8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES"

Transkripsi

1 8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES 8.1 Pendahuluan Untuk dapat memahami persoalan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal, diperlukan suatu kajian untuk mencari faktor-faktor yang relevan terkait dengan kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sekarang ini. Pengkajian dapat dilakukan dengan survai lapangan atau dapat pula dengan studi kasus. Pendapat dari para pelaku sistem (stakeholders) perlu digali lebih jauh, karena merekalah yang terlibat langsung dengan topik permasalahan. Berdasarkan hasil pengkajian di lapangan, kita akan dapat memahami situasi yang melingkupi permasalahan, menganalisis dan menetapkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan, tidak mudah untuk dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah yang harus segera dihadapi. Untuk dapat menguraikan berbagai masalah tersebut diperlukan pendekatan dan proses yang sangat kompleks. Untuk memecahkan persoalan pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya ikan demersal yang kompleks dan tidak berstruktur di Kota Tegal, digunakan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Analisis Hirarki (PHA). Proses ini merupakan metode sederhana dan memiliki rancangan fleksibel yang mampu menampung berbagai masalah yang harus diselesaikan. Proses ini memungkinkan berbagai faktor penting yang melingkupi permasalahan turut diperhitungkan dalam mencari solusi yang terbaik. Pada dasarnya metode ini menguraikan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur menjadi bagian atau komponen-komponen tertentu dengan menyusun komponen tersebut dalam satu susunan hirarki, dan memberi pertimbangan numerik pada hal-hal kualitatif dan subyektif. Pada akhirnya dapat menghasilkan prioritas penanganan dan konsistensi logis dari penyelesaian permasalahan yang diinginkan.

2 8.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah dalam rangka mewujudkan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal secara optimum dan berkelanjutan dengan memperhatikan komponen-komponen yang terkait. 8.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah bahan kajian dalam menyusun kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan wilayah perairan Utara Jawa. 8.4 Metodologi Metode analytical hierarchy process (AHP) Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan, kemungkinan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan mengharuskannya untuk dapat menetapkan kebijakan maupun pengambilan keputusan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan yang bersifat kompleks. Untuk pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan dapat diterapkan suatu model analisis yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Nurani, 2002 dan Nurani, 2003). AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada skala preferensi diantara berbagai alternatif. Metode pungumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan, wawancara dan pengisian kuisoner terhadap para stakeholder seperti staf dari dinas terkait, pengusaha/nelayan pemilik, nelayan dan pedagang dengan jumlah responden, masingmasing 5 orang. Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan AHP adalah : (1) definisi masalah, (2) penyusunan hierarki, (3) membuat matriks berpasang, (4) penentuan prioritas, dan (5) menghitung nilai konsistensi. (1) Definisi masalah Dalam menetapkan pemecahan masalah terlebih dahulu harus memahami lingkup permasalahan yang sedang dihadapi serta tujuan dari pemecahan masalah. Pemahaman 148

3 terhadap sistem dilakukan untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi sebagi bahan pertimbangan. (2) Menyusun hierarki Untuk memahami persoalan yang kompleks perlu memecah persoalan tersebut ke dalam elemen-elemen pokok, yang kemudian dibagi lagi menjadi sub-sub elemen sampai membentuk suatu hierarki. Dengan memecahkan persoalan menjadi elemen yang lebih kecil diharapkan dapat memadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur masalah yang menggambarkan keseluruhan dari sebuah sistem. (3) Menetapkan prioritas Menetapkan prioritas bertujuan untuk membandingkan tingkat kepentingan dari berbagai pertimbangan yang ada. Adapun langkah-langkah dalam menetapkan prioritas yaitu (a) membuat matriks berpasangan, dan (b) mensintesis berbagai pertimbangan. (a) Membuat matriks berpasangan Dalam menetapkan prioritas dari suatu permasalahan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat matriks berpasangan. Matriks banding berpasangan berisi suatu bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen lainnya. Bilangan yang digunakan adalah 1 sampai 9, karena skala 1 sampai 9 dianggap mampu membedakan tata hubungan antara elemen (Nurani, 2002 dan Nurani, 2003). Tabel 39 Matriks untuk pembanding berpasang C A1 A2 A3 A4 An A1 1 a12 a13 a14 a1n A2 1/a12 1 a23 a24 a2n A3 1/a13 1/a23 1 a34 a3n A4 1/a14 1/a24 1/a34 1 a4n An 1/an 1/a2n 1/a3n 1/a4n 1 Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2, A3,...Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C A12, a13,...1 : Kuantifikasi dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. 149

4 (b) Mensintesis berbagai pertimbangan Prioritas dari pertimbangan dalam pengambilan keputusan didapat dengan mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Tabel 40 Skala banding secara berpasang Tingkat kepentingan Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimabngan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk elemen i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan elemen i Sumber : Saaty (1986) diacu dalam Nurani (2002) (4) Konsistensi elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Dalam pengambilan keputusan konsistensi penting untuk diperhatikan. Konsistensi memiliki dua makna yaitu : obyek serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman dan relevansinya. Kedua, konsistensi terkait dengan hubungan antara obyekobyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. 150

5 8.4.2 Struktur AHP yang digunakan Dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan, perlu dicari jenis usaha perikanan yang sesuai dengan kondisi potensi sumberdaya serta faktor sosial masyarakat setempat. Pada kajian kebijakan dengan proses AHP ini, pada tingkat pertama, tujuan yang digunakan adalah pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal. Pada tingkat kedua, yang merupakan pihakpihak yang berkepentingan dipilih antara lain : (1) nelayan, (2) pengusaha/pemilik kapal/juragan, (3) pedagang ikan, (4) Pemerintah Daerah dan (5) Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tingkat ketiga, kriteria yang digunakan antara lain : (1) biologi, (2) teknik, (3) sosial dan ekonomi, (4) finansial dan kelayakan usaha, serta (5) mutu dan pemasaran. Pada tingkat keempat, yang merupakan sub kriteria dari beberapa kriteria di tingkat 3, yang terpilih adalah sebagai berikut. Untuk kriteria biologi, sub kriteria yang digunakan adalah (1) potensi sumberdaya ikan demersal, (2) musim ikan, (3) tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal, (4) selektivitas alat tangkap. Untuk kriteria teknik, sub kriteria teknik, yang digunakan adalah (1) produktivitas alat tangkap, (2) daya jangkau, (3) dampak terhadap lingkungan dasar perairan, dan (4) tingkat efektivitas terhapa ikan target. Untuk kriteria sosial dan ekonomi, sub kriteria yang digunakan adalah (1) friksi dengan alat tangkap lain, (2) tingkat kesejahteraan nelayan, (3) penyerapan tenaga kerja, (4) kemampuan kepemilikan oleh nelayan. Untuk kriteria finansial dan kelayakan usaha, sub kriteria yang digunakan adalah (1) biaya investasi, (2) biaya operasi, (3) keuntungan dan (4) pendapatan nelayan. Untuk kriteria mutu dan pemasaran, sub kriteria yang digunakan adalah (1) mutu ikan hasil tangkapan, (2) pemasaran lokal, (3) pemasaran antar daerah, dan (4) ekspor. Pada tingkat kelima, merupakan pilihan, maka yang dipilih antara lain : (1) pengembangan teknologi penangkapan ikan demersal lainnya teknologi lain yang lebih ramah lingkungan, (2) rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol (3) relokasi nelayan, (4) perbaikan teknologi jaring dogol/cantrang, dan (5) perbaikan teknologi jaring arad. 151

6 Tingkat 1 : Tujuan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Di Kota Tegal Tingkat 2 : Pihak-pihak yang berkepentingan Nelayan Pengusaha Pedagang Pemda Diskan Tingkat 3 : Kriteria Biologi Teknik Sosial dan Ekonomi Finansial dan Kelayakan Usaha Mutu dan Pemasaran Tingkat 4 : Sub kriteria 1.Potensi SDI demersal 2.Musim ikan 3.Tingkat Pemanfaatan SDI Demersal 4.Selektivitas alat tangkap 1.Produktivitas 2.Daya jangkau 3.Dampak terhadap lingkungan dasar perairan 4. Tingkat efektivitas terhadap ikan target 1.Friksi dengan alat tangkap lain 2.Tingkat kesejahteraan nelayan 3.Penyerapan tenaga kerja 4. Kemampuan kepemilikan 1.Biaya investasi 2.Biaya operasional 3.Keuntungan 4.Pendapatan nelayan 1.Mutu hasil tangkapan ( 2. Pemasaran Lokal 3.Pemasaran Luar Daerah 4.Ekspor Tingkat 5 : Pilihan Pengembangan UP Demersal Lainnya Rasionalisasi UP Dogol dan Arad Relokoasi Nelayan Perbaikan Teknologi Jaring Dogol Peebaikan Teknologi Jaring Arad Gambar 38 Hierarki pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal 152

7 8.5 Hasil Penelitian Untuk menganalisis pola pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal, digunakan metode AHP. Metode AHP memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan menggunakan metode skoring. Metode skoring memiliki kelemahan yaitu hanya berdasarkan pertimbangan subyektif saja, sedangkan metode AHP adalah memberikan pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif serta mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas lebih tinggi, memperhalus definisi pada suatu permasalahan dan memperbaiki pertimbangan melalui pengulangan. Hasil analisis dengan metode AHP ini dilakukan dengan menggunakan software dari Team Expert Choise (TEC) Persepsi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal Hasil analisis terhadap persepsi pentingnya pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal yang berkelanjutan dengan menggunakan AHP, pada tingkat pertama diperoleh vektor prioritas dari pihak-pihak yang berkepentingan, nilai yang diperoleh pada masing-masing pihak yang berkepentingan adalah : nelayan (0,277) ; pengusaha/pemilik kapal/juragan(0,316) ; pedagang ikan (0,224) ; Pemerintah Daerah (0,082) dan Dinas Pertanian dan Kelautan (0,101). Dari penilaian tersebut didapat bahwa kriteria yang paling tinggi nilainya adalah pengusaha/juragan. Hal ini bisa dimengerti bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal, maka yang paling berkepentingan adalah juragan. (Lihat Tabel 41). Tabel 41 Penilaian responden terhadap persepsi pentingnya pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Kelompok responden Nilai skor Pegawai Dinas Pertanian dan Kelautan Pegawai Pemerintah Daerah Pengusaha Pedagang ikan Nelayan/Nakhoda 0,101 0,082 0,316 0,224 0,

8 Pengusaha/juragan sebagai salah satu tokoh utama dalam sektor perikanan tangkap seharusnya bisa ikut serta memberikan andil atau masukan dalam pengambilan keputusan pada proses pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pengusaha/juragan merupakan istilah yang dapat dipergunakan sebagai representasi satu kelompok masyarakat yang homogen baik dalam perilaku maupun kondisi kualitas hidupnya. Apresiasi terhadap profesi pengusaha/juragan adalah gambaran dari satu jenis profesi yang dilakukan oleh kelompok manusia dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih bagus/baik dari nelayan. Pengusaha/juragan juga seringkali yang menentukan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan, karena pada umumnya banyak nelayan yang sangat tergantung padanya Persepsi terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait. Hasil analisis terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait, nilai yang didapat pada masing-masing kriteria adalah : biologi (0,251) ; teknik (0,224) ; sosial dan ekonomi (0,187) ; finansial dan kelayakan usaha (0,203) ; mutu dan pemasaran (0,135). Untuk lebih jelasnya penilaian terhadap beberapa aspek terkait disajikan pada Tabel 42. Nilai yang paling tinggi adalah kriteria biologi kemudian diikuti oleh kriterian teknik. Hal ini dapat dimengerti karena analisis terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang paling utama adalah ketersediaannya sumberdaya ikan demersal itu sendiri. Tanpa adanya potensi sumberdaya ikan demersal yang memadai, maka akan berdampak pada semua aspek, terutama pada kelangsungan usaha penangkapan ikan. Tabel 42 Penilaian terhadap beberapa aspek terkait dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Aspek Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor Biologi Teknik Sosial dan ekonomi Finansial dan Kelayakan Usaha Mutu dan pemasaran 0,251 0,224 0,187 0,203 0,

9 Aspek biologi (termasuk didalamnya adalah kondisi stok sumberdaya ikan) merupakan ujung tombak dalam perikanan tangkap. Ketersediaan stok sumberdaya ikan demersal yang mencukupi akan bermanfaatan banyak bagi berbagai pihak. Namun demikian, seringkali kondisi sumberdaya ikan ini tidak diperhatikan dengan baik, terutama oleh nelayan. Dengan alasan karena yang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, maka sumberdaya ikan yang ada diperairan senantiasa dimanfaatkan tanpa batas. Memang ditumbuhkan suatu kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, seperti yang dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia seperti misalnya budaya Shashi di Maluku Persepsi terhadap beberapa komponen dari aspek pemanfaatan yang terkait. Hasil analisis terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait, nilai yang didapat pada masing-masing sub kriteria adalah : untuk kriteria biologi nilai untuk potensi sumberdaya ikan demersal (0,215) ; musim ikan (0,274) ; tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal (0,387) dan selektivitas alat tangkap (0,124). Nilai tertinggi diperoleh adalah sub kriteria tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal kemudian diikut oleh musim penangkapan. Hal ini menjelaskan bahwa, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal memang cukup tinggi. Hal ini bisa dijelaskan dari hasil perhitungan tingkat penmanfaatan saat ini yang sudah tergolong padat penangkapan. Untuk kriteria teknis, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : produktivitas alat tangkap (0,352) ; daya jangkau (0,272) ; dampak terhadap lingkungan dasar perairan (0,142) dan tingkat efektivitas terhapa ikan target (0,234). Nilai yang tertinggi adalah untuk produktivitas alat tangkap kemudian diikuti oleh daya jangkau. Hal ini bisa dimengerti bahwa segi teknik, maka produktivitas alat tangkap menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam penangkapan ikan. Tingkat keefektifan terhadap ikan target juga menjadi salah satu hal yang penting dalam aspek teknis, karena ikan target merupakan tujuan utama dari pengoperasian alat tangkap. 155

10 Pada kriteria sosial dan ekonomi, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : friksi dengan alat tangkap lain (0,183) ; tingkat kesejahteraan nelayan (0,319) ; penyerapan tenaga kerja (0,267) ; kemampuan kepemilikan oleh nelayan (0,231). Nilai yang tertinggi adalah untuk tingkat kesejahteraan nelayan kemudian diikuti oleh penyerapan tenaga kerja. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek sosial dan ekonomi, maka tingkat kesejahteraan nelayan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, karena selama ini tingkat kesejahteraan nelayan termasuk yang paling rendah. Sektor perikanan juga merupakan aspek yang cukup penting dalam sub kriteria sosial dan ekonomi. Hal ini bisa dimengerti, karena dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak terlalu dituntut dengan keahlian tertentu. Untuk kriteria finansial dan kelayakan usaha, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : biaya investasi (0,238) ; biaya operasi (0,154) ; keuntungan (0,336) dan pendapatan nelayan (0,272). Nilai yang tertinggi adalah untuk keuntungan kemudian diikuti oleh pendapatan. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek finansial dan kelayakan usaha, maka keuntungan merupakan prioritas pertama. Suatu usaha bertujuan pada suatu keuntungan guna meningkatkan pendapatan. Hal ini cukup beralasan karena pemanfaatan sumberdaya ikan demersal harus bersifat menguntungkan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan tepat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Pada kriteria mutu dan pemasaran, nilai yang diperoleh untuk sub kriterianya adalah : mutu ikan hasil tangkapan (0,175) ; pemasaran lokal (0,297) ; pemasaran antar daerah (0,174) dan ekspor (0,354). Nilai yang tertinggi adalah untuk pemasaran ekspor kemudian diikuti oleh pemasaran lokal. Hal ini bisa dimengerti bahwa aspek pemasaran ekspor dan lokal menjadi prioritas pertama dalam pemasaran hasil tangkapan ikan demersal. Hasil tangkapan ikan demersal (termasuk udang dan cumi-cumi) merupakan komoditi yang memiliki nilai jual yang kompetitif baik dipasar ekspor maupun lokal. Untuk lebih jelasnya hasil penilaian terhadap beberapa komponen dari aspek terkait dapat dilihat pada Tabel 43 berikut. 156

11 Tabel 43 Penilaian terhadap beberapa komponen dari aspek terkait dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Komponen Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor Potensi SDI Musim ikan Tingkat pemanfaatan SDI demersal Selektivitas alat tangkap Produktivitas Daya jangkau Dampak terhadap lingkungan dasar perairan Tingkat efektivitas terhadap ikan target Friksi dengan alat tangkap lain Tingkat kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja Kemampuan kepemilikan Biaya investasi Biaya operasional Keuntungan Pendapatan nelayan Mutu hasil tangkapan Pemasaran lokal Pemasaran luar daerah Pemasaran luar negeri/ekspor 0,215 0,274 0,387 0,124 0,352 0,272 0,142 0,234 0,183 0,319 0,267 0,231 0,238 0,154 0,336 0,272 0,175 0,272 0,174 0, Pilihan terhadap beberapa komponen terpilih dalam pemanfaatan yang terkait. Penentuan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal dihitung berdasarkan hasil pertimbangan yang telah dilakukan pada tingkatan dari seluruh hierarki. Berdasarkan pertimbangan secara keseluruhan, diperoleh nilai vektor prioritasnya adalah: pengembangan teknologi penangkapan ikan demersal lainnya teknologi lain yang lebih ramah lingkungan (0,235), rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol (0,260), relokasi nelayan (0,191), perbaikan teknologi jaring dogol/cantrang (0,169) dan perbaikan teknologi jaring arad (0,145). Untuk lebih jelasnya hasil penilian dapat dilihat pada Tabel 44 dan Lampiran

12 Tabel 44 Penilaian pilihan terhadap beberapa komponen terpilih aspek dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal No. Aspek Pemanfatan SDI Demersal Nilai skor rata-rata Pengembangan unit penangkapan demersal lainnya Rasionalisasi unit penangkapan dogol dan arad Relokasi nelayan Perbaikan teknologi jaring dogol Perbaikan teknologi jaring arad 0,235 0,260 0,191 0,169 0, Pembahasan Hasil akhir dari analisis ini adalah perlunya rasionalisasi jumlah unit penangkapan arad dan dogol. Hal ini bisa dimengerti bahwa pada saat ini kondisi sumberdaya perikanan demersal, sudah mengalami menurunan yang yang signifikan, baik terhadap jumlah produksi maupun juga dari ukuran ikan hasil tangkapannya. Penurunan ini diakibatkan oleh karena aktivitas penangkapan yang cenderung berlebihan, sehingga apabila tidak diatur dengan baik, maka tidak mustahil sumberdaya ikan demersal akan habis. Pengaturan yang perlu segera dilakukan adalah dengan melakukan rasionalisasi terhadap unit penangkapan dogol/cantrang dan terutama terhadap jaring arad. Hasil ini menggambarkan bahwa berdasarkan perhitungan secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal dengan prioritas utamanya adalah rasionalisasi unit penangkapan arad dan dogol. Rasionalisasi jumlah armada penangkapan arad dan dogol merupakan suatu solusi untuk menjaga agar stok sumberdaya ikan demersal tetap lestari. Jaring arad dan dogol yang tergolong alat tangkap yang tidak selektif menjadikan kondisi sumberdaya ikan demersal diperairan Tegal dan sekitarnya semakin nmenurun. Hal ini ditunjang dengan hasil kajian pada bab terdahulu, dimana pengoperasian arad sudah tidak layak lagi dan pengoperasian dogol, meskipun masih menguntungkan, tetapi sudah tidak menarik lagi. Sebab utama dari keterpurukan ini adalah akibat dari kondisi potensi sumberdaya ikan demersal yang mengalami degradasi dan penurunan produksi (Pramono, 2006). 158

13 Tingkat 1 : Tujuan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Di Kota Tegal Tingkat 2 : Pihak-pihak yang berkepentingan Nelayan (0,277) Pengusaha (0,316) Pedagang (0,224) Pemda (0,082) Diskan (0,101) Tingkat 3 : Kriteria Biologi (0,251) Teknik (0,224) Sosial dan Ekonomi (0,187) Finansial dan Kelayakan Usaha (0,203) Mutu dan Pemasaran (0,135) Tingkat 4 : Sub kriteria 1. Potensi SDI demersal (0,215) 2. Musim ikan (0,274) 3. Tingkat Pemanfaatan SDI Demersal (0,387) 4.Selektivitas alat tangkap (0,124) 1. Produktivitas (0,352) 2. Daya jangkau (0,272) 3. Dampak terhadap lingkungan dasar perairan (0,142) 4. Tingkat efektivitas terhadap ikan target (0,234) 1.Friksi dengan alat tangkap lain (0,183) 2.Tingkat kesejahteraan nelayan (0,319) 3.Penyerapan tenaga kerja (0,267) 4. Kemampuan kepemilikan (0,231) 1.Biaya investasi (0,238) 2.Biaya operasional (0,154) 3.Keuntungan (0,336) 4.Pendapatan nelayan (0,272) 1.Mutu hasil tangkapan (0,175) 3. Pemasaran Lokal (0,272) 3.Pemasaran Luar Daerah (0,174) 4.Ekspor (0,354) Tingkat 5 : Pilihan Pengembangan UP Demersal Lainnya (0,235) Rasionalisasi UP Dogol dan Arad (0,260) Relokoasi Nelayan (0,191) Perbaikan Teknologi Jaring Dogol (0,169) Perbaikan Teknologi Jaring Arad (0,145) Gambar 39 Nilai hasil AHP pemanfaatan SDI demersal di Kota Tegal 159

14 Kenaikan harga BBM yang hampir 2 kali dari harga semula pada bulan Oktober 2005, sebenarnya sangat memberatkan pengoperasian kedua alat tangkap tersebut. Secara tidak langsung, kenaikan BBM tersebut merupakan rasionalisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut, terutama pada jaring arad yang dari hasil analisis finansial ternyata rugi. Dewasa ini banyak nelayan arad yang akhirnya kembali mengoperasikan alat tangkap trammel net yang sudah tidak dioperasikan oleh mereka dalam 10 tahun terakhir ini. Memang kenaikan BBM tersebut secara tidak langsung, menjadikan taraf hidup dan pendapatan nelayan menjadi menurun, namun sisi baiknya adalah jumlah unit penangkapan yang dioperasikan juga berkurang, dan ini membawa dampak yang positif terhadap kondisi potensi sumberdaya perikanan demersal di perairan Kota Tegal. Kegiatan usaha perikanan demersal di Kota Tegal sudah cukup pesat dan komplek saat ini, terutama seiring dengan telah dibangunnya Pelabuhan Perikanan yang cukup besar di Tegalsari, sehingga peningkatkan aktivitas penangkapan ikan. Peningkatan aktivitas usaha penangkapan ikan ini harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan nilai tambah yang optimal dan tidak merusak kondisi sumberdaya perikanan, termasuk sumberdaya perikanan demersal, sehingga dapat berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Kota Tegal sebaiknya melalui cara pendekatan partisipatif. Cara ini merupakan upaya terobosan untuk menjadikan nelayan sebagai subyek dalam pengelolaan sumberdaya yang menjadi tumpuan kehidupannya. Kebijakan pengelolaan perikanan selama ini diputuskan oleh pemerintah sehingga bersifat top down. Kebijakan jenis ini mengakibatkan pengaturan kegiatan seringkali tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena tidak adanya dukungan dari masyarakat nelayan sebagai stakeholder utama sektor perikanan tangkap. Oleh sebab itu mengikutsertakan nelayan sebagai stakeholder utama dalam proses perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu hal yang sudah seharusnya. Kelompok masyarakat ini perlu diajak berdiskusi agar aspirasi maupun ideidenya dapat diintegrasikan dalam pembentukan kebijakan ataupun perencanaan pengelolaan. Melalui pendekatan ini maka proses "jalan tengah" dimana kebijakan "top down" bertemu dengan aspirasi "bottom up" akan menghasilkan satu sinergi kebijakan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih optimal (Murdiyanto, 2003). 160

15 8.6 Kesimpulan Kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal adalah pada prioritas utama dengan melakukan rasionalisasi terhadap unit penangkapan jaring dogol/cantrang dan jaring arad. Pilihan berikutnya berturut turut adalah pengembangan unit penangkapan demersal lainnya, relokasi nelayan, perbaikan teknologi jaring dogol dan perbaikan teknologi jaring arad. 161

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) adalah komoditi perikanan dengan nilai jual cukup tinggi, baik sebagai komoditi lokal maupun komoditi ekspor. Berdasarkan data statistik perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xvi xviii xix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah.. 9 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4 Manfaat Penelitian. 10 1.5. Ruang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2012, pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu pada bulan Juli 2012. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November

III. METODE KAJIAN. Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel. Kabupaten Bogor yang mewakili kota besar, dari bulan Mei sampai November III. METODE KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Data kajian ini dikumpulkan dengan mengambil sampel pemerintah kabupaten/kota, secara purposif yaitu Kota Bogor yang mewakili kota kecil dan Kabupaten Bogor yang

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Kecil Menengah di Kota Tasikmalaya Departemen Perindustrian pada tahun 1991 mendefinisikan usaha kecil dan kerajinan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Metode Analytical Hierarchy Process 2.2.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai Juli 2006. Lokasi penelitian meliputi empat wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu metode penelitian mengenai gambaran lengkap tentang hal-hal

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat di ambil beberapa kesimpulan terkait dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan Kuala Penet khususnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Untuk memperkenalkan AHP, lihat contoh masalah keputusan berikut: Sebuah kawasan menghadapi kemungkinan urbanisasi yang mempengaruhi lingkungan. Tindakan apa yang harus dilakukan

Lebih terperinci

Titis Handayani Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang. Abstract

Titis Handayani Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang. Abstract Penerapan Sistem Pendukung Keputusan untuk Seleksi Mahasiswa Berprestasi menggunakan Metode AHP (Application of Decision Support System for The Selection of Student Achievement using AHP Method) Titis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya yaitu :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya yaitu : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya yaitu : Pustaka pertama oleh Akhmad Busthomy dkk.(2016) telah dibuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengalaman yang lalu hanya beberapa hari saja TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Bandung Raya sudah menumpuk. Oleh karena itu sebagai solusinya Pemerintah

Lebih terperinci

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK Khafizan 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) Khafizan.apid@gmail.com Abstrak Jaringan jalan cenderung

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 006 sampai dengan Juli 006 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Kegiatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan

Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan Mata Kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan (RP09-1209) Teori Analisis Lokasi Industri Dengan Segitiga Lokasionalnya (Alfred Weber, 1909) Alfian Haris Aryawan 3614100102 PENDAHULUAN Latar Belakang Faktor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Status Keberlanjutan dan Faktor Pengungkit Aspek Kelompok Sasaran Dari hasil RapAnalysis diketahui nilai indeks keberlanjutan Kelompok Sasaran dalam Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Pengambilan keputusan terjadi setiap saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMA BEASISWA PADA SMA 1 BOJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Bagas Dista Ariyadi Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ Mia Rusmiyanti Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Bandung

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENENTUAN KRITERIA PENGEMBAGAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI KREATIF DI KECAMATAN MAJALAYA

LAMPIRAN PENENTUAN KRITERIA PENGEMBAGAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI KREATIF DI KECAMATAN MAJALAYA LAMPIRAN LAMPIRAN A KUISIONER PENENTUAN KRITERIA PENGEMBAGAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI KREATIF DI KECAMATAN MAJALAYA Pengembangan Majalaya sebagai salah satu kawasan industri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan

Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan www. adamjulian. net PS Agribisnis Universitas Jember Pengenalan Metode AHP Analisis Hirarki Proses (Analytical Hierarchy Process/AHP)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Tujuan analisa sistem dalam pembangunan aplikasi sistem pendukung keputusan ini adalah untuk mendapatkan semua kebutuhan pengguna dan sistem, yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7 BAB 2 2.1. Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Tinjauan pustaka yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari penelitian yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB III METODOGI PENELITIAN

BAB III METODOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data 3.1.1. Data Primer Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan informan kunci di lapangan melalui wawancara dan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perkembangan teknologi yang begitu pesat, secara langsung mempengaruhi pola pikir masyarakat dan budaya hidup yang serba praktis dan modern.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

7. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

7. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 89 7. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan pada laporan ini yang mengacu pada hasil-hasil analisa data dan informasiinformasi lain yang relevan, maka dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masal

INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masal METODE AHP INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. Intro analytical

Lebih terperinci

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Email: kustiannunu@gmail.com ABSTRAK Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010.

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010. 26 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Kualitatif Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG Fitriyani Jurusan Sistem Informasi, STMIK Atma Luhur Pangkalpinang Jl.Raya Selindung Baru Pangkalpinang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Umum Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Mei Agustus 2008. Tempat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL Mochammad Taufiqurrochman 1) dan Buana Ma ruf 2) Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci