IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan alasan karena kolom ini sudah umum digunakan dan sudah dimiliki oleh sebagian besar laboratorium pangan. Komposisi fase gerak yang digunakan terdiri dari pelarut organik dan air, tanpa penambahan larutan buffer dan pasangan ion, sehingga setelah penggunan selesai, alat KCKT dapat segera dimatikan tanpa pencucian kolom terlebih dahulu menggunakan air. Penelitian hasil pengembangan, validasi dan uji coba metode analisis yang telah dilakukan oleh peneliti sebagai berikut: 4.1 Penetapan aktivitas baku vitamin A Sebelum penelitian ini dimulai, perlu dilakukan penetapan aktivitas baku vitamin A menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang sudah dikalibrasi. Penetapan ini perlu dilakukan karena sifat dari vitamin A yang mudah rusak oleh pengaruh udara dan cahaya. Bila tidak dilakukan penetapan aktivitas baku vitamin A, maka kadar baku vitamin A tidak sesuai dengan kadar yang sebenarnya dan akibatnya hasil pengujian tidak akurat. Data uji penetapan aktivitas baku vitamin A dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data hasil uji penetapan aktivitas baku vitamin A No. Bobot Baku (g) Faktor Kadar Baku Absorban Pengenceran Vit. A (IU/g) 1 0, , , , , , Rata-rata (IU/g) SD (IU/g) 15954,51 RSD (%) 0,94 Data yang dipereleh menunjukan kadar baku vitamin A adalah IU/g dengan RSD 0,94 %. Dari data diperoleh dapat disimpulkan bahwa baku vitamin A tersebut dapat digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.

2 Pemilihan kondisi analisis optimum Sebelum disuntikkan ke dalam sistem KCKT, larutan baku dan larutan sampel disiapkan dengan cara menimbang, lalu melarutkannya menggunakan n- pentana dan 2-propanol, ditambahkan larutan butil hidroksi toluena dan tetra-n- butil ammonium hidroksida. Adapunun maksud dari penambahan perekaksi- pereaksi tersebut adalah sebagai berikut: penambahan pereaksi n-pentana untuk membantu mban kelarutan minyak goreng sawit dalam pelarut 2-propanol. Minyak goreng sawit merupakan senyawa yang sangat non polar, sedangkan 2-propanol bersifat semi polar. Agar minyak goreng sawit mudah bercampur dengan 2- propanol, o maka minyak goreng sawit tersebut dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut lain (n-pentana) yang lebih mudah bercampur dengan minyak goreng sawit, lalu diencerkan dengan 2-propanol. Pereaksi butil hidroksi toluena berfungsi untuk mencegah oksidasi vitamin A. Oksidasi terjadi akibat pengaruh udara dan cahaya, yang akan membentuk yang selanjutnya radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi vitamin A. Butil hidroksi toluena akan beraksi dengan radikal bebas tersebut, sehingga mencegah terjadinya reaksi oksidasi vitamin A. Pereaksi tetra-n-butil ammonium hidroksida berfungsi untuk mengubah vitamin A palmitat atau retinil palmitat menjadi retinol. Tanpa adanya reaksi tersebut, retinil palmitat sangat sulit untuk dianalisis dengan KCKT karena sifat dari retinil palmitat yang sangat non polar, sehingga terjadi inter aksi yang kuat dengan fase diam dan akibatnya retinil palmitat tidak dapat dielusi oleh fase gerak yang digunakan. Reaksi yang terjadi antara vitamin A palmitat dengan tetra-n-butil ammonium hidroksida dapat dilihat pada Gambar 3. + Retinil palmitat Tetra-n-butil ammonium hidroksida Retinol Gambar 3. Reaksi antara retinil palmitat dengan tetra-n-butil ammonium hidroksida menghasilkan retinol.

3 43 Untuk mendapatkan kondisi analisis optimum vitamin A dalam minyak goreng sawit, beberapa parameter kondisi KCKT perlu dioptimasi antara lain: komposisi fase gerak, laju alir fase gerak dan detektor yang digunakan. Komposisi fase gerak dan laju alir yang optimum memberikan jumlah lempeng teoritis (N) yang besar, resolusi (Rs) yang lebih besar dari 1,5, faktor ikutan (Tf) yang mendekati satu, serta waktu retensi yang relatif singkat, sedangkan optimasi detektor yang digunakan untuk menentukan spesifisitas dan selektivitas yang tinggi dalam analisis tanpa adanya gangguan dari matriks sampel. Dalam penelitian ini digunakan kolom C18 yang bersifat non polar, sehingga sistem kromotagrafi ini merupakan sistem kromatografi fase balik. Daya elusi dalam sistem s kromatografi ini berbanding terbalik dengan polaritas fase gerak. Semakin kecil polaritas fase gerak, maka daya elusinya semakin besar. Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari fase gerak berupa pelarut murni (asetonitril atau metanol) dan campuran pelarut organik (asetonitril atau metanol) dengan air. Dalam hal ini, air merupakan senyawa yang paling polar bila dibandingkan dengan asetonitril dan metanol. Apabila jumlah air dalam komposisi fase gerak tersebut ditambah, maka daya elusinya semakin rendah dan akibatnya waktu retensi analit semakin besar. Namun dengan berkurangnya daya elusi dapat memperbaiki bentuk kromatogram tersebut (resolusi, jumlah lempeng teoritis ataupun tailing faktor) hingga diperoleh kondisi yang optimum. Pada pencarian kondisi analisis optimum, laju alir juga divariasikan mulai dari 0,6 ml/menit sampai dengan 1,75 ml/menit. Laju alir berbanding lurus dengan waktu retensi. Pada optimasi laju alir dipilih yang mempunyai waktu terpendek tetapi tidak mengabaikan kapasitasnya. Waktu retensi dikendalikan oleh koefesien distribusi (k), jika harga k besar maka komponen dalam fase diam lebih besar dari pada dalam fase gerak, sehingga komponen akan tinggal lebih lama dalam fase diam. Kecepatan migrasi ditentukan oleh jumlah komponen yang terdapat dalam fase gerak, karena komponen hanya bergerak dibawa oleh fase gerak, sedangkan laju alir mempengaruhi migrasi suatu komponen. Untuk fase gerak yang viskositasnya besar akan menyebabkan peningkatan tekanan pada kolam, sehingga bila menggunakan fase gerak dengan menggunakan pelarut yang mempunyai viskositas yang besar, maka laju alirnya tidak boleh besar. Dalam hal

4 44 ini, asetonitril merupakan pelarut yang mempunyai viskositas paling kecil bila dibandingkan denga air dan metanol. Dalam hal ini, bila komposisi fase gerak terdiri dari asetonitril dengan jumlah yang besar maka dalam analisis bila menggunakan laju alir yang besar tekanan kolom tetap rendah. Pada pencarian kondisi analisis optimum, detektor yang digunakan juga divariasikan. Detektor yang digunakan pada penelitian ini adalah detektor ultraviolet dan detektor fluoresens. Detektor ultraviolet digunakan untuk mendeteksi eteke komponen zat yang dapat menyerap cahaya di daerah ultraviolet ( nm). Keuntungan dari detektor ini adalah pemilihan panjang gelombang yang luas dan sensitivitas terhadap alat yang baik. Detektor fluoresens digunakan untuk mendeteksi komponen zat yang dapat menyerap cahaya dan kemudian memancarkan manc cahaya pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan detektor ultra violet, detektor flouresen lebih peka dan lebih selektif, karena hanya komponen zat yang berfluoresensi saja yang dapat dideteksi. Vitamin A dapat dideteksi baik dengan menggunakan detektor ultraviolet maupun menggunakan gu n detektor fluoresens. Pada penelitian ini digunakan kolom C 18 (Waters Xbridge, dengan panjang 250 mm, diameter 4,6 mm ukuran partikel 5,0 µm). Pemilihan kondisi optimum dilakukan dengan memvariasikn komposisi fase gerak, laju alir dan detektor yang digunakan (detektor ultraviolet dan fluoresens). Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan komposisi fase gerak metanol dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 10. Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan data pengamatan a kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan gu n variasi komposisi fase gerak metanol dan air dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 12. Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 13,

5 45 sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 14. Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 17, sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 18. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan dari berbagai kondisi optimasi percobaan dan dengan nilai skor yang diperoleh, diperoleh 1 kondisi analisis yang paling optimum untuk analisis vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit yaitu: komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20), laju alir 1,75 ml/menit dengan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 325 nm. Kromatogram blanko (minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A) dan kromatogram baku vitamin A palmitat (dalam matriks minyak goreng sawit) yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20), laju alir 1,75 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm dapat dilihat pada Gambar 4. Dari gambar 4 menunjukkan bahwa walaupun kromatogram matriks minyak goreng sawit memberikan banyak puncak, namun pada saat vitamin A keluar dari kolom dan dideteksi oleh detektor, di sekitar puncak/kurva vitamin A tidak ada matriks atau perekasi yang mengganggu dan memberikan waktu retensi yang sama dengan vitamin A, sehingga dengan kondisi KCKT tersebut matriks minyak goreng sawit dan pereaksi yang digunakan tidak mengganggu dalam analisis vitamin A dalam kondisi KCKT yang digunakan.

6 mv(x10) Detector A:325nm 2.50 mv(x10) Detector A:325nm Vitamin A/7.841/ min A min B Gambar 4. Kromatogram A (blanko minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A) dan kromatogram B (baku vitamin A palmitat dalam matriks minyak goreng sawit); yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20), laju alir 1,7 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 4.3 Uji kesesuaian sistem (UKS) Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum instrumen KCKT digunakan. Secara normal terdapat variasi dalam peralatan dan teknik analisis, maka uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan bahwa sistem operasional sudah sesuai dan memberikan hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan analisis. Data uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 19. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada penyuntikan ulang larutan baku vitamin A dengan 6 kali pengulangan, diperoleh waktu retensi (Rt) 7,900 menit dengan standar deviasi relatif (RSD) 0,223 %, luas area dengan RSD 0,726 %. Nilai RSD kurang dari 1,0 %, maka data ini menunjukkan tidak terjadi perubahan yang signifikan dari waktu retensi dan luas area baku vitamin A dan sistem operasional yang digunakan teruji efektif untuk analisis dan dapat disimpulkan bahwa UKS sudah memberikan hasil yang baik dan sistem KCKT tersebut dapat digunakan untuk analisis vitamin A.

7 Tabel 9. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan, fase gerak metanol 100% dengan berbagai variasi laju alir, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm No, Laju Alir (ml/menit) Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 1,0 4, , , ,8 5, , , ,6 7, , , Tabel 10. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan: fase gerak metanol 100% dengan berbagai variasi laju alir detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm No, Laju Alir (ml/menit) Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 1,0 4, , , ,8 5, , , ,6 7, , , Tabel 11. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air; laju alir: 1,50 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm No, Komposis Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 85:15 14, , , :10 7, , , :5 4, , , ,5:2,5 3, , ,

8 Tabel 12. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air; laju alir: 1,50 ml/menit, detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm No, Komposis Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 85:15 14,293 2 Baik , :10 7,835 3 Baik , :5 4, , , ,5:2,5 3, , , Tabel 13. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir: 1,0 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm No, Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 75:25 5, , , :50 4, , , :75 4, , ,

9 Tabel 14. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir: 1,0 ml/menit, detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm No, Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 75:25 5, , , :50 4, , , :75 4, , , Tabel 15. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 ml/menit, detektor UV panjang 325 nm No, Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3, , , :5 4, , , :10 5, , , :15 7, , , :20 9, , , :25 13,163 2 Baik ,

10 Tabel 16. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 ml/menit, dengan detector fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm No, Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3, , , :5 4, , , :10 5, , , :15 7, , , :20 9, , , :25 13,352 2 Baik , Tabel 17. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,75 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm No, Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3, , , :5 3,789 3 Baik , :10 4,778 3 Baik , :15 6,250 3 Baik , :20 8,456 3 Baik , :25 11,259 2 Baik ,

11 Tabel 18. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 ml/menit, detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm No. Komposisi Fase Gerak Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Jumlah Lempeng Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) Total Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3, , , :5 3, , , :10 4, , , :15 6, , , :20 8, , , :25 11, , ,

12 52 Tabel 19. Data hasil uji kesesuaian sistem (UKS) baku vitamin A No Kode Waktu Retensi (Rt) Luas Area 1 UKS 1 7, UKS 2 7, UKS 3 7, UKS 4 7, UKS 5 7, UKS 6 7, Rata-rata 7, SD 0, ,279 RSD 0,223 0,726 Syarat RSD (%) 1,0 1,0 4.4 Validasi metode analisis penetapan kadar vitamin A Kurva kalibrasi dan uji linieritas. Setelah diperoleh kondisi optimum untuk analisis dan uji kesesuaian sistem telah memenuhi sesuai dengan yang diinginkan, selanjutnya dilakukan validasi terhadap metode analisis tersebut. Validasi ini diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi dan linieritas dengan rentang konsentrasi 0,4443 IU/mL sampai dengan 13,5233 IU/mL. Pemilihan rentang konsentrasi ini berdasarkan konsentrasi vitamin A yang ditambahkan ke dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dan mencakup konsentrasi batas kuantisasi yaitu 5,73 IU/g. Untuk analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit, baku untuk pembuatan kurva kalibrasi diperlakukan sama terhadap larutan uji, yaitu ditambahkan minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan adanya gangguan matriks dari minyak goreng sawit antara larutan uji dan larutan baku. Kurva kalibrasi vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dapat dilihat pada gambar 5. Dari hasil perhitungan statistik kurva kalibrasi memberikan nilai r 0,99997 dan Vxo 2,54 dimana kriteria linieritas yang dapat diterima adalah r minimal 0,995 dan V xo maksimal 5 % sehingga dapat disimpulkan bahwa linieritas baku vitamin A memenuhi uji linieritas. Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi versus faktor respon detektor dan kurva konsentrasi versus residual. Kurva hubungan antara konsentrasi vitamin

13 53 A terhadap faktor respon detektor dapat dilihat pada Gambar 6 dan kurva hubungan antara konsentrasi vitamin A terhadap residual dapat dilihat pada Gambar 7. Dari kedua kurva tersebut dapat dilihat adanya penyebaran secara random antara konsentrasi vitamin A dengan faktor respon detektor dan konsentrasi vitamin A dengan residual yang mendekati garis tengah menunjukkan linieritas yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa linieritas baku vitamin A dengan rentang konsentrasi 0,4443 IU/mL sampai dengan 13,5233 IU/mL memenuhi kritria uji linieritas dan dapat diterima untuk perhitungan analisis selanjutnya Luas Area Konsentrasi Vitamin A (IU/mL) Gambar 5. Kurva kalibrasi baku vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit

14 Faktor Respon Detektor Residual Konsentrasi Vit. A (IU/mL) Konsentrasi Vitamin A (IU/mL) Gambar 6. Hubungan antara konsetrasi vitamin A dengan faktor respon detektor. Gambar 7. Hubungan antara konsen sentrasi vitamin A terharesidual Uji presisi Presisi pengukuran kuantitatif dapat ditentukan dengan menganalisis sampel yang sama secara berulang-ulang (minimal 6 x pengulangan), kemudian dihitung nilai standar deviasinya (SD) dan dari nilai standar deviasi tersebut dihitung nilai standar deviasi baku relatif (RSD) atau koefesien variasi (KV). Dari nilai % RSD yang diperoleh dibandingkan dengan % RSD Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan reprodusibilitas (presisi yang dinyatakan sebagai % RSD dengan konsentrasi analit). Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui persamaan: Presisi suatu metode akan memenuhi syarat apabila %RSD yang diperoleh dari percobaan lebih kecil dari 2/3 % RSD Horwitz dan berdasarkan persamaan Horwitz dapat dipastikan bahwa, semakin kecil konsentrasi suatu analit, maka nilai presisi yang dapat diterima akan semakin besar. Pada penelitian ini, uji presisi dilakukan analisis terhadap tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah ( 23,48 IU/g), konsentrasi sedang (46,74 IU/g) dan konsentrasi tinggi (71,28 IU/g), dari masing-masing

15 55 konsentrasi tersebut selanjutnya dilakukan uji presisi sebanyak 6 kali pengulangan dan pengujian dilakukan oleh analis yang sama dan waktu yang hampir bersamaan (ripitabilitas). Presisi suatu metode dinyatakan memenuhi syarat keberterimaan jika % RDS lebih kecil dari 2/3 CV Horwitz. Data hasil uji presisi dapat dilihat pada Tabel 20. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai RSD untuk ripitabilitas yang dihasilkan tidak melebihi 2/3 dari nilai RSD berdasarkan rumus Horwizt. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional alat dan analis memiliki nilai presisi yang baik terhadap metode dengan respon yang relatif konstan, sehingga hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang memenuhi persyaratan Uji akurasi Berbeda halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi merujuk pada pengertian ketepatan (kecermatan). Penentuan akurasi metode untuk membuktikan kedekatan hasil analisis dengan nilai benar. Akurasi dapat ditetapkan dengan 3 cara yaitu; penetapan dengan menggunakan bahan acuan bersertifikat atau standard reference material (SRM), membandingkan menggunakan metode yang telah valid (metode resmi atau metode standar) dan menghitung uji perolehan kembali dengan menggunakan penambahan standar (standar adisi). Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali. Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku pembanding vitamin A ke dalam sampel yang sebelumnya telah ditentukan kadar vitamin A-nya (sampel yang telah ditentukan nilai presisinya). Selanjutnya sampel dianalisis hingga diperoleh nilai persen perolehan kembalinya. Nilai persen perolehan kembali yang mendekati 100 % menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya (true value).

16 56 Pada penelitian ini, uji akurasi dilakukan analisis terhadap tiga konsentrasi yang berbeda, yaitu konsentrasi rendah ( 23,48 IU/g), konsentrasi sedang (46,74 IU/g) dan konsentrasi tinggi (71,28 IU/g), dari masing-masing konsentrasi tersebut selanjutnya dilakukan uji akurasi sebanyak 6 kali pengulangan dan pengujian dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan. Pengujian akurasi dilakukan dengan cara penambahan standar adisi dan akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali. Data hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 21. Dari tabel hasil uji akurasi dapat dilihat, secara keseluruhan nilai persen perolehan kembali berada dalam rentang 96,84 102,39 %, dimana kriteria persen perolehan kembali yang dapat diterima adalah %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi kriteria untuk uji akurasi dan dengan kata lain metode yang telah dikembangkan ini memberikan hasil akurasi yang tidak berbeda dengan metode standar atau metode resmi Uji selektivitas (spesifisitas) Pada uji selektivitas (spesifisitas), dilakukan analisis terhadap sampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi, namun pada saat penyiapan larutan uji ditambahkan senyawa-senyawa kimia lainnya yang mungkin terdapat atau sengaja ditambahkan ke dalam minyak goreng sawit. Senyawa kimia tersebut dapat berupa: senyawa anti oksidan (butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokinon), vitamin yang larut dalam minyak (vitamin D dan vitamin E) dan senyawa kimia alami yang terdapat dalam minyak goreng sawit (beta karoten). Kromatogram campuran senyawa kimia yang sedang dilakukan uji selektivitasnya (tanpa penambahan vitamin A) dan baku vitamin A dengan matriks sampel minyak goreng sawit dapat dilihat pada Gambar 8. Data hasil uji selektivitas (spesifisitas) dapat dilihat pada Tabel 22.

17 Tabel 20. Data uji presisi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit No. Bobot Sampel Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A RSD 2/3 RSD Pengenceran SD (IU/g) RSD (%) (g) (IU/g) Rata-rata (IU/g) Horwitz (%) Horwitz (%) 1 2, ,56 2 2, ,83 3 2, ,17 23,48 0,46 1,97 7,26 4,84 4 2, ,99 5 2, ,73 6 2, ,60 7 2, ,83 8 2, ,63 9 2, ,00 46,74 0,90 1,93 6,54 4, , , , , , , , , , , , ,07 71,28 1,33 1,87 6,14 4, , , , , , ,86 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan presisi vitamin A n a (Intersep) b (Slope) r 12 51, , ,

18 Tabel 21. Data uji akurasi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit No Bobot Sampel (g) Vit. A yang ditambahkan (IU) Pengenceran Luas Area Vit. A total (IU) Vit. A dari sampel (IU) Rekoveri Vit. A (%) 1 1, , , , ,15 2 1, , , , ,84 3 1, , , , ,18 4 1, , , , ,98 5 1, , , , ,92 6 1, , , , ,31 7 1, , , , ,94 8 1, , , , ,89 9 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,12 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan akurasi vitamin A n a (Intersep) b (Slope) r 12 51, , , Rata-Rata Rekoveri (%) SD (%) RSD (%) 98,40 1,87 1,90 98,76 1,81 1,83 98,29 1,50 1,52 58

19 mv(x10) Detector A:325nm 2.50 mv(x10) Detector A:325nm Vitamin A/7.879/ min A min Gambar 8. Kromatogram A (campuran senyawa kimia yang sedang dilakukan uji selektivitasnya: butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokuinon, vitamin D, vitamin E dan beta karoten) dan kromatogram B (baku vitamin A) dalam matriks sampel minyak goreng sawit yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20) laju alir 1,75 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. B Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kromatogram yang dihasilkan tidak diganggu oleh adanya senyawa-senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam minyak goreng sawit dan pada uji t diperoleh hasil yang tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan hasil dari presisi yang telah dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi syarat uji selektivitas (spesifitas) terhadap analit: senyawa anti oksidan (butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokinon), vitamin yang larut dalam minyak (vitamin D dan vitamin E) dan senyawa kimia alami yang terdapat dalam minyak goreng sawit (beta karoten) Uji robustness. Pada uji robustness, dilakukan analisis terhadap sampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi, namun pada metode tersebut dilakukan sedikit perubahan kecil seperti: perubahan penambahan atau pengurangan jumlah pereaksi yang digunakan, perubahan komposisi fase gerak, perubahan laju alir, dan perubahan merek kolom. Data hasil uji robustness dengan perubahan penambahan jumlah pereaksi menjadi: n-

20 60 pentana 3 ml, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 3 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 ml dapat dilihat pada Tabel 23. Data hasil uji robustness dengan perubahan pengurangan jumlah pereaksi n-pentana 2 ml, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 2 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 ml dapat dilihat pada Tabel 24. Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak asetonitril:air (81:19) dan laju alir 1,74 ml/menit dapat dilihat pada Tabel 25. Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak asetonitril:air (79:21) dan laju alir 1,76 ml/menit dapat dilihat pada Tabel 26. Data hasil uji robustness dengan perubahan menggunakan merek kolom yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 27. Dari Tabel menunjukkan dalam uji t diperolah nilai t hitung lebih kecil dari t tabel, sehingga dapat disimpulkan hasil pengujian kondisi normal dengan hasil pengujian pada kondisi yang sedang diuji robutsnessnya memberikan hasil uji yang tidak berbeda bermakna Uji batas deteksi dan batas kuantisasi Pada penentuan uji batas deteksi dan batas kuantisasi dibuat larutan vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan konsentrasi 0,4988 IU/g sampai dengan 9,9970 IU/g. Kurva regresi kadar vitamin A terhadap tinggi noise dengan sinyal pada penentuan uji batas deteksi dan batas kuantisasi dapat dilihat pada Gambar Perbandingan tinggi noise terhadap tinggi sinyal (S/N) Kadar Vit. A (IU/g) Gambar 9. Kurva regresi kadar vitamin A terhadap tinggi noise dengan sinyal (S/N).

21 Tabel 22. Data uji selektivitas (spesifisitas) vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,20 2 2, ,68 3 2, ,81 47,36 0,99 1,609 2, , ,13 5 2, ,80 6 2, ,56 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) r 12 51, , ,

22 Tabel 23. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode pengurangan jumlah pereaksi menjadi: n-pentana 2 ml, larutan antioksidan butil toluena 2 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 ml No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,59 2 2, ,46 3 2, ,07 47,24 0,91 1,431 2, , ,71 5 2, ,36 6 2, ,27 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51, , , Tabel 24. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode pengurangan jumlah pereaksi menjadi: n-pentana 3 ml, larutan antioksidan butil toluena 3 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 ml No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,31 2 2, ,62 3 2, ,78 46,90 0,99 0,415 2, , ,52 5 2, ,85 6 2, ,29 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51, , ,

23 Tabel 25. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode perubahan komposisi fase gerak menjadi asetonitri: air (81:19) dan laju alir 1,74 ml/menit No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,59 2 2, ,46 3 2, ,07 47,23 0,86 1,364 2, , ,71 5 2, ,36 6 2, ,27 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51, , , Tabel 26. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode perubahan komposisi fase gerak asetonitri menjadi: air (79:21) dan laju alir 1,76 ml/menit No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,92 2 2, ,59 3 2, ,68 47,37 0,87 1,744 2, , ,13 5 2, ,65 6 2, ,25 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51, , ,

24 Tabel 27. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode penggunakan merek kolom C 18 yang berbeda (kolom merek Shimadzu Shim-pack, Jepang: panjang 250 mm, diameter dalam 1,46 mm dan ukuran partikel 5 m) No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2, ,75 2 2, ,02 3 2, ,75 46,41 0,99 0,856 2, , ,99 5 2, ,82 6 2, ,15 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51, , ,

25 65 Setelah dianalisis dan dibuat persamaan regresi linier, diperoleh nilai batas deteksi vitamin A dalam minyak goreng sawit adalah 1,66 IU/g dan nilai batas kuantisasi vitamin A dalam minyak goreng sawit adalah 5,89 IU/g. Batas deteksi dan batas kuantisasi yang diperoleh sudah dapat diterima, karena untuk mengetahui apakah minyak goreng sawit yang diuji memenuhi syarat atau tidak dalam hal kandungan vitamin A adalah minimal 45 IU/g, sedangkan batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperolah jauh di bawah 45 IU/g. 4.4 Uji coba penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran. Hasil analisis terhadap minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dan pada labelnya mengklaim akan kandungan vitamin A menunjukkan bahwa pada ke-empat sampel mengandung vitamin A berturut-turut sebesar 16,75 IU/g, 28,39 IU/g, 29,07 IU/g dan 66,65 IU/g (75 % sampel tidak memenuhi persyaratan kadar vitamin A yang akan ditetapkan pemerintah). Data hasil analisis terhadap sampel minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dapat dilihat pada tabel 28. Dari tabel tesebut dapat disimpulkan bahwa kandungan vitamin A dalam sampel yang diuji masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kadar vitamin A yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Hasil evaluasi kromatogram dan SD yang diperoleh dari penetapan kadar vitamin A dapat disimpulkan bahwa matriks sampel yang terkandung dalam berbagai merek minyak goreng sawit yang beredar di pasaran tidak mengganggu dalam analisis penetapan kadar vitamin A, sehingga metode yang telah dikembangkan dan telah divalidasi oleh peneliti dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk penetapan kadar vitamin A dalam berbagai merek minyak goreng sawit. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap metode analisis yang telah dikembangkan dan telah divalidasi oleh peneliti, dapat dibuat ringkasan hasil penelitian sebagai berikut:

26 66 1. Hasil optimasi metode analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 diperoleh hasil yang optimal menggunakan komposis fase gerak asetonitril:air (80:20) dengan laju alir 1,75 ml/menit menggunakan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 325 nm, dibuktikan dengan perolehan skor yang tinggi dalam penilaian kromatogram KCKT. 2. Metode yang telah dikembangkan peneliti hasilnya sudah valid yang dibuktikan dengan hasil validasi dari metode tersebut yang sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan. 3. Metodenya selektif, dibuktikan dari hasil selektivitas pada bagian uji validasi yang telah dilakukan dan hasilnya sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan. 4. Metodenya cepat, dibuktikan dengan persiapan sampel pada metode yang telah dikembangkan peneliti tanpa proses saponifikasi, tanpa proses ektraksi dan tanpa proses pemekatan atau penguapan pelarut, sehingga untuk sekali pengujian sampel menggunakan metode tersebut diperlukan waktu sekitar 2 jam, sedangkan bila menggunakan metode resmi yang sudah ada (dengan proses saponifikasi, ekstraksi dan proses pemekatan atau penguapan pelarut) dari pengalaman yang pernah diperoleh peneliti diperlukan waktu sekitar 6 jam. 5. Metodenya mudah dan praktis, karena metode yang telah dikembangkan peneliti persiapan sampelnya tanpa proses saponifikasi, tanpa proses ekstraksi dan tanpa proses pemekatan atau penguapan pelarut, sehingga metode ini lebih mudah dan praktis; tanpa diperlukan keahlian dan peralatan khusus untuk proses persiapan sampel. 6. Metode yang sudah dikembangkan dan divalidasi oleh peneliti memiliki keunggulan-keunggulan seperti telah diuraikan di atas, namun kelemahannya metode ini hanya dapat digunanakan untuk penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dan tidak dapat digunakan untuk penetapan kadar vitamin A dalam produk pangan yang lain, misalnya: susu, daging dan telur.

27 Tabel 28. Data hasil analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran No Kode Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD RSD (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) (%) 1 Avn A 2, ,25 2 Avn B 2, ,24 16,75 0,70 4,17 3 Fvt 2, ,84 4 Fvt 2, ,95 28,39 0,78 2,76 5 Sva A 2, ,20 6 Sva B 2, ,94 29,07 0,18 0,61 7 Snc A 2, ,04 8 Snc B 2, ,65 66,35 1,85 2,78 Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan kadar vitamin A n a (Intersep) b (Slope) r 12 51, , ,

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008 4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

Perbandingan fase gerak metanol-air (50:50)

Perbandingan fase gerak metanol-air (50:50) Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Kloramfenikol Baku untuk Menentukan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum Perbandingan fase gerak metanol-air (40:60) Perbandingan fase gerak metanol-air (50:50) Perbandingan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1*, Ibrahim Arifin 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC Hasnah Lidiawati. 062112706. 2015. Optimasi Fase Gerak pada penetapan kadar campuran dextromethorphane HBr dan diphenhydramine HCl dalam sirup dengan metode HPLC. Dibimbing Oleh Drs. Husain Nashrianto,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Analisis Andrografolida dalam Bahan Baku dan Tablet Fraksi Etil Asetat Andrographis paniculata Pada pengembangan produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit utama di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi, yaitu 25,8% untuk usia 18 tahun (Riset Kesehatan Dasar, 2013), meskipun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berfungsi sebagai media dalam pengolahan bahan pangan. Selain dapat memperbaiki struktur fisik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT DEKSAMETASON DALAM JAMU PEGAL LINU MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1 *, Muhamad Barik Ulfa Faza 1 1 Jurusan S1 Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Nyamuk merupakan serangga yang dapat mengancam kesehatan manusia, karena dapat menjadi vektor berbagai penyakit, antara lain malaria dan demam berdarah. Saat ini, wilayah penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian studi voltametri siklik asam urat dengan menggunakan elektroda nikel sebagai elektroda kerja ini bertujuan untuk mengetahui berbagai pengaruh dari parameter yang ada

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat yang Digunakan Selain peralatan gelas standar laboratorium kimia, digunakan pula berbagai peralatan lain yaitu, pompa peristaltik (Ismatec ) untuk memompakan berbagai larutan

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP Yohanes Martono Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam Timbal pada kerupuk rambak dengan menggunakan alat Spektrofotometer serapan atom Perkin Elmer 5100 PC. A.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

YANTI TANUWIJAYA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

YANTI TANUWIJAYA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI YANTI TANUWIJAYA 10703008 PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 24 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Perangkat lunak validasi metode analisis ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak pemograman yang biasa dipakai yaitu Microsoft Visual Basic 6.0, dimana perangkat

Lebih terperinci

No Nama RT Area k Asym N (USP)

No Nama RT Area k Asym N (USP) Lampiran 1. Hasil kromatogram Penyuntikan Propranolol HCl Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak Metanol-Air dan Laju Alir yang Optimal untuk Analisis. 1 Propranolol HCl 3.1 24823 359.7 2.32* 1410*

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C HARI/ TANGGAL PRAKTKUM : KAMIS/ 20 DESEMBER 2012 JAM : 08.00 11.00 WIB Nama Praktikan : KAROLINA BR SURBAKTI (NIM: 20127008018) LUCIA AKTALINA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Preparasi Sampel Larutan standar dibuat dengan melarutkan standar tetrasiklin sebanyak 10 mg dalam metanol 100 ml dari larutan standar tersebut lalu dibuat larutan baku dengan

Lebih terperinci

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Kromatogram penyuntikan larutan Naa Siklamat ph dapar fosfat yang optimum pada analisis untuk mencari Dapar fosfat ph 4,5 dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat : methanol (70:30) dan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang mengarah pada pengembangan metode dengan tujuan mengembangkan spektrofotometri ultraviolet secara adisi standar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Deksklorfeniramin maleat Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M - Metanol yang Optimal untuk Analisis. A Perbandingan fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, terutama rhinovirus dan coronavirus, disertai terjadinya infeksi akut pada mukosa sistem pernapasan atas. Flu pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simvastatin merupakan obat antihiperlidemia yang bekerja dengan cara menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk kolesterol dengan bantuan katalis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic) LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic) Nama : Rebecca Rumesty Lamtiar (127008016) Yulia Fitri Ghazali (127008007) Paska Rahmawati Situmorang (127008011)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan

Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia-bagian 11: Penentuan residu tetrasiklin dan derivatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl

Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl Lampiran 1. Gambar alat KCKT dan syringe 100 µl Gambar 10. Alat KCKT (Shimadzu) Gambar 11. Syringe 100 µl (SGE) Lampiran 2. Gambar Sonifikator (Branson 1510) dan Penyaring Gambar. 12. Sonifikator (Branson

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK Ika Yuni Astuti *, Wiranti Sri Rahayu, Dian Pratiwi Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN 32 BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menentukan keabsahan dan pertanggungjawaban suatu hasil percobaan di laboratorium, tetapi dalam proses dan perhitungannya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR KOFEIN DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

PENETAPAN KADAR KOFEIN DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PENETAPAN KADAR KOFEIN DALAM MINUMAN BERNERGI YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Afdhil Arel 1), B.A. Martinus 1), Romi Nofiandri 1) 1) Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN

PHARMACY, Vol.11 No. 01 Juli 2014 ISSN OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS IDENTIFIKASI ORTO, META, DAN PARA FENILENDIAMIN DALAM SEDIAAN PEWARNA RAMBUT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Tashdiq Anwarulloh, Supandi, Almawati Situmorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat menginaktivasi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yang terletak di Lantai 3 Gedung Kimia bagian Utara. 3.1 Peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci