dalam pembangunan dan pengelolaan Kawasan Eks Hotel T dan Perum D. Perjanjian Kerjasama tersebut dibuat di hadapan notaris di Yogyakarta dengan Akta Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1998, dimana di dalam perjanjian disebutkan satu lokasi yang akan dibangun Hotel bertaraf Internasional serta sarana penunjangnya dan tempat parkir untuk umum berkapasitas tampung 400 kendaraan roda empat. Para pihak juga sepakat jika tanah Hak Pengelolaan Nomor : HPL.1/Gow, tertanggal 24 Desember 1994 seluas 10.917 M2, Gambar Situasi tertanggal 18 Mei 1994 Nomor 1940/ 1994 telah diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT WTB sebagai Tergugat. Realisasi dari perjanjian kerjasama dengan Akta Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1998 dibuat addendum ke-1 Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha antara PT AMI dengan PT WTB dalam pembangunan dan pengelolaan Kawasan Eks Hotel T dan Perum D, dengan Akta Nomor 5 tertanggal 2 Oktober 1998, dihadapan notaris di Yogyakarta. Addendum menyatakan bahwa pembangunan gedung tersebut belum dapat dilaksanakan mengingat kondisi sosial

dan ekonomi saat ini kurang mendukung untuk pelaksanaan pembangunan gedung dimaksud sesuai dengan Ketentuan Pasal 1 Perjanjian Kerjasama yang menyebutkan bahwa pihak kedua akan membangun tempat parkir untuk umum berkapasitas untuk menampung 400 kendaraan roda empat. Berdasarkan pada perjanjian kerjasama tersebut di atas, PT WTB tidak dapat melaksanakan apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut maka oleh pihak lainnya di dalam perjanjian yakni PT AMI dinilai dalam pelaksanaaan perjanjian ini telah terjadi perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT WTB dimana perbuatan wanprestasi tersebut sangat merugikan PT AMI. Pihak penggugat di dalam gugatannya memohon kepada Majelis Hakim agar tergugat dinyatakan wanprestasi atas Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha dengan PT AMI dan menyatakan Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1998 batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.pihak penggugat dalam salah satu permohonannya meminta kepada Majelis Hakim agar tergugat dinyatakan wanprestasi atas Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha dengan PT AMI dan menyatakan Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1998 batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Selanjutnya pada jawaban tergugat adalah mengenai Kompetensi Absolut adanya klausula arbitrase di dalam perjanjian, menurut tergugat berdasarkan Ketentuan Pasal 1 butir 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang

dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Berdasarkan Pasal 16 dalam Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha sebagaimana diatur Akta Nomor 8 tertanggal 6 Maret 1994 yang dibuat dihadapan notaris di Yogyakarta yang menjadi pokok sengketa, telah ditetapkan suatu klausula arbitrase sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 1 butir 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tersebut diatas. Pasal 16 Perjanjian Kerjasama telah jelas mengatur apabila timbul sengketa dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat maka para pihak saling berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan penyelesaiannya secara final kepada panitia arbitrase yang akan dibentuk oleh para pihak berdasarkan prosedur yang ditetapkan Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Berdasar dalil-dalil jawaban tergugat tersebut maka tergugat memohon Majelis Hakim memberikan putusan dengan menyatakan Pengadilan Negeri Yogyakarta tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dan menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka putusan perkara berkaitan dengan klausula arbitrase yang diatur dalam Akta Perjanjian Kerjasama Kontrak Bagi Tempat Usaha tersebut menarik untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah penelitian tersebut diatas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti adalah :

1. Mengapa di dalam Akta Perjanjian yang dibuat dihadapan notaris perlu diatur tentang klausula arbitrase? 2. Mengapa klausula arbitrase dapat dijadikan dasar atau alasan hakim untuk tidak mengabulkan gugatan dalam Putusan Sela Nomor 53/ Pdt.G/ 2012/ PN.Yk? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang terkait dengan Klausula arbitrase sebagai dasar tidak dikabulkannya gugatan pembatalan akta perjanjian kerjasama kontrak bagi tempat usaha dengan alasan wanprestasi (Putusan Sela Nomor 53/ Pdt.G/ 2012/ PN.Yk) belum pernah ada yang meneliti, namun terdapat beberapa penelitian sejenis yang membahas mengenai klausula arbitrase dalam perjanjian diataranya yakni : 1. Tesis Magister Kenotariatan Tahun 2016 disusun oleh Analisa Ilmiyah. 3 Penelitian ini memiliki rumusan masalah apa implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/2012 terhadap kewenangan basyarnas dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah serta apakah implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 terhadap asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian. 4 Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa, 5 Implikasi yuridis putusan Mahkamah 3 Analisa Ilmiyah, 2016, Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/ 2012 Terhadap Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional dan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Tidak diterbitkan, Yogyakarta. 4 ibid, hlm. 8. 5 ibid, hlm. 124.

Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/2012 terhadap kewenangan BASYARNAS adalah terjadi kekaburan atau ketidakpastian hukum dan implikasi penafsiran kewenangan BASYARNAS dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Meski demikian Putusan BASYARNAS tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah termasuk didalamnya perbankan syariah. Implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/ 2012 terhadap asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak masih dapat diberlakukan para pihak dalam membuat akad atau perjanjian terhadap klausul penyelesaian sengketa perbankan syariah. 2. Tesis Magister Hukum Bisnis Tahun 2015 disusun oleh Irma Anggesti. 6 Penelitian ini memiliki rumusan masalah mengenai apakah Mahkamah Agung memiliki kewenangan memutus suatu perkara dimana dalam perkara tersebut sudah memuat klausul arbitrase untuk penyelesaian sengketanya dan mengapa Putusan Mahkamah Agung dengan Putusan BANI berbeda berkaitan dengan kepemilikan saham di PT.CTPI. 7 Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa, 8 Mahkamah Agung tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus kasus-kasus yang mengandung klausula arbitrase. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada Pasal 11 6 Irma Anggesti, 2015, Kewenangan Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutus SengketaYang Terdapat Klausula Arbitrase (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 862K/PDT/2013 dan Putusan BANI 547/XI/ARB-BANI/2013), Tesis, Program Studi Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Tidak dterbitkan, Yogyakarta. 7 ibid, hlm. 9. 8 ibid, hlm. 99.

ayat (1) menyatakan bahwa dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Ayat (2) Pasal ini menyatakan Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 862K/PDT/2013 yakni sengketa perdata antara Ny. Siti Hardiati Rukmana dkk (Pemohon Kasasi) melawan PT Berkah Karya Bersama dan PT Sarana Rekatama Dinamika (Termohon Kasasi), Mahkamah Agung berpendapat terdapat perbuatan melawan hukum yang berada diluar isi kesepakatan Investment Agreement sehingga Mahkamah Agung memutuskan Peradilan Umum mempunyai kewenangan memeriksa dan memutus sengketa tersebut dan Mahkamah Agung memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kemudian Putusan Mahkamah Agung dengan BANI berbeda adalah disebabkan karena adanya perbedaan : 1). Para pihak dalam sengketa perdata di MA dengan sengketa di BANI berbeda kedudukan; 2). Terdapat perbedaan pokok permasalahan yang disengketakan oleh para pihak. Mengenai RUPSLB tanggal 17 Maret 2005, RUPSLB tanggal 18 Maret 2005, dan Surat Kuasa tertanggal 3 Juni 2003, Mahkamah Agung dan BANI memiliki pertimbangan hukum yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil beberapa hal yang menunjukan persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian

yang akan penulis angkat. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah samasama meneliti mengenai pilihan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase. Perbedaannya adalah lokasi penelitian yang berbeda-beda pada masing-masing studi kasus. Penelitian Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/ 2012 Terhadap Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional dan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian menekankan penelitian mengenai Arbitrase syariah. Penelitian kedua yakni Kewenangan Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutus Sengketa yang Terdapat Kalusul Arbitrase (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 86K/PDT/2013 dan Putusan BANI 547/XI/ARB-BANI/2013), menekankan penelitian mengenai kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus kasus-kasus yang mengandung klausula arbitrase. Persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian tersebut di atas dengan penelitian yang akan peneliti angkat. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah sama-sama meneliti mengenai pilihan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase. Perbedaannya adalah lokasi penelitian yang berbeda-beda pada masing-masing studi kasus. Penelitian Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/ 2012 Terhadap Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional dan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian menekankan penelitian mengenai Arbitrase syariah. Penelitian kedua yakni Kewenangan Mahkamah Agung dalam Memeriksa dan Memutus Sengketa yang Terdapat Kalusul Arbitrase (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 86K/PDT/2013 dan Putusan BANI 547/XI/ARB-BANI/2013), menekankan penelitian mengenai

kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus kasus-kasus yang mengandung klausula arbitrase. Berdasarkan keaslian penelitian tersebut maka penelitian yang diteliti dalam tesis ini adalah asli, bukan merupakan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya pihak lain, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Apabila ternyata pernah dilakukan penelitian serupa, maka diharapkan penelitian ini melengkapinya. D. Manfaat Penelitian Peneliti berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat khasanah pustaka dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bidang kenotariatan khususnya mengenai perjanjian dan arbitrase. 2. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan profesi notaris. Bagi masyarakat diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat dalam bidang hukum kenotariatan khususnya dalam Notaris, memberikan pandangan hukum perlunya dituangkan alternative pilihan penyelesian sengketa di dalam perjanjian, sedang bagi profesi notaries karena hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pandangan baru dan suatu pemahaman bagi seorang Notaris dalam melaksanakan jabatannya dalam pembuatan perjanjian yang tertuang dalam akta yang bersifat notariil.

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis perlunya diatur atau dicantumkannya klausula arbitrase sebagai pilihan upaya penyelesaian sengketa dalam akta perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. 2. Mengetahui dan menganalisis dasar atau alasan hakim tidak mengabulkan gugatan karena adanya klausula arbitrase akta perjanjian dalam Putusan Sela Nomor 53/ Pdt.G/ 2012/ PN.Yk.