MINYAK BIJIH KARET SEBAGAI SUMBER POLIOL

dokumen-dokumen yang mirip
4 Pembahasan Degumming

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar

PENGARUH KOMPOSISI HCOOH/H 2 O 2 DAN KONSENTRASI H 2 SO 4 TERHADAP RENDEMEN POLIOL DARI MINYAK BIJI KARET

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I P E N D A H U L U A N

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Labu leher tiga Pyrex - Termometer C

III. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester

ADSORBSI ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B DENGAN MEMANFAATKAN AMPAS TEH SEBAGAI ADSORBEN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Pengaruh Katalis H 2 SO 4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

The Poliol Sithesis from Sawit Oil with Epoksidasion and Hidroksilasion Reaction

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

4 Hasil dan pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN TUGAS AKHIR EKSTRAKSI MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK GORENG

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Transkripsi:

SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013 MAKALAH PENDAMPING PENDIDIKAN KIMIA (Kode : E-05) ISBN : 979363167-8 MINYAK BIJIH KARET SEBAGAI SUMBER POLIOL Mudjijono 1,*, lis Prihatin Rudiyanti 2,dan Sasanti Utami 3 1,2,3 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia *Keperluan korespondensi, Telp. 08122600366, email: Masmudjijono@.gmail.com, mbahparto@yahoo.com ABSTRAK Poliol merupakan bahan baku indusri penting seperti poliuretan dan poliurea yang merupakan dua senyawa turunan berupa polimer dengan penggunaan yang demikian luas seperti poliuretan dan poliurea. Sampai sekarang poliol disintesis dari produk samping minyak bumi. Poliol juga dapat disintesis dari minyak nabati seperti minyak sawit yang dipandang umum dan berkapasitas besar. Walaupun telah banyak pula yang meneliti dari sumber yang lain tetapi masih tidak memberikan solusi baik karena yang proposalkan adalah dari bahanbahan yang tidak mudah disediakan. Sebuah dilema, memang, ketika bahan-bahan yang bermanfaat untuk makanan lalu digunakan sebagai bahan dasar industri dengan keperluan yang luar biasa jumlahnya sehingga akan mempengaruhi ketersediaan bahan pangan. Dalam artikel ini kami melaporkan penelitian sintesis poliol dari minyak bijih karet yang dipilih karena bijih karet berkategori Nabati nonfood dengan produksi berlimpah. Sintesis poliol dilakukan dengan mengikuti metode yang sudah ada dalam literatur. Hasi penelitian menunjukkan bahwal poliol dari minyak bijih karet sangat serupa dengan yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit maupun PEG dilihat dari spektra IR, spektra UV, dan densitasnya.. Tetapi karakter viskositas terlihat secara signifikan berbeda. Munculnya serapan lebar yang sangat signifikan dari vibrasi tarik OH sekitar 3500 cm -1 dan dilihat dari spektrum UV puncak serapan tajam pada 211 nm yang merupakan ciri eksitasi ikatan rangkap pàp* (202 nm) ditambah adanya OH sekitar 5 10 nm. Rendemen produk poliol antara bahan minyak bijih karet dan minyak kelapa sawit tidak berbeda secara nyata yaitu sebesar 16,00%V/V 0,30 pada suhu 60 o C. Meskipun dalam penelitian terpisah dengan menerapkan koreksi rendemen tidak sebesar itu tetapi keduanya memiliki rendemen yang sama pada kondisi yang sama. Rendemen poliol dari bijih karet masih dapat diperbesar lagi pada suhu sintesis yang lebih tinggi yaitu 80 o C. Untuk densitas kedua poliol yang berbeda sumber tersebu adalah 1,00 +/- 0,005. Sedangkan viskositas dari poliol minyak bijih karet dan yang berasalah dari kelapa sawit berturut 564,0 cp dan 569,5 cp. Dapat disimpulkan bahwa minyak bijih karet merupakan bahan non-pangan yang mempunyai potensi besar sebagai sumber poliol. Kata kunci: Bijih karet, sawit poliol, PEG Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 420

PENDAHULUAN Poliol merupakan senyawa polihidroksi yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri, yaitu sebagai bahan surfaktan dalam formulasi makanan, kosmetik, dan dalam bidang farmasi seperti obat-obatan (Narine et al., 2007). Dalam industri polimer, senyawa poliol digunakan se-bagai monomer pembentuk polimer, pemlastis, pemantap, pelunak, dan sebagai bahan aditif lainnya untuk pengolahan berbagai bahan polimer diantaranya PVC, polietilen, polipropilen, poliamida, poliester, dan poliuretan (Goud et al., 2006). Selama ini poliol yang digunakan secara komersial berasal dari produk turunan minyak bumi. Mengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak terbarukan, jumlahnya terbatas, dan pergerakan harganya yang terus meningkat, hal ini mendorong semua pihak untuk mencari bahan baku alternatif sebagai sumber poliol (Narine et al., 2007). Di Malaysia, penggunaan minyak nabati khususnya minyak kelapa sawit telah diteliti lebih dari 10 tahun secara intensif oleh MPOB (Malaysian Palm Oil Board) melalui kerjasama dengan Wilhelm-Klauditz Institut, Jerman. Hasil kerjasama tersebut menghasilkan poliol berbasis minyak kelapa sawit yang digunakan untuk keperluan industri (Harjono, 2009). Namun penggunaan minyak sawit dapat mengganggu ketersediaan bahan pangan apabila dilakukan dengan skala industri yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar. Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar nomor dua di du-nia setelah Thailand, dengan total produk-si sebesar 2,2 juta ton/tahun pada tahun 2010. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan luas lahan perkebunan ka-ret terbesar di dunia, yang mencapai 3,2 juta hektar (Anonim, 2011). Hasil utama perkebunan karet adalah lateks, dan seja-uh ini biji karet masih terbuang percuma sebagai limbah. Biji karet tergolong dalam minyak non-pangan karena belum termanfaatkannya teknologi yang tepat untuk pemi-sahan bahan-bahan beracun dari biji karet. Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak biji karet meliputi: 28-30% asam oleat, 33-35% asam linoleat, dan 20-21% asam linolenat (Tazora, 2011). Asam lemak tersebut juga terdapat dalam minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak tidak jenuh seperti: 38,2-43,6% asam oleat, 6,6-11,9% asam linoleat, dan 0,0-06% asam linolenat (Ketaren, 2005). Asam lemak tidak jenuh melalui reaksi epoksidasi, yaitu reaksi yang diawali dengan pembentukan peracid dari HCOOH dan H 2 O 2 dengan katalis H 2 SO 4 seperti pada gambar 1 dilanjutkan dengan reaksi antara minyak dengan peracid untuk membentuk epoksida seperti pada gambar 2. Epoksida yang terbentuk mengalami reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis untuk mendapatkan poliol (Gambar 3). Gambar 1. Reaksi pembentukan peracid Gambar 2. Mekanisme reaksi epoksidasi Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 421

Gambar 3. Reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis Artikel ini melaporkan kajian optimasi pembuatan poliol dari bijih karet yang secara intensif dikerjakan di grup riset kami. Optimasi rendemen, komposisi periaksi dan katalisi. Sedangkan eksperimen juga telah dilaksanakan dengan variasi waktu dan suhu yang digunakan sebagai dasar laporan artikel ini. Sebagai dasar pembanding dalam evaluasi digunakan minyak sawit sedangkankan standar poliol didasarkan pada poliol polietilen glikol (PEG). METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan antara lain: biji karet (Jatirejo, Polokarto, Suko-harjo), minyak kelapa sawit dalam kemas-an, HCOOH 90%, H 2 O 2 30%, H 2 SO 4 98%, Polietilen Glikol-400, Akuades, n-heksana, Metanol, dan NaHCO 3. Pengupasan secara manual untuk mengeluarkan isi bijih karet dari cangkangnya. Kemudian dilakukan pengovenan pada suhu 105 C selama 3 jam untuk mengeringkannya. Biji karet yang telah kering diblender hingga menjadi serbuk halus. Serbuk halus yang diperoleh dimaserasi dengan pelarut n-heksana selama 2 hari. Hasil maserasi disaring, kemudian filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator dan diperoleh minyak bijih karet. Langkah berikutnya membuat poliol. Ke dalam labu leher tiga dimasukkan HCOOH 90% dan H 2 O 2 30% secara perlahan-lahan sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Melalui corong penetes ditambahkan H 2 SO 4 pekat sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40-45 C selama 1 jam. Selanjutnya melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan minyak sebanyak 20 ml. Dipertahankan suhu pemanasan 40-45 C sambil diaduk selama 2 jam, kemudian hasil sintesis dibiarkan selama 1 malam. Larutan hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan n- heksana dengan perbandingan 1:1 (v/v). Lapisan bagian bawah diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 55-60 C. Residu yang diperoleh ditambahkan dengan NaHCO 3 sampai ph netral, kemudian diuapkan kembali pada suhu 55-60 C. Parameter yang digunakan adalah variasi rasio molar HCOOH:H 2 O 2 pada 1:1; 2:1; 3:1; 4:1; dan 5:1 dan variasi konsentrasi H 2 SO 4 pada 1, 2, 3, 4, dan 5% v/v minyak. Karakterisasi meliputi spektrum UV/Vis menggunakan komersial spektrometer UV-Vis. Pembentukan poliol dianalisis dengan FTIR melalui perubahan band Gugus fungsi yang terkandung dalam minyak dan senyawa hasil sintesis diidentifikas. Karakterisasi sifat fisika minyak dan senyawa hasil sintesis meliputi densitas dan viskositas. Rendemen poliol ditentukan dengan analisis volumetri. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 422

HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Rendemen minyak bijih karet sebesar 15,43% b/b berat kering. Minyak hasil ekstraksi berwarna coklat tua tanpa melalui proses pemurnian (pemucatan, netralisasi, dan deodorasi). Sedangkan rendemen poliol ditentukan menggunakan rumusan v poliol /v ninyak x 100%. Identifikasi Gugus Fungsi Pada gambar 1 dapat dilihat pergeseran serapan gugus fungsi dari minyak biji karet menjadi poliol. daerah bilangan gelombang 3469,94 cm -1 yang merupakan serapan khas pada gugus OH mengindikasikan terbentuknya poliol. Pada spektra FTIR poliol minyak kelapa sawit dapat dilihat hilangnya puncak pada pada daerah bilangan gelombang 3005,10 cm -1 (gugus =CH) dan 1654,92 cm -1 (gugus C=C) kemudian munculnya puncak pada daerah bilangan gelombang 3473,80 cm -1 membuktikan bahwa asam lemak tidak jenuh dari minyak kelapa sawit telah terkonversi menjadi poliol. Puncak bending =CH (723,31-962,48 cm -1 ) juga masih terdapat pada spektra FTIR poliol, namun intensitasnya berkurang, berarti masih terdapat asam lemak tidak jenuh dari minyak yang belum terkonversi sempurna menjadi poliol (Gambar 2). Gambar 1. Spektra FTIR berturut-turut dari bawah (a) minyak biji karet dan (b) poliol minyak biji karet Hilangnya puncak pada daerah bilangan gelombang 3008,95 cm -1 (gugus =CH) dan 1654,92 cm -1 (gugus C=C) membuktikan terjadinya perubahan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh minyak biji karet menjadi ikatan tunggal. Puncak bending =CH (723,31-981,77 cm -1 ) masih terdapat pada spektra FTIR poliol, tetapi intensitasnya berkurang berarti masih terdapat asam lemak tidak jenuh dari minyak yang belum terkonversi sempurna menjadi poliol. Munculnya puncak pada Gambar 2. Spektra FTIR berturut-turut dari bawah (a) minyak kelapa sawit dan (b) poliol minyak kelapa sawit Identifikasi khromofor Spektrum serapan UV/Vis menunjukkan adanya khromofor ikatan rangkap di sekitar 206 nm. Gambar 4 dan 5 memberikan gambaran jelas adanya sifat minyak dan poliol yang terbentuk. Kedua minyak yaitu minyak sawit dan minyak bijih karet. Dapat menghasilkan penggeseran panjang gelom-bang yang serupa. Walaupun bentuk spektrum tidak merupakan sidik jari atau spektrum khas tetapi dalam monitoring terjadinya poliol dari minyak Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 423

menggu-nakan spektrum UV/Vis dapat sangat membantu sebagai identifikator. Gambar 3. Spektra UV-Vis minyak biji karet dan poliol minyak biji karet Gambar 7 menunjukkan bahwa rendemen poliol dari minyak biji karet dan minyak kelapa sawit mengalami peningkatan hingga rasio molar HCOOH : H 2 O 2 4:1 seterusnya mengalami penu-runan. Data pada grafik 1 mengikuti grafik fungsi kuadrat dengan nilai a<0 (-0,339 untuk poliol minyak biji karet dan -0,071 untuk poliol minyak kelapa sawit) dan diperoleh nilai optimum, yaitu rendemen optimum poliol dari minyak biji karet sebesar (15,9 ± 0,29)% v/v dan minyak kelapa sawit sebesar (16,2 ± 0,00)% v/v. Gambar 4. Spektra UV-Vis minyak kelapa sawit dan poliol minyak kelapa sawit Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh rasio molar HCOOH:H 2 O 2 terhadap rendemen poliol Gambar 5. Spektra UV-Vis poliol minyak biji karet, poliol minyak kelapa sawit, dan PEG-400. Sedangkan pada gambar 5 disandingkan spektrum hasil poliol dari minyak sawit dan minyak bijih karet. Hampir berimpit kecuali diaerah 238 nm -300 nm yang berbeda pada intensitas absor-bannya tetapi bentuknya serupa. Hal ini disebabkan pada perbedaan ikatan C yang ada dari perbedaan senyawa atau isomerinya. Pengaruh Variasi Rasio Molar HCOOH : H 2 O 2 terhadap Rendemen Poliol Dari data rendemen yang diperoleh pada grafik 6 dapat dilihat bahwa semakin besar rasio pereaksi akan meningkatkan transfer oksigen aktif dari fase air ke fase minyak sehingga akan meningkatkan epoksida yang terbentuk, sehingga dihasilkan poliol yang maksimal. Pengaruh Variasi Konsentrasi H 2 SO 4 terhadap Rendemen Poliol Gambar 7 dapat diketahui bahwa rendemen minyak biji karet dan minyak biji sawit bertambah besar pada konsentrasi H 2 SO 4 yang semakin meningkat hingga konsentrasi H 2 SO 4 4% v/v minyak dan mengalami penurunan rendemen pada Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 424

konsentrasi H 2 SO 4 5% v/v. Data pada grafik 6 mengikuti grafik fungsi kuadrat dengan nilai a<0 (-0,237 untuk poliol minyak biji karet dan -0,457 untuk poliol minyak kelapa sawit), sehingga diperoleh nilai optimum, yaitu rendemen optimum poliol minyak biji karet sebesar (15,9 ± 0,29)% v/v dan minyak kelapa sawit sebesar (16,2 ± 0,00)% v/v. kelapa sawit, dan PEG-400 memiliki bentuk spektra (sama-sama memiliki satu puncak) dan serapan λ max yang hampir sama, dimana λ max untuk ketiga senyawa tersebut berturut-turut adalah 213,0 nm; 212,0 nm; dan 210,0 nm. Spektra FTIR poliol minyak kelapa sawit (gambar 11c) dan poliol minyak biji karet (gambar 11d) mempunyai kisaran serapan gugus fungsi yang hampir sama dengan poliol dari Suryani (2009) pada gambar 11b dan PEG-400 pada gambar 11a. Gambar 7. Grafik hubungan pengaruh variasi konsentrasi H 2 SO 4 terhadap rendemen poliol Penambahan jumlah katalis akan semakin mengaktifkan zat-zat pereaksi sehingga semakin memperbesar peluang reaktan untuk saling bertumbukan menghasilkan produk. Selain itu, semakin meningkat konsentrasi H 2 SO 4 maka protonasi epoksida akan berjalan maksimal sehingga epoksida yang terprotonasi akan mengalami pembukaan cincin oleh nukleofil H 2 O untuk menghasilkan poliol. berarti rendemen poliol minyak biji karet tidak berbeda atau sama dengan rendemen poliol minyak kelapa sawit. Oleh karena itu minyak biji karet dapat digunakan sebagai sumber alternatif poliol. Karakterisasi Fisik Senyawa Hasil Sintesis PEG-400 merupakan salah satu jenis poliol komersial yang berbentuk cairan kental seperti poliol minyak nabati. Dari gambar 3 memberikan informasi bahwa poliol minyak biji karet, poliol minyak Gambar 8. Spektra FTIR dari bawah ke atas berturut-turut (a) PEG-400, (b) poliol dari Suryani (2009), (c) poliol minyak kelapa sawit, dan (d) poliol minyak biji karet. 1. Densitas Pada tabel 2 dapat dilihat kenaikan densitas dari minyak menjadi poliol. Densitas poliol lebih besar dibandingkan dengan minyaknya, hal ini dikarenakan berat molekul tinggi dan struktur yang lebih polar (gugus OH). Gugus OH menyebabkan adanya interaksi antar molekul sehingga pada poliol mengalami peningkatan densitas. Tabel 2. Hasil Karaktersasi Densitas Minyak dan Poliol Sampel Densitas ± 2Sd (g/ml) Minyak biji karet 0,896 ± 0,001 Minyak kelapa sawit 0,905 ± 0,001 Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 425

Poliol minyak biji karet Poliol minyak kelapa sawit 2. Viskositas 0,997 ± 0,002 0,998 ± 0,003 Pada tabel 3 dapat dilihat kenaikan yang signifikan dari viskositas minyak menjadi poliol. Viskositas sangat sensitif terhadap berat molekul. Kenaikan viskositas pada poliol karena keberadaan gugus polar ( OH) yang meningkatkan interaksi antarmolekul. Tabel 3. Hasil Karaktersasi Viskositas Minyak dan Poliol Sampel Viskositas ± 2Sd (cp) Minyak biji karet 42,6 ± 0,24 Minyak kelapa sawit 43,4 ± 0,13 Poliol minyak biji karet Poliol minyak kelapa sawit 563 ± 0,19 569 ± 0,26 4. Meskipun dalam penelitian terpisah dengan menerapkan koreksi rendemen tidak sebesar itu tetapi keduanya memiliki rendemen yang sama pada kondisi yang sama. 5. Rendemen poliol dari bijih karet masih dapat diperbesar lagi pada suhu sintesis yang lebih tinggi yaitu 80 o C. 6. Untuk densitas kedua poliol yang berbeda sumber tersebu adalah 1,00 +/- 0,005. Sedangkan viskositas dari poliol minyak bijih karet dan yang berasalah dari kelapa sawit berturut 564,0 cp dan 569,5 cp. 7. Minyak bijih karet merupakan bahan non-pangan yang mempunyai potensi besar sebagai sumber poliol.sintesis. 8. Baik Minyak biji karet maupun minyak kelapa sawit sesuai dengan fungsi kuadrat dan menghasilkan rendemen KESIMPULAN 1. Poliol dari minyak bijih karet sangat serupa dengan yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit maupun PEG dilihat dari spektra IR, spektra UV, dan densitasnya.. Tetapi karakter viskositas terlihat secara signifikan berbeda. 2. Munculnya serapan lebar sangat signifikan dari vibrasi tarik OH sekitar 3500 cm -1 dan dilihat dari spektrum UV puncak serapan tajam pada 211 nm yang merupakan ciri eksitasi ikatan rangkap pàp* (202 nm) ditambah adanya OH sekitar 5 10 nm. 3. Rendemen produk poliol antara bahan minyak bijih karet dan minyak kelapa sawit tidak berbeda secara nyata yaitu sebesar 16,00%V/V 0,30 pada suhu optimum pada rasio HCOOH : H 2 O 2 pada 4:1. 9. Konsentrasi H 2 SO 4 menentukan rendemen poliol hasil sintesis baik dari minyak biji karet maupun minyak kelapa sawit sesuai dengan fungsi kuadrat dan menghasilkan rendemen optimum pada konsentrasi H 2 SO 4 4% v/v minyak. DAFTAR RUJUKAN [1]. Anonim, 2011, 2012 Indonesia Produsen Karet Nomor Satu di Dunia, diakses tanggal 11 November 2012 (http://www. tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/06/ 23/brk,20110623342854,id.html). 60 o C. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 426

[2]. Goud, V.V., Pradhan, N.C., dan Padwardhan, A.V., 2006, Journal of the American Oil Chemists Society, vol. 83, no. 2, hlm. 635-640. [3]. Harjono, 2009, Sintesis Poliuretan dari Minyak Jarak Pagar dan Aplikasinya sebagai Bahan Pela-pis, Tesis, IPB, Bogor, Indonesia. [4]. Narine, S. S., Yue, J., dan Kong, X., 2007. Journal of the American Oil Chemists Society, vol. 84, hlm. 173 179. [5]. Suryani. 2009. Characterization of Environmentally Polyurethane/Clay Nanocomposites. Intenational Seminar on Chemistry and Polymer,USU, Medan, Indonesia. [6]. Tazora, Z., 2011, Peningkatan Mutu Biodiesel dari Minyak Biji Karet melalui Pencampuran dengan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar, Tesis, IPB, Bogor, Indonesia. Pemisahan asam katalis dengan pemanasan. TANYA JAWAB PARALEL : E NAMA PEMAKALAH : MUDJIJONO NAMA PENANYA : DEWI KARTIKASARI PERTANYAAN : Bagaimana memisahkan poliol dengan air? Metode apa yang digunakan? Saat presentasi tadi dikatakan poliol larut dalam air. JAWABAN : Produk poliol dari minyak bebas dari air sehingga tidak perlu memisah. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V 427