BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Ulasan Pustaka Terhadap Penelitian Ini Ringkasan Penelitian Lain...

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

FASILITAS PEJALAN KAKI

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

BAB I PENDAHULUAN. 1. mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang digunakan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perkerasan Lentur

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Lingkar Timur Baru STA STA 4+040,667 di Kabupaten Sidoarjo. A.

PENGARUH BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN (studi kasus ruas jalan K.H. Ahmad Sanusi Sukabumi)

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Program Studi Diploma III Teknik Sipil Bangunan Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

7.1. PERKERASAN JALAN (PAVEMENT)

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN. (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

3.2. Mekanisme Tegangan dan Regangan pada Struktur Perkeraan 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

PENENTUAN JENIS PEMELIHARAAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS: KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG) Dian Agung 1 Saputro

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ALTERNATIF LAIN ANALISIS STRUKTUR JALAN PERKERASAN LENTUR PADA PEMBANGUNANJALAN LINGKAR SELATAN KOTA PASURUAN

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN BARU ANTARA RUAS JALAN TERMINAL INDIHIANG DENGANJALAN TASIKMALAYA BANDUNG (CISAYONG)

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

BAB III METODA PERANCANGAN

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

STUDI STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA RUAS JALAN MOTAHARE-RAILACO (STA STA ) TIMOR LESTE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan

BAB V EVALUASI. Tabel 5.1 Data Tanah Ruas Jalan Rembang - Bulu (Batas Jawa Timur) Optimum Maximum. Specific Water Dry Density

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA S/D PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

Fitria Yuliati

TUGAS AKHIR - RC

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perbandingan Konstruksi Flexible Pavement dan Rigid Pavement Flexible Pavement Rigid Pavement

Margareth Evelyn Bolla *)

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur, dan amblas. Metode ini merupakan salah satu anjuran yang diterbitkan oleh kementrian pekerjaan umum. Hal ini dibuat guna mengevaluasi jenis dan tingkat kerusakan jalan tertentu. Penentuan nilai kondisi jalan dilakukan dengan mengambil rata-rata dari setiap angka dan nilai untuk masing-masing keadaan kerusakan. Perhitungan urutan prioritas (UP) kondisi jalan merupakan fungsi dari kelas LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) dan nilai kondisi jalannya, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut UP = 17 (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)...(3-1) Dengan : Kelas LHR : Kelas lalu lintas untuk kegiatan pemeliharaan Nilai Kondisi Jalan : Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan berikut : Urutan prioritas dibagi menjadi beberapa klasifikasi diantaranya sebagai 1. urutan prioritas 0 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam program peningkatan, 48

49 2. urutan prioritas 4 6, menandakan bahwa jalan perl u dimasukkan dalam program pemeliharaan berkala, 3. urutan prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan dalam program pemeliharaan rutin. Tabel 3.1. Kelas Lalu Lintas Untuk Pekerjaan Pemeliharaan Kelas Lalu Lintas LHR 0 <20 1 20-50 2 50-200 3 200-500 4 500-2.000 5 2.000-5.000 6 5.000-20.000 7 20.000-50.000 8 >50.000 Sumber : Bina Marga 1990 Tabel 3.2. Nilai Kondisi Jalan Penilaian Kondisi Nilai 26-29 9 22-25 8 19-21 7 16-18 6 13-15 5 10-12 4 7-9 3 4-6 2 0-3 1 Retak-Retak Tipe Buaya 5

50 Acak 4 Melintang 3 Memanjang 1 Tidak Ada 1 Lebar > 2 mm 3 1 2 mm 2 < 1 mm 1 Tidak ada 0 Luas Kerusakan >30% 3 10%-30% 2 <10% 1 Tidak Ada 0 Alur Kedalaman > 20 mm 7 11 20 mm 5 6 10 mm 3 0 5 mm 1 Tidak ada 0 Tambalan dan Lubang Luas > 30% 3 20 30% 2 10 20% 1 < 10% 0 Kekerasan Permukaan Jenis Disintegration 4 Pelepasan Butir 3 Rough 2 Fatty 1 Close Texture 0 Amblas

51 > 5/100 m 4 2-5/100 m 2 0 2/100 m 1 Tidak Ada 0 Sumber: Bina Marga 1990 3.2. Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987 UDC : 625.73 (02) Metode Analisa SKBI 2.3.26.1987 UDC : 625.73 (02) merupakan suatu metoda yang mengambil sumber pada metode AASHATO 1972. Metode ini merupakan standar yang dibuat oleh pemerintah pada umumnya dan kementrian pekerjaan umum pada khususnya, guna perencanaan atau perancangan tebal perkerasan lapis jalan baru maupun tambahan (overlay). Oleh karena itu metode ini mempertimbangkan berbagai parameter antara lain sebagai berikut. 3.2.1. Jumlah Lajur dan Koefisien Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar, Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah lajur ditentukan berdasarkan dari lebar perkerasan menurut tabel berikut : Tabel 3.3. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) L < 5,5 m Jumlah Lajur (n) 1 lajur 5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur 8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur 11,25 m < L < 15,00m 4 lajur 15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur

52 18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur Sumber : Bina Marga, 1987 Tabel 3.4. Koefisien Distribusi Kendaraan C Jumlah Lajur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 lajur - 0,30-0,450 5 lajur - 0,25-0,425 6 lajur - 0,25-0,400 Sumber : Bina Marga, 1987 *) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) berat total > 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer 3.2.2. Lalu Lintas Harian Rata-Rata dan Rumus Lintas Ekivalen 1. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) Lalu Lintas Harian rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal rencana yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah untuk jalan dengan median. 2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah ekivalen harian rata-rata dari

53 sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana dan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut. LEP =........(3 2) Dengan: J : Jenis kendaraan n : Tahun pengamatan Cj : Koefisien distribusi kendaraan LHR : lalu lintas harian rata-rata Ej : ekivalen (E) beban sumbu kendaraan 3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) LEA = (1 + )...(3 3) Dengan: J : Jenis kendaraan n : Tahun pengamatan Cj : Koefisien Distribusi kendaraan LHR: Lalu lintas harian rata-rata UR : Umur rencana Ej : ekivalen (E) beban sumbu kendaraan 4. Lintas Ekivalen Tengah (LET) Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas harian rata-rata sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs) pada lajur rencana dipertengahab umur rencana dan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut.

54 LEP=...(3 4) 5. Lintas Ekivalen Rencana Lintas Ekivaken Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal lapis keras untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs) pada lajur rencana menggunakan persamaan sebagai berikut. LER = LET x FP......(3-5) FP =..........(3 6) Dengan : FP UR : Faktor penyesuaian : Umur rencana 3.2.3. Ekivalen Lintas ekivalen dinyatakan sebagai suatu perbandingan, tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs). = 1 [ = 0,086 [ ( ) ( ) ]...(3 7) ]...(3 8) 3.2.4. Faktor Regional (Fr) Faktor regioanal merupakan suatu factor keaadaan lingkungan suatu tempat. Di Indonesia perbedaan kondisi lingkungan yang menjadi pertimbangan meliputi :

55 1. kondisi lapangan adalah tingkat permeabilitas tanah dasar, perlengkapan drainasi, bentuk alinyemen serta kendaraan berat 13 ton dan kendaraan berhenti, 2. iklim, mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Tabel 3.5. Faktor Regional Iklim I < 900 mm/th Iklim II > 900 mm/th Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III (<6%) (6%-10%) (>10%) % Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat 30% > 30% 30% > 30% 30% > 30% 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 Sumber : Bina Marga 1987 3.2.5. Indeks Permukaan Indeks permukaan digunakan untuk menyatakan kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan jalan sesuai dengan tingkat pelayanan yang diberikan bagi pemakai lau lintas yang lewat. Nilai indeks permukaan dapat dilihat pada keterangan di bawah ini : IP : 1,0 yaitu menyatakan permukaan jalan rusak berat. IP : 1,5 yaitu menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih memungkinkan (jalan tidak sampai terputus) IP : 2,0 yaitu menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan masih bagus. IP : 2,5 yaitu menyatakan permukaan jalan masih stabil dan baik Dalam menentukan IP pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas Ekivalen Rencana

56 (LER) seperti tabel berikut ini Tabel 3.6. Indeks Permukaan Jalan pada Akhir Umur Rencana LER = Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0-10 100 1,5 1,5 2,0 2,0-100 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 - >1000 2,0 2,5 2,0 2,5 2,5 2,5 Sumber : Bina Marga 1987 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton bersumbu tunggal Tabel 3.7. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP 0) Jenis Permukaan IP 0 Roughness*) (mm/km) LASTON 4 1000 3,9-3,5 >1000 LASBUTAG 3,9-3,5 2000 3,4-3,0 >2000 HRA 3,9-3,5 2000 3,4-3,0 >2000 BURDA 3,9-3,5 <2000 BURTU 3,4-3,0 <2000 LAPEN 3,4-3,0 3000 2,9-2,5 >3000 LATASBUM 2,9-2,5 BURAS 2,9-2,5 LATASIR 2,9-2,6 JALAN TANAH 2,4 JALAN KERIKIL 2,5 Sumber : Bina Marga 1987 3.2.6. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR Daya Dukung Tanah Dasar ditetapkan berdasar grafik korelasi DDT dan CBR. Nilai CBR yang dilaporkan dientukan sebagai berikut : 1. ditentukan nilai CBR terendah, 2. ditentukan beberapa nilai CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR,

57 3. jumlah terbanyak dinyatakan 100% sedangkan jumlah yang lainnya merupakan persentase dari 100%, 4. dibuat grafik hubungan antara nilai CBR dan dari persentase jumlah tadi, 5. nilai CBR rata-rata didapat dari angka persentas 90%. Daya Dukung Tanah Dasar ditetapkan berdasar nomogram yang dikolerasikan terhadap nilai CBR rata-rata 3.2.7. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Merupakan fungsi dari daya dukung tanah, factor regional, umur rencana, dan indeks permukaan ITP dapat dicari dengan nomogram yang dikolerasi dengan nilai daya dukung tanah, LER dan FR serta dipengaruhi oleh indeks permukaan (IP). Nilai ITP dapat dicari dengan rumus ITP =a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 (3 9) Dengan : a1, a2, a3 : Koefisien kekuatan relative bahan perkerasan D1, D2, D3 : Tebal masing-masing perkerasan (cm) 1, 2, 3 berarti lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah.persyaratan tabel lapisan masing-masing dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

58 Tabel 3.8. Tabel Minimum Lapis Pondasi ITP Tebal Minimum Bahan (cm) <3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur 3,00-7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur 10 Laston Atas 7,50-9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam 10-12,14 20 12,25 25 Sumber : Bina Marga 1987 15 Laston Atas Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Tabel 3.9. Tabel Minimum Lapis Permukaan ITP Tebal minimum (cm) Bahan < 3,00 5 Lapis Pelindung : (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7,50 9,99 7,5 Lasbutag, Laston > 10,00 10,0 Laston Sumber : Bina Marga 1987

59 3.2.8. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien kekuatan relatif ditentukan berdasarkan, nilai hasil uji Marshall(kg) untuk bahan aspal, kuat tekan (kg/cm²) untuk bahan pondasi atau pondasi bawah, jika alat marshall tidak tersedia maka kekuatan bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti hveem test. Nilai koefisien relatif untuk masingmasing bahan Indonesia telah ditetapkan oleh Bina Marga pada Metode Analisa Komponen, 1987 Tabel 3.10. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan a1 a2 a3 MS(kg) Kt(kg/cm) CBR% Jenis Bahan 0,4 - - 744 - - 0,35 - - 590 - - 0,35 - - 454 - - 0,3 - - 340 - - Laston 0,35 - - 744 - - 0,31 - - 590 - - 0,28 - - 454 - - 0,26 - - 340 - - Lasbutag 0,3 - - 340 - - HRA 0,26 - - 340 - - Aspal Macadam 0,25 - - - - - Lapen (mekanis) 0,2 - - - - - Lapen (manual) - 0,28-590 - - - 0,26-454 - - Laston Atas - 0,24-340 - - - 0,23 - - - - Lapen (mekanis) - 0,19 - - - - Lapen (manual) - 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan - 0,13 - - 18 - Semen - 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan - 0,13 - - 18 - kapur - 0,14 - - - 100 Batu Pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu Pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu Pecah (kelas C) - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun(kelas A) - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun(kelas B)

60-0,11 - - 30 Sirtu/pitrun(kelas C) - 0,1 - - 20 Tanah/ lempung kepasiran Sumber : Bina Marga, 1987 3.2.9. Pelapisan Tambahan Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai sesuai dengan tabel nilai kondisi perkerasan jalan di bawah ini. Tabel 3.11. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Kondisi Perkerasan Nilai 1. Lapis Permukaan : Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90-100% Terlihat retak halus, sedikit, reformasi pada jalur roda tapi 70-90% masih tetap stabil... Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda pada 50-70% dasarnya masih menunjukkan kestabilan.. Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, 30-50% menunjukkan gejala ketidakstabilan. 2. Lapis Pondasi : Pondasi aspal beton atau penetrasi macadam umumnya tidak 90-100% retak... Terlihat retak halus namun masih stabil... 70-90% Retak sedang,pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan.. 50-70% Retak banyak menunjukkan gejala ketidakstabilan.. 30-50% Stabilitas tanah dengan semen kapur : Indeks plastisitas 10... 70-100% Pondasi macadam atau batu pecah : Indeks plastisitas 6. 80-100% 3. Lapisan pondasi bawah : Indeks plastisitas 6. 90-100% Indeks plastisitas > 6. 70-90% Sumber : Bina Marga 1978