BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang memadai bagi pengguna lalu lintas. Lalu lintas yang akan dianalisa yaitu pada ruas jalan dan persimpangan. Data yang dipakai adalah data LHR primer (hasil survey) dapat dilihat pada lampiran tugas akhir ini. Untuk menganalisa data yang ada, berpedoman pada buku MKJI 1997 dan menggunakan data lalu lintas pada jam-jam sibuk pada pagi dan sore hari.. Data lalu lintas didapatkan dari hasil survey yaitu pada jam-jam puncak pagi (06.00-08.00), siang (12.00 14.00) dan sore (16.00 18.00). Perhitungan lalu lintas dilakukan dengan menghitung pergerakan pada pos-pos survey yang telah ditentukan dengan interval waktu 15 menit selama 2 jam. Untuk memperoleh arus lalu lintas dalam kend/jam, maka jumlah arus dalam interval 15 menit dijumlahkan sampai 1 jam, kemudian jumlah yang terbesar pada setiap periode waktu adalah jumlah arus lalu lintas dalam kend/jam. Setelah didapatkan arus lalu lintas dalam kend/jam, kemudian dikalikan dengan emp masing-masing jenis kendaraan (HV, LV dan MC) untuk mendapatkan arus dalam smp/jam. Nilai inilah yang menjadi volume jam puncak pada periode waktu pagi dan sore hari. Dari hasil dapat dilihat bagaimana kinerja jalan tersebut pada pagi dan sore hari, sehingga dapat direncanakan bagaimana mengatasi permasalahan yang ada.. 4.2 ANALISA KINERJA RUAS JALAN Ruas jalan yang akan dianalisa terdapat pada sebelah utara persimpangan Terminal Banyumanik (Sukun) dan sebelah selatan persimpangan Terminal Banyumanik (Sukun). Untuk mempermudah dalam menganalisa, ruas jalan tersebut dibagi menjadi 2 segmen yaitu : a) Ruas jalan sebelah utara persimpangan Terminal Banyumanik (Sukun),, selanjutnya disebut dengan Ruas Jalan Perintis Kemerdekaan.
b) Ruas jalan sebelah utara persimpangan Terminal Banyumanik (Sukun),, selanjutnya disebut dengan Ruas Jalan Setiabudi. 4.2.1 RUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN a. Data geometrik ruas tersebut adalah sebagai berikut : Tipe Jalan : Empat lajur dua arah tanpa median (4/2 UD) Fungsi Jalan : Arteri Primer Kelandaian Jalan : Datar Lebar jalur efektif rata-rata : 8 meter Secara umum gambaran penampang melintang jalan adalah sebagai berikut : II I I. Arah Jl. Setiabudi Jl. Perintis Kemerdekaan II. Arah Jl. Perintis Kemerdekaan - Arah Jl. Setiabudi Gambar 4.1 Gambar Situasi Jalan Gambar 4.2 Penampang Melintang Jalan
b. Perhitungan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas yang dipergunakan adalah volume lalu lintas tahun 2006 (hasil survey). Tabel 4.1 Volume Lalu Lintas Ruas Jl. Perintis Kemerdekaan Waktu Arah LV HV MC UMC Arus (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (smp/jam) Pagi I. Utara ke Selatan 749 111 1,309 5 2,174 1,209 II. Selatan ke Utara 626 114 668-1,408 930 Jumlah 1,375 225 1,977 5 3,582 2,139 Sore I. Utara ke Selatan 1,223 36 936-2,195 1,500 II. Selatan ke Utara 727 96 1,155-1,978 1,131 Jumlah 1,950 132 2,091-4,173 2,631 Sumber: hasil perhitungan Pada pagi hari Q 2006 = 2.139 smp/jam/2 arah Pada sore hari Q 2006 = 2.631 smp/jam/2 arah c. Kelas hambatan samping jalan Yang termasuk hambatan samping ruas jalan perkotaan adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, serta kendaraan yang keluar masuk dari lahan samping jalan sisi dan arus kendaraan yang bergerak lambat. Dari hasil pengamatan dan perhitungan, dapat ditentukan kelas hambatan pada ruas jalan ini adalah sedang. d. Perhitungan Kapasitas Jalan (C) Perhitungan kapasitas jalan menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada rumus 2., sehingga diperoleh nilai C sebagai berikut : C (pagi) = 6.000 x 1,09 x 0,975 x 0,965 x 1 = 6.153 smp/jam C (sore) = 6.000 x 1,09 x 0,975 x 0,965 x 1 = 6.153 smp/jam e. Perhitungan Kecepatan Arus Bebas Perhitungan Kecepatan arus bebas dapat dilihat pada rumus 2..Sehingga diperoleh nilai kecepatan arus bebas FV dengan keterangannya sebagai berikut :
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam) FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam) = 53 Vw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif = 4 FFV SF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping = 0,975 FFV CS = Faktor penyesuaian ukuran kota = 1 Sehingga didapatkan nilai kecepatan arus bebas sebesar : FV = (53+4) x 0,975 x 1 = 55,575 km/jam f. Analisa Derajat Kejenuhan Pada perhitungan didapatkan nilai Derajat Kejenuhan (DS) sebagai berikut : Pada pagi hari DS = 0,35 Pada sore hari DS = 0,43 g. Kecepatan Tempuh dan Waktu Tempuh Penentuan ini didasarkan pada besarnya nilai derajat kejenuhan dan kecepatan arus bebas kendaraan ringan. 1. Pada pagi hari : Dari hasil DS = 0,35 dan FV = 55,575 km/jam, didapatkan : Kecepatan kendaraan ringan V LV = 54 km/jam Panjang jalan L = 0,975 km Besarnya waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan : TT = (L / V LV ) x 3600 = 65 detik 2. Pada sore hari : Dari hasil DS = 0,43 dan FV = 55,575 km/jam, didapatkan : Kecepatan kendaraan ringan V LV = 51,5 km/jam Panjang jalan L = 0,975 km Besarnya waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan : TT = (L / V LV ) x 3600 = 68,2 detik
Tabel 4.2 Kinerja Ruas Jalan Perintis Kemerdekaan Arus Lalu Panjang Waktu Ruas Jalan Waktu Kapasitas lintas Derajat Kecepatan Segmen Tempuh (smp/jam) (smp/jam) Kejenuhan V LV (km/jsm) Jalan (km) (det) Jl. Perintis Pagi 6.153 2.139 0,35 54 0,975 65,0 Kemerdekaan Sore 6.153 2.631 0,43 51,5 0,975 68,2 Sumber Hasil Perhitungan Dari hasil perhitungan teoritis diatas, dapat diketahui bahwa perilaku lalu lintas di ruas Jalan Perintis Kemerdekaan pada sore hari lebih padat daripada pagi hari. Hal ini dapat dilihat dari faktor Derajat Kejenuhan (DS) dan kecepatan rataratanya. Sehingga waktu tempuh kendaraan pada waktu sore hari lebih lama bila dibandingkan pada waktu pagi hari. Dari hasil pengamatan di lapangan didapatkan bahwa kepadatan yang terjadi diakibatkan karena pada sore hari volume arus lalu lintas lebih banyak daripada pagi hari dan arus didominasi oleh jenis kendaraan berat (bus antar kota, truk) yang menyebabkan pergerakan arus lalu lintas kadang terhambat. 4.2.2 RUAS JALAN SETIABUDI a. Data geometrik ruas jalan raya adalah sebagai berikut : Fungsi Jalan : Arteri Primer Kelandaian Jalan : Datar Lebar jalur efektif rata-rata : 8 m Secara umum gambaran penampang melintang jalan adalah sebagai berikut : II I III. Arah Jl. Setiabudi Jl. Perintis Kemerdekaan IV. Arah Jl. Perintis Kemerdekaan - Arah Jl. Setiabudi
Gambar 5.1 Gambar Situasi Jalan Gambar 5.2 Penampang Melintang Jalan b. Perhitungan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas yang dipergunakan adalah volume lalu lintas tahun 2005 (hasil survey). Tabel 4.3 Volume Lalu Lintas Ruas Jl. Setia Budi Waktu Arah LV HV MC UMC Arus (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (smp/jam) Pagi I. Utara ke Selatan 1,000 103 1,655 5 2,758 1,537 II. Selatan ke Utara 967 105 796-1,868 1,292 Jumlah 1,967 208 2,451 5 4,626 2,829 Sore I. Utara ke Selatan 1,231 129 1,802 4 3,162 1,836 II. Selatan ke Utara 710 41 1,177 2 1,928 1,053 Jumlah 1,941 170 2,979 6 5,090 2,890 Pada pagi hari Q 2006 = 2.829 smp/jam/2 arah Pada sore hari Q 2006 = 2.890 smp/jam/2 arah c. Kelas hambatan samping jalan Yang termasuk hambatan samping ruas jalan perkotaan adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, serta kendaraan yang keluar masuk dari lahan samping jalan sisi dan arus kendaraan yang bergerak lambat. Dari hasil pengamatan dan perhitungan, dapat ditentukan kelas hambatan pada ruas jalan ini adalah sedang. d. Perhitungan Kapasitas Jalan
Perhitungan kapasitas jalan menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada rumus 2., sehingga diperoleh nilai C sebagai berikut : C (pagi) = 6.000 x 1,09 x 0,975 x 0,965 x 1 = 6.153 smp/jam C (sore) = 6.000 x 1,09 x 0,975 x 0,965 x 1 = 6.153 smp/jam e. Perhitungan Kecepatan Arus Bebas Perhitungan Kecepatan arus bebas dapat dilihat pada rumus 2..Sehingga diperoleh nilai kecepatan arus bebas FV dengan keterangannya sebagai berikut : FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam) FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam) = 53 Vw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif = 4 FFV SF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping = 0,975 FFV CS = Faktor penyesuaian ukuran kota = 1 Sehingga didapatkan nilai kecepatan arus bebas sebesar : FV = (53+4) x 0,975x 1 = 55,575 km/jam f. Analisa Derajat Kejenuhan Pada perhitungan didapatkan nilai Derajat Kejenuhan (DS) sebagai berikut : Pada pagi hari DS = 0,45 Pada sore hari DS = 0,47 g. Kecepatan Tempuh dan Waktu Tempuh Penentuan ini didasarkan pada besarnya nilai derajat kejenuhan dan kecepatan arus bebas kendaraan ringan. Dalam penentuan ini digunakan gambar D-2:2 (jalan banyak lajur atau jalan satu arah). 1. Pada pagi hari : Dari hasil DS = 0,45 dan FV = 55,575 km/jam, didapatkan : Kecepatan kendaraan ringan V LV = 50 km/jam Panjang jalan L = 0,325 km
Besarnya waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan : TT = (L / V LV ) x 3600 = 23,40 detik 2. Pada sore hari : Dari hasil DS = 0,47 dan FV = 55,575 km/jam, didapatkan : Kecepatan kendaraan ringan V LV = 48.5 km/jam Panjang jalan L = 0,325 km Besarnya waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan : TT = (L / V LV ) x 3600 = 24.12 detik Berikut ini ditampilkan hasil perhitungan ruas Jalan Setia Budi Tabel 4.4 Kinerja Ruas Jalan Jalan Setiabudi Ruas Jalan Waktu Kapasitas Arus Lalu lintas Derajat Kecepatan Panjang Segmen Waktu Tempuh (smp/jam) (smp/jam) Kejenuhan V LV (km/jsm) Jalan (km) (det) Jl. Setia Budi Pagi 6,019 2,829 0.450 50 0.325 23.40 Sore 5,836 2,890 0.470 49 0.325 24.12 Sumber: Hasil Perhitungan Dari hasil perhitungan teoritis di atas, dapat diketahui bahwa perilaku lalu lintas di ruas Jalan Setiabudi identik dengan perilaku lalu lintas pada ruas Jalan Perintis Kemerdekaan yaitu keadaan pada sore hari lebih padat daripada pagi hari. Hal ini dapat dilihat dari faktor Derajat Kejenuhan (DS) dan kecepatan rataratanya. Sehingga waktu tempuh kendaraan pada waktu sore hari lebih lama bila dibandingkan pada waktu pagi hari. Hal ini disebabkan karena pada waktu sore hari pergerakan lalu lintas yang terjadi didominasi oleh jenis kendaraan berat. Dengan melihat perhitungan kapasitas ruas Jalan Perintis Kemerdekaan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ruas masih dapat melayani arus lalu lintas yang melewatinya, hal ini dapat dilihat dari nilai Derajat Kejenuhan (DS) < 0,75. Sehingga kedua ruas tersebut tidak memerlukan solusi dan desain ulang.
4.3 ANALISA SIMPANG BERSINYAL Yang menjadi dasar untuk analisa simpang bersinyal ini adalah data lalu lintas pada jam-jam puncak (pagi, siang, sore) yang didapat oleh penulis melalui survey langsung dilapangan. Survey lapangan dilaksanakan pada jam-jam sibuk yaitu 06.00-08.00 WIB, 12.00-14.00 WIB, 16.00-18.00 WIB. Untuk menganalisa, digunakan data volume jam rencana yang paling besar pada pagi dan sore hari tersebut pada masing-masing arah pergerakan. Kondisi geometric Persimpangan Sukun ini dapat disajikan pada gambar berikut : Metode dan prosedur yang diuraikan dalam MKJI, 1997 digunakan untuk menganalisa ukuran-ukuran kinerja simpang bersinyal, yaitu : 1. Volume Arus Lalu Lintas Pencatatan volume lau lintas pada masing-masing pendekat persimpangan disajikan pada tabel 4.5 berikut. 2. Fase Sinyal Fase sinyal kondisi eksisting persimpangan adalah pengaturan dengan 2 fase, yaitu dengan fase yang sama masing-masing dari arah Utara-Selatan (Jl. Perintis Kemerdekaan arah Semarang-Ungaran) dan Barat-Timur (Terminal Banyumanik - Jl. Karangrejo).
3. Waktu Merah Semua (all red) dan Waktu Hilang (LTI) Dari hasil pencatatan dan pengamatan di lapangan didapatkan waktu merah semua dan waktu hilang sebagai berikut : Tabel 4.6 Waktu merah semua dan waktu hilang Fase Waktu Merah Semua Waktu Kuning Waktu Hilang 1 4 detik 3 detik 7 detik 2 4 detik 3 detik 7 detik Waktu hilang total 14 detik Sumber : Hasil pencatatan di lapangan 4. Tipe Pendekat Tipe pendekat untuk masing-masing arah adalah sebagai berikut : Pendekat Utara : terlawan (O) Pendekat Timur : terlawan (O) Pendekat Selatan : terlawan (O) Pendekat Barat : terlawan (O) 5. Perhitungan Lebar Efektif Pendekat (We) Lebar efektif pendekat dapat dihitung dengan rumus pada Bab II. Adapun Perhitungan lebar efektif tiap pendekat adalah sebagai berikut : - Pendekat Utara (W LTOR = 10.5 m) We 1 = W A W LTOR We 2 = W MASUK = 10.5 3.5 = 7 m = 7.0 m We diambil terkecil We = 7.0 m Tipe pendekat terlawan dengan LTOR sehingga Q = Q ST + Q RT - Pendekat Timur (tanpa W LTOR )
We = W A = W MASUK = 6.0 m Tipe pendekat terlawan tanpa LTOR sehingga Q = Q LT + Q ST + Q RT - Pendekat Selatan (tanpa W LTOR ) We = W A = W MASUK = 8.0 m Tipe pendekat terlawan tanpa LTOR sehingga Q = Q LT + Q ST + Q RT - Pendekat Barat (W LTOR = 5.5 m) Pendekat barat terbagi menjadi 2 bagian : Terminal W A = W MASUK W LTOR = 5.5 m W A = 11.0 m Jalan (gang) W A = 3.5 m W LTOR = 0 m (asumsi) W MASUK = 2.0 m Arus dari pendekat pada gang cenderung melakukan gerakan LTOR dengan kondisi lebar masuk yang tidak mencukupi untuk LTOR (asumsi : W LTOR gang = 0 m, tetapi arus yang keluar melakukan gerakan LTOR). Perhitungan We untuk pendekat barat menjadi : We 1 = W A W LTOR We 2 = W MASUK = 14.5 5.5 = 5.5 + 2.0 = 9.0 m = 7.5 m We diambil nilai terkecil We = 7.5 m Tipe pendekat terlawan dengan LTOR sehingga Q = Q ST + Q RT 6. Perhitungan Arus Jenuh Dasar (So) Untuk menghitung arus jenuh dasar adalah sebagai berikut :
a. Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat tipe terlindung dihitung dengan rumus So = 600 x We smp/jam hijau b. Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat tipe terlawan : Pendekat tipe terlawan dengan lajur belok kanan tidak terpisah, So dihitung dengan menggunakan gambar 2.16 Pendekat tipe terlawan dengan lajur belok kanan terpisah, So dihitung dengan menggunakan gambar 2.17 Khusus pendekat tipe terlawan dengan arus belok kanan > 250 smp/jam harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut : Lajur belok kanan tidak terpisah Q RTO > 250 smp/jam - Q RT < 250 smp/jam, dihitung dengan rumus : 1. Tentukan S prov pada Q RTO = 250 2. So = S prov {(Q RTO -250) x 8} smp/jam - Q RT > 250 smp/jam, dihitung dengan rumus : 1. Tentukan S prov pada Q RTO = 250 dan Q RT = 250 2. So = S prov {(Q RTO + Q RT - 500) x 2} smp/jam Q RTO < 250 smp/jam dan Q RT > 250 smp/jam dihitung dengan rumus : Tentukan So pada Q RT = 250 Lajur belok kanan terpisah Q RTO > 250 smp/jam - Q RT < 250 smp/jam, dihitung dengan rumus : Tentukan So dengan ekstrapolasi - Q RT > 250 smp/jam, dihitung dengan rumus : 1. Tentukan S prov pada Q RTO = 250 dan Q RT = 250 2. So = S prov {(Q RTO + Q RT - 500) x 2} smp/jam Q RTO < 250 smp/jam dan Q RT > 250 smp/jam dihitung dengan rumus : Tentukan So pada Q RT = 250
Pada kondisi ini, tipe tiap pendekat yang ada merupakan tipe terlawan. Adapun hasil perhitungan So ditampilkan dalam tabel 4.7 Tabel 4.7 Perhitungan arus jenuh dasar Kode pendekat Utara Timur Selatan Barat Nilai So (smp/jam hijau) 3150 3160 5850 3600 Sumber : Hasil Perhitungan 7. Perhitungan Faktor Penyesuaian a. Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) Jumlah penduduk kota Semarang tahun 2005 adalah 1,3 juta jiwa. Menurut tabel 2.17, faktor penyesuaian ukuran kota adalah 1,00. b. Faktor penyesuaian hambatan samping (F SF ) Faktor hambatan samping dapat dihitung dengan mengacu pada tabel 2.18. Hasil perhitungan faktor penyesuaian hambatan samping dari tiap pendekat sebagai berikut : Tabel 4.8 Hasil perhitungan faktor penyesuaian hambatan samping Pendekat Lingkungan Tingkat Tipe Rasio F SF
jalan Hambatan samping fase UM/MV Utara Komersil Tinggi O 0 0.93 Timur Komersil Tinggi O 0.002 0.93 Selatan Komersil Tinggi O 0.001 0.93 Barat Komersil Tinggi O 0 0.93 Sumber : Hasil Perhitungan c. Faktor penyesuaian kelandaian (F G ) Dengan gambar 2.18 dapat ditentukan faktor penyesuaian kelandaian. Faktor penyesuaian kelandaian dari tiap-tiap pendekat adalah : Pendekat utara : 1,0 Pendekat timur : 1,0 Pendekat selatan : 1,02 Pendekat barat : 1,0 d. Faktor penyesuaian parkir (F P ) Jarak parkir pada kondisi eksisting pada tiap-tiap pendekat adalah : Pada pendekat utara dan barat jarak kendaraan parkir = 0 m terhadap garis henti. Pada pendekat selatan jarak kendaraan parkir = 8,0 m dari garis henti. Pada pendekat timur jarak kendaraan parkir diasumsikan 80,0 m dari garis henti. Dengan gambar 2.19 dapat ditentukan faktor penyesuaian parkir dari fungsi jarak parkir diatas yaitu : Pendekat utara : 0,81 Pendekat timur : 1,00
Pendekat selatan : 0,83 Pendekat barat : 0,80 e. Faktor penyesuaian kendaraan belok kanan (F RT ) atau belok kiri (F LT ) Sesuai dengan MKJI 1997, faktor penyesuaian belok ini hanya berlaku untuk pendekat tipe P (terlindung). Dalam hal ini pendekat pada persimpangan yang ditinjau adalah tipe O (terlawan), jadi tidak perlu menghitung besarnya faktor penyesuaian kendaraan berbelok. 8. Perhitungan Arus Jenuh Disesuaikan (S) Arus jenuh disesuaikan dihitung dengan rumus : S = S 0 x Fcs x F SF x F G x F P x F RT x F LT S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau) S 0 F cs = arus jenuh dasar (smp/jam) = faktor penyesuaian ukuran kota F SF = faktor penyesuaian hambatan samping F G F p = faktor penyesuaian kelandaian = faktor penyesuaian parkir F RT = faktor penyesuaiann belok kanan F LT = faktor penyesuaian belok Adapun hasil perhitungan arus jenuh disesuaikan dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut : Tabel 4.9 Hasil perhitungan arus jenuh disesuaikan Kode pendekat S (smp/ jam hijau)
Utara Timur Selatan Barat 2372,9 2938,8 4605,9 2678,4 Sumber : Hasil perhitungan 9. Perhitungan Kapasitas (C) Kapasitas untuk tiap-tiap pendekat dapat dihitung dengan rumus : C = S x g/c Hasil perhitungan kapasitas untuk tiap-tiap pendekat ditampilkan dalam tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10 Hasil perhitungan kapasitas Kode pendekat Utara Timur Selatan Barat C (smp/ jam) 1557,2 367,35 3022,6 334,8 Sumber : Hasil perhitungan 10. Perhitungan Derajat Kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan untuk masing-masing pendekat dihitung dengan rumus : DS = Q / C
Hasil perhitungan derajat kejenuhan untuk masing-masing pendekat ditampilkan dalam tabel 4.11 berikut : Tabel 4.11 Hasil perhitungan derajat kejenuhan Kode pendekat Utara Timur Selatan Barat Derajat Kejenuhan 1,27 0,85 0,69 0,27 Sumber : Hasil perhitungan 11. Perhitungan Panjang Antrian Jumlah antrian tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) dihitung dengan rumus : Untuk DS > 0,5 NQ1 = 0,25 x C x ( DS 1) ( DS 1) 2 ( DS 0,5) C Dimana: NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp) DS = derajad kejenuhan C = kapasitas (smp/ jam) Untuk DS 0,5, NQ1 = 0 Atau dari gambar 2.23 Jumlah antrian yang datang selama fase merah (NQ 2 ) dihitung dengan rumus: NQ 2 = c x 1 GR 1 GR x DS x Q 3600 Jumlah antrian keseluruhan (NQ) dihitung dengan rumus :
NQ = NQ 1 + NQ 2 Jumlah antrian maksimum (NQ max ) ditentukan dengan gambar 2.24. Panjang antrian (QL) dihitung dengan rumus : QL = NQ W MAX x 20 MASUK Adapun hasil perhitungan panjang antrian ditampilkan dalam tabel 4.12 Tabel 4.12 Hasil perhitungan panjang antrian Pendekat NQ 1 NQ 2 NQ NQ max QL (m) Utara 215,7 73,8 289,4 382,0 1091,4 Timur 2,2 5,4 7,7 13,0 43,3 Selatan 0,6 23,3 23,9 34,0 64,8 Barat 0 1,4 1,4 3,0 8,0 Sumber : Hasil perhitungan 11. Perhitungan Kendaraan Terhenti Laju henti (NS) dihitung dengan rumus : NQ NS = 0,9 x x 3600 Q x c Jumlah kendaraan terhenti (N SV ) dihitung dengan rumus N SV = Q x NS Laju henti rata-rata untuk seluruh simpang dihitung dengan rumus : NS TOT = Q NSV TOT Hasil perhitungan kendaraan terhenti ditampilkan dalam tabel 4.15. Tabel 4.13 Hasil perhitungan kendaraan terhenti
Pendekat NS (stop/smp) N SV (smp/jam) Utara Timur Selatan Barat NS rata-rata 7,39 1,24 0,58 0,81 3,46 stop/smp 14653,00 387,30 1208,92 72,75 Sumber : Hasil perhitungan 12. Perhitungan Tundaan Tundaan lalu lintas (DT) dihitung dengan menggunakan rumus : DT = c x A NQ 1 x 3600 C Keterangan : DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp) c = Waktu siklus disesuaikan (det) 2 0,5 x 1 GR A = 1 GR x DS GR = Rasio hijau = g/c DS = Derajat kejenuhan NQ 1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau (smp) C = Kapasitas (smp/jam) Tundaan geometri rata-rata (DG) dihitung dengan menggunakan rumus : DG = (1 P SV ) x P T x 6 + (P SV x 4) Keterangan : DG = tundaan geometri rata-rata pendekat P SV P T = rasio kendaraan terhenti pada pendekat = min (NS) = rasio kendaraan berbelok pada pendekat Untuk arus belok kiri jalan terus (LTOR) nilai DG = 6
Tundaan rata-rata (D) merupakan jumlah dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan geometri rata-rata, dihitung dengan rumus : Tundaan rata-rata (D) = DT + DG Tundaan total (Dtotal) dihitung dengan menggunakan rumus : Tundaan total (D TOTAL ) = D x Q Tundaan rata-rata simpang (D j ) dihitung dengan menggunakan rumus : D J = D Q TOTAL TOTAL Hasil perhitungan tundaan pada persimpangan Jl. Perintis Kemerdekaan Jl. Karangrejo Banyumanik ditampilkan dalam tabel 4.14 Tabel 4.14 Hasil perhitungan tundaan Pendekat Q smp/jam DT det/smp DG det/smp D det/smp Dtot det.smp Utara 1983,0 521,64 25,94 547,58 1085849 Timur 313,0 48,99 3,65 52,65 16478 Selatan 2084,5 7,63 2,51 10,14 21138 Barat 89,3 25,35 3,92 29,27 2613 Qtotal 4716 D j = 238,97 det/smp Sumber : Hasil perhitungan Langkah pada bagian b diatas merupakan perhitungan kapasitas dan tingkat kinerja persimpangan kondisi eksisting pada puncak pagi. Rekapitulasi perhitungan kapasitas dan tingkat kinerja persimpangan kondisi eksisting pada puncak pagi dapat dilihat pada tabel 4.15 dan tabel 4.16
Adapun rekapitulasi perhitungan kapasitas dan tingkat kinerja persimpangan untuk puncak siang dan sore hari ditampilkan pada tabel 4.17 hingga tabel 4.0. Pada analisa tiap jam puncak kondisi eksisting didapatkan hasil nilai derajat kejenuhan yang melewati batas (lebih besar dari 0,85). Rata-rata kendaraan berhenti pada puncak tertinggi sebesar 3,46 stop/ smp dan rata-rata tundaan tiap kendaraan 238,97 detik/smp. Dengan melihat hal ini, menurut Highway Capacity Manual 1985 secara umum tingkat pelayanan jalan dalam ruang lingkup persimpangan ini dapat digolongkan dalam tingkat pelayanan E; yaitu keadaan lalu lintas tidak stabil, sering terjadi kemacetan untuk beberapa saat, volume lalu lintas hampir atau sama dengan kapasitas jalan. Hal ini disebabkan arus yang melewati persimpangan melebihi kapasitas simpang yang ada dan jarak ruas lurus antara simpang yang satu dengan simpang yang lain berdekatan, sehingga akan menyebabkan tambahan antrian, tundaan maupun ratarata kendaraan berhenti yang besar pada daerah simpang, maka pada simpang perlu adanya pengaturan sinyal yang baru dan pengoptimalan kapasitas jalan sehingga arus lalu lintas yang melewati simpang dapat lebih lancar. Hal ini akan dibahas pada bab berikutnya