BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan fase gerak metanol-air (50:50)

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit

III. BAHAN DAN METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

No Nama RT Area k Asym N (USP)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

Gambar 1. Alat kromatografi gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

BAB IV PROSEDUR KERJA

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR TABLET ASAM MEFENAMAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Lampiran 1. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Pseudoefedrin HCl BPFI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Celestamin, Ocuson, dan Polacel : DKL A1. Expire Date : September 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

Lampiran 1. Gambar Krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lampiran 1. Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 1. Kotak Kemasan Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 2. Sampel Neo Antidorin Kapsul

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH PERENDAMAN TERHADAP KADAR AKRILAMIDA DALAM KENTANG GORENG SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI OLEH: ZULHAMIDAH NIM

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara

PENETAPAN KADAR KOFEIN DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN,

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN CARA PERHITUNGANNYA

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50-mL dan dilarutkan dengan metanol sampai batas. Diperoleh larutan induk standar dengan konsentrasi masing-masing 218 µg/ml untuk fenobarbital dan 218 µg/ml untuk diazepam. 2. Pencarian kondisi analisis optimum untuk analisis fenobarbital dan diazepam dalam suplemen makanan a. Penetapan panjang gelombang analisis Panjang gelombang optimum yang dipilih untuk analisis fenobarbital dan diazepam dalam metanol yaitu pada panjang gelombang 230 nm, karena pada panjang gelombang ini fenobarbital dan diazepam memberikan serapan dengan nilai yang optimum. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4, 5, 6 serta Tabel 1. 37

b. Pemilihan fase gerak dan kecepatan alir untuk analisis fenobarbital dan diazepam dalam suplemen makanan Pada penelitian ini digunakan kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom 25 cm x 4,6 mm, dan dicobakan komposisi fase gerak asetonitril-air (55:45, v/v), metanol air (70:30, v/v) dan metanol-air (80:20, v/v) dengan kecepatan alir 0,5 ml/menit. Dari hasil percobaan dipilih fase gerak metanol-air dengan perbandingan (70:30, v/v). Kondisi ini dipilih karena cukup optimum, yaitu jumlah lempeng teoritisnya besar, HETP-nya kecil dan resolusinya cukup besar. Walaupun pada fase gerak asetonitril-air (55:45. v/v) jumlah lempeng teoritisnya terbesar, HETP dan resolusinya terbesar namun waktu retensinya paling besar sehingga kurang efisien untuk analisis. Sedangkan faktor ikutan dari masing-masing kondisi ternyata lebih dari 1. Hal ini mungkin disebabkan karena kolom yang sudah cukup lama terpakai sehingga pemisahan senyawa menyebabkan timbulnya ekor pada kromatogram. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan Tabel 2. Parameter kedua yang perlu dioptimatisasi adalah kecepatan alir. Kecepatan alir yang dipilih pada analisis ini adalah 0,5 ml/menit karena jumlah lempeng teoritisnya terbesar, HETP-nya terkecil dan resolusinya terbesar. Sedangkan jika kecepatan alirnya dipercepat hingga 0,7 ml/menit, maka terjadi peningkatan tekanan yang drastis 38

yang mengakibatkan pompa KCKT berhenti secara otomatis. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13 dan Tabel 2. 3. Validasi metode analisis fenobarbital dan diazepam dalam suplemen makanan a. Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas larutan standar fenobarbital dan diazepam Persamaan garis kurva kalibrasi untuk fenobarbital adalah y = - 17165,1354 + 26097,5057x dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9996. Persamaan garis kurva kalibrasi untuk diazepam adalah y = 24664,2396 + 201545,0975x dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9996. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 14,15 dan Tabel 5 dan 6. b. Pengukuran batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi analisis fenobarbital dan diazepam dalam suplemen makanan. Batas deteksi fenobarbital dan diazepam berturut-turut sebesar 0,3738 dan 0,3839 µg/ml, sedangkan batas kuantitasi fenobarbital dan diazepam berturut-turut sebesar 1,2461 dan 1,2798 µg/ml. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. 39

c. Uji presisi fenobarbital dan diazepam Fenobarbital dengan konsentrasi rendah, sedang dan tinggi, masing-masing 3,27; 8,72 dan 13,08 µg/ml memberikan nilai koefisien variasi berturut-turut 1,56; 1,11 dan 0,87%. Diazepam dengan konsentrasi rendah, sedang dan tinggi, masing-masing yaitu 3,27; 8,72 dan 13,08 µg/ml, memberikan nilai koefisien variasi berturut-turut 0,43; 0,56 dan 1,52%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. d.uji perolehan kembali fenobarbital dan diazepam Persentase uji perolehan kembali untuk fenobarbital 4,36; 8,72 dan 13,08 µg/ml berturut-turut sebesar (100,6613 + 0,39)%, (99,7259 + 0,12)% dan (100,5306 + 0,83)%. Persentase uji perolehan kembali diazepam untuk konsentrasi 4,36; 8,72 dan 13,08 µg/ml berturut-turut adalah sebesar (98,6666 + 0,37)%, (99,5791 + 0,41)% dan (99,5041 + 0,29)%. Rata-rata uji perolehan kembali sebesar (100,3059 ± 0,51)% untuk fenobarbital dan (99,2499 ± 0,51)% untuk diazepam. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12. 40

4. Analisis fenobarbital dan diazepam dalam sampel suplemen makanan Dari enam sampel suplemen makanan yang diperiksa, setelah dianalisis semuanya tidak satu pun yang mengandung fenobarbital dan diazepam. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 17a, 17b, 17c, 17d, 17e dan 17f. B. PEMBAHASAN Bisnis suplemen makanan melanda hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia. Obat-obatan dan berbagai jenis makanan yang ada di Indonesia peredarannya senantiasa diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Oleh karena mengingat suplemen makanan merupakan produk makanan yang dijual bebas, maka perlu diperhatikan keamanannya dari zatzat yang berbahaya dan dapat merugikan tubuh. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatur penggunaan suplemen makanan melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan No. 00.05.23.3644 Tahun 2004. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. 41

Juga disebutkan dalam keputusan yang sama tentang ketentuan bahwa suplemen makanan dilarang mengandung bahan yang tergolong obat atau narkotika atau psikotropika sesuai ketentuan yang berlaku (2). Sebelum memulai penelitian ini hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah mencari panjang gelombang optimum untuk analisis fenobarbital dan diazepam. Untuk mencari panjang gelombang optimum tersebut, dibuat spektrum serapan masing-masing, baik fenobarbital maupun diazepam. Spektrum keduanya kemudian digabung (overlay) untuk melihat titik perpotongannya. Dari hasil percobaan diperoleh panjang gelombang optimum 230 nm. Larutan yang digunakan untuk penetapan panjang gelombang analisis ini tidak berasal dari larutan induk melainkan dibuat sendiri. Kedua senyawa dibuat konsentrasi berbeda (5,6 µg/ml untuk diazepam dan 45,6 µg/ml untuk fenobarbital) dimaksudkan untuk memudahkan melihat titik perpotongannya pada saat spektrum keduanya digabungkan, sehingga dapat ditentukan panjang gelombang yang optimum. Selanjutnya dicari komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang paling baik untuk memisahkan kedua senyawa. Larutan yang digunakan untuk pemilihan fase gerak dan kecepatan alir ini berasal dari larutan induk dengan konsentrasi masing-masing 2,18 µg/ml untuk diazepam dan 5,45 µg/ml untuk fenobarbital. Sebagai fase gerak awal digunakan asetonitril-air (55:45, v/v). Kondisi ini diambil dari salah satu literatur (19). Fase gerak dengan komposisi demikian dapat menganalisis fenobarbital dan diazepam dalam waktu lebih kurang 20 menit. Pada kondisi awal ini digunakan kecepatan alir 42

0,5 ml/menit. Waktu retensi diperoleh pada menit ke-7,487 dan 20,112. Faktor ikutan fenobarbital 2,00, sedangkan diazepam 1,41. Jumlah lempeng teoritisnya paling besar dan dengan nilai resolusinya 22,95 menunjukkan bahwa pemisahan kedua senyawa sempurna. Akan tetapi pada saat blangko disuntikkan ke KCKT ternyata muncul kromatogram pada waktu retensi yang hampir sama dengan fenobarbital dan diazepam. Kondisi fase gerak ini tidak dapat dipilih karena kromatogram blangko yang muncul pada waktu retensi yang hampir sama dengan standar dapat mempengaruhi luas puncak standar yang terdeteksi pada saat analisis, sehingga hasilnya menjadi kurang akurat. Oleh karena itu perlu dicari kondisi fase gerak lainnya yang lebih baik untuk analisis. Kondisi fase gerak kedua yang dicobakan yaitu metanol-air (60:40, v/v) dengan kecepatan alir 0,5 ml/menit. Kondisi ini juga diperoleh dari salah satu literatur (8). Setelah dicobakan, ternyata hasilnya menunjukkan kromatogram diazepam muncul pada menit ke-40, namun sudah menunjukkan pemisahan yang baik, karena blangko tidak memberikan kromatogram pada waktu retensi yang sama atau berdekatan dengan senyawa yang dianalisis walaupun masih memberikan kromatogram tetapi tidak memberikan pengaruh pada kromatogram senyawa yang dianalisis. Waktu retensi diazepam yang terlalu lama ini mengakibatkan kondisi fase gerak metanol-air (60:40, v/v) tidak dapat dipilih untuk analisis. Kemudian untuk memperoleh kondisi optimum analisis, komposisi fase gerak metanol-air diubah-ubah. 43

Komposisi fase gerak yang ketiga yaitu metanol-air (70:30, v/v). Waktu retensi diperoleh pada menit ke-7,371 dan 19,447. Pada kondisi ini diperoleh jumlah lempeng teoritis yang cukup besar dan faktor ikutan yang kecil. Selain itu dengan nilai resolusi 13,42 menunjukkan bahwa pemisahan kedua senyawa sempurna. Komposisi fase gerak selanjutnya yang dicobakan adalah metanol-air (80:20, v/v). Fase gerak dengan komposisi ini dapat menganalisis fenobarbital dengan diazepam lebih cepat dibandingkan dengan fase gerak metanol-air (70:30, v/v), namun jumlah lempeng teoritis dan resolusi mengalami penurunan, serta faktor ikutan kedua senyawa menjadi meningkat. Dari percobaan pemillihan fase gerak di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan perbandingan metanol yang lebih banyak dalam fase gerak dapat mempercepat waktu analisis yang diperlukan, namun jumlah lempeng teoritis dan resolusi mengalami penurunan serta faktor ikutan menjadi lebih besar. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa fase gerak yang paling baik untuk analisis adalah metanol-air (70:30, v/v) dan kondisi fase gerak ini akhirnya dipilih untuk percobaan selanjutnya. Pada analisis ini digunakan kolom yang bersifat nonpolar dan eluen yang polar, karena itu metode analisisnya berupa fase terbalik. Kolom yang digunakan bersifat nonpolar maka zat yang bersifat nonpolar akan tertahan sehingga keluar lebih lama dibandingkan dengan zat yang bersifat polar. Fenobarbital bersifat lebih polar dibandingkan dengan diazepam, oleh sebab 44

itu kromatogram yang muncul lebih dahulu adalah fenobarbital, disusul dengan diazepam. Kecepatan alir juga perlu ditentukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih memuaskan. Percobaan dilakukan dengan membandingkan kecepatan alir 0,5 dan 0,6 ml/menit. Pada 0,6 ml/menit, analisis tercapai hingga 16,345 menit, namun jumlah lempeng teoritis fenobarbital dan diazepam mengalami penurunan yang signifikan. Jika kecepatan alir dinaikkan lebih dari 0,6 ml/menit dapat menyebabkan tekanan yang tinggi, oleh sebab itu kecepatan alir yang paling baik adalah 0,5 ml/menit. Sebelum melakukan analisis sampel, metode yang telah ditetapkan perlu divalidasi. Validasi diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi, dibuat dengan menghubungkan luas puncak yang dihasilkan oleh sedikitnya lima konsentrasi standar yang berbeda. Pada metode ini, pembuatan kurva kalibrasi fenobarbital dan diazepam dilakukan dengan menghubungkan enam titik pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi fenobarbital dan diazepam yang ditentukan yaitu 3,27; 4,36; 5,45; 8,72; 10,9 dan 13,08 µg/ml. Persamaan kurva kalibrasi merupakan hubungan antara sumbu x dan sumbu y. Deretan konsentrasi yang dibuat dinyatakan sebagai sumbu x, sedangkan luas puncak fenobarbital dan diazepam yang diperoleh dari hasil pengukuran dinyatakan sebagai nilai sumbu y. Persamaan garis kurva kalibrasi fenobarbital yaitu y = -17165,1352 + 26097,5057x, dengan nilai koefisien korelasi 0,9996. Untuk diazepam persamaan kurva kalibrasinya 45

adalah y = 24664,2396 + 201545,0975x, dengan nilai koefisien korelasi 0,9996. Koefisien korelasi, r, yang semakin mendekati nilai 1 menyatakan hubungan yang semakin linier antara konsentrasi dengan luas puncak kromatogram yang dihasilkan. Dengan menggunakan persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi yang telah diperoleh, batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Berdasarkan perhitungan secara statistik, maka diperoleh batas deteksi fenobarbital dan diazepam berturut-turut sebesar 0,3738 dan 0,3839 µg/ml, sedangkan batas kuantitasi fenobarbital dan diazepam berturut-turut sebesar 1,246i dan 1,2798 µg/ml. Konsentrasi tersebut berada dibawah konsentrasi terkecil pembuatan kurva kalibrasi. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi zat yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Pada penelitian yang dilakukan, tiga konsentrasi dibuat untuk uji presisi adalah 3,27; 8,72 dan 13,08 µg/ml untuk fenobarbital dan diazepam. 46

Pada konsentrasi rendah, sedang dan tinggi, baik fenobarbital maupun diazepam, simpangan baku relatifnya kurang dari 2%. Oleh sebab itu, analisis ini dapat disimpulkan memberikan nilai dengan keseksamaan yang baik. Uji perolehan kembali merupakan cara untuk menentukan kecermatan hasil analisis suatu metode. Kecermatan atau akurasi adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya. Uji perolehan kembali dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan kedalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan denagn kadar analit yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Sedangkan metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi ditemukan. Uji perolehan kembali pada penelitian ini dilakukan dengan metode adisi, dimana sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu ditambahkan pada sampel yang sebelumnya telah diperiksa dan dipastikan tidak mengandung senyawa yang dianalisis (fenobarbital dan diazepam). Sedangkan jika menggunakan metode simulasi tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriks dari sampel tidak diketahui. 47

Pada penetapan uji perolehan kembali, disiapkan sampel yang mengandung analit dengan kadar 50-150% dari kandungan yang diharapkan. Oleh karena tidak diketahui dengan pasti berapa kadar kandungan senyawa yang dianalisis dalam sampel, maka uji perolehan kembali pada penelitian ini dipilih pada konsentrasi 4,36; 8,72 dan 13,08 µg/ml baik untuk fenobarbital maupun diazepam. Rata-rata uji perolehan kembali dari penelitian ini 100,3059% untuk fenobarbital dan 99,2499% untuk diazepam. Hasil tersebut termasuk akurat. Sampel yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sampel suplemen makanan multivitamin yang diperoleh secara random dari pasaran. Analisis dilakukan dengan melihat kromatogram yang muncul pada waktu retensi yang sama atau hampir sama dibandingkan dengan waktu retensi dari zat standar yang dipisahkan pada kondisi fase gerak dan kecepatan alir yang sama. Dari enam sampel yang dianalisis, tidak satupun yang mengandung baik fenobarbital maupun diazepam yang dapat diketahui dari kromatogram yang dihasilkan pada waktu retensi yang sama dengan standar, dengan batas deteksi analisis untuk fenobarbital dan diazepam masing-masing sebesar 0,3738 µg/ml dan 0,3839 µg/ml. 48