V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. DESKRIPSI UMUM 4.1 Deskripsi SMP Tamansiswa 4.2 Karakteristik Responden

BAB VI EMPATI REMAJA TERHADAP KEMISKINAN SEBAGAI AKIBAT TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

II. PENDEKATAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN

Keterangan: ** berhubungan sangat nyata pada (p <0,01) * berhubungan nyata pada (p <0,05)

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2009

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. secara purposive sampling. Dalam analisa data ini peneliti menggunakan label

KETERDEDAHAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT KELUARGA BERENCANA VERSI SHIREEN SUNGKAR DAN TEUKU WISNU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin - Tempat tinggal -

BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

EFEK BERITA KRIMINAL TERHADAP PERILAKU KHALAYAK REMAJA (KASUS SMP TAMANSISWA, JAKARTA PUSAT) Virgin Valentine H.

HUBUNGAN PERILAKU MENONTON DAN KEPUASAN MENONTON REPORTASE INVESTIGASI

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINGKAT KESUKAAN PADA IKLAN MARJAN

BAB VI MOTIVASI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI

PERILAKU RER/IAJA TAHAP AWAL DALAM MENONTON TELEVISI DAN UNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN WAKTU MEREKA UNTUK KEGIATAN SEmRI-NARI

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Tayangan Berita Liputan 6 Siang di SCTV

BAB I PENDAHULUAN. konteks-konteks lainnya, yaitu organisasi, publik, kelompok, dan interpersonal.

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak mantap. Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999: 118) secara psikologis masa

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

KUESIONER SURVEI PERILAKU MENONTON DAN PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP PROGRAM JELAJAH DI TRANS TV. : (diisi oleh peneliti)

BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY)

BAB V PROFIL KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS DI TRANS TV

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

METODE Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah

RESUME PRAKTEK PENELITIAN KOMUNIKASI HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON PROGRAM KUTHANE DEWE DENGAN TINGKAT PEMAHAMAN ISI BERITA YANG DIDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII PERSEPSI KHALAYAK MAHASISWA TERHADAP PROGRAM ACARA TELEVISI REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI DI TRA S TV

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah pemirsa iklan obat bebas di televisi yang

Lampiran 1. Panduan Pertanyaan

PENDEKATAN TEORETIS. Tinjauan Pustaka

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Trans TV

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ANGGOTA KOMUNITAS DAN DINAMIKA KELOMPOK DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perilaku yang berbeda. Informasi yang disajikan memberi peluang bagi produsen

Nanda Agus Budiono/ Bonaventura Satya Bharata, SIP., M.Si

BAB VI KETERDEDAHA KHALAYAK MAHASISWA TERHADAP PROGRAM REALITY SHOW JIKA AKU ME JADI

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Secara umum kebiasaan menonton sinetron di SMP Negeri 5 Bandung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketika mendengar Berita Kriminal Sergap di RCTI, sekilas. dan penjelasan yang panjang sehingga membuat pendengar atau pemirsa

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

HASIL. Karakteristik Remaja

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi data hasil pengamatan. data yang diperoleh melalui kuesioner.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V ANALISA DATA PENELITIAN

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

KUESIONER. 1. Bacalah setiap pertanyaan dibawah ini dengan teliti dan baik. 2. Jawablah pertanyaan dengan jujur dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Hampir setiap rumah memiliki televisi. Tidak jarang kegiatan lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media yang potensial sekali, tidak saja untuk

BAB VII HUBUNGAN TINGKAT KETERDEDAHAN DENGAN EFEKTIVITAS IKLAN LAYANAN MASYARAKAT

BAB VI KESADARTAHUAN DAN PREFERENSI RESPONDEN PADA IKLAN PRODUK SIRUP MARJAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri penyiaran di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membuat pemirsanya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Konsumen

MOTIF DAN KEPUASAN AUDIENCE TERHADAP PROGRAM ACARA SEKILAS BERITA DI BANTUL RADIO 89.1 FM YOGYKARTA YUNIATI PATTY / YOHANES WIDODO

Skripsi. oleh Mario Yohakim Prayanto

PENDAMPINGAN ORANGTUA DENGAN AKTIVITAS ANAK MENONTON TELEVISI

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu siswa usia tahun. Peneliti mengambil

Modul ke: Produksi Berita TV. Daya Pengaruh Siaran TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di dalamnya baik itu pendidikan dasar maupun pendidikan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai individu dan anggota masyarakat mempunyai berbagai

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

ABSTRACT. advertisement exposure on SCTV with the buying interest s students of

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, sehingga munculah berbagai alat sebagai hasil pemanfaatan ilmu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman saat ini telah ditandai adanya proses Globalisasi. kemudian berkembang menjadi teknologi dan informasi.

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi jenis berita kriminal, fekuensi menonton, dan durasi menonton. 5.1.1 Jenis Berita Kriminal Jenis berita kriminal adalah kemasan pesan atau format siaran berita kriminal yang ditonton di televisi. Jenis berita kriminal yang ditonton responden meliputi berita langsung, berita mendalam, ataupun berita langsung dan mendalam. Data sebaran responden menurut jenis berita kriminal dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Jenis Berita Kriminal yang Ditonton Jenis Berita Kelas (orang) Total siswa Kriminal Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4 (orang) Tidak Menonton 1 (33) - 1 (33) 1 (33) 3 (5) Berita langsung 5 (23) 4 (18) 6 (27) 7 (32) 22 (38) Berita mendalam - - 2-2 (4) Berita langsung dan 9 (29) 11 (36) 5 (16) 6 (19) 31 (53) mendalam Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Berdasarkan Tabel 11 diketahui sebaran jenis berita kriminal yang ditonton oleh responden beragam antar kelas 8. Data pada Tabel 11 mengungkapkan bahwa responden tidak mempunyai preferensi khusus terhadap jenis berita kriminal yang ditonton. Sebagian besar responden (53%) menonton seluruh jenis berita kriminal (langsung dan mendalam). Hanya 42 persen yang menonton salah satu jenis berita kriminal. Sebanyak tiga persen tidak pernah menonton berita kriminal. Perbedaan pemilihan jenis berita kriminal di televisi ditentukan karena adanya kesempatan yang berbeda diantara responden saat 40

menonton televisi. Kesempatan tersebut meliputi jam tayang siaran berita, maupun waktu luang yang digunakan untuk menonton televisi. Responden yang memilih menonton berita kriminal langsung saja, cenderung menyukai berita langsung yang menyajikan berita dengan kasus-kasus yang beragam sehingga memberikan banyak informasi mengenai kasus-kasus tindak kriminal. Responden yang menyukai berita mendalam karena berita tersebut dikupas secara mendalam disertai reka adegan atau ilustrasi kasus yang menggambarkan kronologis peristiwa kriminal, sehingga tayangan lebih seru. Responden yang menonton berita langsung dan mendalam, memilih berita tersebut karena banyak jenis berita kriminal yang ditonton maka semakin banyak informasi yang mereka dapatkan mengenai tindak kriminal. Sebanyak tiga persen yang tidak pernah menonton berita kriminal, beranggapan bahwa menonton berita kriminal merupakan hal yang membosankan, tayangannya yang tidak menarik, dan tidak penting diketahui. 5.1.2 Frekuensi Menonton Kekhawatiran banyak orang tentang keterdedahan berita kriminal di kalangan remaja tidak mampu membendung keinginan responden untuk menonton berita kriminal. Di dalam keterbatasan waktu karena tersita waktu sekolah ternyata responden masih termasuk sering menonton berita kriminal di televisi. Data sebaran responden menurut ferekuensi menonton dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Frekuensi Menonton Berita Kriminal di Televisi Frekuensi Kelas (orang) Total siswa menonton Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4 (orang) Tidak pernah 1 (33) - 1 (33) 1 (33) 3 (5) Jarang (1-5 kali/minggu) 2 (22) 1 (12) 4 (44) 2 (22) 9 (16) Sering (>5 kali/minggu) 12 (26) 14 (30) 9 (20) 11 (24) 46 (79) Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase 41

Data Tabel 12 mengungkapkan bahwa sebanyak 46 persen responden sering menonton berita kriminal di televisi dengan frekuensi lebih dari lima kali perminggu. Hal ini dapat dipahami keseluruhan responden memiliki waktu luang diatas lima jam perhari sepulang dari sekolah. Dan sebagian besar responden menghabiskan waktu selama 3-5 jam perhari dalam menonton televisi. Sehingga responden memiliki variasi program acara yang ditonton, begitu pula saat menonton berita kriminal di televisi. 5.1.3 Durasi Menonton Durasi menonton merupakan lama waktu remaja melihat dengan cermat siaran berita kriminal di televisi. Data sebaran responden menurut durasi menonton dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Durasi Menonton Berita Kriminal di Televisi Durasi menonton Kelas (orang) Total siswa Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4 (orang) Tidak lengkap (<15 6 (27) 7 (32) 1 (5) 8 (36) 22 (38) menit/tayangan) Lengkap 15-25 menit/tayangan) 9 (32) 8 (29) 5 (18) 6 (21) 28 (48) Sangat lengkap (>25 menit) - - 8-8 (14) Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang menonton berita kriminal di televisi dengan durasi tidak lengkap (< 15 menit/tayangan) dan lengkap (15-25 menit/tayangan) memiliki proporsi yang tidak terpaut jauh. Hal ini berarti, sebagian besar responden menonton dengan durasi yang cukup, hanya sebatas untuk mengetahui informasi tanpa harus memperhatikan apakah seberapa dalam isi berita kriminal. Sebanyak 86 persen menyatakan bahwa menonton berita kriminal dianggap sebagai aktivitas selingan atau hanya sekedar iseng saat menganti saluran televisi. Selain itu, menonton berita kriminal dengan durasi lengkap akan memberikan kepuasan akan informasi mengenai kasus-kasus kriminalitas, sekaligus keadaan lingkungan sekitar. Terutama untuk memahami lebih dalam 42

akan kasus-kasus tindak kriminal, sehingga membuat mereka lebih paham akan kondisi di lingkungan sekitar dan membuat mereka lebih waspada akan tindak kriminal di sekitar. 5.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keterdedahan Khalayak Dua faktor yang berpotensi berhubungan dengan keterdedahan khalayak yakni karakteristik individu (umur, jenis kelamin, prestasi akademis, dan motif menonton), dan karakteristik lingkungan sosial (jenis pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pengawasan orangtua). Kedua faktor tersebut terhadap keterdedahan khalayak remaja akan dijelaskan pada uraian berikut. 5.2.1 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keterdedahan Khalayak Remaja Variabel-variabel yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Salah satu variabel tersebut adalah karakteristik individu. Hasil pengujian hubungan antara karakteristik individu dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi disajikan secara ringkas pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keterdedahan Khalayak Remaja pada Berita Kriminal di Televisi. Keterdedahan Khalayak Karakteristik Jenis berita kriminal Frekuensi menonton Durasi menonton Individu Koefisien p-value Koefisien p-value Koefisien p-value (χ²) (χ²) (χ²) Umur 4.390 0.222 0.613 0.736 0.855 0.652 Jenis kelamin 2.547 0.467 0.444 0.801 3.126 0.210 Prestasi 2.595 0.858 1.349 0.853 3.919 0.417 akademis di kelas Motif 12.353* 0.055 1.826 0.768 3.278 0.512 menonton C = 0.419 Keterangan : * : berhubungan Nyata pada α = 10% Ada hubungan antara karakteristik individu dengan keterdedahan khalalayak, seperti yang dikemukakan pada hipotesis penelitian ini. Hasil pengujian korelasi membuktikan bahwa hipotesis tersebut tidak terbukti. Secara 43

umum karakteristik responden tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak pada berita kriminal di televisi, baik terhadap jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, maupun durasi menonton. Artinya tidak ada perbedaan dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton dan durasi menonton diantara responden yang berbeda umur, jenis kelamin, dan prestasi akademik. Namun hanya motif menonton yang menunjukkan hubungan yang nyata (p<0,1) terhadap jenis berita yang ditonton, tetapi tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menonton. Hal ini menunjukkan bahwa motif menonton responden akan menentukan pilihan jenis berita kriminal yang ditonton. Hubungan antara masing-masing karakteristik individu dengan keterdedahan khalayak remaja dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut : 1. Hubungan Umur dengan Keterdedahan Khalayak Umur tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang berusia 13 tahun dan 14 tahun dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Hal ini berbeda dengan penelitian Suangga (2004), Remaja yang telah memasuki umur 14 tahun memiliki persepsi yang negatif terhadap berita kriminal. Artinya pada kisaran umur 14 tahun, remaja yang menonton berita kriminal menjadikan media pembelajaran akan kejahatan, hal ini menunjukkan adanya responden memiliki keterdedahan yang tinggi dalam hal memahami kriminalitas. Penelitian ini membuktikan bahwa responden pada kisaran umur 13-14 memiliki preferensi terhadap tayangan televisi hampir sama. Responden cenderung menonton jenis berita kriminal yang sama dengan teman-teman sebaya, sebagai bentuk penerimaan sosial akan sekitarnya. Begitu pula umur pada kisaran 13-14 tahun menunjukkan bahwa responden memiliki frekuensi menonton berita kriminal dan durasi menonton yang relatif sama. Tidak adanya perbedaan yang signifikan mengenai keterkaitan umur dengan keterdedahan khalayak pada berita kriminal disebabkan karena responden 44

dalam satu angkatan tahun ajaran, tentunya memiliki waktu dan aktivitas yang relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa faktor umur tidak mampu menentukan keterdedahan khalayak akan berita kriminal di televisi. 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keterdedahan Khalayak Jenis kelamin tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Hasil penelitian Suangga (2004) mengenai persepsi remaja pedesaan terhadap tayangan berita kriminalitas di televisi menjelaskan bahwa umumnya responden laki-laki lebih menyukai jenis berita kriminal di televisi, alasannya menonton berita kriminal di televisi menunjukkan suatu keperkasaan (terlihat gagah), sehingga hal di atas menunjukkan bahwa pada umumnya remaja lakilaki di pedesaan menonton berita kriminal bertujuan untuk mendapatkan pengakuan sosial dari masyarakat. Hasil penelitian ini memaparkan hal yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, responden laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan pilihan jenis berita yang sama, adanya kesamaan selera memilih jenis berita kriminal. Responden penelitian ini termasuk remaja kota, masyarakat kota tidak menuntut di antara laki-laki dan perempuan untuk memiliki peran sosial sesuai harapan mereka termasuk menyangkut jenis tayangan yang ditonton. Responden memiliki preferensi yang sama akan jenis berita kriminal yang ditonton. Aktivitas menonton berita kriminal tidak menuntut mereka untuk mendapatkan pengakuan sosial sebagai peran laki-laki dan perempuan. Selain itu, berdasarkan jawaban responden mengenai alasan menyukai jenis berita kriminal yang ditonton tidak menyinggung soal gender. Responden lebih mengarahkan jawabannya pada manfaat informasi, kemasan berita kriminal, dan kesengajaan menonton berita kriminal. Artinya jenis kelamin bukanlah faktor yang berhubungan dengan jenis berita kriminal yang ditonton. 45

Selain itu, jenis kelamin juga tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menoton berita kriminal. Hal ini menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan relatif sama menggunakan waktunya dalam menonton berita kriminal di televisi, terutama dalam hal menghabiskan waktu responden menonton berita televisi dilihat dari frekuensi dan durasi menonton yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. 3. Hubungan Prestasi Akademis di Kelas dengan Keterdedahan Khalayak Prestasi Akademis di kelas tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi (<5), prestasi akademis tergolong sedang (5-10), dan prestasi akademis tergolong rendah dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Hasil penelitian Lowery & De Fleur dalam Budhiarty (2004) menunujukkan bahwa ada hubungan antara prestasi akademis dengan perilaku menonton berita kriminal. Remaja yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, menonton lebih sedikit acara yang mengandung kekerasan dibanding mereka yang memiliki intelegensi yang rendah. Penelitian Budhiarty (2004) membuktikan hal yang berbeda, prestasi akademis remaja tidak memiliki hubungan nyata dengan perilaku menonton berita kriminal. Hal tersebut disebabkan rendah atau tinggiya tingkat intelektualitas anak tidak menentukan pemilihan jenis berita yang ditonton Penelitian ini memaparkan hal yang sama dengan penelitian Budhiarty (2004). Responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan rendah menunjukkan adanya persamaan preferensi tayangan terutama dalam hal memilih jenis berita kriminal. Hal ini tidak berarti bahwa responden yang memiliki prestasi akademis yang tegolong tinggi akan lebih suka menonton beragam jenis berita kriminal di televisi dibanding responden yang memiliki prestasi akademis tergolong sedang dan rendah. Responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan rendah tidak menunjukkan perbedaan frekuensi menonton dan durasi 46

menonton. Hal ini menunjukkan responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan rendah tidak memberikan prioritas waktu untuk menonton berita kriminal di televisi. 4. Hubungan Motif Menonton dengan Keterdedahan Khalayak Remaja Motif menonton di kelas merupakan bagian karakteristik individu. Jenis motif menonton responden meliputi motif ionformasi, motif interaksi sosial, motif mengisi waktu luang, dan motif hiburan, namun hanya tiga motif (informasi, motif mengisi waktu luang, dan motif hiburan) yang dikaji dalam tabel silang analisis hubungan di bawah ini. Responden tidak memiliki motif interaksi sosial dalam menonton televisi. Tabel silang antara motif menonton dengan jenis berita kriminal dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 15. Tabel Silang Berdasarkan Motif Menonton dan Jenis Berita Kriminal Menurut Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 SMP Tamansiswa Motif Menonton Jenis berita kriminal (orang) χ² C 1 Tidak menonton Berita langsung Berita mendalam Berita langsung dan mendalam Total Siswa (orang) Informasi 2 (7) 8 (29) 0 (0) 18 (64) 28 (48) Mengisi 0 10 0 6 16 waktu luang (0) (62) (0) (38) (28) Hiburan 1 4 2 7 14 (7) (29) (14) (50) (24) Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase * : nilai Chi square dimana p-value berhubungan Nyata pada α = 10% C 1 : Koefisien korelasi Kontingensi 0.40-0.70 berarti hubungan yang cukup berarti 12.353* 0.419 Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa ada hubungan yang nyata antara motif menonton dengan jenis berita kriminal (p<0,1). Nilai koefisien kontigensi yang diperoleh 0.419. Artinya adanya hubungan yang cukup berarti antara motif menonton dengan jenis berita kriminal. Motif menentukan kecenderungan responden memilih jenis berita kriminal yang mereka sukai untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Menurut teori Uses and Gratification, perbedaan motif menonton akan menyebabkan khalayak bereaksi pula pada media, hal ini 47

menunjukkan perbedaan preferensi jenis berita kriminal tergantung pada motif mrnonton responden. Responden yang menonton televisi untuk mencari informasi dan hiburan lebih suka menonton berita langsung dan mendalam, sementara yang hanya mengisi waktu luang lebih tertarik kepada berita langsung. Responden yang memiliki motif informasi dan hiburan memilih jenis berita langsung dan mendalam agar memperoleh beragam informasi mengenai tindak kriminalitas serta memenuhi rasa keingintahuan responden akan lingkungan sekitar dan kemasan berita kriminal yang menarik dan lucu memberikan kenikmatan jiwa (seperti senang, bahagia). Umumnya jenis berita kriminal yang ditonton adalah Sidik Pagi, Tangkap 2, Fakta, TKP, dan Sidik Kasus. Responden yang memiliki motif mengisi waktu luang lebih menyukai berita langsung dengan mempertimbangkan menonton berita kriminal langsung sebagai aktivitas tambahan atau selingan dari pergantian saluran televisi, sehingga responden tersebut tidak memperhatikan pada esensi kasus kriminal, atau bisa dikatakan menonton berita langsung merupakan berita yang praktis dan cepat. Jenis berita kriminal yang biasa ditonton responden adalah TKP, Sergap, Patroli, Tangkap, Tangkap 2, Sidik, dan Sidik Pagi. Tabel 15 juga menunjukkan bahwa ternyata motif menonton hanya berhubungan dengan jenis berita kriminal. Namun, motif menonton tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menonton. Artinya tidak adanya perbedaan diantara responden yang memiliki motif menonton untuk mencari informasi, mengisi waktu luang, dan hiburan dalam hal sering/tidaknya menonton dan lamanya menonton televisi. 5.2.2 Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Sosial dengan Keterdedahan Khalayak Variabel-variabel yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Variabel lainnya adalah karakteristik lingkungan sosial. Hasil pengujian hubungan antara karakteristik sosial dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi dapat di lihat pada Tabel 16. 48

Tabel 16. Hasil Pengujian Hubungan anatara Karakteristik Lingkungan Sosial dengan Keterdedahan Khalayak. Keterdedahan Khalayak Remaja Karakteristik Jenis berita kriminal Frekuensi menonton Durasi menonton Lingkungan Sosial Koefisien (χ²/ r s ) p- value Koefisien (χ²/ r s ) p-value Koefisien (χ²/ r s ) p-value Lokasi Tempat 5.112 1 0.529 1.669 0.796 2.686 0.612 tinggal Lingkungan keluarga Pekerjaan orangtua -Ayah -Ibu 0.783 0.000* 0.786 0.000* 9.868 1 4.069 1 0.438 0.695 Pendidikan orangtua -Ayah -Ibu Pengawasan orangtua 10.562 1 37.359 1 C = 0.620 0.073 2-0.147 2 0.040 2 0.586 0.270 0.767 6.339 1 30.033 C = 0.575-0.052 2-0.140 2 0.019 2 Keterangan : * : berhubungan Nyata pada α = 10; 1 : koefisien Chi square (χ²) ; 2 : Koefisien Rank Spearman (r s) 0.700 0.295 0.890-0.088 2-0.011 2-0.069 2 0.510 0.936 0.605 Hipotesis penelitian ini menduga adanya hubungan antara karakteristik lingkungan sosial dengan keterdedahan khalayak, hipotesis ini tidak terbukti sepenuhnya. Artinya, tidak keseluruhan variabel dapat menunjukkan adanya hubungan. Karakteristik lingkungan sosial meliputi lokasi tempat tinggal dan lingkungan keluarga (pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pengawasan orangtua). Karakteristik sosial seperti pekerjaan orangtua dan pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak, hanya pekerjaan orangtua yang menunjukkan hubungan, yakni pekerjaan ibu. Pekerjaan ibu berhubungan nyata (p<0,1) dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton. Namun tidak berhubungan dengan durasi menonton. Pekerjaan ayah diduga tidak berhubungan dengan jenis berita kriminal, frekuensi menonton dan durasi menonton. Pendidikan orangtua dan pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak pada berita kriminal di televisi, baik terhadap jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, maupun durasi menonton. 49

1. Hubungan Lokasi Tempat Tinggal dengan Keterdedahan Khalayak Lokasi tempat tinggal tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Lokasi tempat tinggal dalam penelitian ini yakni sering/tidaknya terjadi tindak kriminalitas di lingkungan sekitar dan berdasarkan jauh atau dekatnya tempat tinggal responden dari pusat keramaiaan. Menurut penelitian Hirst (Vera, 2007) menyatakan lingkungan setempat yang rawan kekerasan akan menyebabkan khalayak memiliki keterdedahan yang tinggi untuk menonton berita kriminal, sebagai sarana informasi mengenai kondisi di lingkungan sekitarnya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal responden tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja. Artinya, walaupun semakin sering/tidaknya tindak kriminal yang terjadi di lingkungannya ataupun jarak tempat tinggal yang dekat/jauh dengan pusat keramaian tidak menyebabkan responden terdedah mengenai berita kriminal. 2. Hubungan Pekerjaan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak Pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi pekerjaan ayah dan ibu. Pekerjaan ibu diduga berhubungan nyata (p<0.1) dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton. Tabel silang antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton pada tabel selanjutnya. Tabel 17. Tabel Silang Berdasarkan Pendidikan Ibu dan Jenis Berita Kriminal Menurut Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 SMP Tamansiswa Pekerjaan Ibu Mengurus Rumah tangga Karyawan swasta Tidak Menonton 2 (4) Jenis Berita Kriminal (orang) Berita Berita langsung mendalam 19 (39) Berita langsung dan mendalam - 28 (57) Total siswa (orang) 49 (85) - - - 2 2 (3) Wiraswasta - 2 (50) 2 (50) - 4 (7) Buruh 1 (33) 1 (33) - 1 (33) 3 (5) p-value C 0.000 0.620 Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase * : berhubungan Nyata pada α = 10% C : Koefisien korelasi Kontingensi 0.40-0.70 berarti hubungan yang cukup berarti 50

Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal, dengan (p<0,1) dan koefisien kontigensi bernilai 0.620 Artinya adanya hubungan yang cukup berarti antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pekerjaan ibu menentukan responden untuk tidak menonton berita kriminal ataupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam. Pekerjaan ibu responden sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah tangga) menyebabkan responden tidak menonton berita kriminal, maupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tentunya memiliki waktu luang yang banyak untuk bersama anaknya, begitu pula dalam hal menoton berita kriminal di televisi. Begitu pula pekerjaan ibu responden sebagai wiraswasta, buruh, dan karyawan swasta juga menentukan responden untuk tidak menonton ataupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam. Pekerjaan ibu responden berhubungan dengan frekuensi menonton. Hal ini Dapat dilihat Tabel 18 antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton pada tabel selanjutnya. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 Berdasarkan Pendidikan Ibu dan Frekuensi Menonton Pekerjaan Frekuensi Menonton (orang) Total Ibu Tidak Jarang (1-3 Sering siswa p-value C pernah kali/minggu) (>3 (orang) Mengurus Rumah tangga Karyawan swasta 2 (4) 5 (10) kali/minggu) 42 (86) 49 (85) - - 2 2 (3) Wiraswasta - 4-4 (7) Buruh 1 (33) - 2 (67) 3 (5) Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Angka dalam kurung menunjukkan persentase * : berhubungan Nyata pada α = 10% C : Koefisien korelasi kontingensi kurang dari 0.20 berarti hubungan sangat rendah 0.000 0.575 51

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton, dengan (p<0,1) dan koefisien kontigensi bernilai 0.575 Artinya adanya hubungan yang sangat rendah antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton responden. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pekerjaan ibu menentukan responden dalam hal sering/tidaknya menonton berita kriminal di televisi, namun memberikan hubungan lemah. Dapat berati, hal ini tidak keseluruhan jenis pekerjaan ibu ikut menentukan responden dalam hal sering/tidaknya menonton berita kriminal di televisi. Pekerjaan ibu responden sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah tangga) menyebabkan responden tidak pernah menonton berita kriminal, maupun jarang, atau sering menonton berita kriminal. Hal ini dapat dipahami bahwa ibu rumah tangga memiliki banyak waktu luang untuk menonton televisi. Sehingga sering/tidaknya ibu menonton berita kriminal secara langsung berhubungan dengan frekuensi responden menonton berita kriminal. Begitu pula pekerjaan ibu responden sebagai wiraswasta, buruh, dan karyawan swasta juga menentukan responden untuk tidak menonton, jarang ataupun sering menonton berita kriminal di televisi. Pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan durasi menoton responden. Artinya, pekerjaan ibu tidak menentukan seberapa lengkap responden menonton berita kriminal di televisi. Pekerjaan ayah diduga tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Hal ini berarti, pekerjaan ayah tidak menentukan responden dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. 3. Hubungan Pendidikan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak Menurut Lowery dan De Fleur (Budhiarty, 2004) remaja yang memiliki orangtua yang tingkat pendidikannya tinggi, cenderung memiliki sedikit waktu untuk menonton serta menonton lebih sedikit acara yang mengandung adegan kekerasan, khususnya berita kriminal. Penelitian ini membuktikan hal yang berbeda dengan penelitian di atas. Pendidikan tidak berhubungan 52

dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, semakin tinggi atau rendahnya pendidikan orangtua responden tidak menentukan terdedah atau tidaknya responden pada berita kriminal di televisi. Walaupun responden tidak menonton ataupun menonton berita kriminal di televisi, hal ini tidak tergantung pada pendidikan terakhir orangtua responden. 4. Hubungan Pengawasan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak Pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak pernah, jarang, atau seringnya orangtua mengawasi responden menonton televisi tidak menentukan apakah responden semakin terdedah atau tidak terhadap berita kriminal di televisi. Penelitian ini memaparkan hal yang berbeda dengan penelitian Singer (Budhiarty, 2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata kebiasaan menonton televisi dengan tingkat pengawasan orangtua. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan jenis berita kriminal yang ditonton responden, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Hal ini berarti bahwa tingkat pengawasan orangtua tidak menentukan responden dalam hal memilih jenis berita kriminal, pernah/tidaknya menonton berita kriminal, lengkap/tidaknya durasi menonton berita krimial. Ada atau tidaknya peran orangtua dalam mengawasi responden menonton televisi tidak menentukan kecenderungan memilih tayangan televisi yang disukainya atau tidak. Pengawasan orangtua hanya sebatas memberikan arahan atau penjelasan tentang menonton televisi, tetapi tidak menentukan responden terdedah atau tidaknya menonton berita kriminal televisi. 53

5.3 Efek Tayangan Berita Kriminal Efek tayangan berita kriminal di televisi terhadap responden Kelas 8 SMP Tamansiswa yang dikaji meliputi efek kognitif dan afektif. Data sebaran responden berdasarkan efek kognitif dan afektif dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Tingkat Efek kognitif dan Afektif di Kelas 8 SMP Tamansiswa Efek Distribusi (%) Rataan Rendah Sedang Tinggi Skor 1) Kognitif : 1. Persepsi Khalayak Remaja terhadap isi berita kriminal. 2. Pengetahuan teknis akan tindak kekerasan. 3. Penilaian khalayak remaja terhadap realitas Afektif : 1. Perasaan sesudah menonton berita kriminal : Takut Cemas 2. Toleransi akan tindak kekerasan 6 (10) 31 (53) 17 (29) 35 (60) 5 (9) 30 (52) 8 (14) 25 (44) 40 (69) 23 (40) 48 (82) 26 (45) 44 (76) 2 (3) 1 (2) 0 (0) 5 (9) 2 (3) Seluruh Aspek 2.0 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase 1) Rataan skor : 0-0.9 : rendah 1-1.9 : sedang 2-2,9 : tinggi 2.1 2.3 Secara keseluruhan tayangan berita kriminal di televisi menimbulkan efek di kalangan khalayak siswa SMP kelas 8 Tamansiswa pada tingkatan yang sedang (rataan skor 2,0). Skor ini menunjukkan bahwa keterdedahan khalayak pada berita kriminal memunculkan efek pada tingkatan sedang. Efek yang muncul berupa efek kognitif meliputi persepsi khalayak terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Efek afektif meliputi perasaan sesudah menonton berita (takut, cemas) dan toleransi akan tindak kekerasan. Efek yang muncul tersebut hampir seimbang antara efek kognitif dan afektif. Dilihat dari efek kognitif, tayangan berita kriminal di televisi memberikan efek yang paling signifikan pada persepsi responden terhadap isi berita kriminal. Persepsi responden terbentuk berdasarkan pemahaman responden mengenai kriminalitas berdasarkan alur cerita, kemasan, gambar/ilustrasi pada 1.8 2.2 2.0 1.7 2.4 2.0 54

tayangan berita kriminal. Sebanyak 76 persen responden menganggap bahwa dengan adanya alur cerita, kemasan, dan gambar/ilustrasi di dalam tayangan berita kriminal, responden mampu memahami tindak kriminal yang terjadi, sehingga mampu memberikan pemaknaan mengenai kasus-kasus kriminal. Efek kognitif mengenai pengetahuan akan tindak kekerasan ternyata menunjukkan efek yang paling rendah. Sebanyak 53 persen responden tidak memahami mengenai teknis tindak kekerasan seperti gaya berkelahi, penggunaan senjata, dan modus operandi kejahatan. Hal ini dapat dipahami berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah SMP Taman Siswa bahwa rata-rata siswa kelas 8 memiliki intelektualitas menengah ke bawah. Kecenderungan siswa kelas 8 sulit memahami hal-hal yang bersifat teknis mengenai tindak kekerasan. Efek kognitif mengenai penilaian responden berdasarkan realitas termasuk memberikan efek pada tingkatan sedang. Sebanyak 69 persen responden menganggap bahwa apa yang ditonton di televisi mengenai realitas kriminalitas tidak semuanya mewakili kehidupan keseluruhan. Artinya tidak tentu benar bahwa peristiwa apa yang ditayangkan di televisi akan terjadi di lingkungan sekitar responden. Hal ini dapat dipahami, responden tidak terlalu mempercayai apa yang disampaikan media. Apabila dilihat dari efek afektif, tayangan berita kriminal tersebut secara nyata menimbulkan rasa cemas di kalangan responden namun tidak cukup kuat untuk menimbulkan rasa takut. Tidak ada responden yang betul-betul menyatakan takut akibat menonton berita kriminal sementara terdapat 9 persen responden yang menjadi cemas. Efek afektif mengenai toleransi akan tindak kekerasan secara keseluruhan termasuk pada tingkatan sedang. Namun, sebanyak 52 persen responden menunjukkan toleransi akan tindak kekerasan termasuk pada tingkatan rendah. Artinya, efek menonton berita kriminal pada responden yakni menimbulkan rasa empati yang besar terutama kepada korban dan pelaku kejahatan. 5.4 Hubungan Keterdedahan Khalayak dengan Efek Berita Kriminal Keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi adalah beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi. 55

Hasil pengujian hubungan antara keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi dengan efek berita kriminal di televisi secara ringkas dapat di lihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Pengujian Hubungan (r s ) Keterdedahan Khalayak Remaja pada Berita Kriminal di Televisi dengan Efek Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan Efek Berita Kriminal di Televisi Khalayak Efek Kognitif Efek Afektif (1.1) (1.2) (1.3) (2.1) (2.2) (2.3) Jenis berita -0.028 0.217 0.097 0.159 0.033-0.023 kriminal Frekuensi 0.021 0.167 0.095 0.176 0.211 0.268* menonton Durasi -0.044 0.017-0.122-0.119 0.160 0.139 menonton Keterangan : (1.1) Persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal; (1.2) Pengetahuan teknis akan tindak ; (1.3) Penilaian khalayak remaja akan realitas; (2.1) Takut; (2.2) Cemas; (2.3) Toleransi akan tindak kekerasan * : nilai Spearman dimana p-value berhubungan Nyata pada α = 10% Keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi diduga tidak adanya hubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan meliputi persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Terdapat hubungan antara keterdedahan khalayak remaja hubungan dengan efek afektif. Secara spesifik ada hubungan nyata frekuensi menonton (p<0.1) dengan toleransi akan tindak kekerasan. Ada beberapa variabel yang tidak berhubungan antara keterdedahan khalayak remaja dengan efek afektif. 5.4.1 Hubungan Keterdedahan Khalayak dengan Efek Kognitif Penelitian ini memaparkan bahwa tidak adanya hubungan antara keterdedahan khalayak dengan efek kognitif. Hubungan keterdedahan khalayak dengan efek kognitif antara lain meliputi hubungan jenis berita kriminal dengan efek kognitif, hubungan frekuensi menonton dengan efek kognitif, dan hubungan durasi menonton dengan efek kognitif. 56

1. Hubungan Jenis Berita Kriminal dengan Efek Kognitif Jenis berita kriminal tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, jenis berita kriminal yang ditonton responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas. Hal ini dapat dipahami bahwa menonton berita kriminal bukan prioritas tayangan utama yang dipilih responden. Keseluruhan responden lebih cenderung memilih jenis tayangan seperti infotainment, kuis, sinetron, dan komedi sebagai prioritas tayangan yang ditonton, sehingga apapun jenis berita kriminal yang ditayangkan di televisi tidak mampu menentukan bahwa efek yang ditimbulkan yakni persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. 2. Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Kognitif Frekuensi menonton tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, sering/tidaknya responden menonton berita kriminal tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas. Menurut Mazdalifah (1999) adegan kekerasan ditelevisi jika ditonton secara teratur dalam waktu yang panjang akan berpengaruh pada keterdedahan pada pengetahuan anak tentang kekerasan, penumpukkan sikap terhadap perilaku kekerasan. Penelitian ini mengungkapkan hal yang berbeda dengan temuan di atas. Responden yang tidak menonton, jarang, 57

atau sering menonton berita kriminal ternyata tidak memunculkan efek kogntif bagi perilaku khalayak. Hal ini dipahami karena frekuensi menonton tiap minggunya tidak disertai dengan kekonsistenan menonton berita kriminal dengan waktu yang teratur setiap minggunya. Sehingga hal ini, tidak memberikan akumulasi yang berarti pada ranah konitif responden. 3. Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Kognitif Durasi menonton berita kriminal tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, lengkap/tidaknya durasi responden menonton berita kriminal tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas. Hal ini dapat dipahami seberapa lengkap durasi menonton responden dalam menonton berita kriminal ternyata tidak mampu menimbulkan efek kognitif bagi perilaku responden. Kemungkinan hal ini terjadi, karena kurangnya preferensi responden akan berita kriminal disebabkan siaran berita kriminal dianggap sebagai tayangan yang kurang disukai. 5.4.2 Hubungan Keterdedahan Khalayak Remaja dengan Efek Afektif Hubungan antara keterdedahan khalayak dengan efek kognitif. Hubungan keterdedahan khalayak dengan efek kognitif antara lain meliputi hubungan jenis berita kriminal dengan efek afektif, hubungan frekuensi menonton dengan efek afektif, dan hubungan durasi menonton dengan efek afektif. 1. Hubungan Jenis Berita Kriminal dengan Efek Afektif Jenis berita kriminal tidak berhubungan dengan efek afektif secara keseluruhan dengan perasaan sesudah menonton berita kriminal (takut dan curiga) dan toleransi akan tindak kekerasan. Artinya, jenis berita kriminal 58

yang ditonton responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan rasa takut dan curiga, dan memberikan rasa toleransi akan tindak kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap hal yang ditayangkan mengenai tindak kriminalitas bukanlah hal yang penting untuk memuaskan hal-hal yang bersifat kejiwaan/psikologis responden. 2. Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Afektif Frekuensi menonton berhubungan nyata (p<0.1) dengan toleransi akan tindak kekerasan. Tabulasi silang antara frekuensi menonton dengan toleransi akan tindak kekerasan pada tabel selanjutnya. Tabel 21. Jumlah dan Presentase Siswa Kelas 8 Berdasarkan Frekuensi Menonton dengan Toleransi akan Tindak Kekerasan Frekuensi Toleransi akan Tindak Kekerasan Total p- r s Menonton Tidak Tidak Kurang Setuju siswa Value Menonton setuju setuju (%) Tidak pernah 3 - - - 3 (5) Jarang (1-3 - 1 7 1 9 kali/minggu) (11) (78) (11) (16) 0.042 0.268 Sering (>3kali/minggu) - 2 (4) 35 (76) 9 (20) 46 (79) Total 58 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Angka dalam kurung menunjukkan persentase * : berhubungan Nyata pada α = 10% r s : Koefisien korelasi Spearman kurang dari 0.20-0.40 berarti hubungan rendah tetapi pasti Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa ada hubungan antara frekuensi menonton dengan toleransi akan tindak kekerasan, dengan (p<0,1) dan koefisien korelasi bernilai 0.268 Artinya adanya hubungan rendah tetapi pasti antara pekerjaan frekuensi menonton responden dengan toleransi akan tindak kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton atau semakin sering responden menonton berita kriminal di televisi, maka semakin tinggi toleransi responden akan tindak kekerasan. Hal ini berarti, responden yang sering menonton berita kriminal maka rasa empati akan tindak kekerasan terutama terhadap korban dan pelaku kejahatan semakin 59

berkurang. Hal ini diperkuat melalui penelitian Baron (1974), Studi menunjukkan akibat dari banyaknya menonton tayangan kekerasan, orang tidak lagi mudah merasakan penderitaan atau rasa sakit yang dialami orang lain. Media televisi terbukti dapat memberikan efek yang tajam dari tayangan kekerasan terhadap khalayak salah satunya yakni de-sensitization effects, berkurang atau hilangnya kepekaan kita terhadap kekerasan itu sendiri (Pitaloka, 2006). Tidak ada hubungan antara frekuensi menonton dengan rasa takut dan curiga. Artinya, frekuensi menonton berita kriminal tidak menentukan timbulnya efek mengenai rasa takut dan curiga terhadap perilaku responden. 3. Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Afektif Durasi menonton tidak berhubungan dengan efek afektif secara keseluruhan dengan perasaan sesudah menonton berita kriminal (takut dan curiga) dan toleransi akan tindak kekerasan. Artinya, durasi menonton responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan rasa takut dan curiga, dan memberikan rasa toleransi akan tindak kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa responden seberapa lengkap ataupun tidak lengkapnya menonton berita kriminal tidak memberikan efek menyangkut hal-hal yang bersifat kejiwaan/psikologis maupun emosional responden. 60