BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Nyamuk merupakan serangga yang dapat mengancam kesehatan manusia, karena dapat menjadi vektor berbagai penyakit, antara lain malaria dan demam berdarah. Saat ini, wilayah penyebaran nyamuk yang berpotensi terhadap transmisi penyakit semakin luas diantaranya disebabkan oleh pemanasan global. Telah dikembangkan berbagai jenis produk perlindungan terhadap nyamuk. Produk antinyamuk dikembangkan dan diedarkan di pasaran antara lain dalam bentuk antinyamuk bakar, mat antinyamuk, dan antinyamuk cair (antinyamuk semprot). Antinyamuk dalam bentuk mat elektrik semakin luas digunakan karena kepraktisannya. Produk mat elektrik pada tiap merk dapat mengandung senyawa aktif insektisida yang berbeda-beda. Senyawa aktif yang terkandung pada salah satu produk mat antinyamuk yang beredar di pasaran adalah metoflutrin. Metoflutrin memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki aktivitas tinggi dalam melumpuhkan nyamuk, relatif mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah terhadap mamalia ( 1 ). Kandungan insektisida termasuk metoflutrin yang terdapat dalam produk antinyamuk perlu diketahui kadarnya untuk keperluan pengawasan kualitas. Hal ini penting terkait dengan keamanan konsumen dalam menggunakan antinyamuk tersebut. Meskipun metoflutrin secara luas telah digunakan dalam produk antinyamuk, hingga saat ini belum ditetapkan suatu metode analisis untuk penentuan kadar metoflutrin dalam mat antinyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metode analisis untuk penetapan kadar metoflutrin dalam mat antinyamuk. Penetapan kadar metoflutrin dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Pengembangan metode analisis terhadap metoflutrin diperlukan agar produk mat antinyamuk yang beredar di pasaran dapat terjamin mutunya dan aman bagi konsumen yang menggunakan produk tersebut Februari

2 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Metoflutrin Metoflutrin adalah senyawa yang memiliki aktivitas insektisida sintetis dengan rumus molekul C 18 H 20 F 4 O 3 dan bobot molekul 360,34. Metoflutrin diklasifikasikan ke dalam golongan piretroid. Senyawa tergolong piretroid, adalah senyawa yang menyerupai piretrin. Piretrin merupakan senyawa alami yang memiliki aktivitas insektisida yang terdapat pada bunga tumbuhan genus Chrysanthemum. Keunggulan senyawa yang tergolong piretroid adalah aktivitas yang tinggi dan cepat melumpuhkan serangga terutama nyamuk serta toksisitasnya yang rendah terhadap mamalia. Dibandingkan senyawa piretroid lain, metoflutrin relatif lebih mudah menguap dan memiliki aktivitas yang lebih tinggi ( 2 ). Gambar 1.1 Struktur metoflutrin Sifat Fisiko Kimia Metoflutrin merupakan cairan kental berwarna kuning pucat pada suhu kamar dan sedikit berbau khas. Metoflutrin memiliki titik didih 91,8 o C dengan tekanan uap 1, Pa pada suhu 25 o C. Metoflutrin tidak larut dalam air, tetapi larut pada hampir semua pelarut organik antara lain aseton, asetonitril, metanol, etanol, dan heksan. 2 Ibid. 2

3 Kestabilan Metoflutrin stabil selama tiga tahun apabila disimpan pada suhu kamar. Apabila disimpan pada suhu 50 o C, metoflutrin stabil selama enam bulan. Kestabilannya sangat dipengaruhi oleh kelembaban, suhu, dan paparan cahaya. Metoflutrin terhidrolisis dalam larutan basa. Metoflutrin harus disimpan pada wadah tertutup rapat, tidak terpapar cahaya secara langsung, dan dihindarkan dari temperatur tinggi Aktivitas dan Toksisitas Metoflutrin Metoflutrin memiliki keunggulan berupa aktivitas yang tinggi dan cepat dalam melumpuhkan serangga terutama nyamuk. Aktivitas metoflutrin telah diuji terhadap berbagai spesies nyamuk. Salah satu nya Culex quinquefasciatus, merupakan nyamuk yang biasa ada di rumah tinggal dan merupakan galur dari Indonesia. Aktivitas metoflutrin lebih dari empat puluh kali lebih tinggi dari d-aletrin. Metoflutrin memiliki LD 50 terhadap Culex pipiens yaitu nyamuk yang umum ada di rumah tinggal sebesar 0,0015 µg/nyamuk betina dewasa, menunjukkan aktivitas dua puluh lima kali lebih tinggi dari d-aletrin dan empat kali lebih tinggi dari praletrin ( 3 ). Metoflutrin menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap serangga dalam melumpuhkan sistem saraf. Namun memiliki toksisitas yang rendah terhadap mamalia. Metoflutrin menunjukkan nilai LD 50 sebesar 2000 mg/kg terhadap tikus jantan dan betina pada pemberian dermal maupun pemberian oral. 1.2 Kromatografi Gas Kromatografi gas digunakan untuk analisis sampel yang mudah menguap. Analisis secara kromatografi gas didasarkan pada pemisahan sampel di antara dua fasa, fasa diam dan gas yang mengelusi fasa diam. Senyawa yang diuapkan dielusi oleh gas pembawa melalui fasa diam. Komponen sampel terpisah secara selektif berdasarkan koefisien distribusi dan adsorpsi, kemudian hasil pemisahan dideteksi sebagai fungsi waktu oleh detektor. Klasifikasi berdasarkan fasa diam, kromatografi gas padat apabila fasa diam berupa zat padat, apabila fasa diam zat cair disebut kromatografi gas cair. Kromatografi gas cair lebih banyak digunakan dalam penelitian, dan dikenal sebagai kromatografi gas (Skoog, dkk., 1998). 3 Ibid.

4 4 Gambar 1.2 Bagan sistem kromatografi gas Sistem elusi kromatogafi gas memiliki beberapa keunggulan, antara lain bahwa kolom terus-menerus dipulihkan oleh aliran gas yang inert, sehingga sampel dapat terpisah sempurna (McNair dan Bonelli, 1988). Gas pembawa harus tidak berinteraksi dengan analit, tetapi hanya berfungsi membawa analit melewati kolom. Waktu analisis dengan kromatografi gas cukup singkat. Komponen-komponen yang tertahan kuat pada fasa diam dan memiliki waktu analisis yang lama, dapat diatur dengan sistem pemrograman suhu kolom. Sehingga waktu analisis dapat diatur menjadi lebih cepat. Selain itu, kromatografi gas memiliki resolusi (daya pisah) yang sangat baik untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berbeda titik didih kecil sekali. Analisis kualitatif suatu senyawa dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa pembanding. Waktu retensi merupakan parameter khas untuk tiap senyawa pada sistem kromatografi gas tertentu dan tidak terpengaruh oleh keberadaan komponen lain. Sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat luas puncak kromatogram yang berbanding lurus dengan konsentrasi sampel. Ketelitian dan kepekaan dipengaruhi oleh detektor yang digunakan. Kromatografi gas dapat mendeteksi komponen hingga ukuran pikogram per mili liter Gas Pembawa Pada pengaturan suhu dan laju alir tertentu,gas pembawa mengelusi komponen dalam sampel menghasilkan puncak kromatogram dengan waktu retensi tertentu yang khas untuk tiap komponen. Gas pembawa yang biasa digunakan adalah hidrogen, helium, dan nitrogen. Gas pembawa harus lembam untuk mencegah antaraksi dengan sampel atau fasa

5 5 diam, mudah didapat, murni, cocok untuk detektor yang digunakan (Mc Nair dan Bonelli, 1988) Sistem Injeksi Sampel Sampel yang dianalisis disuntikkan dengan syringe kedap gas. Jarum suntik dimasukkan melalui septum pada gerbang suntik sejumlah volume terukur Kolom Pemilihan kolom sangat menentukan keberhasilan pemisahan. Kolom yang lebih panjang menghasilkan jumlah pelat teori dan daya pisah yang lebih tinggi. Namun, kolom yang sangat panjang tidak dapat menjamin laju alir gas pembawa yang tetap, sehingga dapat menurunkan kembali daya pisahnya. Pada kromatografi gas cair, terdapat dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas berupa bahan padat lembam yang menyangga lapisan tipis fasa cair. Sedangkan kolom kapiler berupa tabung terbuka dengan lapisan tipis fasa cair yang memiliki garis tengah sangat kecil. Biasanya kolom dibuat dari baja nirkarat yang tidak menyerap atau bereaksi dengan sampel Fasa Diam Fasa diam merupakan cairan tipis yang berada pada penyangga padat yang lembam. Sampel harus menunjukkan koefisien distribusi yang berbeda pada fasa diam untuk memungkinkan proses pemisahan. Kromatografi gas cair digunakan secara luas dan merupakan metode yang selektif disebabkan banyaknya jenis fasa diam yang dapat digunakan. Fasa cair yang digunakan memiliki syarat antara lain merupakan pelarut yang baik untuk komponen dalam sampel. Apabila kelarutan komponen pada fasa cair rendah, komponen cepat terelusi dan tidak terjadi pemisahan yang baik. Fasa cair juga merupakan pelarut pembeda yang baik untuk pemisahan komponen dalam sampel. Pada suhu kolom, fasa cair tahan panas dan tidak menguap. Fasa cair juga harus lembam secara kimia terhadap senyawa yang dianalisis. Cairan tipis fasa diam disalut pada penyangga padat. Penyangga padat harus bersifat lembam, memiliki permukaan luas, dan tidak mudah remuk Pengaturan Suhu Selain oleh laju alir fasa gerak, waktu retensi senyawa ditentukan pula oleh pengaturan suhu. Suhu gerbang suntik diatur agar cukup panas untuk dapat langsung menguapkan

6 6 sampel. Namun, suhu nya tidak boleh terlalu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian. Pengaturan suhu kolom menentukan waktu retensi senyawa. Suhu kolom dapat dinaikkan untuk mendapatkan waktu analisis yang cukup singkat, tetapi tetap memberikan daya pisah yang dikehendaki. Jenis detektor dapat mempengaruhi pengaturan suhu detektor. Namun, pada dasarnya, suhu detektor diatur agar tidak terjadi pengembunan sampel, air, atau hasil samping yang terbentuk, dengan memilih suhu detektor yang lebih tinggi dari suhu gerbang suntik dan suhu kolom Sistem Deteksi Sistem deteksi terdiri atas detektor. Ciri detektor yang dikehendaki ialah kepekaan tinggi, tingkat derau rendah, kelinieran tanggapannya lebar, tanggap terhadap semua jenis senyawa, kuat, tidak peka terhadap perubahan aliran dan suhu, serta harganya murah (McNair dan Bonelli, 1988). Beberapa detektor yang dikenal antara lain: detektor pengionan nyala, detektor konduktivitas thermal, detektor emisi termionik, detektor penangkap elektron, detektor fotometri nyala, dan detektor fotoionisasi (Skoog, dkk., 1998). Tiap jenis detektor memiliki keunggulan masing-masing. Salah satu detektor yang umum digunakan adalah detektor pengionan nyala. Detektor pengionan nyala menggunakan gas hidrogen dan udara untuk menghasilkan nyala. Saat senyawa organik dibakar, hantaran akan naik, arus yang mengalir ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai puncak Perekam Alat perekam berfungsi menangkap sinyal yang berasal dari detektor dan mengubahnya menjadi kromatogram. Perekam berupa integrator dapat diatur untuk dapat memperoleh data analisis yang jelas Penggunaan Baku Internal Peningkatkan kecermatan dan keseksamaan pada metode analisis metoflutrin dapat dilakukan dengan penggunaan teknik analisis dengan baku internal. Baku internal yang direkomendasikan digunakan untuk analisis meroflutrin adalah etil stearat. Etil stearat mempunyai rumus molekul C 20 H 40 O 2 dengan berat molekul 312,53. Senyawa ini berupa cairan bening, tetapi pada suhu kamar berbentuk lilin, untuk etil stearat % titik leleh nya o C, dan titik didih o C. Struktur etil stearat dapat dilihat pada Gambar 1.3

7 7 Gambar 1.3 Struktur etil stearat 1.3 Pengembangan Metode Pengembangan metode analisis diawali dengan menentukan hal yang menjadi masalah analisis. Hal ini akan berkaitan dengan metode yang akan dipilih. Salah satu hal yang mendorong pengembangan metode analisis adalah belum adanya metode analisis yang sesuai untuk analit tertentu dalam suatu matriks yang khusus atau merupakan sediaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang mampu memberikan informasi analitik yang baik dan memadai sesuai persyaratan yang ada, bebas galat atau galat yang ada dapat dikenali sehingga dapat dikoreksi, mudah dilakukan, cepat, dan murah. Studi pustaka perlu dilakukan untuk mengetahui metode yang telah ada. Pengembangan metode tetap didasari oleh literatur yang telah ada misalnya teori dan penelitian yang menggunakan instrumen yang sama atau mirip. Pengumpulan informasi difokuskan terkait sampel yang akan dianalisis, metode analisis yang telah ada, instrumen yang tersedia, perlakuan awal yang perlu dilakukan, dan persyaratan yang ditentukan. Sehingga kemudian dapat dipilih metode yang sesuai. Dalam hal ini menggunakan metode instrumen secara kromatografi gas. Metode kromatografi dioptimisasi untuk mendapatkan suatu kondisi optimal pengukuran. Optimisasi sistem kromatografi gas meliputi pemilihan kolom, pemilihan detektor, pengaturan suhu gerbang suntik, suhu kolom, dan suhu detektor. Optimisasi metode didasari oleh kriteria yang ada. Kriteria merupakan level yang baik yang harus dicapai sesuai tujuan analisis yang dilakukan. Penentuan suatu metode kromatografi memenuhi kriteria yang ditetapkan, diketahui dengan melakukan uji kesesuaian sistem, untuk memastikan efektivitas sistem operasional kromatografi sebelum digunakan untuk menganalisis. Uji kesesuaian sistem meliputi parameter-parameter kualitas pemisahan, seperti waktu retensi, resolusi, faktor kapasitas, faktor selektivitas, dan efisiensi kolom.

8 Waktu Retensi Pada Gambar 1.3 dapat dilihat bahwa waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan senyawa setelah disuntikkan ke dalam kolom hingga terdeteksi pada detektor. Waktu retensi diberi simbol t R. Sedangkan simbol t M adalah waktu mati yaitu waktu yang dibutuhkan oleh spesi yang tidak tertahan oleh kolom. Gambar 1.4 Kromatogram yang menunjukkan waktu retensi Resolusi Resolusi menunjukkan keterpisahan antar komponen-komponen yang terelusi berdekatan, juga diuji apabila analisis menggunakan metode baku internal. Kriteria resolusi yang baik bernilai 1,5. Resolusi ditentukan dengan menggunakan rumus: Rs = W 2 t R (2) t R (1) W (1) dengan t R adalah waktu retensi senyawa dan W menunjukkan lebar dasar puncak senyawa Faktor Selektivitas Waktu retensi relatif antara dua puncak senyawa ditunjukkan dengan faktor selektivitas. Faktor selektivitas yang disebut juga retensi relatif diuji untuk menunjukkan identitas senyawa berupa waktu retensi dibandingkan dengan baku yang diketahui. Faktor selektivitas dapat ditentukan menggunakan rumus: t α = t R2 R1 t t M M...(2)

9 9 dengan t R adalah waktu retensi senyawa. Senyawa 2 adalah senyawa yang lebih kuat diretensi pada kolom. Sedangkan t M adalah waktu mati. Kriteria faktor selektivitas yang baik adalah lebih besar sama dengan satu Faktor Kapasitas Nilai faktor kapasitas menunjukkan migrasi analit. Nilai faktor kapasitas yang kecil menggambarkan analit diretensi oleh fasa diam dan terelusi dekat dengan puncak yang tidak diretensi. Sedangkan harga faktor kapasitas yang lebih besar menunjukkan pemisahan yang lebih baik. Semakin tinggi faktor pemisah, semakin lama waktu retensi yang dibutuhkan. Faktor pemisah dapat ditentukan dengan rumus:, tr tm k =...(3) t M dengan t R adalah waktu retensi analit dan t M adalah waktu retensi untuk puncak yang tidak diretensi. Nilai faktor pemisah yang baik adalah 1 k Efisiensi Kolom Efisiensi kolom adalah parameter yang menggambarkan jumlah lempeng teoritik kolom. Efisiensi sistem dapat ditunjukkan dari nilai efisiensi kolom, yang dihitung dengan rumus: ( ) 2 N = 16 t R W...(4) dengan t R adalah waktu retensi analit dan W adalah lebar alas puncak kromatogram. 1.4 Validasi Metode Validasi metode perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa metode dapat digunakan untuk analisis senyawa yang terkandung dalam sampel pada konsentrasi tertentu dengan akurasi (kecermatan) dan presisi (keseksamaan) yang tinggi. Sehingga validasi metode dapat dinyatakan sebagai proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk tujuan penggunaannya. Proses validasi dapat memastikan hasil analisis valid atau absah, dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Validasi metode menurut USP dilakukan dengan pengujian kecermatan, keseksamaan, spesifisitas, batas deteksi (limit of

10 10 detection), batas kuantisasi (limit of quantitation), rentang linieritas, ruggedness, dan robustness Kecermatan Kecermatan menyatakan ukuran kedekatan hasil uji terhadap nilai sebenarnya yang dapat diterima. Kecermatan dinyatakan dengan persen perolehan kembali dari analit yang ditambahkan ke dalam sampel atau matriks. Terdapat dua metode penentuan kecermatan yaitu dengan metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan analit pembanding ke dalam campuran bahan pembawa sediaan atau plasebo, kemudian dianalisis. Hasil percobaan dibandingkan dengan kadar analit sebenarnya yang ditambahkan. Sedangkan pada metode penambahan baku, sejumlah tertentu analit ditambahkan ke dalam sampel, kemudian dianalisis. Sampel juga dianalisis. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar analit sebenarnya yang ditambahkan ke dalam sampel. Metode ini dapat dilakukan apabila bahan pembawa sediaan atau matriks tidak diketahui. Penentuan kecermatan yang direkomendasikan oleh International Conference on Harmonization (ICH) adalah dengan menggunakan sembilan data pengukuran yang terdiri atas tiga konsentrasi analit yang diukur nilai persen perolehan kembalinya. Nilai perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus: C Perolehan kembali = x 100 %...(5) Cr dengan C menyatakan kadar yang diperoleh dari percobaan dan Cr adalah kadar sebenarnya yang ditambahkan Keseksamaan Keseksamaan menunjukkan derajat kesesuaian dari sekelompok hasil pengujian secara individual jika suatu metode analisis digunakan berulang terhadap beberapa sampel yang homogen. Keseksamaan ditentukan dengan penghitungan simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Menurut ICH, keseksamaan sebaiknya dilakukan pada tiga tingkat yang berbeda, yaitu: keterulangan (repeatability), keseksamaan antara, dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan dilakukan pada interval waktu yang pendek

11 11 pada kondisi yang sama, pengujian keterulangan minimum sembilan pengukuran dengan minimum tiga konsentrasi yang berbeda atau minimum enam kali pengukuran untuk konsentrasi analit 100 %. Keseksamaan antara dilakukan dengan kondisi berbeda pada laboratorium yang sama, misal: waktu analisis, analis, peralatan yang berbeda. Ketertiruan mengacu pada hasil studi kolaborasi antarlaboratorium. Penetapan keseksamaan juga terbagi atas presisi sistem dan presisi metode. Presisi sistem menunjukkan kinerja alat pada kondisi dan hari pengujian. Sedangkan presisi metode menunjukkan kinerja keseluruhan metode mulai dari perlakuan sampel awal hingga pengukuran menggunakan alat tertentu. Simpangan baku dan koefisien variasi dihitung dengan rumus: S = ( x ) 2 i x n 1...(6) KV S =.100%...(7) x dengan S adalah simpangan baku, x adalah rata-rata konsentrasi, x i adalah konsentrasi yang diukur, dan n adalah jumlah data Spesifisitas Spesifisitas adalah kemampuan metode analisis mengukur secara akurat dan spesifik suatu analit dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel. Sedangkan selektifitas menyatakan kemampuan metode analisis memberikan hasil pengukuran analit pada campuran analit dalam sampel tanpa adanya gangguan antar analit. Resolusi dapat digunakan untuk menunjukkan selektivitas. Metode selektif dapat dinyatakan sebagai suatu seri metode spesifik Batas Deteksi dan Batas Kuantisasi Batas deteksi adalah konsentrasi analit terkecil yang memberi sinyal instrumen yang berbeda secara nyata dari sinyal blangko dan sinyal latar belakang. Batas kuantisasi adalah konsentrasi analit terkecil yang dapat dikuantisasi secara cermat dan seksama. WHO dan USP menyatakan batas deteksi merupakan kadar analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi tetapi tidak perlu ditetapkan sebagai kadar yang tetap, sedangkan batas kuantisasi

12 12 sebagai kadar analit terkecil yang dapat diukur secara kuantitatif dengan kecermatan dan keseksamaan yang dapat diterima. Pengukuran batas deteksi dan batas kuantisasi dari kurva baku yang diajukan oleh Miller dan Miller merupakan pendekatan yang paling praktis dan ekonomis. Dengan cara tersebut, batas deteksi dan batas kuantisasi dapat dihitung dengan rumus (Ibrahim, 2005): Batas deteksi = 3,3S b Y X...(8) Batas kuantisasi = 10S Y b X...(9) Linieritas Linieritas adalah kemampuan metode analisis menunjukkan respon atau hasil uji secara langsung atau matematis berbanding lurus terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada rentang tertentu. Linieritas ditentukan dengan pembuatan kurva baku atau kurva kalibrasi yang menggambarkan hubungan fungsional antara respon instrumen dengan konsentrasi analit. Pengujian kelinieran menggunakan beberapa kriteria, yaitu: koefisien korelasi, titik potong garis, kemiringan garis, koefisien variasi fungsi regresi, jumlah kuadrat sisa, dan kepekaan analisis metode (Ibrahim, 2005). Koefisien korelasi menunjukkan derajat saling kebergantungan dua variabel acak yang dapat mencapai nilai +1 sampai -1. Nilai koefisien korelasi (r) diperoleh dari persamaan garis regresi linier antara konsentrasi terhadap respon instrumen: y = bx + a...(10) Koefisien korelasi r 0,999 sudah cukup dan dapat digunakan untuk membuktikan kelinieran kurva baku. Koefisien variasi fungsi regresi (V xo ) diperoleh dengan menggunakan rumus: S Y X V xo = x 100 %...(11) bx

13 13 dengan S Y/X adalah simpangan baku garis regresi, b adalah kemiringan garis, dan x adalah nilai rata-rata konsentrasi. Simpangan baku garis regresi dapat diperoleh dari rumus berikut: S Y X = ( y ) 2 i Yi...(12) n 2 dengan Yi adalah nilai respon yang dihitung dari persamaan garis regresi y = bx + a. Nilai V xo yang kecil menunjukkan kelinieran yang cukup baik, pada umumnya V x0 2,0 % digunakan untuk kurva baku penetapan kadar obat dalam sediaan atau bahan baku, sedangkan V x0 5,0 % untuk analisis obat dalam kajian metabolit dan bahan biologis Ruggedness Ruggedness menyatakan derajat reprodusibilitas hasil uji sampel yang sama di bawah kondisi normal dengan parameter penetapan berbeda, seperti laboratorium, analis, alat, pereaksi, hari, waktu, dan suhu penetapan yang berbeda. Ruggedness metode analisis menggambarkan ketertiruan hasil analisis antar lab atau antar analis yang berbeda pada kondisi normal tetapi masih dalam spesifikasi yang dipersyaratkan Robustness Robustness menyatakan ukuran kemampuan metode analisis untuk tidak terpengaruh oleh perubahan atau variasi kecil dari parameter metode analisis yang sengaja dibuat dan memberikan indikasi kehandalan dalam penggunaan normal. Robustness ditentukan selama dilakukan pengembangan metode analisis. Harus ditetapkan parameter kesesuaian sistem misalnya resolusi untuk menjamin validitas metode analisis selama digunakan. Pengukuran yang peka terhadap perubahan kondisi tertentu harus lebih memperhatikan kondisi tersebut dan mengendalikannya.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan analisis semakin dikenal secara luas, bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode sistematis. Hal ini didukung pula oleh perkembangan yang pesat dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian studi voltametri siklik asam urat dengan menggunakan elektroda nikel sebagai elektroda kerja ini bertujuan untuk mengetahui berbagai pengaruh dari parameter yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008 4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan Linieritas Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 24 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Perangkat lunak validasi metode analisis ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak pemograman yang biasa dipakai yaitu Microsoft Visual Basic 6.0, dimana perangkat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi (Satiadarma,2004).

maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi (Satiadarma,2004). PENDAHULUAN Produk farmasi yang ada di pasaran tidak hanya sediaan untuk manusia saja, tetapi juga untuk hewan yang diternakkan. Hewan yang diternakkan membutuhkan suatu sediaan farmasi untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN 32 BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menentukan keabsahan dan pertanggungjawaban suatu hasil percobaan di laboratorium, tetapi dalam proses dan perhitungannya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kofein 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam Timbal pada kerupuk rambak dengan menggunakan alat Spektrofotometer serapan atom Perkin Elmer 5100 PC. A.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penyiapan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Bahan 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Omeprazole Rumus struktur : Nama Kimia : 5-metoksi-{[(4-metoksi-3,5-dimetil-2- piridinil)metil]sulfinil]}1h-benzimidazol Rumus Molekul

Lebih terperinci

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase BAB II. TEORI KROMATOGRAFI A. PRINSIP DASAR PEMISAHAN SECARA KROMATOGRAFI Sistem kromatografi tersusun atas fase diam dan fase gerak. Terj'adinya pemisahan campuran senyawa menjadi penyusunnya dikarenakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN CARA PERHITUNGANNYA

PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN CARA PERHITUNGANNYA Harmita Departemen Farmasi FMIPA-UI ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian,, 117-135 PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN CARA PERHITUNGANNYA ABSTRACT Each analysis method by some reason, must be

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat danwaktupenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Preparasi Sampel Larutan standar dibuat dengan melarutkan standar tetrasiklin sebanyak 10 mg dalam metanol 100 ml dari larutan standar tersebut lalu dibuat larutan baku dengan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) LAPORAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi Analitik Dosen Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT Tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012 di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium Kimia Anorganik Fakultas

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS Oleh: Drs. Hokcu Suhanda, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2006 1 Prinsip Dasar Perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa dengan menggunakan fluida superkritis

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kombinasi CTM dan GG sering digunakan sebagai zat aktif untuk meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah mengalaminya (Hardman dkk.,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil xiv BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. Gas Alam Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ). Komponen utama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metformin Hidroklorida Tablet Metformin Hidroklorida sistem lepas lambat mengandung NLT 90% dan NMT 110% dari jumlah Metformin Hidroklorida berlabel (The United States Pharmacopeial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu mengandung berbagai protein, vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, dan K), mineral, karbohidrat dan lemak. Protein dalam susu mengandung semua jenis asam amino

Lebih terperinci