PEMBAHASAN Potensi Pucuk

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik

PEMBAHASAN. Analisis Petik. Tabel 7. Jenis Petikan Hasil Analisis Petik Bulan Maret - Mei 2011

PEMBAHASAN Sistem Petikan

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

BAB I PENDAHULUAN. kopi, dan kakao. Pada tahun 2012, volume perusahaan pemerintah pada

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

KEADAAN UMUM Sejarah PT Perkebunan Tambi Letak Wilayah Administratif

PEMBAHASAN Tinggi dan Diameter Bidang Petik Persentase Pucuk Burung

SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

PENGELOLAAN PEMETIKAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI, PT. TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Pemetikan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O Kuntze) di Unit Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, Karanganyar, Jawa Tengah.

Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL) di Unit Perkebunan Tambi Tahun 2010

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM PERKEBUNAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Wonosobo

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

Gambar 1. 1 Bagian Pucuk Daun Teh (Ghani, 2002)

Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah

PELAKSANAAN DI LAPANG

KONDISI UMUM PERKEBUNAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

KEADAAN UMUM Sejarah PT Perkebunan Tambi

PENGELOLAAN PEMETIKAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kunt.) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI PT TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH DINA MUTIARA A

PENGKAJIAN PENGGUNAAN GUNTING PETIK PADA KOMODITAS TEH DI KECAMATAN CIKALONG WETAN-KABUPATEN BANDUNG

PENGELOLAAN PEMETIKAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI PT. TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH

Dina Ernawati, SP. dan Vidiyastuti Ari Yustiani, SP.

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Pengelolaan Pemangkasan Teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

HASIL DAN KERAGAMAN GENETIK TUJUH KLON TEH (Camellia sinensis (L.) Kuntze) DI DUA LOKASI DENGAN KETINGGIAN BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unjuk kerja mesin petik tipe 120 pada pemetikan tanaman teh assamica dengan jarak antara baris 120 cm

Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Cammellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Bedakah, PT Tambi Wonosobo, Jawa Tengah

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan

LAPORAN MAGANG KERJA MINGGU KE II. Kegiatan Magang Kerja Di PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) Wilayah III Afd. Gunung Gambir Kabupaten Jember

PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS PUCUK TEH (Camellia sinensis (L.) Kuntze) DI BERBAGAI TINGGI TEMPAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal daerah subtropik yang tumbuh optimal pada 25 o -35 o lintang utara

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANG

PENGELOLAAN KETENAGAKERJAAN PADA PEMETIKAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI, PT PERKEBUNAN TAMBI WONOSOBO, JAWA TENGAH

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

PELAKSANAAN EVALUASI KEBUN SUMBER BENIH TEH KP GAMBUNG DAN KP PASIR SARONGGE

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENGELOLAAN PERKEBUNAN. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

Tabel Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang Sebagai Karyawan Harian Lepas di Kebun Rumpun Sari Kemuning, 2008.

LAPORAN MAGANG KERJA MINGGU KE I. Kegiatan Magang Kerja Di PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) Wilayah III Afd. Gunung Gambir Kabupaten Jember

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

KONDISI UMUM UNIT PERKEBUNAN BEDAKAH

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMETIKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU PUCUK TANAMAN TEH

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK DAUN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TANJUNGSARI, PT TAMBI, WONOSOBO JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

Transkripsi:

52 PEMBAHASAN Potensi Pucuk Hasil tanaman teh adalah kuncup dan daun muda yang biasa disebut pucuk. Pengambilan pucuk yang sudah memenuhi ketentuan dan berada pada bidang petik disebut pemetikan. Ketentuan pucuk yang dipetik harus disesuaikan dengan standar yang akan diolah. Unit Perkebunan Tambi memiliki target dalam meningkatkan produksi, minimal sesuai target yang telah direncanakan. Target yang harus dicapai berupa kualitas dan kuantitas. Hal tersebut disebabkan pada saat ini pasar meminta kualitas yang bagus. Senyawa kimia yang paling berperan dalam kualitas teh adalah senyawa polifenol golongan katekin. Senyawa tersebut terdapat dalam jumlah banyak pada pucuk dan daun muda, dan makin sedikit jumlahnya dengan makin tuanya daun. Oleh karena itu, makin muda daun makin besar potensinya dalam menghasilkan teh yang berkualitas dalam (inner quality) yang tinggi (Pusat penelitian Teh dan Kina, 2002). Potensi pucuk di atas bidang petik diantaranya dipengaruhi oleh jumlah pucuk burung dan pucuk peko. Jika pucuk burung banyak terdapat di atas bidang petik maka pertumbuhan pucuk muda menjadi terhambat dan jumlah pucuk pada petikan berikutnya menjadi sedikit. Semakin tinggi persentase pucuk peko di atas bidang petik maka semakin tinggi potensi pucuk yang dapat dipetik. Hal ini dikarenakan jika produksi tinggi, namun kondisi pucuk didominasi pucuk burung akan menurunkan kualitas hasil olahan teh kering (Mangoendidjojo, 2002). Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perbedaan bahan tanam klon/seedling menunjukkan perbedaan besarnya simpangan pada setiap bahan tanam yang digunakan. Kondisi pucuk di Unit Perkebunan Tambi memiliki perbedaan di setiap bloknya. Berdasarkan hasil pengamatan, persentase pucuk peko terbesar terdapat pada klon Gambung 7 sebesar 51.90 persen. Klon Gambung 7 memiliki persentase pucuk peko paling tinggi dibandingkan dengan klon TRI 2025, seedling Hibrid maupun Asam. Klon Gambung 7 lebih tinggi persen pucuk pekonya karena 52

53 manajemen kebun, bahan tanam, dan potensi genetik yang lebih baik. Gambung 7 berasal dari bahan tanam asal stek yang memiliki keunggulan sama dengan induknya. Gambung 7 merupakan salah satu klon unggulan Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) tahun 1998. Ditinjau dari persentase pucuk peko dan burung, klon Gambung 7 lebih berpotensi dibandingkan dengan TRI 2025 (Astika et al., 1999). Potensi hasil dari klon Gambung 7 dapat mencapai lebih dari 5 000 kg/ha/tahun dengan potensi kualitas yang baik dan mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyakit cacar daun teh. Persentase pucuk peko terendah dihasilkan klon TRI 2025. Klon TRI merupakan salah satu klon anjuran yang dikeluarkan pada tahun 1978, tetapi TRI 2025 sangat rentan terhadap penyakit cacar daun. Untuk bahan tanam seedling Asam memiliki persentase pucuk peko terbesar 45.8% dibandingkan dengan Hibrid sebesar 40.5 persen. Bahan tanaman yang berasal dari klon ternyata menghasilkan potensi pucuk yang lebih tinggi daripada seedling. Hal-hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pucuk burung dan pucuk peko adalah asal bahan tanam, cuaca atau musim, petikan sebelumnya, kesehatan tanaman, ketersediaan unsur hara dalam tanah (pemupukan), siklus petik, dan ketinggian tempat (elevasi). Menurut Sriyadi et al. (1999) faktor lingkungan tumbuh yang berbeda dan intensitas penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan pucuk peko dan pucuk burung pada tanaman teh. Asal bahan tanam yang sangat toleran dan tahan terhadap perubahan musim adalah seedling Asam dan Hibrid. Akan tetapi kejadian bencana alam seperti angin kencang sangat merugikan tanaman teh seperti yang terjadi pada tanaman teh Hibrid di Blok Pemandangan. Ketika musim hujan tanaman cenderung menumbuhkan pucuk peko, sedangkan pada akhir musim hujan tanaman cenderung mengalami dormansi sehingga banyak pucuk yang menjadi pucuk burung yang sangat berpengaruh terhadap kualitas teh yang dihasilkan. Pucuk burung yang tertinggal dapat mengakibatkan pucuk burung menjadi tua dan dapat menghambat pertumbuhan pucuk peko baru. Menurut Ghani (2002) pada periode pucuk burung, pucuk menjadi tidak aktif dan menghambat pertumbuhan peko. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006) 53

54 menambahkan adanya pucuk cakar ayam juga dapat mempercepat pucuk peko menjadi pucuk burung. Pucuk burung yang tertinggal akan menjadi semakin tua yang menyebabkan kualitas pucuk menurun. Banyaknya pucuk burung yang tertinggal merupakan kesalahan pemetik dan pembimbing petik karena kurangnya pengawasan yang dilakukan terhadap tenaga kerja petik. Menurut Rosyadi (2008) hal lainnya yang mempengaruhi ketersediaan pucuk peko adalah sistem petikan berat dengan gunting yang dilakukan secara terus-menerus menyebabkan pertumbuhan pucuk tertekan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan pucuk burung lebih tinggi dibandingkan pucuk peko. Kesehatan tanaman juga sangat mempengaruhi potensi pucuk yang dihasilkan. Tanaman teh yang terserang hama dan penyakit dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman teh terganggu. Kesehatan tanaman sangat didukung oleh ketersediaan unsur hara dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang baku. Ketersediaaan unsur hara meliputi kegiatan pemupukan yang dilakukan pada tanaman teh. Pemupukan yang efisien dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan tanaman teh (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1993). Usaha peningkatan jumlah pucuk peko seiring dengan pengurangan jumlah pucuk burung dapat dicapai dengan pemupukan berimbang (Rosyadi, 2008). Hasil penelitian Hargono et al. (1999) menunjukkan klon TRI 2025 merupakan salah satu klon yang sangat rentan terhadap penyakit cacar daun (blister blight) dan merupakan penyakit utama yang menyerang perkebunan teh di UP Tambi. Penyakit cacar daun disebabkan oleh cendawan Exobasidium vexans Massae. Menurut Adisewojo (1982) penyakit cacar daun cepat menyebar pada kebun-kebun yang kelembaban udaranya tinggi, intensitas cahaya matahari yang rendah, dan berkabut. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan potensi pucuk klon TRI 2025 di Blok Pemandangan sangat rendah. Blok Pemandangan merupakan blok yang terletak pada ketinggian tempat tertinggi mencapai 2 100 m dpl dibandingkan dengan Blok Taman, Blok Panama, dan Blok Tanah Hijau. Siklus petik yang kurang stabil juga dapat menyebabkan persentase pucuk peko menurun karena apabila siklus petik terlalu panjang maka tanaman cenderung akan 54

55 akan mengalami pertumbuhan yang dorman sehingga pucuk menjadi pucuk burung. Menurut Adisewojo (1982) siklus tanaman yang terlalu panjang dapat berdampak pada penyebaran hama dan penyakit karena memberi kesempatan terhadap hama dan penyakit untuk berkembang biak dengan cepat. Penyakit cacar akan menghasilkan spora baru dalam jangka waktu 12 hari. Hargono et al. (1999) menambahkan bahwa pemetikan dengan siklus pendek kurang dari 9 hari dapat memperkecil sumber penularan penyakit baru karena siklus perkembangan spora cacar daun teh dapat terputus dan pucuk teh yang terserang telah terpetik. Siklus petik tanaman ditetapkan berdasarkan kondisi tanaman di lapangan, luas lahan, dan ketersediaan tenaga kerja. Dalam upaya menggali potensi dan menanggulangi kekurangan tenaga pemetik pada musim panen puncak Unit Perkebunan Tambi memberlakukan pemetikan menggunakan gunting dan mesin tipe GT 120. Pemetikan menggunakan mesin merupakan program baru yang mulai dilakukan sejak bulan Februari 2012. Pemetikan mesin tersebut masih dalam tahap percobaan. Penggunaan mesin petik hingga saat ini hanya dilakukan di Blok Pemandangan dan Taman, karena jumlah mesin petik masih terbatas, yaitu hanya ada 2 unit. Hasil pucuk yang tinggi dapat dicapai bila pemetikan dilakukan secara benar, walaupun menggunakan mesin petik. Selain itu, penerapan pemetikan secara mekanis bertujuan meningkatkan kapasitas pemetik, tetapi tetap harus memperhatikan standar mutu pucuk. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 5 penggunaan gunting petik di Blok Pemandangan menghasilkan kondisi pucuk yang lebih baik dibandingkan dengan mesin petik, baik dari kuantitas maupun kualitas. Perbedaan tersebut disebabkan oleh operator mesin petik kurang terampil, siklus petik yang belum stabil dan terlalu panjang serta singkatnya waktu pengamatan yang dilakukan terhadap mesin petik yang hanya 2 bulan saja. Menurut Dalimoenthe dan Kartawijaya (1999) keterampilan pemetik dengan menggunakan alat petik dan perdu teh yang telah dikondisikan untuk dipetik secara mekanis maka kualitas dan kesehatan tanaman tidak akan terganggu. Hasil penelitian Abbas et al. (2003) menambahkan bahwa pemetikan teh menggunakan mesin GT 120 dapat menggali potensi hasil kebun. Penggunaan mesin petik untuk kedepannya diharapkan dapat menghasilkan pucuk yang potensi mutunya 55

56 lebih baik karena saat ini pengoperasian mesin petik di Unit Perkebunan Tambi masih dalam masa transisi dan tahap percobaan. Tinggi Bidang Petik dan Tebal Daun Pemeliharaan Tinggi bidang petik pada tanaman teh sangat mempengaruhi kapasitas pemetik dan produksi pucuk yang dihasilkan. Tinggi bidang petik harus tetap dipertahankan 80-110 cm agar mempermudah tenaga kerja pemetik dalam memanen pucuk teh (Johan dan Dalimoenthe, 2009). Pengukuran tinggi bidang petik dilakukan mulai dari permukaan bidang pangkas sampai permukaan bidang petik. Pengukuran tinggi bidang petik diamati pada dua klon dan dua seedling yang berbeda yaitu Gambung 7, TRI 2025, Hibrid, dan Asam. Berdasarkan Tabel 6 tinggi bidang petik di Unit Perkebunan Tambi berkisar 68.9-97.7 cm. Tinggi bidang petik terendah terdapat pada tanaman teh dengan bahan tanam asal seedling Hibrid yang terletak di Blok Pemandangan. Hal ini disebabkan oleh tanaman teh di Blok Pemandangan mengalami banyak kerusakan karena diterpa angin kencang pada tahun 2010. Angin yang terlalu kencang merusak perdu tanaman teh sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman teh terganggu. Menurut Johan dan Dalimoenthe (2009) tinggi bidang petik yang ideal untuk tanaman teh berkisar 80-110 cm. Tinggi bidang petik di bawah 80 cm masih ditemui pada bahan tanam asal seedling Asam di Blok Taman, Hibrid di Pemandangan, dan Hibrid di Panama. Hal ini disebabkan bahan tanam seedling Hibrid dan Asam merupakan tanaman tua menghasilkan (TTM), dengan umur berkisar 62-92 tahun. Umur tanaman juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanaman teh yang terlalu pendek dapat mengakibatkan kurang efisiennya pemetikan yang dilakukan oleh tenaga kerja petik. Hal ini berdampak pada penurunan kapasitas pemetik dan hanca petik per harinya. Tanaman yang bersal dari klon Gambung 7 dan TRI 2025 memiliki tinggi bidang petik yang ideal dan sesuai dengan standar tinggi bidang petik yang efisien untuk petikan gunting. Tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh umur tanaman, kesehatan tanaman dan umur pangkas. 56

57 Pucuk yang dipetik mengakibatkan tanaman kehilangan zat pati sekitar 7.5 persen. Kehilangan zat pati akibat pucuk yang dipetik tidak akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu asalkan daun-daun yang tertinggal pada perdu cukup memadai untuk melakukan fotosintesis (Johan dan Dalimoenthe 2009). Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 6 tebal daun pemeliharaan di Unit Perkebunan Tambi berkisar 14.5-33 cm. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006) ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang efektif untuk melakukan fotosintesis sebanyak 4-5 lapis dengan ketebalan 15-20 cm. Unit Perkebunan Tambi saat ini memiliki kebijakan tersendiri untuk ketebalan daun pemeliharaan 25-35 cm. Daun pemeliharaan yang ketebalannya masih di bawah 25 cm saat ini sedang dalam proses pengupayaan menaikkan tebal daun pemeliharaan agar tebal daun pemeliharaaannya sesuai standar. Daun pemeliharaan yang ketebalannya sudah memenuhi standar perkebunan terus diupayakan agar ketebalannya stabil. Pada perdu teh yang daun pemeliharaannya terlalu tipis, maka pemetikan segera dinaikkan 1 daun atau meninggalkan 1 daun di atas kepel (k+1). Daun pemeliharaan yang terlalu tebal mengakibatkan hasil fotosintesis banyak digunakan oleh daun pemeliharaan sehingga hasil fotosintat untuk pertumbuhan pucuk atau tunas berkurang mengakibatkan produksi berkurang. Hanca Petik Hanca petik adalah luas areal petik yang harus selesai dipetik dalam satu hari. Pelaksanaan hanca petik di lapangan seringkali berbeda dengan hanca yang telah diperhitungkan. Hanca petik sangat dipengaruhi oleh kondisi pucuk, topografi lahan, jumlah tenaga kerja pemetik. Hanca petik pada setiap blok berbeda-beda bergantung pada luas lahan produktif, siklus petik dan jumlah tenaga kerja. Pengaturan hanca petik masing-masing blok ditentukan oleh mandor petik. Pada kenyataannya di lapangan, hanca petik yang telah direncanakan sering kali tidak sama dengan realisasinya. Hal ini disebabkan oleh topografi kebun, jumlah tenaga kerja yang kurang dan terbatasnya waktu. Topografi kebun yang miring menyulitkan pemetik dalam menjangkau tempat yang lebih tinggi. Jika hanca petik tidak 57

58 terselesaikan dalam sehari maka jam kerja akan ditambah dan akan dilanjutkan pada hari berikutnya. Solusi lain dalam menyelesaikan hanca yang tidak terselesaikan adalah dengan melakukan pemetikan pada hari libur. Keadaan seperti ini juga dapat mengakibatkan siklus petik terlalu panjang dan kebun menjadi kaboler. Jumlah Tenaga Pemetik Tenaga petik merupakan komponen terpenting dalam mencapai produksi yang optimal. Ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan rasio kebutuhan tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk mencapai produksi yang maksimal. Unit Perkebunan Tambi memiliki empat blok yang masing-masing blok memiliki jumlah tenaga kerja petik yang berbeda-beda bergantung pada luas lahan produktif. Berdasarkan Tabel 8 tenaga kerja petik yang tersedia di UP Tambi berjumlah 178 orang sedangkan kebutuhan tenaga kerja petik berdasarkan rasio tenaga petik adalah sebanyak 190 orang. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa UP Tambi kekurangan tenaga pemetik. Hal tersebut disebabkan kurangnya minat penduduk setempat untuk menjadi tenaga pemetik karena menurut penduduk upah yang diterima sangat minim. Kurang terpenuhinya tenaga kerja pemetik dapat berakibat tidak terselesaikannya hanca yang telah ditetapkan dan tidak tercapainya target produksi yang sudah direncanakan. Kekurangan tenaga kerja petik dapat diatasi dengan menaikkan upah pemetik dan mengoptimalkan penggunaan mesin petik. Kapasitas Pemetik Kapasitas pemetik adalah bobot pucuk yang harus dicapai oleh pemetik dalam 1 hari. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 9 kapasitas pemetik di Unit Perkebunan Tambi sebanyak 60.40 kg pucuk/orang. Kapasitas pemetik berbeda beda antar pemetik yang satu dengan pemetik yang lainnya bergantung pada keterampilan pemetik, kondisi pucuk, topografi lahan, cuaca, dan jam kerja efektif dalam sehari. Kapasitas pemetik akan tinggi apabila pucuk yang tersedia di atas bidang petik dan kecepatan pemetik dalam melakukan pemetikan pucuk tinggi. 58

59 Pucuk yang telah dipetik dimasukkan ke dalam waring. Waring memiliki kapasitas 25-30 kg pucuk /waring. Berdasarkan Tabel 9 kapasitas waring di Unit Perkebunan Tambi sebesar 26.66 kg/waring. Jumlah waring yang dimiliki setiap blok berbeda-beda. Kapasitas waring bergantung jumlah waring yang tersedia di setiap blok, produksi pucuk yang dihasilkan setiap blok, dan kapasitas pemetik. Analisis Petik dan Analisis Pucuk Analisis hasil petikan merupakan pemeriksaan pucuk yang dihasilkan pada pelaksanaan pemetikan. Analisis hasil petikan terdiri atas dua macam yaitu analisis petik dan analisis pucuk. Analisis petik adalah pemisahan pucuk yang didasarkan pada jenis petikan atau rumus petik yang dihasilkan, yang dinyatakan dalam persen. Analisis petik bertujuan untuk menilai keterampilan pemetik, menilai kesehatan tanaman, dan menilai kondisi kebun. Pucuk dianggap rusak apabila pada pucuk tersebut terdapat daun-daun yang rusak, sobek, terlipat, dan terperam. Analisis pucuk di UP Tambi dilakukan setiap hari setelah pemetikan di kebun. Analisis pucuk dilaksanakan di pabrik oleh seorang analis. Tujuan analisis pucuk adalah untuk memprediksi hasil olahan dan untuk menentukan harga pucuk (besarnya upah petikan, memperkirakan grade mutu teh yang dihasilkan. Jika analisis mencapai 55% maka pemetik mendapatkan premi sebesar Rp 30,00/kg pucuk basah. Berdasarkan Tabel 11 hasil analisis petik di Unit Perkebunan Tambi manghasilkan rata-rata persentase pucuk halus 1.75 %, pucuk medium 19.48 %, pucuk kasar 51.87 %, dan pucuk rusak 26.90 persen. Berdasarkan hasil analisis tersebut pucuk halus sangat rendah. Jika persentase pucuk halus melebihi dari 5 % maka pemetik banyak melakukan kesalahan seperti pemetikan di luar ketentuan. Pucuk kasar lebih tinggi daripada pucuk medium maka akan mempersulit dalam proses pengolahan karena daun sudah terlalu tua. Analisis petik juga dilakukan pada pucuk hasil petikan dengan menggunakan mesin petik GT 120 untuk membandingkan hasil analisis dengan menggunakan gunting petik. Berdasarkan Tabel 12 pemetikan dengan menggunakan gunting petik 59

60 dan mesin petik menghasilkan pucuk dengan kategori petikan kasar. Pelaksanaan pemetikan yang tidak tepat dapat dilihat dari persentase pucuk kasar yang tinggi dan keterampilan pemetik yang rendah dapat dilihat pada persentase pucuk halus dan rusak. Analisis pucuk yang dilakukan petugas analisis di pabrik selama 4 bulan terakhir (Januari-April 2012) memiliki rata rata 45.21% memenuhi syarat (MS) dan 54.79% tidak memenuhi syarat (TMS). Nilai MS tersebut belum memenuhi standar Unit Perkebunan Tambi yaitu minimal 55 persen. Nilai MS yang rendah dapat disebabkan oleh kebun yang kaboler, siklus yang terlalu panjang, dan kerusakan pucuk. Kebun kaboler terjadi karena siklus petik yang terlalu panjang. Kerusakan pucuk dapat terjadi karena faktor alam dan manusia. Faktor alam berupa angin kencang maupun gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Faktor manusia sangat berpengaruh besar terhadap terjadinya kerusakan pucuk. Kerusakan karena gunting petik, pemadatan pucuk dalam waring yang melebihi kapasitas, pengangkutan dengan truk yang melebihi kapasitas. 60