3 METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN DI WILAYAH PADAT TANGKAP : KASUS PERAIRAN LAUT SULAWESI SELATAN BAGIAN SELATAN HUSNI MANGGA BARANI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

C E =... 8 FPI =... 9 P

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB III METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

III. METODOLOGI KAJIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

STUDI TENTANG PRODUKTIVITAS BAGAN TANCAP DI PERAIRAN KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN WARDA SUSANIATI L

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

I. PENDAHULUAN Latar belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl.

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun.

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

BAB III METODE KAJIAN

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN DI WILAYAH PADAT TANGKAP : KASUS PERAIRAN LAUT SULAWESI SELATAN BAGIAN SELATAN HUSNI MANGGA BARANI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/KEPMEN-KP/2016

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

BAB III METODE KAJIAN

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Defenisi Operasional Penelitian

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

Transkripsi:

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui tahap-tahap : persiapan dan pengumpulan data pada bulan September 2003 sampai dengan Desember 2004, dilanjutkan dengan pengolahan/analisis data sampai dengan bulan Desember 2005. Secara administratif, wilayah penelitian merupakan bagian Provinsi Sulawesi Selatan yaitu terletak diantara 0 o 12 8 o LS dan diantara 116 o 48 122 o 36 BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Propinsi Sulawesi Tengah Sebelah Timur : Teluk Bone dan Propinsi Sulawesi Tenggara Sebelah Selatan : Laut Flores Sebelah Barat : Selat Makassar Provinsi Sulawesi Selatan terletak di Pulau Sulawesi dengan luas wilayah adalah 62.482,54 Km 2, secara administratif pemerintahan terbagi menjadi 22 Kabupaten dan 2 Kota yang terdiri dari 252 Kecamatan dan 2.644 Desa/Kelurahan. Panjang garis pantai provinsi Sulawesi Selatan mencapai 3.203 Km. Penelitian dilakukan di beberapa daerah Kabupaten atau Kota di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan yang meliputi daerah padat nelayan atau kegiatan perikanannya maupun daerah yang sedikit nelayan atau rendah kegiatan perikanannya. Kabupaten/Kota tempat dilakukannya penelitian antara lain : Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Selayar. Perairan di wilayah penelitian merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Selat Makassar dan Laut Flores (BRKP dan LIPI, 2001). Pada Gambar 11 diperlihatkan peta Republik Indonesia yang dibagi berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Gambar 12 memperlihatkan tujuh Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan bagian Selatan tempat dilaksankan penelitian.

υ ϖ { } ω ξ ψ ζ Keterangan : 1. Selat Malaka, 2. Laut Cina Selatan, 3. Laut Jawa, 4. Selat Makassar dan Laut Flores, 5. Laut Banda, 6. Laut Arafura, 7. Laut Seram dan Teluk Tomini, 8. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 9. Samudera Hindia Gambar 11. Peta Republik Indonesia dan Wilayah Pengelolaan Perikanan 5 o LU Takalar Bantaeng 120 o LS

Gambar 12. Lokasi Penelitian di Sulawesi Selatan bagian Selatan

Pemilihan lokasi ini juga berdasarkan pertimbangan bahwa sumberdaya ikan di kawasan ini memiliki karakteristik khas yang merupakan bagian dari WPP Selat Makassar dan Laut Flores yang saat ini mengalami gejala overfishing. Secara umum usaha penangkapan ikan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan dilakukan oleh nelayan tradisional, juga ada keinginan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional di kawasan perairan ini. 3.2 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian adalah sebagai berikut : (1) Aplikasi model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap; (2) Melakukan simulasi model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap berdasarkan beberapa skenario perubahan input; (3) Merumuskan kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap; (4) Merumuskan prioritas kebijakan perikanan di wilayah Sulawesi Selatan bagian Selatan. Tahapan kegiatan penelitian meliputi pembuatan dan penyempurnaan proposal, pembuatan kuesioner, organisasi pembiayaan, pengumpulan data, pengolahan data, penulisan draft laporan, seminar, dan penulisan laporan akhir. Selain pengumpulan data di lapangan, seluruh kegiatannya akan dilakukan di Bogor. Komoditas yang dianalisis adalah komoditas perikanan dalam arti luas, yang bisa saja terdiri ikan ekonomis dan non-ekonomis. Per jenis ikan, komoditasnya bisa saja terdiri ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, udang, dan komoditas lainnya. Komoditas yang selama ini dominan adalah pelagis kecil serta pelagis besar. 3.3 Kerangka Metodologi Kerangka metodologi sebagaimana diuraikan pada Gambar 13 yang meliputi analisis pemodelan dinamikan perikanan (SUR) serta analisis prioritas kebijakan pembangunan perikanan di wilayah padat tangkap.

OPI NI PAKAR ASPEK BI OLOGI (SUMBERDAYA I KAN) KEKUAT AN ST RENGT H KELEMAHAN WEAKNESS PELUANG OPPORT UNI T Y ANCAMAN T HREAT MODEL ASPEK MANAJEMEN ANALI SI S DINAMIKA PERI KANAN DENGAN SUR ANALI SI S SWOT DAN AHP ASPEK SOSI AL EKONOMI REKOMENDASI ALAT: - DI KURANGI - T ET AP - DI T AMBAH REKOMENDASI / PRI ORI T AS KEBI JAKAN PENGELOLAAN Gambar 13. Kerangka Metodologi ALT ERNAT I F KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERI KANAN 3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis SUR Pengelolaan perikanan termasuk dinamika upaya penangkapan berlangsung tidak secara parsial yang menyangkut salah satu jenis alat tangkap tetapi seluruh alat tangkap. Karena kegiatan penangkapan dilakukan di kawasan perairan yang sama maka bila terjadi perubahan jumlah suatu alat tangkap tertentu, yang terjadi adalah perubahan pada seluruh konstelasi perikanan. Dengan dasar ini maka model analisis data yang digunakan adalah model SUR (Seemingly Unrelated Regression) dimana seolah-olah alat tangkap yang beroperasi di perairan yang sama tidak berhubungan atau berinteraksi namun sesungguhnya mereka saling berinteraksi. Alasan bahwa alat tangkap yang digunakan saling berinteraksi adalah : (1) menangkap sumberdaya ikan yang sama; (2) berlokasi di perairan yang sama; dan (3) sifat ekstrabilitas dan

indivisibilitas sumberdaya ikan. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam model ini adalah : (1) investasi adalah tetap yang berarti tidak ada penambahan atau pengurangan investasi (misalnya kapal, alat tangkap, dan lain-lain) dalam suatu kawasan perairan yang dilakukan simulasi model, dan (2) kondisi awal perairan sudah mengalami overfishing. Model yang digunakan adalah model SUR yang dimodifikasi dari Tai and Heaps (1996) sebagai berikut: de jt /d t = j. [ ï jt / E jt - ã j ] (1) dimana : j = alat tangkap ke-j yaitu : 1 = payang (jala lompo) 2 = pukat pantai (panambe) 3 = pukat cincin (gae) 4 = jaring insang hanyut (puka ) 5 = jaring lingkar (rengge) 6 = jaring klitik (p. doang) 7 = jaring insang tetap (lanra) 8 = bagan perahu (bagan lopi) 9 = bagan tancap (bagan menteng) 10 = rawai tetap (rawe) 11 = pancing tonda 12 = sero 13 = bubu (pakkaja) Keterangan : identifikasi unit penangkapan (perahu dan alat tangkap) mengacu kepada buku panduan Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Tahun 2000 dan Tahun 2003. t = indeks tahun, 1979 2003 E = alat tangkap yang telah distandarisasi, dengan jaring lingkar sebagai alat standar de jt /d t = perubahan jumlah alat j setiap tahun j = parameter respons yang menunjukkan besar pengaruh kebijakan tertentu terhadap keuntungan, yang pada akhirnya mempengaruhi dinamika perubahan jumlah alat tangkap ï jt / E jt = keuntungan sosial yang dihitung berdasarkan skenario kebijakan.

Dalam penelitian ini, skenario kebijakan adalah : (1) kenaikan BBM (solar) menjadi Rp 4.300; Rp 6.000; dan Rp 6.300,- (2) kenaikan harga ikan 20% dan 30% (3) biaya bunga 14% dan 16% (4) kenaikan upah (bagi hasil nelayan) 10% ã j = biaya/ pendapatan oportunitas yang merupakan variabel yang diduga dari dalam model (endogenous variable). Biaya oportunitas adalah alternatif terbaik yang dikorbankan atau harus dipertimbangkan oleh setiap pengguna alat tangkap dengan adanya skenario kebijakan yang diambil. Dengan melakukan ekspansi persamaan (1) maka : de jt /d t = j. ï jt / E jt - j ã j (2) Format persamaan (2) ini yang diestimasi dengan pendekatan SUR, terdiri dari 13 persamaan untuk masing-masing skenario kebijakan. Karena itu dengan adanya 8 skenario kebijakan maka persamaan yang diestimasi sebanyak 104 persamaan. Dari persamaan (1), dapat dihitung bahwa : Bila ï j > ã j maka d E t > 0 (positif) Bila ï j < ã j maka d E t < 0 (negatif) Bila ï j = ã j maka d E t = 0 (stabil) Estimasi pendapatan per alat tangkap adalah sebagai berikut : Ï j t = i (P i t.h i j t ) + BC j t c j Y j t FC j t (3) dimana : P i t = harga ikan i di tingkat nelayan padat tahun t BC j t = penerimaan hasil tangkap sampingan pada tahun t H i j t = hasil tangkapan jenis ikan i oleh alat j pada tahun t

c j = biaya operasi alat tangkap j FC j t = biaya tetap alat tangkap j pada tahun t

Estimasi Y j t, porsi bagi hasil nelayan adalah sebagai berikut : Y j t = [ i P i t. H i j t + BC j t - c j ]. SH j (4) dimana : SH j = bagian atau persentase hasil nelayan Pendapatan Ï jt menurut persamaan (3) untuk tahun 2003 dihitung berdasarkan data primer yang diperoleh melalui wawancara responden. Sementara pendapatan pada tahun-tahun sebelumnya diestimasi melalui pendeflasian pendapatan tahun 2003 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Makassar pada setiap tahun. Estimasi alat tangkap yang telah distandarisasi adalah sebagai berikut : dimana : E j t E j t = P j t. A j t (5) = (U j t / U s t ). A j t (6) = jumlah alat tangkap yang telah distandarisasi P j t A j t U j t U s t = indeks upaya penangkapan j pada tahun t = jumlah alat tangkap j pada tahun t = produktivitas alat tangkap j pada tahun t = produktivitas alat tangkap standar tahun t, dengan jaring lingkar sebagai alat tangkap standar 3.4.2 Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai prioritas kebijakan di sektor kelautan dan perikanan yang meliputi kebijakan di sub sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan serta usaha non perikanan guna pengembangan usaha perikanan di wilayah padat tangkap. Hasil analisis ini berguna bagi para pengambil keputusan di sektor kelautan dan perikanan sesuai dengan daerah lokasi penelitian. Hasil analisis ini digunakan untuk melengkapi analisis dinamika pengembangan perikanan yang dilakukan dengan model SUR.

Alat analisis yang digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Analisis SWOT merupakan analisis yang menggabungkan unsur internal yakni Stregth (kekuatan) dan Weakness (kelemahan) serta unsur eksternal yakni Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Penentuan komponen SWOT tersebut didasarkan atas pendapat pakar yang berkompeten. Analisis SWOT selanjutnya digunakan pada AHP. AHP merupakan suatu proses yang memasukkan berbagai pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis, yang bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika. Software yang digunakan dalam mengolah data dengan metode AHP ini adalah expert choice. Berdasarkan kedua analisis tersebut tersusun suatu hirarki seperti pada Gambar 14. Hirarki tersebut dituangkan ke dalam kuesioner dan dilakukan penilaian prioritas oleh responden dengan menggunakan skala Saaty seperti yang terlihat pada Tabel 8. Level 1 Fokus Level 2 Komponen SWOT PENENTUAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN DI WILAYAH PADAT TANGKAP STRENGTHS WEAKNESSES OPPORTUNITIES THREATS Level 3 Faktor SWOT a b c d e f g h i j k l m n o p Level 4 Alternatif Kebijakan PERIKAN AN TANGKA PERIKANAN BUDIDAYA PENGOLAHAN PERIKANAN USAHA NON- PERIKANAN Gambar 14. Hirarki Penentuan Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap

Tabel 8. Skala Perbandingan Saaty Intensitas/ Definisi Pentingnya 1 Atribut yang satu dengan yang lainnya sama penting 3 Atribut yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dari atribut yang lainnya. 5 Sifat lebih pentingnya atribut yang satu dengan lain kuat 7 Menunjukkan sifat sangat penting satu atribut dengan atribut lain 9 Satu atribut ekstrim penting dari atribut lainnya Keterangan Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi) 2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua penilaian Resiprokal Jika aktivitas i, dibandingkan Asumsi yang masuk akal dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks 3.5 Data dan Sumber Data Untuk analisis dinamika perikanan dengan SUR, data yang diperlukan adalah yang berkaitan langsung dengan parameter bioekonomi. Data biologi dibatasi pada hasil tangkapan ikan dan upaya penangkapan. Dengan demikian sampel atau contoh ikan sebagai parameter biologi tidak dianalisis. Data ekonomi difokuskan pada biaya penangkapan ikan yang meliputi biaya operasional, biaya depresiasi, biaya tetap, dan upah anak buah kapal (ABK), harga input, harga output, penerimaan nelayan, dan keuntungan nelayan. Keuntungan nelayan dihitung dengan persamaan (7) berikut ini : Π = TR (VC + FC) (7)

dimana : Π = keuntungan (Rp/tahun) VC = biaya variabel (Rp/tahun) FC = biaya tetap (Rp/tahun) Dalam hal ini biaya variabel meliputi biaya operasional, biaya depresiasi, dan upah untuk ABK. Selain itu juga diperlukan data tentang harga opportunitas untuk alat dan kapal penangkapan ikan. Selain data yang langsung berkaitan dengan model analisis, juga diperlukan data dan informasi lainnya yang mendukung pembahasan dan pendalaman masalah. Kebijakan pemerintah dalam bentuk hukum positif maupun aturan-aturan non-formal yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan juga digunakan dalam analisis, khususnya dalam skenario dan simulasi pemanfaatan dan pengelolaan perikanan. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner bioekonomi terstruktur. Metode penarikan contoh ditentukan berdasarkan sampling frame. Karena alat tangkap perikanan berbeda-beda maka dilakukan penarikan contoh secara acak berlapis (stratified random sampling). Juga dikumpulkan data sekunder dari instansi pemerintah dan non-pemerintah di pusat maupun daerah. Penentuan sampel secara pasti tergantung pada jenis alat tangkap. Responden di tiap Kabupaten/Kotamadya dikelompokkan berdasarkan jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap tersebut meliputi payang dan pukat pantai masing-masing sebanyak 9 responden, pukat cincin (14 responden), jaring insang hanyut (7 responden), jaring lingkar (10 responden), jaring klitik (10 responden), jaring insang tetap (25 responden), bagan perahu (5 responden), bagan tancap (15 responden), rawai tetap (14 responden), pancing tonda (6 responden), sero (9 responden), bubu (6 responden) atau total 139 responden. Secara rinci sebaran responden berdasarkan alat tangkap terdapat pada Tabel 9. Untuk analisis prioritas kebijakan perikanan, data dikumpulkan melalui wawancara dan pengisian kuesioner langsung oleh responden yang diambil secara stratified random sampling yaitu teknik pengambilan contoh pada suatu populasi yang terdiri atas beberapa kelompok secara acak. Jumlah responden analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan adalah 73 orang yang terdiri atas 5 kelompok stakeholder sektor kelautan dan perikanan yaitu :

(1) Pemerintah, sebanyak 30 orang terdiri atas Wakil Gubernur, Walikota, Ketua Bappeda, Bupati dan Kadis Perikanan; (2) Peneliti/Pakar, sebanyak 11 orang terdiri atas Kepala Balai RPBAP dan Lembaga Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Kepala Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) serta beberapa Dosen pada Universitas negeri maupun Swasta; (3) Tokoh Masyarakat, sebanyak 8 orang terdiri atas anggota DPRD Tingkat I dan II terutama Komisi IV yang membidangi sektor kelautan dan perikanan; (4) Organisasi Nelayan/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sebanyak 15 orang terdiri atas Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan beberapa LSM yang berhubungan langsung dengan masyarakat khususnya nelayan; (5) Pengusaha, sebanyak 9 orang terdiri atas beberapa pengusaha yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan maupun di sektor terkait. Tabel 9. Jumlah Sampel per Alat Tangkap di Propinsi Sulawesi Selatan, 2004 No Alat Tangkap Kabupaten/Kota Total Makassar Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai Selayar 1 Payang 0 3 0 0 0 3 3 9 2 Pukat Pantai 3 3 0 0 0 3 0 9 3 Pukat Cincin 0 0 3 0 5 3 3 14 4 Jaring Insang Hanyut 0 0 0 3 3 0 1 7 5 Jaring Lingkar 1 3 0 3 3 0 0 10 6 Jaring Klitik 4 3 0 3 0 0 0 10 7 Jaring Insang Tetap 5 3 3 3 4 3 4 25 8 Bagan Perahu 0 0 0 0 0 2 3 5 9 Bagan Tancap 3 0 3 3 0 3 3 15 10 Rawai Tetap 1 3 3 3 4 0 0 14 11 Pancing Tonda 0 0 0 0 3 3 0 6 12 Sero 3 0 3 0 0 0 3 9 13 Bubu 0 3 3 0 0 0 0 6 Total 20 21 18 18 22 20 20 139