4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Ladon (kaldu kupang).

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

5.1 Total Bakteri Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

LOGO BAKING TITIS SARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Alat Bahan

METODOLOGI PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

Transkripsi:

128 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Ladon (kaldu kupang). Analisis kimia terhadap bahan baku ladon (kaldu kupang) meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, protein dan lemak), uji derajat keasaman (ph), uji mikrobiologi, dan uji logam berat. Kaldu kupang diperoleh dengan merebus daging kupang yang telah dipisahkan dari cangkangnya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kandungan kimia awal kaldu kupang sebelum dilakukan pengolahan. Komposisi kimia kaldu kupang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Komposisi kimia kaldu kupang putih (Corbula faba Hinds). Parameter Komposisi kimia (%) Kadar air 77,7 Kadar abu 5,9 Kadar protein 1,4 Kadar lemak,5 Kadar karbohidrat 5,5 ph 4,4 mikrobiologi (CFU/ml) 4,5 x 1 1 Logam berat Tidak terdeteksi Bahan baku petis atau kaldu kupang memiliki komposisi kimia antara lain kadar air 77,7%, kadar abu 5,9%, kadar protein 1,4%, kadar lemak,5%, kadar karbohidrat 5,5%, total mikroba 4,5 x 1 1 CFU/ml, derajat keasaman (ph) 4,4 dan tidak terdeteksi adanya logam berat (Hg dan Pb). Komposisi kimia kaldu kupang tidak berbeda jauh dengan komposisi kimia yang terdapat pada daging kupang putih. Daging kupang putih memiliki komposisi kimia antara lain kadar air 72,96%, kadar abu 3,8%, kadar protein 9,54%, kadar lemak 1,5%, kadar karbohidrat 1,2% (Baswardono 1983). Parameter yang mengalami kenaikan diantaranya kadar karbohidrat dan kadar abu. 4.2. Sumber Pati Terpilih Petis kupang dapat didefinisikan sebagai hasil pemanfaatan limbah potensial sisa perebusan kupang yang dicampur dengan gula merah kemudian dilakukan pemasakan hingga cairan mengental. Petis kupang yang dibuat dalam

129 penelitian ini adalah petis kupang dengan perlakuan penambahan bahan patipatian. Menurut Muchtadi (1989), pati mampu memberikan tekstur, mengentalkan, memadatkan serta memperpanjang umur simpan beberapa jenis makanan pada konsentrasi rendah. Pati-patian yang ditambahkan adalah tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka dan air tajin. Petis kupang dengan perlakuan penambahan pati-patian ditunjukkan pada Gambar 1. A B C D E Gambar 1. Petis kupang dengan penambahan pati-patian; A= Tanpa tepung, B= Tepung tapioka, C= Tepung terigu, D= Tepung beras, E= Air tajin. Penilaian organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu pada suatu produk bertujuan untuk memberikan suatu nilai atau skor tertentu terhadap karakteristik atau mutu dari suatu produk, yaitu penilaian terhadap penampakan, aroma, rasa dan tekstur (dalam hal ini produk petis kupang). Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu organoleptik dalam suatu jenjang mutu. Skala angka dan spesifikasi setiap karakteristik produk dicantumkan dalam lembar penilaian (score sheet) organoleptik dengan nomor SNI 1-2346-26 untuk petis (BSN 26). (1) Penampakan Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Apabila kesan penampakan produk terlihat baik atau disukai, konsumen akan melihat sifat sensoris yang lainnya (aroma, rasa, tekstur dan seterusnya). Produk dengan bentuk rapi, bagus dan utuh akan lebih disukai konsumen dibandingkan dengan produk yang kurang rapih dan tidak utuh (Soekarto 1985). Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan produk petis kupang dapat ditunjukkan pada Gambar 11.

13 7 6,57 ab 6,43 ab 5,86 6 b Nilai rata-rata organoleptik penampakan 6 5 4 3 2 1 tepung terigu tepung tapioka air tajin 4,53 c tepung beras Jenis bahan pengisi Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama (a,b) menunjukkann tidak berbeda nyata (P>,5). Gambar 11. Histogram nilai rata-rata organoleptik penampakann petis kupang. Parameter penampakan petis kupang dengan penambahan pati-patian memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 4,53 sampai 6,57 dengan nilai penampakan tertinggii dicapai dengan penambahan tepung terigu (6,57) sedangkan nilai terendah dicapaii dengan penambahan tepung beras (4,53). Hasil uji Kruskal- berbagai jenis pati berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis. Salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian panelis terhadap parameter penampakan adalah warna petis kupang. Wallis menunjukkann bahwa setiap produk petis kupang dengan penambahan Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa penampakan petis kupang dengann penambahan tepung terigu tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung tapioka, tetapi berbeda nyata dengan penambahan air tajin dan tepung beras. Petis kupang dengan penambahan tepung terigu, tepung tapioka dan air tajin terlihat berwarna coklat tua, agak kehitaman dan kusam sedangkan petis kupang dengan penambahan tepung beras terlihat berwarna coklat kehitaman, berair dan kusam (Gambar 1). Petis kupang tanpa penambahann pati (kontrol) terlihat berwarna hitam agak pekat jika dibandingkan dengan petis kupang yang lainnya. Diduga, penampakann atau warna tersebut dipengaruhii oleh karakteristik gula yang ditambahkan, yakni gula yang dicairkan bila dipanaskan

131 bersama protein akan bereaksi membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap yang disebut melanoidin. Pada tahap permulaan, melanoidin menyerupai karamel dalam hal warna, bau dan rasa. Bila terus dipanaskan, gumpalan-gumpalan itu akan berubah menjadi hitam dan tidak dapat larut. Penggulalian dan browning memiliki peranan penting dalam penentuan warna atau penampakan hasil produksi (Eskin 199). Petis kupang yang ditambahkan dengan tepung-tepungan, karakteristik dari tepung tersebut menutupi sifat yang terdapat pada gula karena tepung memberikan warna yang terang atau sedikit agak krem dan memiliki larutan yang jernih (Indoh et al. 26). (2) Aroma Aroma makanan menentukan kelezatan bahan makanan. Pada umumnya, aroma yang diterima oleh hidung dan otak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat aroma utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Produksi senyawa-senyawa aroma ditentukan oleh komposisi kimia dari produk, enzim- tersebut (Winarno 1997). Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar enzim yang terlibat didalamnya, maupun bakteri yang terlibat dalam senyawa 12. Nilai rata rata organoleptik aroma 7 6 5 4 3 2 1 6,64 a tepung terigu 6,68 a tepung tapioka 5,75 air tajin ab 5,25 b tepung beras Jenis bahan pengisi Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbe menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). Gambar 12. Histogram nilai rata-rata organoleptik aroma petis kupang. da (a,b) ma (a,b)

132 Parameter aroma petis kupang dengan penambahan pati-patian memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,25 sampai 6,68 dengan nilai rata-rata tertinggi dicapai dengan penambahan tepung tapioka (6,68) sedangkan nilai ratarata terendah dicapai dengan penambahan tepung beras (5,25). Hasil uji Kruskal- Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengan penambahan berbagai jenis pati berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa aroma petis kupang dengan penambahan tepung terigu tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung tapioka, tetapi berbeda nyata dengan penambahan air tajin dan tepung beras. Perubahan aroma merupakan proses menghilangnya bahan volatil, karamelisasi karbohidrat, dekomposisi protein dan lemak serta koagulasi protein yang disebabkan oleh pemanasan (Dawson 1959 diacu dalam Mountney 1966). Petis kupang dengan penambahan tepung terigu dan petis kupang dengan penambahan tepung tapioka memiliki aroma kupang agak kuat sedangkan petis kupang dengan penambahan air tajin dan tepung beras memiliki aroma kupang lemah. Aroma yang timbul disebabkan oleh terekstraknya komponen volatil yang terbentuk saat proses pemanasan dari bahan utama dan bumbu-bumbu. Ekstrak kerang mengandung sejumlah besar komponen flavor seperti asam glutamat dan komponen yang dapat meningkatkan rasa seperti glikogen (Tafu dan Matsuda 2). Aroma yang muncul juga disebabkan oleh bumbubumbu seperti bawang putih yang memberikan aroma dan bau yang kuat karena minyak volatilnya mengandung komponen sulfur. Komponen volatil muncul bila sel pecah sehingga terjadi reaksi antara enzim liase dan komponen flavor seperti metil dan turunan propil (Lewis 1984). (3) Rasa Peramuan rasa ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya. Bagi seseorang yang sudah sejak kecil mengenal suatu jenis makanan dapat menikmati rasa enak makanan tersebut, sebaliknya orang yang belum mengenal makanan yang sama, tidak akan memberikan apresiasi terhadap rasa makanan yang bersangkutan bahkan mungkin menganggap makanan yang menjijikkan (Soekarto 1985). Rasa merupakan faktor

133 yang sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun parameter penilaian yang lain lebih baik, jika rasa suatuu makanan tidak enak atau tidak disukai makaa produk akan ditolak. Hasil uji organoleptik parameter rasa produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai rata-rata organoleptik rasa 7 6 5 4 3 2 1 6,18 a tepung terigu 6, a tepung tapioka 5,39 air tajin a 5,25 a tepung beras Jenis bahan pengisi Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbe menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 13. Histogram nilai rata-rataa organoleptik rasa petis kupang. Parameter rasa petis kupang dengann penambahan pati-patian memperoleh nilai rata-ratdicapai dengan penambahan tepung terigu (6,18) sedangkan nilai terendah dicapai dengan penambahan tepung beras (5,25). Nilai rata-rata organoleptik tertinggi pada tepung terigu diduga karena kandungan glutennya. Gluten merupakan protein unik yang memiliki kandungan glutamat sebesar 4% (normalnya, kandungann glutamat pada protein makanan lain berkisar antara 1% hingga 2%) berkisar antara 5,25 sampai 6,18 dengan nilai rata-rata tertinggi (Suzuki et al. 1999). Gluten pada gandum sangat penting sebagai sumber asam glutamat dan peptida, yang dapat meningkatkan rasa umami. Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa peptida dapat mengontrol karakteristik rasa, seperti memberikan rasa yang sedap, mengurangi rasa asam, dan meningkatkann rasa gurih (Ishii et al. 1994; Schlichthle et al. 22; Okumura et al. 24). Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengan penambahann berbagai jenis pati tidak berpengaruh nyata (p< <,5) terhadap tingkat kesukaan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jenis pati

134 akan menghasilkan rasa yang bersifat netral atau memiliki mutuu rasa yang sehingga penilaian rasa oleh panelis tidak berbeda nyata. sama (4) Tekstur Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh perabaan, terkait dengan deformasi, disintegrasi dan aliran dari bahan pangan dibawah tekanan yang diukur secara obyektif oleh fungsi masa, waktu dan jarak (Purnomo 1995 diacu dalam Yuniarti 2). Hasil uji organoleptik parameter tekstur produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 14. Nilai rata-rata organoleptik tekstur 7 6 5 4 3 2 1 6,21 a tepung terigu 5,89 a tepung tapioka 5,89 air tajin 9 a 4,7 b tepung beras Jenis bahan pengisi Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbe menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 14. Histogram nilai rata-rata organoleptik tekstur produk petis. Parameter tekstur petis kupang dengan penambahan pati-patian memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 4,7 sampai 6,21 dengan nilai rata-rata tertinggi dicapai dengan penambahan tepung terigu (6,21) sedangkan nilai terendah dicapai dengan penambahan tepung beras (4,7). Hasil uji Kruskal- berbagai jenis pati berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa penampakan petis Wallis menunjukkann bahwa setiap produk petis kupang dengan penambahan kupang dengan penambahan tepung terigu tidak berbeda nyata dengan

135 penambahan tepung tapioka dan air tajin, tetapi berbeda nyata dengan penambahan tepung beras. Petis kupang dengan penambahan tepung terigu, tepung tapioka dan air tajin memberikan tekstur yang kental, homogen, dan agak lembut. Diduga, tekstur yang dihasilkan karena kandungan amilopektin yang tinggi pada tepung tapioka, tepung terigu, dan air tajin (beras). Tekstur yang dihasilkan pada produk petis berhubungan dengan sifat swelling yang terdapat pada pati tepung. Elliason (24) menyatakan bahwa rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan. Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Petis kupang dengan penambahan tepung beras memberikan tekstur yang berair, agak kental dan kurang homogen. Struktur tepung beras sedikit memiliki kandungan gluten atau termasuk golongan tepung gluten-free sehingga tekstur yang dihasilkan agak berair dan kurang disukai oleh panelis. Gluten merupakan campuran antara dua kelompok atau jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan kekuatan pada adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta berperan dalam pembentukan struktur adonan, sedangkan gliadin adalah fraksi protein yang memberikan sifat lembut dan elastis (Yamauchi et al. 23). Tepung terigu memiliki kandungan gluten dan amilopektin yang tinggi, sehingga tekstur yang dihasilkan lebih lembut jika dibandingkan dengan bahan pengisi yang lain. 4.3. Konsentrasi Pati Terpilih Pada penelitian sebelumnya, produk petis kupang dengan penambahan tepung terigu dan petis kupang dengan penambahan tepung tapioka memberikan hasil organoleptik yang tidak berbeda nyata. Petis kupang dengan penambahan tepung terigu memberikan nilai rata-rata organoleptik paling tinggi jika dibandingkan dengan petis kupang dengan penambahan tepung tapioka. Oleh karena itu, tahap selanjutnya dilakukan pembuatan petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu. Konsentrasi tepung terigu yang ditambahkan dalam pembuatan petis kupang adalah 5%, 1%, 15%, 2%, 25%, 3%, 35%, dan 4% (v/v) dari kaldu kupang. Perlakuan konsentrasi ini berdasarkan pada standar mutu

136 produk petis SNI-1-2346-26, maksimal sebanyak 4%. Penentuan konsentrasi tepung terigu terbaik dilakukan dengan uji organoleptik skala hedonik. (1) Penampakann Parameter penampakan petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,73 sampai 7,3 dengann nilai yang mencantumkan bahwa kandungan karbohidrat penampakan tertinggi dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5% %, sedangkan nilai penampakan terendah dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 25%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengann perlakuan konsentrasi tepung terigu berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter penampakan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai rata-rata organoleptik penampakan 8 7 6 5 4 3 2 1 abc 7,37 a 7,3 a 7,1 7,1 ab 6,63 5,73 c 5 1 15 2 25 5,83 c 6,7 3 35 cb 5,73 c 4 Perlakuan tepung terigu (%) Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbed menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 15. Histogram nilai rata-rataa penampakan petis kupang. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa petis kupang perlakuan kontrol memberikan penampakan yang tidak berbeda nyata dengan petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, 1%, 15% dan 2%, tetapi berbeda nyata dengann perlakuan lainnya. Tepung terigu dapat membentuk adonan yang dapat menahann gas yang terbentuk. Keunikan tersebut disebabkan protein tepung yang bila bersenyawa dengan air akan menghasilkan gluten yang mampu

137 menahan gas-gas yang terbentuk. Bila tepung terigu dicampur dengann air sebanyak setengah dari beratnya, akan terbentuk masaa yang plastis yang disebut adonan (Eskin 199). (2) Aroma Umumnya, kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap sangat penting dilakukan uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan penilaian produk yang disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Aroma makanan dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya makanan, bahkan aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada cicip atau rasaa dan kepekaan indra pembauan biasanya lebih tinggi daripada indra pengecapan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma produk petis kupang ditunjukkann pada Gambar 16. Nilai rata-rata organoleptik aroma 8 7 6 5 4 3 2 1 6,47 ab bc 7,1 a 6,777 ab 6,53 abc 6,53 abc 6,3 a 5 1 15 2 25 3 35 4 abc 6,3 5,53 cb 5,8 3 abc cb Perlakuan tepung terigu (%) Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbed menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 16. Histogram nilai rata-rataa aroma petis kupang. Parameter aroma petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,53 sampai 7,1 dengan nilai aroma tertinggi dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, sedangkann nilai aroma terendah dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 3%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengann perlakuan konsentrasi tepung terigu berpengaruh nyata

138 (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter aroma. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa petis kupang perlakuan kontrol memberikan aroma yang tidak berbeda nyata dengan petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, 1%, 15%, 2%, 25%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga, penggunaan tepung yang relatif banyak menyebabkan kandungan lemak dan protein semakin sedikit sehingga menurunkan aroma khas kupang. Menurut Winarno et al. (1974), aroma dari produk olahan mempunyai perubahan yang konstan yaitu berkurang selama penanganan, pengolahan, dan penyimpanan. Selama pemasakan, terjadi berbagai reaksi antara bahan pengisi dengan kaldu kupang sehingga aroma yang khas pada kaldu kupang berkurang selama pengolahan produk. (3) Rasa Parameter rasa berbeda dengan aroma dan lebih banyak melibatkan panca indra lidah. Pengindraan cecapan dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1997). Parameter rasa petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,57 sampai 6,67 dengan nilai rasa tertinggi dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 1%, sedangkan nilai rasa terendah dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 35%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu tidak berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter rasa. Hasil uji organoleptik terhadap parameter rasa produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 17.

139 Nilai rata-rata organoleptik rasa 7 6 5 4 3 2 1 6,33 a 6,17 a 6,67 a 5 1 6,63 a 6,33 a 6,3 a 15 2 25 5,6 a 5,57 a 3 35 6,3 a 4 Perlakuan tepung terigu (%) Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbe menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 17. Histogram nilai rata-rataa rasa petis kupang. Kandungan protein dalam petis kupang sangat sedikit. Penambahan konsentrasi tepung terigu yang terlalu banyak dapat mengurangi rasa khas petis kupang tersebut. Gambar 17 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa petis kupang mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung terigu. Hal ini disebabkan rasa gurih kupang tertutupi oleh penambahan konsentrasi tepung terigu. Cita rasa gurih petis kupang berasal dari dua komponen utama, yaitu peptida dan asam amino yang terdapat pada kaldu kupang serta komponenn bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat merupakan asam amino yang dominan menentukan rasaa gurih. Kandungan asam glutamat pada kupang putih sebesar 1,443% dari total protein keseluruhan yang berjumlah 9,54% (Purwanto dan Sardjimah 2). (4) Warna Penentuan mutu bahan makanan sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Makanan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantungg dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 1997).

14 Parameter warna petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,83 sampai 7,3 dengan nilai warna tertinggi dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, sedangkann nilai aroma terendah dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 35%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengann perlakuan konsentrasi tepung terigu berpengaruh nyata (p<,5) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna. Hasil uji organoleptik terhadap parameter warna produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 18. Nilai rata-rata organoleptik warna 8 7 6 5 4 3 2 1 7,17 a 7,3 ab 7, ab 7, ab 6,5 abc 5,97 cb 5 1 15 2 25 5,87 c 5,8 3 c 5,97 cb 3 35 4 Perlakuan tepung terigu (%) Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbe menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 18. Histogram nilai rata-rata warna petis kupang. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa petis kupang perlakuan kontrol memberikan warna tidak berbeda nyata dengan petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, 1% %, 15%, dan 2%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Komponen gula (sukrosa) membentuk reaksi karamelisasi selama pemasakan, warna yang dihasilkan dari reaksi karamelisasi adalah warna coklat, sehingga semakin banyak gula yang ditambahkan pada produk maka semakin banyak warna cokat yang dihasilkan.

141 (5) Tekstur Parameter tekstur petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu memperoleh nilai rata-rata berkisar antara 5,27 sampai 6,73 dengan nilai tekstur tertinggi dicapai oleh petis kupang dengan penambahan tepung terigu 1%, sedangkann nilai tekstur terendah dicapai dengan penambahan tepung terigu 25% dan 4%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa setiap produk petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu berpengaruh nyata (p< <,5) terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna. Hasil uji organoleptik terhadap parameter warna produk petis kupang ditunjukkan pada Gambar 19. Nilai rata-rata organoleptik tekstur 8 7 6 5 4 3 2 1 7,6 a ab 6,7 ab 6,6 ab 6,73 5,63 cb 5,27 c 5 1 15 2 25 5,83 cb 5,93 cb 5,27 c 3 35 4 Perlakuan tepung terigu (%) Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbed menunjukkan berbeda nyata (P<,5), sedangkann yang diikuti huruf superscript sam menunjukkan tidak berbeda nyata (P>,5). da (a,b) ma (a,b) Gambar 19. Histogram nilai rata-rata tekstur petis kupang. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa petis kupang perlakuan kontrol memberikan tekstur yang tidak berbeda nyata dengan petis kupang dengan penambahan tepung terigu 5%, 1% %, dan 15% %, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tepung terigu memiliki kandungann protein unik yang membentuk suatu massa lengket dan elastis ketika dibasahi dengan air, yang dikenal sebagai gluten. Gluten merupakan campuran antara dua kelompok atau jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat mampu memerangkap gas yang tegar dan gliadin memberikan sifat yang lengket sehingga yang

142 terbentuk selama proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk (Eskin 199). 4.4. Karakteristik Fisika-Kimia Petis Kupang Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rasa, warna dan tekstur petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu 1% memberikan nilai ratarata tertinggi yaitu, rasa 6,67, warna 7,, dan tekstur 6,73, sedangkan untuk penampakan dan aroma panelis lebih menyukai petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu 5%. Analisis kandungan zat gizi dilakukan pada petis kupang dengan perlakuan konsentrasi tepung terigu 1%, petis kupang kontrol dan petis kupang komersial. Parameter yang diuji terdiri dari kadar air, abu, protein, karbohidrat, lemak, uji logam berat, kadar aktivitas air (a w ), uji viskositas dan uji total mikroba. Hasil analisis fisika-kimia petis kupang terbaik (konsentrasi terigu 1%) beserta SNI mutu petis (26) sebagai pembanding disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis fisika-kimia petis kupang terbaik beserta SNI mutu petis (26) sebagai pembanding. Parameter SNI 26 Komersial Kontrol Petis terbaik Air (%) 2-3 22,8 22,1 25,2 Abu (%) maks 8, 4,8 13,4 8,9 Protein (%) min 1 5,38 13,74 16,13 Lemak (%) - 1,11 1,16,98 Karbohidrat (%) maks 4 65,91 49,6 48,79 Derajat asam (ph) - 5,39 4,66 5,16 Aktivitas air (a w ),6-,9,747-,748,663-,665,763-,764 Angka Lempeng Total maks 5x1 2 96,5x1 2 3,9x1 1 7,3x1 2 Viskositas 54 cp 685 cp 1534 cp 864 cp Cemaran Logam - logam Hg - logam pb maks,5 maks 2 Tidak terdeteksi 4.4.1. Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

143 acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan- yang perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 1997). Nilai kadar air petis kupang disajikan pada Gambar 2. Kadar air (%) 3 25 2 15 1 5 % 22,1 25,2 1 % 22,8 komersial Perlakuan tepung terigu Gambar 2. Perbandingan kadar air petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1%, dan petis komersial. Gambar 2 menunjukkan petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% memiliki kadar air sebesar 25,2%, sedangkan petis kupang kontrol memiliki kadar air 22,1% dan petis kupang komersial memiliki kadar air 22,8%. Nilai kadar air tersebut masih memenuhi standar mutuu SNI petis (26) yang menyebutkan bahwa kadar air pada produk petis berkisar antara 2-3%. Penggunaan tepung terigu dengan taraf yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air petis kupang. Tepung terigu bersifat mengikat air sehingga menyebabkan kadar air petis kupang menjadi menurun. Purnomoo (1995) diacu dalam Prihartonoo (23) menyatakan bahwa semakin rendah kadar air suatu produk makanan, tekstur yang dihasilkan semakin keras. Air merupakan bahan baku yang menentukan konsistensi dan karakteristik reologi pada adonan. Naiknya nilai kadar air petis kupang dengan perlakuan tepung terigu diduga disebabkan oleh interaksi antara pati, protein dan air sehingga air tidak dapat lepas secara sempurna atau menguap selama pemasakan. Interaksi tersebut akibat pengikatan antara gugus aktif pada protein dengan gugus aktif yang ada dalam pati. Perubahan pertama yang terjadi pada pati adalah kehilangann persilangan polarisasi. Seiring dengan peningkatan suhu, ikatan

144 hidrogen antara rantai pati rusak dan air akan diserap oleh granula pati, yang kemudian diikuti dengan tahap pelepasan amilosa ( Eliasson 2), sedangkan pada protein, air akan bersenyawa dengan gliadin dan glutenin membentuk gluten. Kemampuan gluten mengikat air disebabkan oleh perbedaan komposisii dan struktur dari asam amino gluten dan gliadin sehingga dapat dihasilkan adonan yang lengket dan elastis (Eskin 199). Semakin tinggi protein terigu semakin tinggi pula daya serap airnya (Pandisurya 1983 diacu dalam Prihartono 23) ). 4.4.2. Kadar abu Sebagian besar bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, yaitu sekitar 96%, sedangkan sisanyaa terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar abu pada petis kupang ditunjukkan pada Gambar 21. 13.4 Kadar abu (%) 14 12 1 8 6 4 2 % 8.9 4.8 1% komersial Perlakuan Gambar 21. Perbandingann kadar abu petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1% %, dan petis komersial. Gambar 21 menunjukkan petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% memiliki kadar abu sebesar 8,9%, sedangkan petis kupang kontrol memiliki kadar abu sebesar 13,4% dan petis kupang komersial memiliki kadar abu sebesar 4,8%. Kadar abu yang terdapat pada penelitian sudah memenuhi standar SNI mutu petis (26) yang menyebutkan bahwa kadar abu maksimal sebesar 8%. Peningkatan kadar abu petis kupang disebabkan oleh penambahann bumbu-bumbu

145 dan bahan tambahan, seperti bawang putih, gula merah dan tepung terigu. Penambahan tepung terigu mampu meningkatkan zat anorganik pada produk sehingga kadar abu produk menjadi tinggi. Tafu dan Matsuda (2) menyatakan bahwa bahan-bahan mineral seperti seng, mangan dan mineral lainnya tidak dapat diekstrak atau larut oleh air panas maupun air biasa. 4.4.3. Kadar protein Protein merupakan suatuu zat yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimilikii oleh lemak atau karbohidrat. Fungsi utama protein ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar protein pada petis kupang ditunjukkan pada Gambar 22. Kadar protein (%) 2 15 1 5 16,13 13,74 5,38 % 1% komersial Perlakuan tepung terigu Gambar 22. Perbandingan kadar protein petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1%, dan petis komersial. Gambar 22 menunjukkan petis kupang tanpaa perlakuan memiliki kadar protein sebesar 13,74% sedangkan petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% memiliki kadar protein sebesar 16,13% %. Jumlah kadar protein yang terdapat pada petis kupang ini sudah memenuhi standar SNI mutu petis yang mencantumkan bahwa kadar protein minimal 1%. Pati merupakan senyawa

146 organik non-protein. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah tepung terigu yang ditambahkan, kadar protein petis kupang semakin menurun. 4.4.4. Kadar lemak Lemak merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan. Lemak memiliki fungsi untuk memperbaiki bentuk dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan pangan. Selain itu, lemak berperan sangat penting bagi gizi dan kesehatan tubuh karena merupakan sumber energi serta sebagai sumber dan pelarut vitamin A, D, E, dan K (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar lemak pada petis kupang ditunjukkan pada Gambar 23. Kada lemak (%) 1,2 1.2 1, 1.,8.8,6.6,4.4,2.2,. 1,16 1,11,98 % 1% komersial Perlakuan tepung terigu Gambar 23. Perbandingan kadar lemak petis kupang tanpaa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1 %, dan petis komersial. Gambar 23 menunjukkan bahwa petis kupang tanpa perlakuan memiliki nilai kadar lemak sebesar,98% %, sedangkann kadar lemak yang terdapat padaa petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% memilikii nilai sebesar,98%. Kadar lemak yang terdapat dalam produk petis kupang mengalami peningkatan dari nilai kadar lemak pada bahan bakunya yang hanya sebesar,5%. Penambahan tepung terigu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar lemak pada produk petis kupang karena tepung terigu mempunyai kadar lemak yang rendah. Lemak mempunyai peranan penting dalam pembentukan adonan, terutama interaksinya dengan protein dan pati. Lemak memperkuat jaringan zat glutein sehingga terbentuk jaringan yang lebih kuat dan lebih elastis (Eliasson 2), tetapi lemak menghambat proses retrogradasi pati. Lemak tersebut akan melapisi

147 amilosa yang meleleh sehingga lambat (Colona et al. 1992). proses retrogradasi menjadi berlangsung dengan 4.4.5. Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama yang terdapat dalam makanan. Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dibandingkan dengan protein dan lemak. Karbohidrat mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain- tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolismm lemak dan protein di dalam tubuh (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar karbohidrat pada petis kupang ditunjukkan pada Gambar 24. lain. Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein Kadar karbohidrat (%) 7 6 5 4 3 2 1 % 49,6 65,91 48,79 1% komersial Perlakuan tepung terigu Gambar 24. Perbandingann kadar karbohidrat petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1%, dan petis komersial. Gambar 24 menunjukkan petis kupang tanpaa perlakuan memiliki kadar karbohidrat sebesar 49,6% lebih tinggi dibandingkan dengan petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% yang memiliki kadar karbohidrat sebesar 48,79% sedangkann petis kupang komersial memiliki kadar karbohidrat sebesar 65,,91%. Kadar karbohidrat pada petis kupang kurang memenuhi standar yang telah ditetapkan SNI mutuu petis (26) yang mencantumkan bahwa kadar karbohidrat maksimal 4%. Kadar karbohidrat yang tinggii menggambarkan bahwa konsentrasi tepung yang ditambahkan sangat banyak. Hal itu menyebabkan kadar air pada adonan petis sangat sedikit. Banyaknya air akan menentukan kepadatan

148 adonan. Penambahann tepung yang terlalu banyak akan menghasilkan adonan yang keras dan teksturnya padat. 4.4.6. Derajat keasaman (ph) Nilai ph merupakan ukuran keasaman suatu zat. Nilai ph sering digunakann sebagai indikator kerusakan bahan makanan karena pengontrolann nilai ph merupakan salah satu caraa untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh di medium dengan ph rendah tergantung pada sistem sel untuk mengatur ph mendekati ph netral. Nilai ph minimum pertumbuhan bergantung pada jenis asam pada medium. Nilaii ratarata ph petis kupang disajikan pada Gambar 25. Derajat keasaman (ph) 6 5 4 3 2 1 5,16 5,39 4,66 % 1% komersial Perlakuan tepung terigu Gambar 25. Perbandingan derajat keasaman (ph) petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1% %, dan petis komersial. Gambar 25 menunjukkann petis kupang tanpa perlakuan memiliki nilai ph 4,66 sedangkan petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% memilikii nilai ph 5,16. Naiknya nilai ph diduga karena adanya penambahan bahan tambahan berupa bubur tepung terigu dan gula yang bersifat basa. Nilaii ph pada petis kupang kurang memenuhi standar SNI mutu petis (26), yakni berkisar antara 3-4. Konsentrasi dan ph larutan pati mempengaruhi suhu gelatinasi. Makin kental larutan, suhu gelatinasi makin sulit dicapai. Bila ph terlalu tinggi, pembentukan gel semakin cepat tercapai. Pembentukan gel optimum terjadi pada ph 4-7 (Elliason 2).

149 4.4.7. Aktivitas air (a w ) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroorganisme. Aktivitas air dinyatakan dalam a w (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimal agar dapat tumbuh dengan baik. Aktivitas air (a w ) mempengaruhi multiplikasi dan aktivitas metabolisme mikroorganisme, resistensi dan daya tahan (Skinner dan Hugo 1976 diacu dalam Setyaningsih 24). Hasil pengukuran nilai a w petis kupang ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan aktivitas air (a w ) petis kupang tanpa perlakuan, petis dengan perlakuan tepung terigu 1%, dan petis komersial. Perlakuan Kisaran a w Petis kontrol,663,665 Petis perlakuan 1 %,763,764 Petis komersial,747,748 Tabel 15 menunjukkan petis kupang tanpa perlakuan memiliki nilai aktivitas air (a w ) berkisar antara,663-,665, sedangkan nilai aktivitas air (a w ) untuk petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% berkisar antara,763,764 lebih besar dari nilai aktivitas air (a w ) pada petis kupang komersial yang berkisar antara,747,748. Menurut Soekarto (1979) diacu dalam Wijatmoko (24) menyatakan bahwa makanan semi basah mempunyai nilai aktivitas air (a w ) yang berkisar antara,6,9 yang pada umumnya cukup awet dan stabil pada penyimpanan suhu kamar. Penambahan gula dapat menyebabkan penurunan aktivitas air sehingga pertumbuhan mikroorganisme perusak pada makanan terhambat karena air yang diperlukan untuk tumbuh berkurang. Kadar gula dalam makanan sebesar 7% dapat mencegah berbagai kerusakan makanan oleh aktivitas mikroorganisme, sedangkan konsentrasi dibawah 7% larutan gula masih efektif menghentikan kegiatan mikroba tetapi untuk jangka waktu yang pendek (Widyani dan Suciaty 28).

15 4.4.8. Uji mikrobiologi (Total Plate Count) Mikroorganisme bersifat cosmopolitan, hidup tersebar luas di lingkungan. Mikroorganisme yang banyak tumbuh pada bahan pangan adalah bakteri, kapang dan khamir yang dapat menyebabkan kerusakan dari segi organoleptik maupun komposisi bahan kimia. Kerusakan bahan pangan yang ditimbulkan oleh mikroorganisme antara lain perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan endapan, pembentukan gas, bau asam, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya (Fardiaz 1992). Hasil penghitungan total mikroba dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Total mikroba petis kupang tanpa perlakuan, petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% dan petis kupang komersial. Perlakuan Total mikroba Petis kontrol 3,9x1 1 Petis perlakuan 1 % 7,3x1 2 Petis komersial 96,5x1 2 Pada Tabel 16 terlihat bahwa petis kupang perlakuan 1% memiliki jumlah mikroba sebanyak 7,3x1 2 CFU/ml, sedangkan petis kupang tanpa perlakuan (kontrol) memiliki jumlah mikroba sebanyak 3,9x1 1 CFU/ml dan petis kupang komersial jumlah mikroba sebanyak 96,5x1 2 CFU/ml. Jumlah ini diatas standar SNI petis yang menyebutkan bahwa jumlah mikroba yang terkandung maksimal sebanyak 5x1 2 CFU/ml (tabel 14). Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh nutrisi, waktu, suhu, ph, kadar air, ketersediaan gas-gas dan a w. Kapang menyerang bahan-bahan yang mengandung pektin, pati dan selulosa, sedangkan khamir menyerang bahan-bahan yang banyak mengandung gula (Winarno 1997). 4.2.9. Uji viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Prinsip pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan antara dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan oleh gesekan internal yang

151 besar sehingga cairannya mengalir (Glicksman 1983 diacu dalam Kurnianta 22). Hasil pengukuran uji viskositas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai viskositas petis kupang tanpa perlakuan, petis kupang dengan perlakuan tepung terigu 1% dan petis kupang komersial. Perlakuan Viskositas Petis kontrol 1534 cp Petis perlakuan 1 % 864 cp Petis komersial 685. cp Viskositas petis dipengaruhi oleh proporsi tepung terigu yang ditambahkan, lama waktu pemasakan dan jumlah kebutuhan bahan yang ditambahkan (terutama gula) (Sumnu et al.1998). Pati tepung terigu mengalami gelatinisasi pada waktu dipanaskan sehingga terjadi peningkatan viskositas. Menurut Swinkels (1985), suhu gelatinisasi pati tepung terigu berkisar antara 52-64 o C. Selain itu, protein dan penambahan gula juga berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan karena gula dapat mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati menjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi akan lebih tinggi. Protein akan membentuk ikatan kompleks dengan molekul pati pada permukaan granula dan mencegah molekulmolekul pati yang terdapat dalam granula untuk keluar (Sumnu et al. 1998). Dilihat dari nilai viskositasnya, petis kupang yang dihasilkan lebih kental (864 cp) dibandingkan dengan viskositas petis menurut SNI petis (26) (54 cp), namun relatif lebih encer dibandingkan dengan petis kupang komersial (685. cp). 4.4.1. Uji logam berat (Hg dan Pb) Secara umum, kadar bahan pencemar dapat diketahui dengan menggunakan bioindikator yaitu jenis organisme tertentu yang dapat mengakumulasi bahan-bahan yang ada sehingga dapat mewakili keadaan di dalam lingkungan habitatnya (Kurnianta 22). Kupang hidup di dasar perairan berupa lumpur atau lumpur bercampur pasir dan mobilitasnya rendah, sehingga kemungkinan terdapatnya logam berat pada kupang sangatlah besar. Logamlogam berat umumnya bersifat toksik (racun) dan kebanyakan di air dalam bentuk

152 ion. Logam- logam berat yang mencemari perairan banyak jenisnya, diantaranya logam Hg dan Pb yang berdampak buruk bagi kesehatan. Hasil uji logam berat (Hg dan Pb) pada produk petis kupang tanpa perlakuan (kontrol) atau petis kupang dengan konsentrasi tepung terigu 1% memberikan hasil tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat. Hal ini sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh SNI petis (26) yang menyebutkan bahwa kandungan Hg maksimal,5 ppm dan Pb maksimal 2 ppm. Kandungan logam berat dalam kupang dapat dihilangkan dengan proses perebusan hingga mendidih selama kurang lebih satu jam sehingga diperoleh daging kupang yang bebas dari Hg ( mg/kg), sedangkan untuk mengurangi kandungan logam berat berbahaya dalam kaldu dapat dilakukan dengan pengenceran. Penggantian air rebusan setelah mendidih 1 o C selama lima menit meminimalkan logam berat berbahaya dengan gizi tetap baik (Lemlit 2 diacu dalam Kurnianta 22).