KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

Transkripsi

1 KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah penduduk terus bertambah pada tingkat pertumbuhan yang rendah. Struktur umur berubah setelah tingkat kelahiran menurun, menciptakan sejumlah besar penduduk usia kerja. Perubahan struktur umur ini dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan, apalagi bila tidak diantisipasi. Dengan pendekatan siklus kehidupan, penduduk dapat dibagi kedalam empat kelompok: penduduk muda (usia 0-14 tahun), pemuda (15-24 tahun), penduduk usia kerja (25-59 tahun), dan penduduk tua (usia 60 tahun keatas). Setiap tahapan ini berdampak pada dimensi pembangunan (ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan) secara berbeda. 1. RASIO KETERGANTUNGAN DAN BONUS DEMOGRAFI Penurunan tingkat kelahiran dan kematian mengakibatkan perubahan struktur umur penduduk Indonesia. Dampak dari transisi demografi ini terlihat dari penurunan persentase penduduk muda (usia 0-14 tahun) dari 44 persen dari total penduduk di tahun 1971 (awal diberlakukannya Program KB) menjadi 36,6 persen pada tahun 1990; 28,9 persen tahun 2010; dan diharapkan terus turun menjadi 22,4 persen pada tahun Meskipun kelahiran menurun, jumlah seluruh penduduk muda usia 0-14 tahun terus bertambah karena jumlah ibu yang semakin banyak. Meskipun rata-rata perempuan Indonesia hanya memiliki dua atau tiga anak, besarnya jumlah Wanita Usia Subur (WUS) menyebabkan banyaknya jumlah bayi yang dilahirkan. Sehingga jumlah anak usia 0-14 tahun masih sangat besar. Sementara penurunan kematian bayi berperan dalam meningkatkan usia harapan hidup. Transisi struktur umur penduduk di Indonesia berdampak serius pada peningkatan permintaan pelayanan dasar, meliputi: kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan potensi kerusakan lingkungan. Rasio ketergantungan adalah jumlah penduduk usia nonproduktif per 100 penduduk usia produktif. Angka ini menunjukkan berapa banyak penduduk usia nonproduktif yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif. Kebalikan dari rasio ketergantungan adalah rasio pendukung (support ratio). Rasio ini memperlihatkan berapa banyak penduduk usia produktif yang menanggung seorang 1

2 penduduk usia nonproduktif. Jadi rasio pendukung didefinisikan sebagai jumlah penduduk usia produktif dibanding jumlah penduduk usia nonproduktif. Tabel 1. Tren Rasio Ketergantungan di Indonesia Tahun Periode setelah penurunan rasio ketergantungan penduduk muda yang diasosiasikan dengan pertumbuhan ekonomi disebut bonus demografi pertama (Lee & Mason 2006). Bonus demografi tidak serta-merta mendorong pertumbuhan ekonomi. kebijakan yang tepat harus diterapkan untuk memanen keuntungan dari bonus demografi ini. Indonesia harus bersungguh-sungguh berinvestasi pada pembangunan sumber daya manusia dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Indonesia juga harus menyediakan peluang kerja untuk memastikan bahwa penduduk usia kerja terserap dalam pasar kerja dan memperoleh penghasilan yang layak. Sedikitnya jumlah penduduk usia muda yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif memberikan kesempatan bagi masyarakat suatu wilayah untuk menabung lebih banyak. Tabungan yang lebih banyak ini akan memungkinkan untuk melakukan investasi tambahan sehingga perekonomian dapat tumbuh lebih pesat. Dalam kondisi ini, Lee dan Mason (2006) tidak semata menerjemahkan bonus demografi pertama berdasar rendahnya rasio ketergantungan, melainkan juga berdasar pada pertumbuhan GDP. Namun tingginya konsumerisme di kalangan masyarakat saat ini, disertai kemudahan memperoleh kredit dan berhutang dengan kartu kredit, dan kemudahan untuk melakukan investasi di luar negeri sebagai dampak globalisasi membuat kita mempertanyakan apakah penurunan rasio ketergantungan menyebabkan tabungan masyarakat makin bertambah. Bonus demografi kedua di Indonesia dapat terjadi apabila orang yang lebih tua berumur panjang dan sehat, mandiri, serta produktif, sehingga berkontribusi 2

3 terhadap pertumbuhan GDP. Lee dan Mason (2006) mengemukakan bahwa indikator terjadinya bonus demografi kedua adalah juga pertumbuhan GDP. Berdasar definisi ini, Indonesia telah mengalami bonus demografi pertama sejak tahun 1970 saat rasio ketergantungan penduduk mudanya mulai menurun dan GDPnya meningkat. Perlu diperhatikan bahwa batasan usia dalam definisi rasio ketergantungan dapat diperdebatkan. Batasan rasio ketergantungan penduduk muda yang berusia kurang dari 15 tahun bisa jadi terlalu muda, karena wajib belajar di Indonesia lamanya 12 tahun. Nyatanya, anak-anak masih sangat tergantung secara ekonomi kepada orangtuanya hingga ia berusia 18 tahun. Apalagi orangtua saat ini berharap anak-anaknya sekolah hingga ke perguruan tinggi sehingga memerlukan tambahan biaya pendidikan untuk setidaknya empat tahun lagi, atau hingga usia 22 tahun. Oleh karena itu, batasan rasio ketergantungan muda sebenarnya lebih dekat ke usia 25 tahun. Disisi lain, batasan usia untuk rasio ketergantungan penduduk tua di Indonesia perlu didefinisikan kembali. Hal ini dikarenakan meningkatnya derajat kesehatan di Indonesia menyebabkan lansia panjang umur dan sehat sehingga masih produktif meskipun usianya sudah mencapai 65 tahun. Batasan usia tua dapat didefinisikan ulang menjadi 70 tahun keatas. Dengan demikian, batasan usia produktif dapat didefinisikan ulang menjadi tahun. Lebih lanjut, tidak semua penduduk usia produktif itu bekerja dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatannya. Penduduk miskin bisa saja bekerja, namun dengan upah rendah sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan mereka. Sebagian penduduk usia produktif bisa jadi tidak bekerja atau tidak produktif karena kondisi fisik mereka yang lemah dan sakit-sakitan. Singkatnya, rasio ketergantungan harus dilihat sebagai konsep dinamis dengan batasan usia yang bisa berubah seiring perubahan kualitas penduduk. Faktor seperti perubahan pendidikan dan kesehatan akan mempengaruhi batasan usia. Artinya, rasio ketergantungan dan semua konsep turunannya merupakan ukuran kasar dari beban penduduk terhadap ekonomi. Berdasar proyeksi resmi tahun dari Bappenas, BPS, dan UNFPA (2013), dengan menggunakan definisi yang telah disepakati, jendela kesempatan Indonesia telah terbuka pada tahun 2010 dengan rasio ketergantungan kurang dari 3

4 50. Rasio ketergantungan ini diproyeksikan akan terus dibawah 50 hingga tahun 2035, dan akan tetap demikian hingga 10 tahun kedepan, untuk kemudian meningkat diatas 50 setelah tahun Adioetomo (2005) mengikuti konsep batasan umur yang disepakati oleh dunia internasional. Ia mendefinisikan bonus demografi sebagai saat ketika rasio ketergantungan total menurun secara terus-menerus hingga saat ketika rasio tersebut mulai meningkat. Dengan definisi ini, Adioetomo (2005) memperkirakan bonus demografi akan terjadi di Indonesia pada kurun waktu yang singkat antara tahun Apapun interpretasi yang digunakan untuk menghitung rasio ketergantungan dan memperkirakan bonus demografi, Indonesia hanya memiliki sedikit waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi bonus demografi sebelum akhirnya bonus ini berlalu begitu saja. Bonus demografi haruslah dimanfaatkan untuk menghasilkan pembangunan berkelanjutan. Investasi dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan sangat penting, begitu pula kebijakan yang mendukung penurunan angka kelahiran perlu didukung untuk membuka jendela kesempatan dalam waktu yang lebih lama. Kegagalan dalam memanfaatkan bonus demografi akan menghasilkan pengangguran dan eksploitasi sumber daya yang ada untuk membiayai penduduk lansia yang jumlahnya bertambah besar pasca bonus demografi. Potensi bonus yang tidak diantisipasi dan dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi krisis demografi yang akan mengacaukan peluang Indonesia untuk melakukan pembangunan berkelanjutan (Adioetomo 2005). 2. PENDUDUK MUDA (KURANG DARI 15 TAHUN) Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Indonesia menurut Kelompok Umur Spesifik Tahun

5 Investasi pendidikan dan kesehatan bagi kelompok umur ini akan berpengaruh pada produktivitas tenaga kerja di masa mendatang, dan menentukan kesejahteraan penduduk lansia di masa depan. Investasi kesehatan dan pendidikan pada kelompok ini memastikan pembangunan berkelanjutan. Tabel 3. Persentase Penduduk Usia Kurang dari 15 Tahun, Salah satu upaya memastikan terlahirnya generasi berkualitas pada tahun 2030 adalah dengan mengupayakan agar pasangan muda menikah pada usia ideal dan memiliki kesehatan, pendidikan, dan nutrisi yang baik. Hal ini dapat dilakukan melalui Program Bina Keluarga Balita (BKB) dimana orangtua diberikan pemahaman 5

6 mengenai asupan gizi yang dibutuhkan, serta pola asuh yang baik yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 3. PEMUDA (USIA TAHUN) Gambar 1. Jumlah dan Persentase Pemuda Indonesia Jumlah pemuda saat ini sangat banyak sebagai dampak dari penurunan tingkat kelahiran dan kematian di masa lalu. Besarnya jumlah pemuda ini selain merupakan keuntungan, apabila mereka terserap dalam pasar kerja dan memperoleh penghasilan yang layak, juga memberikan tantangan tersendiri bagi negara dan masyarakat, bila tingkat pendidikan rendah dan tidak terserap dalam pasar kerja. Dapat timbul berbagai permasalahan sosial dan kriminalitas. 6

7 Tabel 4. Persentase Penduduk Usia Tahun di Indonesia, PENDUDUK USIA KERJA (USIA TAHUN) Penduduk usia kerja adalah penduduk yang mencari nafkah dan diharapkan akan mengumpulkan aset dan tabungan untuk digunakan setelah mereka pensiun. Namun daya jual mereka dapat menurun setelah 35 tahun berada di pasar kerja sebagai akibat dari penurunan kesehatan dan keterampilan yang mereka miliki. Oleh karena itu, agar dapat terus menanggung beban penduduk usia nonproduktif, kelompok usia ini perlu terus-menerus meningkatkan keterampilan mereka dan bergaya hidup sehat. 7

8 Tabel 5. Penduduk Usia Tahun, Ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di pasar kerja, baik dalam hal jumlah maupun pendapatan. Hal ini tidak lepas dari adanya diskriminasi di masa lalu yang mengakibatkan laki-laki dapat mengecap tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding perempuan. Upaya peningkatan keterampilan melalui pendidikan membuka pintu kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Produktivitas dan penghasilan yang tinggi memungkinkan mereka untuk membeli aset dan menabung untuk masa pensiunnya kelak, sehingga meskipun nantinya mereka telah lansia, mereka masih memiliki dana untuk membiayai kehidupannya sendiri. 8

9 5. PENDUDUK TUA (60 TAHUN KEATAS) Penurunan kelahiran mengubah struktur umur penduduk. Di saat yang sama dengan penurunan kelahiran, terjadi pula penurunan kematian dan peningkatan usia harapan hidup. Hal ini mengakibatkan bertambahnya persentase penduduk usia tua (diatas 60 tahun). Pertambahan persentase dan jumlah absolute penduduk lansia ini perlu disikapi dengan meninjau kembali peranan dan kontribusi yang dapat mereka berikan dalam pembangunan berkelanjutan. Tabel 6. Persentase Penduduk Tua di Indonesia Tahun Batasan usia pensiun di Indonesia saat ini adalah 55 tahun untuk sektor swasta, 58 tahun bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan dapat mencapai 70 tahun untuk jenis pekerjaan tertentu seperti profesor di universitas. Sayangnya, rendahnya Usia Harapan Hidup (UHH) di masa lalu menyebabkan banyaknya lansia yang tidak sempat menikmati masa pensiun karena telah meninggal dalam usia kerja. Tabel 7. Peraturan Usia Pensiun PNS di Indonesia dan Rata-Rata UHH 9

10 Yang menarik adalah bahwa meskipun UHH telah meningkat, batasan usia pensiun tetap tahun. Akibatnya banyak penduduk lansia yang nantinya tidak produktif dalam waktu lama. Menyikapi hal ini, pemerintah perlu meninjau ulang peraturan mengenai batasan usia pensiun dan mendefinisikan kembali usia tua. Pemerintah juga perlu membuat kebijakan dalam hal jaminan sosial kesehatan bagi penduduk lansia. (ypi) 10