MERUBAH PETAKA MENJADI BERKAH: Optimalisasi Bonus Demografi bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
suatu negara. Pada dasarnya keberadaan penduduk di suatu negara akan mempercepat pembangun negara semakin besar. Tetapi jika pertumbuhan

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi

PENDUDUK LANJUT USIA

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan

EKA SETYAWAN J Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1

DEMOGRAFI LANSIA. Chairul Huda Al Husna

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beban pembangunan jika tidak dikelola dengan baik. Ekonom senior Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

PEMBANGUNAN PERTANIAN

DEMOGRAFI LANSIA. Chairul Huda Al Husna

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan. masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

DIALOG NASIONAL: UPAYA PENCAPAIAN MDG DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2004

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses. pembangunan,terutama di bidang kesehatan (Komnas Lansia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pendapatan (PDRB). Dalam hal ini faktor-faktor produksi yang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*)

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015


BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

Bonus Demografi, Puncak Keemasan Pembangunan Bangsa

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. hidup adalah salah satu tujuan pembangunan. Namun dampaknya mempengaruhi

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

ASPEK KEPENDUDUKAN I. Tujuan Pembelajaran

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi, juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah sosial ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

PEMANFAATAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB/KOTA SE JAWA TENGAH

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan tidak begitu adanya. Pengangguran terdidik bagi para lulusan

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014

PEDULI DEMOGRAFI OLEH: DUSKI SAMAD. Ketua Forum Tokoh Lintas Agama Peduli Keluarga Sejahtera. dan Kependudukan (FAPSEDU) Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. orang, bagi para orang tua pasti akan berusaha mempersiapkan pendidikan yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan (Tanaya, 1997).

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

Perluasan Lapangan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

Transkripsi:

MERUBAH PETAKA MENJADI BERKAH: Optimalisasi Bonus Demografi bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Oleh: Eko Marhaendy Indonesia menyumbang sekira 3,53 persen populasi dunia yang telah mencapai 7,3 Milyar. Dengan jumlah penduduk 260,58 juta jiwa (Sumber: U.S Census Bureau), Negeri Khatulistiwa ini didaulat sebagai negara berpenduduk terbesar keempat setelah Cina, India dan Amerika. Angka kelahiran pada kenyataannya tidak selalu diamini sebagai berkah; dalam banyak hal ia justeru dianggap menjadi petaka. Sejumlah ilmuan memperkirakan bumi hanya mampu menampung 9-10 milyar manusia; betapapun ada anggapan bahwa jumlah bukanlah persoalan mendasar. Seperti dilansir Tribun dari penjelasan David Satterthwaite, senior International Institute for Enviornment and Development di Inggris; over populasi bukan soal jumlah manusia yang ada di planet bumi, tapi masalah bagaimana mereka menghabiskan sumber daya alam. Memang, dampak paling kentara yang diakibatkan oleh ledakan penduduk adalah kerusakan alam. Faktanya, bumi dengan sumberdaya yang terbatas, terpaksa jika bukan dipaksa memenuhi kebutuhan umat manusia yang jumlahnya terus meningkat. Paling tidak manusia membutuhkan lahan pemukiman; udara segar; air bersih; dan bahan makanan; yang seluruhnya berpengaruh langsung pada lingkungan. Alhasil, rilis yang dilakukan World Economic Forum dalam survei bertajuk Global Shapers Annual Survey 2016, menguatkan fakta di atas. Menurut survei tersebut, perubahan iklim, sepertihalnya pemanasan global yang berdampak pada kerusakan lingkungan, menjadi isu paling dikhawatirkan generasi millenial. Menempati posisi pertama dengan angka 45,2 persen di antara sembilan isu lainnya, seperti: kemiskinan; pengangguran; dan ketahanan pangan (Sumber: Databooks). Meski demikian, ranah ekonomi tampak lebih positif melihat ledakan penduduk dalam satu konsep yang disebut Bonus Demografi (Demographic Dividend); tentunya dengan memenuhi sejumlah syarat. Mengacu pada definisi UNFPA, bonus demografi dipahami sebagai potensi pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari pergeseran struktur usia penduduk, di mana jumlah usia produktif jauh lebih besar dibanding usia non-produktif. Melihat Peluang Indonesia Indonesia sendiri digadang-gadang bakal menerima berkah bonus demografi dalam rentang 2020-2030; beberapa kalangan bahkan menganggap momentum itu sudah dimulai sejah tahun 2010. Menurut proyeksi BPS, penduduk Indonesia pada tahun 2016 telah didominasi oleh kelompok usia produktif antara 15-34 tahun. Berdasarkan proyeksi itu, bonus demografi Indonesia diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2025-2030 (Sumber: Databooks). Tapi, patut diingat bahwa bonus demografi bukanlah hadiah cuma-cuma yang bisa diterima dengan sikap taken for granted; ia hanya peluang yang bolehjadi hilang tanpa persiapan matang. Dibutuhkan langkah konsisten untuk

memenuhi syarat bonus demografi agar keadaan tersebut benar-benar menjadi berkah; bukan justeru menuai petaka. Bonus demografi berpijak pada asumsi bahwa semakin rendah rasio ketergantungan usia tidak produktif terhadap usia produktif, menjadi peluang yang baik bagi pengembangan ekonomi suatu negara. Terminologi demografi sendiri membatasi usia produktif sebagai usia angkatan kerja dengan skala usia 15-64 tahun; karenanya usia tidak produktif dapat diartikan akumulasi dari usia 0-14 tahun dan usia di atas 65 tahun. Tidak diperoleh informasi tentang tolak ukur yang digunakan untuk mengklasifikasikan skala di atas sebagai usia produktif dan usia tidak produktif. Asumsi yang lazim dijelaskan adalah, usia 0-14 tahun merupakan usia penduduk belum bekerja; sebaliknya, usia di atas 65 tahun dianggap tidak produktif lagi untuk bekerja. Melihat beberapa fakta di lapangan, asumsi di atas bolehjadi tidak begitu tepat. Menurut data Komnas Perlindungan Anak (KPA) misalnya, terdapat 6,5 juta pekerja anak di Indonesia pada tahun 2009; 2,1 juta di antaranya bekerja di lingkungan terburuk. Angka itu jelas mengacaukan asumsi demografi mengenai angkatan kerja, sebab rasio pekerja anak sudah mencapai 5,71 persen dari total usia angkatan kerja pada tahun 2009 yang mencapai 113,83 juta jiwa (Sumber: PUSKAPOL FISIP UI). Belum lagi diperhitungkan jumlah pekerja lanjut usia (lansia). Berdasarkan data statistik tahun 2014, jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03 persen dari total penduduk pada tahun itu. Hampir separuh dari penduduk lansia Indonesia masih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, rasionya mencapai 47,48 persen. Ironisnya, hanya 3,35 persen di antara mereka yang mengecap pekerjaan kerah putih, sebagian besar merupakan pekerja kerah biru dengan rasio 74,10 persen; dan sebagian yang lainnya merupakan pekerja kerah abu-abu dengan rasio 23,61 persen (Sumber: BPS). Keadaan di atas membuat rasio ketergantungan (dependency ratio) dalam asumsi demografi menjadi semakin bias, sebab tidak lagi jelas konsep siapa bergantung kepada siapa. Biasnya asumsi tersebut pada gilirannya menjadi ancaman bagi peluang pemanfaatan bonus demografi Indonesia yang diprediksi menemukan titik puncak kurang dari satu dekade ke depan. Mengingat bonus demografi berpijak pada rasio ketergantungan, angka pengangguran dan kesempatan kerja menjadi lazim diperhitungkan untuk mencapainya. Usia angkatan kerja sendiri diperkirakan sebesar 125,44 juta jiwa berdasarkan catatan BPS bulan Agustus tahun 2016. Angka itu terdiri dari 118,41 juta jiwa penduduk bekerja, dan 7,03 juta jiwa pengangguran (Sumber: BPS). Berdasarkan angka tersebut, tingkat kesempatan kerja boleh dianggap cukup tinggi; mencapai 94,40 persen yang berarti 94 orang dari 100 angkatan kerja dapat diserap dengan ketersediaan lapangan kerja. Meski demikian, ada asumsi bahwa angka ideal pengangguran semestinya berada pada level 3 persen; sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,61 persen, yang berarti setiap 100 angkatan kerja di Indonesia, terdapat 5-6 orang pengangguran. Data-data di atas pada gilirannya melahirkan kegamangan tersendiri untuk mengukur besarnya manfaat bonus demografi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika bonus demografi diharapkan mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi, faktanya justeru tidak berbanding lurus dengan harapan itu. Indikator

yang paling lazim digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah produk domistik brutto (PDB); sejak 2010 tahun yang dianggap sebagai gerbang bonus demografi Indonesia itu nyatanya menunjukkan tren menurun hingga periode tertentu. Merujuk kajian BAPPENAS berjudul: Perekonomian Indonesia Tahun 2016: Prospek dan Kebijakan, ekonomi Indonesia berdasarkan PDB pada tahun 2010 diketahui tumbuh sebesar 6,4 persen. Sebagai tahun yang dianggap gerbang bonus demografi oleh beberapa pihak, pertumbuhan tersebut cukup menggembirakan mengingat pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya hanya berada pada angka 4,7 persen. Keadaan tersebut bolehjadi telah diamini sebagai pembuktian manfaat bonus demografi bagi pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, pembuktian itu segera pupus melihat pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya. Sejak 2010 hingga 2015, perekonomian Indonesia secara perlahan mengalami penurunan hingga ke titik 4,8 persen. Betapapun keadaannya mulai membaik pada tahun 2016 dengan pertumbuhan 5,02 persen; angka itu tidak secara otomatis mampu menepis keraguan terhadap peluang bonus demografi mengingat pertumbuhan ekonomi dalam rentang lima tahun sebelumnya. Upaya Optimalisasi Sebagaimana disinggung pada deskripsi terdahulu, bonus demografi tidak lebih dari sebuah konsep yang hanya akan ideal jika memenuhi sejumlah syarat. Pada kenyataannya tidak semua pihak memandang optimis manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi. Bonus demografi pada gilirannya berlaku sebagai pisau bermata dua, menguntungkan jika syaratnya terpenuhi; atau malah menjadi beban karena ketidaksiapan menghadapinya.

Biar bagaimanapun petaka itu sudah terlanjur datang, karenanya yang harus dilakukan adalah optimalisasi manfaat agar petaka itu bisa dirubah menjadi berkah. Merujuk policy memo untuk mengambil manfaat bonus demografi Indonesia yang diterbitkan UNFPA, paling tidak ada tiga aspek yang patut dipertimbangkan, yaitu: ketersediaan lapangan kerja; tabungan; dan sumber daya manusia (Sumber: UNFPA). Kalau melihat angka kesempatan kerja yang telah mencapai 94,40 persen sebagaimana pernah disinggung sebelumnya, Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk mengoptimalkan manfaat bonus demografi bagi pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan kondisi itu, tingkat pengangguran sejak 2011-2016 juga memperlihatkan tren menurun dari angka 7,48 persen menjadi 5,61 persen rasionya terhadap jumlah angkatan kerja (Sumber: Databooks). Betapapun demikian, penting diingat bahwa Indonesia menempati posisi ketiga tingkat pengangguran tertinggi di Asia Tenggara (Sumber: Databooks); kondisi tersebut harus dijadikan sebagai warning untuk melahirkan berbagai kebijakan yang mampu menyerap tenaga kerja baru. Selain itu, bonus demografi juga menghendaki partisipasi angkatan kerja perempuan yang sejatinya masih sangat rendah di Indonesia jika dibandingkan dengan partisipasi angkatan kerja laki-laki (Sumber: BPS). Dalam hal persaingan tenaga kerja, kualitas sumber daya manusia pada gilirannya menjadi penting dipertimbangkan. Jika melihat statistik pendidikan penduduk Indonesia usia kerja pada tahun 2015, kondisinya cukup ironis; 25,98 persen dari 186,1 juta penduduk usia 15 tahun ke atas hanya berpendidikan SD; 21,97 persen berpendidikan SLTP; dan 12,49 persen tidak tamat SD (Sumber: Databooks). Kondisi ini menunjukkan bahwa pasokan tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh tenaga kerja dengan kualitas pendidikan yang relatif rendah. Kualitas sumber daya manausia termasuk pendidikan tentunya akan mempengaruhi daya saing di pasar kerja. Kondisi inilah yang semestinya disadari untuk mempersiapkan tenaga kerja yang benar-benar memiliki daya saing. Pada kenyataannya, menjadi semacam hal yang dimaklumi bahwa persaingan tenaga kerja di Indonesia justeru bertolak pada isu pribumi vs non pribumi, mental tersebut pada gilirannya mengabaikan kualitas sebagai syarat mutlak yang dituntut dunia kerja. Berbicara mengenai lapangan kerja juga semestinya tidak bersifat pasif, tapi menghendaki partisipasi masyarakat untuk aktif mendorong terbukanya lapangan kerja melalui ekonomi kreatif. Dalam hal ini, pemerintah dituntut untuk merumuskan kebijakan yang mampu mendorong tumbuhnya iklim ekonomi kreatif melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Penutup Berdasarkan uraian singkat di atas, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bonus demografi hanya satu rumus untuk menjadikan ledakan penduduk bermanfaat bagi perekonomian. Jika penggunaan rumus itu tepat, manfaatnya akan diperoleh sehingga keadaan demografi bisa dianggap bonus karena mampu menuai berkah. Sebaliknya, jika penggunaan rumus itu keliru, keadaannya justeru menjadi petaka.

Bonus demografi juga berarti kerjasama yang baik. Betapapun pemerintah berupaya untuk optimal mendorong termanfaatkannya bonus demografi, tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat dengan cara merubah watak dan mentalnya, bonus demografi akan jauh dari kata berhasil.