BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA PERBANDINGAN NILAI LENDUTAN DAN PUTARAN SUDUT PADA JEMBATAN PCI-GIRDER DENGAN PROGRAM MIDAS CIVIL TERHADAP HASIL PENGUKURAN DI LAPANGAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

PEMBEBANAN JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

TKS 4022 Jembatan PEMBEBANAN. Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menghubungkan antara suatu area dengan area lain yang terbentang oleh sungai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

BAB II STUDI PUSTAKA

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN

BAB I PENDAHULUAN. system jaringan jalan. Jembatan digunakan sebagai akses untuk melintasi sungai,

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

KONTROL PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI BELUMAI PADA JALAN AKSES NON TOL BANDARA KUALANAMU TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN PRATEGANG SEI PULAU RAJA TUGAS AKHIR

Jl. Banyumas Wonosobo

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB III METODE PENELITIAN

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

ANALISA DINAMIS PADA JEMBATAN PCI GIRDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Jembatan Berdasarkan UU 38 Tahun 2004 bahwa jalan dan juga termasuk jembatan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai kesimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah (Prestalita Gita,2011). Konstruksi jembatan merupakan bangunan pelengkap sarana transportasi jalan yang menghubungkan suatu area dengan area lainnya, yang merupakan daerah lalu lintas yang dapat dilewati oleh suatu benda bergerak baik yang terputus akibat suatu rintangan maupun untuk melewati suatu persimpangan tidak sebidang, sehingga para pengguna jalan dapat melintas untuk menjalani aktifitasnya. Secara umum, jembatan gelagar adalah sebuah jembatan yang dibangun dari balok-balok yang ditempatkan pada pangkal jembatan (abutment) dan tiang jembatan (pier). Dek jembatan dibangun di atas balok penopang sebagai lantai dasar dalam proses lalu lintas diatasnya. Ada beberapa jenis tipe yang berbeda dari jembatan gelagar, lebih lanjut mengenai berbagai jenis tipe tersebut akan dibahas dalam dalam sub-bab selanjutnya. Penentuan pemilihan jenis jembatan yang akan digunakan tergantung pada pertimbangan ekonomi dan faktor spesifik dari kondisi area konstruksi, baik dari segi akses transportasi menuju lapangan maupun dari jenis tiang penyokong yang berada di tengah bentang. 6

7 2.1.1 Rolled Steel Girder Baja mempunyai kekuatan, daktilitas, dan kekerasan yang lebih tinggi dibanding material lain seperti beton atau kayu, sehingga menjadikannya sebagai bahan utama yang penting untuk struktur jembatan. Jembatan gelagar baja merupakan struktur jembatan yang sederhana dan umum digunakan. Terdiri dari slab lantai, gelagar, dan penahan (bearing). Gelagar baja dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelagar baja komposit dan non komposit. Pada gelagar baja komposit dapat dilihat dari gelagar baja bekerja sama dengan slab beton (menggunakan sambungan geser) dan untuk gelagar baja non komposit dilihat dari gelagar baja dan slab beton merupakan suatu komponen yang terpisah atau bukan satu kesatuan. Pada umumnya penampang baja yang digunakan adalah penampang balok-i. 2.1.2 Plate Girder Plate girder atau gelagar datar merupakan bentuk jembatan yang ekonomis dalam menahan lentur dan gaya geser serta memiliki momen inersia terbesar untuk berat yang relatif rendah di setiap segmen bentangnya. 2.1.3 Box Girder Jembatan dengan tipe gelagar kotak adalah bentuk gelagar pelat yang menggabungkan dua gelagar menjadi satu kesatuan sehingga penampang jembatan membentuk suatu rongga atau gelagar kotak.. Jembatan dengan bentang gelagar kotak biasanya digunakan pada jembatan dengan bentang ± 18-50 m, dan biasanya di desain sebagai struktur menerus di atas pilar. Box girder mempunyai keutamaan yaitu tahanan terhadap beban torsi.

8 2.1.4 Prestressed Concrete Bridges Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan yang maju dari bahan beton. Pada jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang berfungsi untuk mengimbangi tegangan akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem, antara lain : a. Post-tensioning Pada sistem ini tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras, dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. b. Pre-tensioning Pada sistem ini beton dicor mengelilingi tendon prategang yang ditegangkan terlebih dahulu, dan kemudian transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon 2.2 Struktur Jembatan Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur atas dan struktur bawah. Kedua bagian tersebut akan dijelaskan melalui sub bab berikut. 2.2.1 Struktur Atas (Superstructures) Struktur atas jembatan terdiri dari semua komponen jembatan yang menerima beban langsung di atasnya. Beban langsung tersebut meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan lain-lainnya. Struktur atas jembatan meliputi :

9 a. Trotoar : Sandaran dan tiang sandaran. Peninggian trotoar (Kerb) Slab lantai trotoar b. Slab lantai kendaraan c. Gelagar (Girder) d. Balok diafragma e. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang) 2.2.2 Struktur Bawah (Substructures) Struktur bawah merupakan semua elemen yang diperlukan untuk mendukung struktur atas beserta beban lalu-lintas jalan untuk kemudian disalurkan ke fondasi dan selanjutnya disalurkan ke tanah dasar. Struktur bawah jembatan meliputi : a. Pangkal jembatan (Abutment) Dinding belakang (Back wall) Dinding penahan (Breast wall) Dinding sayap (Wing wall) Oprit,plat injak (Approach slab) Tumpuan (Bearing) b. Pilar jembatan (Pier) Kepala pilar (Pier head) Pilar (Pier), yang berbentuk dinding, kolom, atau portal

10 2.3 Pembebanan Jembatan Panduan sistem yang digunakan dalam perencanaan maupun perawatan jembatan yaitu Bridge Management System(BMS), yang merupakan suatu sistem manajemen jembatan di Indonesia yang diadaptasi dari sistem di Australia untuk membuat panduan perencanaan jembatan. Panduan ini berisi tentang semua unsur yang ada di jembatan dan perencanaannya. Pada pembahasan ini akan dijelaskan beberapa hal yang mendukung dan menjadi dasar dari penelitian ini. Berdasarkan BMS Bridge Design Code dan BMS Bridge Design Manual, akan dijelaskan tentang standar pembebanan struktur jembatan yang juga menjadi acuan dalam perencanaan pembebanan jembatan RSNI T-02-2005, antara lain : a. Aksi Tetap Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen elemen struktural jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari penyusutan dan rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri Faktor Beban Jangka Waktu K S ; MS Biasa K U ; MS Terkurangi Baja, aluminium 1.0 1.1 0.9 Tetap Beton pracetak 1.0 1.2 0.85 Beton dicor ditempat 1.0 1.3 0.75 Kayu 1.0 1.4 0.7 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

11 Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan bagian 3 tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan. Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana untuk mengurangi keamanan. Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana untuk menambah keamanan. Faktor beban terkurangi biasanya digunakan untuk mengatasi apabila kerapatan masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar akan sangat aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga harus digunakan faktor beban terkurangi. Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi struktur. Nilai dari faktor beban diatas tidak bisa diubah. Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati No Bahan Berat / Satuan Isi Kerapatan Masa (kn/m 3 ) (kg/m 3 ) 1 Campuran aluminium 26.7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240 3 Besi tuang 71.0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18.8 22.7 1920-2320 6 Aspal beton 22.0 2240

12 7 Beton ringan 12.25 19.6 1250-2000 8 Beton 22.0-25.0 2240-2560 9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640 10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600 11 Timbal 111 11400 12 Lempung lepas 12.5 1280 13 Batu pasangan 23.5 2400 14 Neoprin 11.3 1150 15 Pasir kering 15.7 17.2 1600 1760 16 Pasir basah 18.0 18.8 1840 1920 17 Lumpur lunak 17.2 1760 18 Baja 77.0 7850 19 Kayu (ringan) 7.8 800 20 Kayu (keras) 11.0 1120 21 Air murni 9.8 1000 22 Air garam 10.0 1025 23 Besi tempa 75.5 7680 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) b. Beban Lalu Lintas Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan beban truk ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan. Beban Lajur "D" Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada gambar berikut.

13 Gambar 2.1 Beban Lajur "D" (Sumber : SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) Beban truk Untuk beban truk, hanya ada satu truk yang ditempatkan pada setiap lajur lalu lintas rencana sepanjang jembatan. Adapun distribusi beban dari truk ke jembatan dan jumlah lajur rencana adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Beban Truk (Sumber : SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

14 Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jembatan (m) Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Lajur tunggal 4.0 5.0 1 Dua arah, tanpa median Jalan kendaraan majemuk 5.5 8.25 11.25 15.0 10.0 12.9 11.25 15.0 15.1 18.75 18.8 22.5 2 4 3 4 5 6 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) Beban truk pada jembatan merupakan beban dinamis yang harus dipikul suatu struktur jembatan. Adapun faktor distribusi untuk pembebanan truk T seperti tabel berikut : Tabel 2.4 Faktor Distribusi untuk Beban Truk Jenis Bangunan Atas Pelat lantai beton diatas : - Balok baja I atau balok beton pratekan - Balok beton bertulang T - Balok kayu Jembatan Jalur Tunggal S/4.2 Bila S > 3.0 m lihat keterangan 1 S/4.0 Bila S > 1.8 m lihat keterangan 1 S/4.8 Bila S > 3.7 m lihat keterangan 1 Jembatan Jalur Majemuk S/3.4 Bila S > 4.3 m lihat keterangan 1 S/3.6 Bila S > 3.0 m lihat keterangan 1 S/4.2 Bila S > 4.9 m lihat keterangan 1 Lantai papan kayu S/2.4 S/2.2 Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih S/3.3 S/2.7 Kisi kisi baja : - Kurang dari tebal 100 mm

15 - Tebal 100 mm atau lebih S/2.6 S/2.4 S/3.6 Bila S > 3.6 m lihat keterangan 1 S/3.0 Bila S > 3.2 m lihat keterangan 1 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) Keterangan : (1) Beban pada tiap balok tersendiri adalah reaksi beban roda dengan anggapan bahwa lantai antara gelagar sebagai balok sederhana (2) S adalah jarak rata-rata antara balok tersendiri. c. Aksi Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi sistim pembebanan jembatan adalah suhu dari struktur jembatan, drainase atau aliran air, beban angina, beban gempa dan tekanan tanah. Faktor faktor diatas mempengaruhi pembebanan suatu jembatan tetapi untuk penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban dari lingkungan. d. Aksi Lainnya Beban beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan pada tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan.faktor faktor ini juga diperhitungkan di lapangan. Pada penelitian ini faktor pembebanan jembatan yang digunakan adalah beban akibat beban lalu lintas truk T. Hal ini dikarenakan pengujian pembebanan yang dilakukan dilapangan hanya memperhitungkan akibat beban truk 'T' berjalan. Beban truk yang digunakan pada pengujian ini masih memenuhi syarat pembeban truk yang

16 berlaku, dimana berat beban truk sebesar 270 kn dengan berat maksimum yang diijinkan sebesar 500 kn. 2.3.1 Pembatasan Lendutan untuk Balok Lendutan balok akibat beban layan harus dikontrol sebagai berikut : a. Geometrik dari bagian komponen harus direncanakan untuk melawan lendutan akibat pengaruh tetap sehingga sisa lengkungan positif atau negatif masih dalam batas yang bisa diterima. b. Lendutan akibat beban hidup daya layan, termasuk kejut harus ada dalam batas yang cocok untuk bangunan dan kegunaannya. Lendutan ini tidak boleh melampaui L/800 untuk bentang dan L/400 untuk kantilever. 2.4 Rumus Lendutan dan Putaran Sudut Pada Balok Dalam melakukan perhitungan lendutan di tengah bentang dan putaran sudut secara manual menggunakan dua rumus yang berbeda, antara lain: a. Beban terpusat berada di tengah bentang

17 P 35 kn A C B L Gambar 2.3 Beban terpusat berada di tengah bentang b. Beban terpusat berada di jarak tertentu pada bentang Jika a > b : Jika a < b :

18 100 kn P A C B a b L Gambar 2.4 Beban terpusat berada di jarak tertentu pada bentang Dimana : δ c = lendutan di titik C pada tengah bentang. θ A = putaran sudut di titik A pada tumpuan. θ B = putaran sudut di titik B pada tumpuan. P = beban terpusat E = modulus elastisitas I = momen inersia 2.5 Pengujian Jembatan Setelah masa konstruksi jembatan selesai, perlu dipastikan apakah jembatan tersebut akan menahan semua kondisi beban yang telah direncanakan, sehingga dibutuhkan pengujian jembatan secara langsung di lapangan dengan kondisi yang telah direncanakan. Terdapat tiga metode yang digunakan dalam pengujian jembatan yaitu metode uji beban statik, dinamik, dan semi statik dengan pendekatan terintegrasi.

19 Metode uji beban statik dilakukan untuk menentukan kapasitas beban suatu jembatan dengan cara beban truk ditempatkan pada posisi yang menghasilkan gaya dalam yang kritis kemudian diukur regangan dan lendutan maksimum dari struktur atas jembatan tersebut. Maksud metode ini adalah untuk menentukan nilai kekuatan aktual awal jembatan secara nyata sebelum jembatan mulai digunakan dan nantinya dapat dilakukan verifikasi dengan nilai rencana secara teoritis. Metode uji beban dinamik digunakan untuk mengetahui sekaligus kapasitas beban suatu jembatan dengan cara mengukur karakteristik dinamik atau getaran pada saat jembatan telah dilalui oleh beban kendaraan bergerak karena dapat menunjukkan perubahan fisik pada jembatan,misalnya parameter frekuensi alamiah. Frekuensi alamiah struktur adalah getaran yang terjadi pada suatu struktur ketika struktur tersebut tidak menerima gaya-gaya luar. Frekuensi alami struktur dipengaruhi oleh besaran properti internal struktur, yaitu kekakuan dan massa struktur. Nilai dari frekuensi alami suatu struktur akan tetap kecuali apabila struktur tersebut mengalami perubahan pada kekakuan dan masa struktur. Kerusakan yang terjadi pada struktur akan menyebabkan degradasi pada kekakuannya. Hal ini akan mempengaruhi secara langsung pada nilai frekuensi alaminya. Dengan demikian frekuensi alami merupakan indikator yang baik terhadap kerusakan yang dialami oleh suatu sistem struktur (Mahargya Lintang,2012), sehingga metode ini dapat dijadikan sebagai proses validasi dalam masa perawatan jembatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji beban semi statik dengan pendekatan terintegrasi. Metode integrasi bertujuan untuk menentukan kapasitas beban suatu jembatan dengan cara mengukur baesarnya regangan dan lendutan akibat beban hidup yang melewati elemen jembatan. Teknik pengujian

20 jembatan menggunakan berbagai macam alat dan sensor yang dibutuhkan untuk pembacaan yang paling akurat tentang karakteristik jembatan yang kemudian diintegrasikan dengan pemodelan finite element untuk mendapatkan perilaku jembatan sebenarnya. Sensor pengujian jembatan yang dilakukan pada umumnya, antara lain : a. Sensor pengujian regangan dengan menggunakan alat uji strain gauge. b. Sensor pengujian perpindahan/lendutan dengan menggunakan alat uji Linear Variable Differential Transformer (LVDT). c. Sensor pengujian rotasi/putaran sudut dengan menggunakan tiltmeter. Ruang lingkup pengujian jembatan berada di bawah daerah pemantuan struktural, dan hasil analisa kekakuan aktual bangunan atas dapat digunakan untuk kendaraan lain dengan variasi beban untuk penentuan batas beban maksimum. Dalam penelitian ini akan membahas alat sensor pengujian jembatan untuk lendutan dan putaran sudut, yang akan di jelaskan pada sub bab selanjutnya. 2.5.1 Linear Variable Differential Transformer Linear Variable Differential Transformer (LVDT) pada umumnya merupakan suatu tipe transfomator elektrikal yang menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan perpindahan linear dari suatu material inti yang bergerak. Desain LVDT terdiri dari susunan silinder dari gulungan primer (Primary Coil) dan sekunder (Secondary Coil) dengan inti silinder (Core) terpisah yang melewati pusat. Gulungan primer diberi energi dengan konstan sehingga menghasilkan medan magnet searah di pusat transduser yang menginduksi sinyal ke dalam gulungan sekunder, dan gerakan inti dalam area tersebut menyebabkan sinyal gulungan

21 sekunder untuk mengubah. Dua gulungan sekunder yang dihubungkan secara seri terhadap gulungan primer menghasilkan sinyal yang berbeda, dan ketika inti silinder diposisikan di pusat gulungan primer menghasilkan sinyal nol. Gambar 2.5 Komponen LVDT (Sumber : Measurement Specialities TM ) Ketika inti silinder bergerak dari posisi pusatnya, induksi tegangan dari gulungan sekunder meningkat sejalan dengan arah pergerakan inti silinder, sedangkan induksi tegangan gulungan sekunder yang berlawanan menurun. Pergerakan ini menghasilkan tegangan berbeda yang bervariasi secara linier terhadap perubahan posisi inti silinder. Pada penelitian ini, pengukuran linear pada jembatan dilakukan untuk mengukur nilai lendutan yang terjadi di lapangan. Uji lendutan tersebut dilakukan dengan menjalankan satu unit dump truck melintasi jembatan tersebut. Impak akibat beban truk yang berjalan menghasilkan getaran dan frekuensi jembatan hasil pengukuran tersebut dicatat dengan alat uji LVDT yang dihubungkan dengan sistem komputer dimana hasil pengamatan lendutan direkam menggunakan software WinSTS.

22 LVDT mengukur besar lendutan dengan indikator terjadinya perubahan voltase di dalam inti kumparan. Voltase yang dihasilkan oleh LVDT kemudian ditransfer menjadi sinyal elektrik yang dihubungkan ke komputer. Sistem komputer menerima sinyal voltase dari LVDT dan dengan bantuan software WinGRF, besar voltase yang terjadi dapat ditampilkan langsung dalam bentuk grafik dan tersimpan dalam data notepad. Hasil data tersebut kemudian dikalibrasi ke dalam satuan lendutan dalam inchi. Metode pemasangan alat ini dilakukan dengan cara meletakkan sensor seperti jarum di tengah bentang jembatan sebagai penerima frekuensi akibat impak beban truk yang berjalan. Gambar 2.6 LVDT-Test (Sumber : PT. Struktur Pintar Indonesia) 2.5.2 Tiltmeter Tiltmeter merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk melihat perubahan sudut kemiringan atau slope pada suatu struktur (tilt). Sensor pada tiltmeter bekerja dengan menerima frekuensi yang sensisitif terhadap perubahan kemiringan baik

23 secara horizontal maupun vertikal. Desain tiltmeter terdiri dari inti detektor sudut (C) yang berasal dari lentur torsi. Komponen sensor yang menggantung (A) akan bergerak mengikuti kemiringan pada tiltmeter akibat beban yang mengakibatkan gaya torsi. Hasil dari pergerakan komponen tersebut terdeteksi oleh komponen sensor (B) yang kemudian menghasilkan sinyal searah. Sinyal searah tersebut diterima oleh dinamo torsi yang kemudian menggerakan komponen sensor yang menggantung berlawanan arah gravitasi sehingga kembali ke posisi semula, dan sinyal voltase tersebut menghasilkan nilai putaran sudut yang berlawanan arah jaruh jam (negatif). Gambar 2.7 Komponen tiltmeter (Sumber : www.sensorland.com) Ketika terjadi getaran akibat beban truk yang melintas di atas jembatan, tegangan yang ditimbulkan dari sensor dikonversi ke data digital berupa notepad ke dalam komputer dan dikalibrasi dalam bentuk derajat. Metode pemasangan tiltmeter dilakukan dengan cara menempelkan sensor dengan menggunakan epoxy di jarak

24 tertentu dari tumpuan jembatan sebagai penerima frekuensi akibat impak beban truk yang berjalan. Gambar 2.8 Tiltmeter (Sumber : Bridge Diagnostics, Inc) 2.6 MIDAS/Civil Midas/civil merupakan suatu program aplikasi komputer di bidang teknik sipil. Program ini memiliki kemampuan untuk menganalisa berbagai jenis konstruksi jembatan termasuk jembatan beton prategang dengan perhitungan yang cepat serta dapat menampilkan gambar dan perhitungan struktur yang berdimensi besar dan kompleks secara 3 dimensi (3D), sehingga dapat melakukan analisa perhitungan secara optimal. Tahapan analisa konstruksi struktur jembatan beton prategang-i Girder yang dilakukan akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya. 2.6.1 Material and Section Properties Midas-civil menyediakan jenis material dan penampang menurut ASTM, AISC, CISC, CSA, BS, DIN, EN, UNI, IS, JIS, GB, dan lain-lain. Material dan penampang juga dapat didefinisikan sesuai keinginan pengguna program ini. Sebanyak 37 bentuk penampang yang berbeda meliputi baja-beton bertulang yang

25 berbentuk penampang komposit, dapat di aplikasikan pada elemen garis. Selain itu, Midas/Civil juga menyediakan perhitungan untuk analisa dengan bagian bentuk penampang yang tidak konvensional. Gambar 2.9 Material and Section Properties (Sumber : en.midasuser.com) 2.6.2 Static Load Analisis pembebanan statik dilakukan pada setiap jenis beban statik yang ada. Hasil analisis ini dapat dikombinasikan dalam suatu kombinasi beban statik. Fitur ini untuk menetapkan kasus beban yang diperlukan untuk perencanaan jembatan yang diinginkan. Beban-beban statik yang ada meliputi :

26 a. Berat sendiri elemen Merupakan berat sendiri material jembatan baik beton maupun baja. b. Beban noda Beban yang mewakili jenis beban terpusat c. Beban merata Untuk jenis beban mati maupun beban hidup d. Beban permukaan bidang Beban ini diterapkan pada lokasi tertentu pada permukaan bidang atau elemen plat lantai, dan dapat ditentukan di lokasi manapun pada permukaan bidang tanpa dibatasi oleh adanya noda atau elemen. e. Beban bergerak Difungsikan untuk menentukan jenis kendaraan, jumlah jalur, dan metode yang digunakan dalam analisa beban bergerak. f. Beban prategang Beban yang digunakan untuk menerapkan gaya prategang tendon pada girder jembatan baik dalam sistem pra-tarik maupun pasca tarik. Pada penelitian ini, beban yang diigunakan yaitu beban statik terpusat yang mewakili setiap beban roda pada truk yang diterapkan pada elemen plat lantai jembatan. 2.6.3 Tinjauan Hasil Hasil analisa program midas-civil terdiri dari dua analisa, antara lain : a. Hasil analisa grafik

27 Analisa ini memudahkan pengguna untuk menghasilkan berbagai bentuk output secara grafis. Pengguna dapat memperoleh hasil reaksi, perpindahan/lendutan, rotasi, gaya, serta tegangan sesuai dengan kombinasi beban yang telah ditentukan. Hampir seluruh hasil analisa dapat ditampilkan menjadi animasi baik dalam bentuk penampang pemodelan, lendutan dan gaya akibat waktu, hasil analisis dinamik, maupun hasil analisis statik. Gambar 2.10 Deformasi pemodelan pada analisa grafis (Sumber : en.midasuser.com) b. Hasil analisa tabel Midas/civil juga dapat menampilkan hasil yang kompatibel dengan MS Excel, yang memungkinkan pengguna untuk meninjau semua analisis dan hasil pemodelan secara sistematis. Berbagai fitur editing yang mirip dengan MS Excel disediakan untuk semua analisis maupun hasil desain pemodelan (lendutan, rotasi, gaya, tegangan).

28 Gambar 2.11 Hasil analisa dalam bentuk tabel (Sumber : en.midasuser.com) 2.7 Resensi Penelitian dan Pengujian Sebelumnya a. Dynamic and Static Tests of Prestressed Concrete Girder Bridges in Florida, pengujian yang dilakukan oleh Moussa A.Issa dan Mohsen A.Shahawy. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan regangan dan lendutan terhadap peningkatan kecepatan kendaraan dan beban yang diberikan, serta hasil pengujian di lapangan menunjukan nilai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil prediksi metode analisa. b. Load Testing of Some New Bridges in Latvia, pengujian yang dilakukan oleh Edmunds dan Ainars Paeglitis. Pengujian ini dilakukan pada jembatan yang baru selesai masa konstruksi dan bertujuan untuk memberikan data awal sebelum jembatan beroperasi, sehingga data awal tersebut dapat dijadikan acuan untuk masa perawatan jembatan saat mulai beroperasi.

29 c. In-Situ Load Testing Of Bridge A6102 Lexington, pengujian yang dilakukan oleh Nestore Galati dan Polo Casadei. Penelitian ini menunjukan evaluasi jembatan baja dari analisa perbandingan hasil pengujian statik, dinamik, dan perhitungan secara teroritis. Hasil evaluasi menunjukan bahwa jembatan dapat dianggap masih aman untuk dioperasikan, dikarenakan pengujian di lapangan masih menghasilkan nilai yang lebih kecil dari hasil analisa secara teoritis. d. Trial Loading of The Bridge in Szczercowska Wies Before Structural Strengthening, pengujian yang dilakukan oleh Michal Staskiewicz, Renata Kotynia, dan Krzysztof Lasek. Pengujian ini dilakukan sebagai fase awal untuk proyek penguatan pada struktural jembatan tersebut, dan dibandingkan dengan analisa pemodelan finite element. Hasil evaluasi pengujian menunjukan bahwa jembatan mempunyai keandalan kekuatan yang cukup, dikarenakan pengujian di lapangan masih menghasilkan nilai yang lebih kecil dari hasil analisa pemodelan finite element. e. Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi Balok Segiempat Dengan Variasi Posisi Pembebanan, penelitian yang dilakukan oleh Onny S Sutresman dan Thomas Tjandinegara. Hasil penelitian ini menunjukan nilai lendutan secara eksperimental lebih besar dibandingkan dengan hasil secara teoritis, disebabkan adanya perbedaan kekakuan material pada saat pengujian sehingga tidak adanya jaminan homogenitas material yang digunakan seperti yang diasumsikan pada perhitungan secara teoritis.