BAB III METODA PERANCANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODA PERANCANGAN"

Transkripsi

1 BAB III METODA PERANCANGAN 3.1 Metodologi Perencanaan Metodologi yang digunakan dalam proses perencanaan perkerasan jalan ini adalah Metode Bina Marga. Meskipun pada dasarnya metode Bina Marga dan AASHTO tidak berbeda karena sesungguhnya metode Bina Marga juga mengadopsi dari AASHTO, namun terdapat penyesuaian pada beberapa parameter untuk menyesuaikan beberapa kondisi regional dan lingkungan. Menurut Siegfried (2007), salah satu metode perencanaan tebal perkerasan adalah metode AASHTO. Metode ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia serta diadopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara. Metode AASHTO pada dasarnya didasarkan pada metode empiris. Parameter yang dibutuhkan antara lain Structural number (SN), Lalu lintas, Reliability, Faktor drainase dan Serviceability. Terdapat banyak metode empiris yang telah dikembangkan oleh berbagai Negara, seperti Metode Bina Marga, Indonesia, yang merupakan modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi Modifikasi ini dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan Sifat tanah dasar, dan jenis lapis perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia. Edisi terakhir dari metode bina marga dikeluarkan tahun III-1

2 Bagan Alir Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan (Bina Marga) MULAI PENDAHULUAN & PERUMUSAN MASALAH, TINJAUAN PUSTAKA PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA LAPANGAN Data Sekunder : 1. Data Lalu Lintas Proyek Jalan Houling Batu Bara. 2. Data CBR Proyek Jalan Houling Batu Bara. 3. Data Curah Hujan Proyek Jalan Houling Batu Bara. 4. Data Elevasi Muka Air Tanah 5. Data LHR Proyek Jalan Houling Batu Bara. Data Primer : 1. Kondisi Geometrik Jalan 2. Kondisi Permukaan Jalan 3. Beban Kendaraan Oke METODE ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN BINA MARGA Oke GAMBAR DESAIN PERKERASAN JALAN LENTUR Oke ANALISA SPESIFIKASI TEKNIS PEKERJAAN BILL OF QUANTITY DAN RAB KESIMPULAN DAN SARAN SELESAI Gambar 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Bina Marga III-2

3 3.2 Data dan Parameter Perencanaan Metode Bina Marga Metodologi Perencanaan Perkerasan Jalan Dengan Analisa Komponen Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course). Pada uraian metodologi dipaparkan persamaan dan tabel-tabel yang digunakan dalam merencanakan tebal perkerasan lentur konstruksi jalan secara umum dan khusus disertai implementasinya untuk berbagai kondisi lingkungan, sehingga dapat diketahui asumsi-asumsi serta sumber referensinya yang akan digunakan dalam perencanaan. Uraian dalam bab ini meliputi : Metodologi Perencanaan Definisi Penggunaan metode perencanaan dan batasannya Komponen Perkerasan Jalan Parameter Desain Perkerasan Lentur Parameter Lalu Lintas Daya Dukung Tanah (DDT/CBR) Faktor Regional FR Indeks Permukaan (IP) Koefisien Kekuatan Relatif (a) Perhitungan Nilai Sisa Perkerasan Eksisting Konstruksi Jalan Bertahap dan User Requirement Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur III-3

4 Definisi Pada uraian definisi ini menjelaskan parameter dan notasi yang akan dipakai dalam rumus serta tabel-tabel untuk perhitungan perencanaan tebal perkerasan konstruksi jalan lentur (flexible pavement) Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistem jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggapperlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu-lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yangmenyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb). Lintas Ekivalen Permukan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb) pada jalur III-4

5 rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian ratarata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian ratarata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton ( lb) jalur rencana. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas sebagai lapis penutup. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan III-5

6 lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Indek Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentutan tebal perkerasan. Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup. Chip Seal / Lapisan Aspal Satu Lapis (BURTU) merupakan lapis penutup bersifat non struktural yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2cm Penggunaan Dan Batasannya Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan disini hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir, (granular material, batu pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan batu-batu besar (cara Telford atau Pak laag). Petunjuk perencanaan ini dapat digunakan untuk : III-6

7 Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction / Full Depth Pavement) Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay) Konstruksi bertahap (Stage Construction) Parameter Desain Perkerasan Jalan Lentur Parameter Lalu Lintas Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Sebelum menentukan koefisien distribusi kendaraan perlu diketahui terlebih dahulu Jumlah lajur dan Jalur rencana. Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini: Tabel 3.1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan untuk Jalan umum LEBAR PERKERASAN (L) JUMLAH LAJUR (n) L < 5,50 m 1 (Sumber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur, DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM) Untuk jalan tambang PT DBK, berdasarkan user requirement, terdiri atas 2 Lajur untuk 2 arah (2 x 1 lajur) yaitu masing-masing arah terdapat 1 lajur (pulang/pergi). 5,50 m L < 8,25 m 2 8,25 m L < 11,25 m 3 11,25 m L < 15,00 m 4 15,00 m L < 18,75 m 5 III-7

8 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini: JUMLH LAJUR Tabel 3.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) KENDARAAN RINGAN KENDARAAN BERAT 1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 lajur - 0,30-0,45 5 lajur - 0,25-0,425 6 lajur - 0,20-0,40 (Sumber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur, DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM) *) Berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) Berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler. Untuk Jalan Tambang PT DBK, koefisien Distribusi Kendaraan C = 0,5 (kendaraan ringan dan berat dengan 2 lajur 2arah) Angka Ekivalen (E) Untuk Beban Sumbu Kendaran Untuk perencanaan tebal perkerasan, angka ekivalen dapat diasumsikan tetap selama umur rencana dan dipergunakan angka ekivalen pada kondisi akhir umur rencana (pada keadaan indeks permukaan akhir umur rencana). Untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu, Bina Marga i n memberikan rumus sebagai berikut LEP LHR i x E i x C i : i 1 beban sumbu tunggal (kg)⁴ E Sumbu tunggal = [ ] 8160 III-8

9 beban sumbu ganda (kg)⁴ E Sumbu ganda = [ ] 8160 Dari rumus diatas, maka Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) dapat ditentukan menurut daftar di bawah ini : Tabel 3.3 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda , ,0036 0, ,0183 0, ,0577 0, ,1410 0, ,2923 0, ,5415 0, ,9238 0, ,0000 0, ,4798 0, ,2555 0, ,3022 0, ,6770 0, ,4419 0, ,6647 0, ,4184 0, ,7815 1,2712 (Sumber : Perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur, DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM) III-9

10 Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-Rumus Lintas Ekivalen a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median. b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut: j=n LEA = LHR j (1 + i) UR x E j x C j j=1 Catatan: i = perkembangan lalu lintas j = jenis kendaraan UR = umur rencana, tahun c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut: j=n LEA = LHR j (1 + i) UR x E j x C j j=1 Catatan: i = perkembangan lalu lintas j = jenis kendaraan UR = umur rencana, tahun d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut: LET = ½ x (LEP + LEA) e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut: LER = LET x FP Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus: FP =UR/10 III-10

11 Daya Dukung Tanah (DDT) Dan CBR Bab III Metoda Perancangan Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi antara DDT dengan CBR (gambar 3.2). Harga CBR yang digunakan adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturbed), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya atau dapat juga dengan mengukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay) jika dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan (SKBI /UDC (02) atau Pengujian Kepadatan Berat (SKBI /UDC (02) sesuai dengan kebutuhan. CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR laboratorium. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai data-data yang dapat dipertanggungjawabkan dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R-value. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut: a. Tentukan harga CBR terendah b. Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya merupakan persentase dari 100% III-11

12 d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tersebut e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90% Gambar 3.2 Korelasi DDT Dan CBR Catatan: Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh nilai DDT. Berdasarkan data soil investigation, nilai CBR subgrade bervariasi mengacu pada lokasi, antara lain: - Segmen A1 hingga A3, nilai CBR bervariasi mulai 50-60% pada kedalaman 0.6 m hingga 3 m - Segmen A4, nilai CBR berkisar antara 2.5 % hingga 40 % pada kedalaman 2 hingga 7 m III-12

13 - Segmen B, nilai CBR berkisar antara 2,9% sampai dengan 5.90% pada kedalaman 0.57m sampai dengan 1.26 m. Dapat dilihat pada lampiran III Faktor Ragional (FR) Faktor Regional dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut: Tabel 3.4 Faktor Regional (FR) Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III ( <6 %) (6 10 %) ( > 10%) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat 30 % > 30 % 30 % > 30 % 30 % > 30 % Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0 2,5 Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5 Catatan: (Sumber : SKBI / SNI ) Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari- jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5, sedangkan pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0. Untuk Jalan Tambang PT DBK di kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah, dengan melihat kondisi iklim > 900 mm/tahun dan kelandaian memanjang jalan (6 10)% serta persentase kendaraan berat > 30% maka untuk mengantisipasi perubahan iklim dan pertimbangan terhadap kondisi drainase maka digunakan FR = 2.5. III-13

14 Indeks Permukaan (IP) Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini: IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), menurut daftar di bawah ini: Tabel 3.5 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP) LER = Lintas Klasifikasi Jalan Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol >10 1,0 1,5 1,5 2, ,5 1,5 1,5 2,0 2, ,5 2,0 2,0 2,5 - >1000-2,0 2,5 2,5 2,5 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. (Sumber : SKBI / SNI ) III-14

15 Catatan : Bab III Metoda Perancangan Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah dan padat atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0. Dalam hal ini untuk jalan tambang identik dengan jalan JAPAT, maka IP = 1,0 dengan mempertimbangkan umur pemeliharaan selama 1 tahun dengan perkerasan lapis pondasi tanpa lapis permukaan. Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut Tabel 3.6 di bawah ini: Tabel 3.6 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Permukaan IPo Roughness *) (mm/km) LASTON 3,9 3,5 > 1000 LASBUTAG 3,9 3, ,4 3,0 HRA 3,9 3,5 > ,4 3, BURDA 3,9 3,5 > 2000 BURTU 3,4 3, LAPEN 3,4 3, ,9 2,5 >3000 LATASBUM 2,9 2,5 BURAS 2,9 2,5 LATASIR 2,9 2,5 JALAN TANAH 2,4 JALAN KERIKIL 2,4 (Sumber : SKBI / SNI ) III-15

16 Untuk jalan tambang PT DBK di kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah digunakan konstruksi lentur (flexible pavement) dengan base course dari aggregat klas-a tanpa lapis penutup aspal, kecuali di beberapa lokasi daerah tanjakan dengan kelandaian 8% atau lebih. Berkaitan dengan hal tersebut maka Indeks Permukaan pada awal umur rencana IPo 3,5 (Jalan permukan Laston) Koefisien Kekuatan Relatif (A) Koefisien kekuatan relatif (A) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Untuk jalan tambang batu bara PT DBK di Kalimantan Tengah direncanakan menggunakan aggregat klas-a untuk base course dengan nilai CBR min 90 % jadi memiliki koefisien kekuatan relatif (a2) = 0,14. Serta aggregate klas-b untuk sub base course dengan nilai CBR min. 60 % jadi memiliki koefisien kekuatan relatif (a3) = 0,13. III-16

17 Tabel 3.7 Koefisien Kekuatan Relatif (A) Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Relatif Jenis Bahan A1 A2 A3 MS (Kg) Kt (Kg/cm) CBR (%) 0, , , Laston 0, , , , Lasbutag 0, , HRA 0, Aspalmakadam 0, Lapen (mekanis) 0, Lapen (manual) - 0, , Laston Atas - 0, , Lapen (Mekanis) - 0, Lapen (manual) - 0, , Stab. Tanah dengan semen - 0, , Stab. Tanah dengan kapur - 0, Batu pecah (kelas A) - 0, Batu pecah (kelas B) - 0, Batu pecah (kelas C) - 0, Sirtu/pitrun (kelas A) - 0, Sirtu/pitrun (kelas B) - 0, Sirtu/pitrun (kelas C) - - 0, Tanah/lempung kepasiran (Sumber : SKBI / SNI ) III-17

18 Catatan: Bab III Metoda Perancangan Dalam menentukan nilai kekuatan tanah yang dimodifikasi (soil improvement) jika hal tersebut akan dilakukan, maka kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7. Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke Batas Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Jalan Tabel 3.8 Batasan Minimum Tebal Lapis Permukaan ITP Tebal Minimum (cm) Bahan < 3,00 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, 6,71 7,49 7,5 Laston Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, 7,50 9,99 7,5 Lasbutag, Laston 10,00 10 Laston (Sumber : SKBI / SNI ) Tabel 3.9 Batasan Minimum Tebal Lapis Pondasi ITP Tebal Minimum Bahan (cm) < 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,stabilitas tanah 3,00 7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,stabilitas tanah 10 Laston Atas 7,50 9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,stabilitas tanah dengan kapur, macadam 15 Laston Atas 10 12,14 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,stabilitas tanah dengan kapur, macadam,lapen, Laston Atas 12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,stabilitas tanah dengan kapur, macadam,lapen, Laston Atas (Sumber : SKBI / SNI ) III-18

19 Batasan Minimum Tebal Lapis Pondasi Bawah : Bab III Metoda Perancangan Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum lapisan atas adalah 10 cm Perhitungan Nilai Sisa Perkerasan Existing Parameter ini diperlukan jika ingin dilakukan perbaikan pada jalan existing yang telah digunakan, dan akan bermanfaat untuk pemeliharaan / peningkatan suatu jalan secara umum maupun untuk jalan tambang yang telah berfungsi. Kondisi ini dapat digunakan untuk perhitungan pelapisan tambahan pada permukaan jalan yang telah memiliki lapis penutup (permukaan) maupun hanya lapis aggregat, maka kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai sesuai daftar di bawah ini: Tabel 3.10 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Nomor Lapisan Presentase 1 Lapis Permukaan : Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan 2 Lapisan Pondasi : % 70 90% 50 70% 30 50% a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi MacadamUmumnya tidak retak % Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 90% Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 70% III-19

20 Nomor Lapisan Presentase b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur : Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 10 c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah : Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) 6 3 Lapisan Pondasi Bawah : % % Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) % Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > % (Sumber : SKBI / SNI ) Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Analisa Komponen Perkerasan Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut : ITP = a1. D1 + a2. D2 + a3. D3 Dimana : a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan (Table 3.7) D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) (Table 3.8) Angka 1, 2 dan 3 : masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. 3.3 Evaluasi Awal Konsep Perkerasan Berdasarkan hasil evaluasi awal konsep perkerasan, bisa ditarik beberapa konsep desain perkerasan sebagai berikut : III-20

21 Bab III Metoda Perancangan Sesuai perencanaan awal digunakan perkerasan lentur berupa Lapis Pondasi Bawah Agregat Kelas B dan Lapis Pondasi Atas Kelas A tanpa adanya lapisan aus di permukaannya. Jenis perkerasan sangat terkait dengan tersedianya quarry, perlu dipertimbangkan apakah tersedia quarry yang memadai dari segi kualitas dan kuantitasnya. Jika tidak, maka akan menyebabkan biaya konstruksi yang tinggi, karena harus didatangkan dari pulau lain. Sebagai alternatif jenis pondasi bisa digunakan antara lain soil cement dan sebagainya. Lapis Pondasi Agregat Kelas A jika dijadikan sebagai lapis permukaan, akan riskan terhadap infiltrasi dari air hujan (yang merupakan faktor utama perusak konstruksi jalan), mengingat agregat klas A kurang kedap terhadap masuknya air permukaan. Untuk itu disarankan agar di atas agregat klas A dilapisi lagi dengan lapisan aus, yang berfungsi sebagai lapis kedap air, atau jika tidak, minimal di atas agregat klas A disemprot dengan lapis resap pengikat (prime coat) yang juga bisa digunakan sebagai pelindung kedap air walupun lebih bersifat sementara. 3.4 Desain Hidrologi A. Data yang diperoleh dari stasiun Puruk Cahu yang digunakan dalam analisa adalah data curah hujan dari tahun 2000 hingga tahun Mengingat terdapat perbedaan data perolehan curah hujan tahun 2016 dari pencatatan DBK dan BMKG, maka data yang digunakan dalam perhitungan adalah data curah hujan tahun 2000 hingga tahun III-21

22 B. Konsistensi data hujan dari suatu stasiun pengamatan dapat diselidiki dengan cara kurva massa ganda (Suyono Sosrodarsono : Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal 51) ataupun metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand, 1982). Analisa ini digunakan untuk mendapatkan data yang dipercaya (reliable) sekaligus menentukan faktor koreksi. Pengujian konsistensi dengan metode RAPS merupakan pengujian menggunakan data dari stasiun itu sendiri dengan kumulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rata-rata penyimpangan kuadrat terhadap nilai rata-ratanya, atau dengan rumus berikut: S 0 = 0 k S k = (Y i Y ) i=1 D y 2 = (S k ) 2 / n S k = S k / D y Nilai statistik Q dan R : Q = max S k untuk 0 k n R = max S k min S k 3.5 Perencanaan Saluran Drainase Saluran Drainase Saluran drainase direncanakan berdasar aliran seragam (uniform flow) dengan rumus Kontinuitas: III-22

23 Q s = F x V Dimana : Q s = kapasitas saluran (m 3 /det) F = luas penampang basah saluran (m 2 ) V = kecepatan aliran (m/det) Besarnya kecepatan aliran dihitung dengan Rumus (Dewan Standarisasi Nasional: Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994, hal 25) : V = 1 n d x R ⅔ x S o ½ Dimana : n d = koefisien kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis saluran (m) = F P F = luas penampang basah saluran (m 2 ) P S o = keliling basah saluran (m) = kemiringan dasar saluran A. Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ketitik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Waktu konsentrasi dibagi sebagai berikut: III-23

24 a. Inlet time (t1) waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas pemukaan tanah menuju saluran drainase, dipengaruhi oleh banyak fator seperti kondisi dan kelandaian permukaan, luas dan bentuk darah tangkapan dan lainnya. b. Waktu pengaliran (t2), yaitu kurun waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir. Untuk drainase permukaan jalan menurut JICA dipakai adalah t1, sedangkan untuk saluran gorong-gorong/culvert dipakai adalah (t1 + t2). Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus : t c = t 1 + t 2 Lama waktu mengalir di dalam saluran (t2) ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi salurannya. Untuk saluran alami sifat-sifat hidroliknya sukar ditentukan, maka td dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air. Pada saluran buatan, nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy atau lainnya. Waktu pengaliran menuju saluran atau time of inlet dirumuskan (Joesroen Loebis : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992, hal 123) : t 0 = [ 2 0,167 3 x 3,28 x 1 x n d ] S 0 III-24

25 dimana : Bab III Metoda Perancangan t o = waktu pengaliran menuju saluran (men) l = panjang alur terpanjang (m) n d = koefisien hambatan (lihat tabel 3.13) S 0 = kemiringan aliran Waktu pengaliran (t2), dapat diperoleh sebagai pendekatan dengan membagi panjang aliran maksimum dari saluran samping dengan kecepatan rata-rata aliran pada saluran tersebut. Kecepatan rata-rata aliran diperoleh dari rumus Manning : V = 1/n.J ⅔. S ½ dimana : V J F O S = kecepatan rata-rata aliran (m/dt) = F / O = jari-jari hydraulis (m) = luas penampang basah (m3) = keliling basah (m) = kemiringan muka air saluran n = koefisien kekasaran Manning (lihat tabel 3.11) III-25

26 Tabel Koefisien kekasaran dari Manning Jenis sarana drainase koefisien (n) tak - tanah 0,020 0,025 diperkeras - pasir dan kerikil 0,025 0,040 - dasar saluran batuan 0,025 0,035 dibuat di - semen mortar 0,010 0,013 tempat - beton 0,013 0,018 batu belah - pasangan batu adukan 0,015 0,030 basah - pasangan batu adukan 0,025 0,035 dipasang di - pipa beton kering sentrifugal 0,011 0,014 tempat - pipa beton 0,012 0,016 - pipa bergelombang 0,016 0,025 (Sumber: : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992) Tabel Kecepatan untuk Saluran Alami Kemiringan rata-rata dasar saluran (%) Kecepatan rata-rata (m/dt) Kurang dari 1 0, , , , , ,40 (Sumber: : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992) Besarnya waktu konsentrasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktorfaktor berikut : - Luas daerah pengaliran/tangkapan (A) - Panjang saluran drainase (L) III-26

27 - Kemiringan dasar saluran Bab III Metoda Perancangan - Debit dan kecepatan aliran (Qr) Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan durasi hujan, karena air yang melimpas dan mengalir dipermukaan tanah dan masuk ke selokan drainase sebagai akibat adanya hujan selama waktu konsentrasi. Waktu pengaliran dalam saluran atau time of flow dihitung berdasarkan sifatsifat hidrolis saluran dan dirumuskan : dimana : t d t d = t d = L V (det) L V x 60 (menit) = waktu pengaliran dalam saluran (menit) L V = panjang saluran drainase (m) = kecepatan aliran (m/det) Sehingga waktu konsentrasi (t c ) dapat dirumuskan : t c = t 0 + t d = [ 2 0,167 3 x 3,28 x 1 x n d ] + S 0 L V x 60 III-27

28 Tabel 3.13 Koefisien hambatan (n d ) Kondisi permukaan yang dilalui aliran 1. Lapisan semen dan aspal beton 0, Permukaan halus dan kedap air 0,02 3. Permukaan halus dan padat 0,10 4. Lapangan dengan rumput jarang, ladang, tanah lapang kosong dengan permukaan kasar 0,20 5. Ladang dan lapangan rumput 0,40 6. Hutan 0,60 7. Hutan dan rimba 0,80 (Sumber: : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992) n d Besarnya waktu konsentrasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktorfaktor berikut : - Luas daerah pengaliran/tangkapan (A) - Panjang saluran drainase (L) - Kemiringan dasar saluran - Debit dan kecepatan aliran (Qr) Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan durasi hujan, karena air yang melimpas dan mengalir dipermukaan tanah dan masuk ke selokan drainase sebagai akibat adanya hujan selama waktu konsentrasi. III-28

29 B. Luas Daerah Pengaliran Bab III Metoda Perancangan Luas daerah tangkapan hujan (catchment area) pada perencanaan saluran samping jalan dan culvert adalah daerah pengaliran/area yang menerima curah hujan selama waktu tertentu (intensitas hujan), sehingga menimbulkan debit limpasan yang di tampung oleh saluran samping untuk dialikan ke culvert atau sungai. Penampang melintang daerah pengaliran ( A ) seperti gambar di bawah, dengan panjang yang ditinjau adalah sepanjang saluran (L). A = Lt. L A = L (L1+L2+L3) Gambar 3.2.Sketsa batas daerah pengaliran yang diperhitungkan C. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan (C), adalah angka reduksi intensitas hujan yang besarnya disesuaikan dengan kondisi permukaan, kemiringan atau kelandaian, jenis tanah dan durasi hujan. III-29

30 Menurut The Asphalt Insitute, untuk menentukan C rata-rata (Cw) dengan kondisi permukaan, dapat dihitung atau ditentukan dengan cara sebagai berikut : C w = C 1. A 1 + C 2. A 2 + C 3. A A 1 + A 2 + A 3 dimana : C 1, C 2.. = koefisien pengaliran sesuai dengan jenis permukaan A 1, A 2.. = luas daerah pengaliran (km 2 ) Cw = C rata-rata daerah pengaliran yang dihitung Untuk setiap daerah yang ditinjau, L = konstan, sedangkan L 3 sebagai pendekatan diambil 100 m, maka untuk penampang melintang normal dengan cara memasukan perasamaan, maka diperoleh : C w = C 1. L 1 + C 2. L 2 + C 3. L L 1 + L 2 + L 3 D. Kemiringan Dasar Saluran Untuk menghitung kemiringan saluran samping, dimana kemiringan topografi terlalu curam atau landai dapat digunakan rumus : V x nd S 0 = ( R⅔ ) ² dimana : S 0 = kemiringan aliran V = kecepatan aliran (m/det) III-30

31 n d R = koefisien hambatan = jari-jari hidrolis saluran (m) Bab III Metoda Perancangan E. Kemiringan Dinding Saluran Bentuk penampang saluran disarankan mempunyai kemiringan yang paling efisien dari segi ekonomis dan masih memperhitungkan segi keamanannya. Umumnya digunakan kemiringan 1 : 1 ~ 1,5 (ketentuan ini untuk saluran unlined ditch dengan material tanah lempung). F. Tinggi Jagaan (Free Board) Free board adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air kondisi rencana, didasarkan rumus : W = 0,5 x d dimana : W d = tinggi jagaan (m) = kedalaman air di saluran (m) Atau dapat menggunakan tabel berikut (KG. Rangga Raju : Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta, 1986, halaman 104) : Tabel 3.14 Standar Tinggi Jagaan Q (m 3 /det) < 0,75 0,75 ~ 1,50 1,50 ~ 85,0 > 85,0 w (m) 0,45 0,60 0,75 0,90 (Sumber: : KG. Rangga Raju : Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta, 1986, halaman 104) III-31

32 G. Kecepatan Aliran Bab III Metoda Perancangan Kecepatan aliran yang diizinkan (v izin ) disesuaikan terhadap material saluran, hal ini untuk menghindari faktor abrasi dan degradasi yang dapat merusak konstruksi saluran. Penggunaan variabel kecepatan dapat menggunakan tabel berikut (Dewan Standarisasi Nasional : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994, halaman 7) : Tabel 3.15 Kecepatan Aliran Berdasarkan Material Saluran Jenis Material v izin (m/det) Pasir halus 0,45 Lempung kepasiran 0,50 Lanau Aluvial 0,60 Kerikil halus 0,75 Lempung kokoh 0,75 Lempung padat 1,10 Kerikil kasar 1,20 Batu-batu besar 1,50 Pasangan batu 1,50 Beton 1,50 Beton bertulang 1,50 (Sumber: : KG. Rangga Raju : Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta, 1986, halaman 104) H. Luas Penampang Saluran Luas penampang saluran (A), dirumuskan : A = Q V (m2 ) III-32

33 I. Lebar Saluran Bab III Metoda Perancangan Lebar saluran (b), untuk saluran segi empat digunakan formula (Ven Te Chow : Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta, 1989, hal 145) seperti pada gambar 3.4 : b = 0,50 m h = 1,00 m Gambar 3.4. Penampang Saluran Segi empat Lebar saluran (b), untuk saluran trapesium seperti pada gambar 3.5. digunakan formula : b + 2 x m x h 2 h m² + 1² m h = 1,00 m b = 0,50 m Gambar 3.5. Penampang Saluran Trapesium dimana : m = kemiringan horizontal dinding saluran, tergantung dari kestabilan jenis tanah (lihat tabel 3.12) J. Dalam air saluran Untuk mendapatkan dalam air (h) - saluran segi empat digunakan rumus : III-33

34 A = b x h Bab III Metoda Perancangan A = 0,50 x 1,00 = 0,50 m² Untuk mendapatkan nilai ekonomis maka digunakan penampang ekonomis (A e ). A e = A A e = 2 h 2 Dalam air (h) - untuk saluran trapesium A = h ( b + m h) Debit Rencana/Debit Rancang Debit banjir rencana dihitung dengan metode Rasional yang dirumuskan sebagai berikut (Joesroen Loebis : Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992, hal 56) : Q = f x C x I x A dimana : Q = debit banjir rencana (m 3 /det) f = faktor konversi (f = 0,278) C = koefisien pengaliran I = intensitas hujan pada durasi yang sama dengan waktu konsentrasi dan pada periode ulang hujan tertentu (mm/jam) A = luas daerah aliran (km 2 ) Pemilihan koefisien pengaliran (C) harus memperhitungkan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Besarnya koefisien pengaliran (C) dapat diambil sebagai berikut : III-34

35 Tabel 3.16 Standar Koefisien Limpasan (C) berdasarkan Kondisi Permukaan Kondisi permukaan tanah C Jalur - Jalan aspal 0,70 0,95 Lalu lintas - Jalan kerikil 0,30 0,70 - Tanah berbutir halus 0,40 0,65 Bahu jalan - Tanah berbutir kasar 0,10 0,30 dan lereng - Lapisan batuan keras 0,70 0,85 - Lapisan batuan lunak 0,50 0, % 0,05 0,10 Tanah pasiran Kelandaian 2 7 % 0,10 0,15 tertutup rumput > 7 % 0,15 0, % 0,13 0,17 Tanah kohesif Kelandaian 2 7 % 0,18 0,22 tertutup rumput > 7 % 0,25 0,35 Atap 0,75 0,95 Tanah lapangan 0,20 0,40 Taman dipenuhi rumput dan pepohonan 0,10 0,25 Daerah pegunungan datar 0,30 Daerah pegunungan curam 0,50 Sawah 0,70 0,80 Ladang/huma 0,10 0,30 Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya, Shirley L. Hendarsin Rumus Rasional digunakan untuk menghitung seluruh kapasitas bangunan air yang terkait dengan rencana teknik akhir Jalan. Periode ulang yang akan digunakan dalam metode ini disesuaikan terhadap umur proyek yang akan dikerjakan. Dengan memasukkan berbagai korelasi antara ketinggian muka air dan luas penampang sungai/alur (pada jembatan/gorong-gorong), akan didapat suatu kurva debit sungai yang menunjukkan berbagai variasi kedalaman air dan kapasitas sungai/gorong-gorong. III-35

36 Luas penampang (A) dan perimeter basah sungai (P), didapat secara planimetris dengan menggunakan program cad, dan surface hasil pengukuran situasi khusus. Dengan cara coba-coba regresi terhadap kurva debit yang menghubungkan nilai Q dan H, maka pada kondisi debit banjir rencana Qn (m 3 /det) didapat ketinggian muka air banjir Hn (m). Dari perbedaan elevasi antara muka air banjir Hn (berdasarkan periode ulang yang dikehendaki) dan elevasi terendah konstruksi bentang jembatan, dinamakan tinggi jagaan jembatan (clearance). Secara umum penetapan periode ulang adalah sebagai berikut (Dewan Standarisasi Nasional : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994, hal 11) : Tabel 3.17 Periode Ulang NO JENIS BANGUNAN PERIODE ULANG 1 Saluran samping 5 tahun 2 Gorong-gorong Jalan 10 tahun (Sumber: Dewan Standarisasi Nasional : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1994, hal 11) 3.6 Dimensi Gorong-Gorong Aliran Bebas (Free Flow) Mulut gorong-gorong tidak tenggelam, dengan syarat h D < 1,2 (Lihat Gambar 3.6). Dimana : h = Kedalaman Air (m) D = Diameter Gorong-Gorong (m) III-36

37 D h Gambar 3.6. Penampang Gorong gorong Aliran Tekan (Pressure Flow) Mulut gorong-gorong tenggelam, h > 1,5 D, debit yang dialirkan dirumuskan : 2 x g x H Q = A x V = A x f Dimana : g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det 2 H = jumlah tinggi energi termasuk kehilangan energi = H 1 - H 0 H 1 = H 0 = elevasi muka air di inlet elevasi outlet + ½ x D (diameter gorong-gorong) Kehilangan energi Koefisien kehilangan energi ( f), dirumuskan : f = f e + f c + f b + f p + f r + f o III-37

38 Kehilangan energi di entrance (f e ) : Bab III Metoda Perancangan Fe = c x ( V t V e ) ² C = koefisien entrance = 0,30 V t V e = A t = ¼ x π x Ø 2 (m 2 ) - (Pipe Culvert) = A e = B (lebar entrance) x H (tinggi entrance) - luas penampang entrance. Kehilangan energi akibat kontraksi (fc) : fc = 0,100 m, akibat perubahan bentuk penampang. Kehilangan energi akibat belokan (fb) : fb = (0, ,163 ( r R )7/2 ) x ( r R )7/2 x ( θ 90 )1/2 r = Jari-jari gorong-gorong (m) R = Jari-jari belokan gorong-gorong (m) Ɵ = Sudut belokan (º) Kehilangan energi akibat gesekan (ff) : f f = f₁ x L₁ D + f₂ x L₂ r x (A t A e ) ² 124,5 x n² f₁ = 1 D3 2 x g x n² f₂ = 1 r3 (pada gorong-gorong) (pada entrance gorong-gorong) L₁ = panjang gorong-gorong L₂ = panjang entrance gorong-gorong III-38

39 Kehilangan energi akibat outlet (fo) : f o = 0,20 ~ 0,250 m Sub Drain Untuk mengantisipasi akan adanya indikasi permukaan air tanah yang tinggi pada rencana jalan, maka sangat diperlukan analisis air tanah yang akurat. Berdasarkan pengamatan awal, maka hasil penyelidikan tanah akan dipakai sebagai acuan utama disamping pengamatan lapangan untuk memprediksi ketinggian muka air tanah sehingga jika ada desain sub drain akan dapat lebih dimatangkan. Data muka air tanah yang digunakan berdasarkan data penyelidikan tanah adalah: a. Segmen A Hasil pengukuran menunjukkan, tinggi muka air tanah pada area segmen A (Ampar Balau) bervariasi antara 0.2 m s/d 7 m. No Tabel Data Elevasi MAT pada titik bor dalam Segmen A Titik Investiga si Koordinate dan Elevasi X Y Z Kedalama n (m) Kedalaman air Elv. Tanah Asli 1 BH.A1/ BH.A1/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ BH.A2/ (Sumber: Hasil Survey) III-39

40 b. Segmen B Hasil pengukuran menunjukkan, tinggi muka air tanah pada area segmen B (Ampar Muara Laung) bervariasi antara 3.15 m s/d m. No Tabel Data Elevasi MAT pada titik bor dalam Segmen B Titik Investiga si Koordinate dan Elevasi X Y Z Kedalama n (m) Kedalaman air Elv. Tanah Asli 1 BH-SS BH-SS BH-SS BH-SS BH-SS BH-SS BH-SS 7R BH-SS 8R BH-SS 9R BH-SS BH-SS (Sumber: Hasil Survey) Pumping yang terjadi pada perkerasan jalan diakibatkan oleh seepage atau rembesan yang terjadi pada konstruksi jalan melebihi dari debit yang telah dihitung. Jika terjadi kelebihan tersebut maka akan timbul gejala piping dan boiling yang akhirnya dapat menghancurkan konstruksi jalan. Digunakan analisis flow net untuk merancang debit dan dimensi sub drain agar tidak terjadi kondisi pumping pada perkerasan jalan, dirumuskan (Merlin G Spangler - Richard L Handy : Soil Engineering, Harper & Row, New York, 1982, hal 272) : q = f n x k x H (m3 /det/m ) III-40

41 dimana : Bab III Metoda Perancangan q f n k H = debit rembesan per meter panjang = jumlah flow channel = jumlah equipotential drop = koefisien permeabilitas (m/det) = tinggi air (m) S = kemiringan aliran (%) Untuk menentukan jarak catch basin digunakan rumus Manning sebagai berikut : dimana : Q = 3,75. Z. S0,5. Y 2, n Q Z S Y n = debit maksimum, perhitungan dilakukan secara rasional (m 3 /det) = beda tinggi (m) = kemiringan memanjang (m/m) = ketinggian aliran pada kerb (mm) = koefisien Manning Kuantitas aliran (berupa seepage) yang akan dibuang adalah debit yang harus ditampung oleh sarana drainase (kapasitas drainase). Besarnya debit aliran ini, menurut hukum Darcy yaitu : Q = k.i.a III-41

42 dimana : Q = debit seepage (cm³/det) k = koefisien permeabilitas dari Darcy (cm/det) i = kemiringan aliran rata-rata (hydraulic gradient) A = total luas penampang melintang yang tegak lurus arah aliran (cm²). 3.7 Rencana Anggaran Biaya (Bill Of Quantity) Perkiraan biaya pembangunan (Construction Cost) pekerjaan perkerasan jalan di Tambang Batu Bara Kalimantan Tengah PT. Daya Bumindo Karunia disusun berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum bagian 3 yaitu Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Bina Marga. Dalam menyusun anggaran pekerjaan ini dimulai dari tahapan mobilisasi sampai pembangunan fasilitas pelengkapnya yang berfungsi normal. Jadwal pelaksanaan pekerjaan disusun mengikuti Bill Of Quantity dengan anggapan bahwa peralatan yang dipakai adalah peralatan seperti lazimnya yang digunakan perkiraan harga satuan dihitung berdasarkan harga satuan pekerjaan pembangunan pada daerah lokasi study. Metode yang dipakai dalam analisa harga satuan pekerjaan adalah metode koefisien/faktor analisa SNI. III-42

43 3.7.1 Analisa Harga Satuan Bab III Metoda Perancangan Data harga satuan dasar yang digunakan dalam perhitungan analisa harga satuan adalah sebagai berikut : a. Harga pasar setempat pada waktu yang bersangkutan yang diperoleh dari Dinas Bina Marga Provinsi Kalimantan Tengah. b. Harga kontrak untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kenaikan harga yang terjadi. c. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan media cetak lainnya. d. Daftar harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh Jurnal Harha Satuan Bahan Bangunan Konstruksi dan Interior edisi 34 tahun e. Daftar harga standar yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang baik pusat maupun daerah. Analisa harga satuan pekerjaan akan dirinci untuk setiap pekerjaan yang diperlukan mengikuti metoda analisa SNI dengan berpedoman pada harga satuan bahan dan upah hasil survey. Pada analisa harga satuan pekerjaan ini dijelaskan secara detail yang meliputi harga setiap pekerjaan Harga Satuan Upah, Bahan, dan Alat Harga satuan dasar ini mencakup harga bahan, harga upah dan biaya peralatan. Harga satuan bahan dan upah ini akan dianalisa untuk memperoleh harga satuan pekerjaan sesuai dengan item pekerjaan yang ada dalam gambar desain. III-43

44 3.7.3 Volume Pekerjaan Bab III Metoda Perancangan Volume pekerjaan untuk setiap mata pembayaran disesuaikan dengan kebutuhan per kegiatan pekerjaan yang dicantumkan dalam daftar kuantitas dan harga (Bill Of Quantity,BOQ). Volume pekerjaan dihitung sesuai dengan jenis pekerjaan. Seperti volume pemadatan tanah sebelum di lakukan pekerasan aspal dan pembuatan saluran drainase dibahu/samping jalan aspal. Perhitungan jumlah perlengkapan jalan seperti lampu penerangan jalan, ditentukan dengan membagi panjang ruas jalan dengan jarak antar perlengkapan jalan tersebut, jika diperlukan. Perencanaan perkerasan lentur (Flexible Pavement) yang direncanakan adalah 25 cm dengan lapis pondasi bawah, 15 cm tebal lapisan pondasi, dan 5 cm dengan lapisan permukaan (aspal). Lebar jalan yang direncanakan 10.5 meter dan panjang jalan 165,000 meter Estimasi Perhitungan Biaya A. Harga Pekerjaan Setiap Mata Pembayaran Harga satuan pekerjaan setiap mata pembayaran adalah harga suatu jenis pekerjaan tertentu per satuan tertentu berdasarkan rincian metode pelaksanaan, yang memuat jenis, kuantitas dan harga satuan dasar dari komponen tenaga kerja, bahan, dan peralatan yang diperlukan dan didalamnya termasuk biaya umum dan keuntungan. Harga satuan pekerjaan ini dicantumkan dalam Daftar Quantitas dan Harga (BOQ) yang merupakan daftar seluruh hasil perkalian volume pekerjaan dengan harga satuan setiap mata pembayaran. III-44

45 B. Harga Total Seluruh Mata Pembayaran Bab III Metoda Perancangan Harga total seluruh mata pembayaran merupakan jumlah dari seluruh hasil perkalian volume pekerjan dengan harga satuan pekerjaan masing-masing mata pembayaran, belum termasuk pajak. C. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) besarnya adalah 10 persen dari Harga Total seluruh Mata Pembayaran. D. Perkiraan (Estimasi) Biaya Proyek Perkiraan biaya proyek merupakan hasil jumlah dari harga total seluruh mata pembayaran ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). III-45

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perkerasan jalan secara umum dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya perkerasan lentur

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU PETUNJUK PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana

Lebih terperinci

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004 9 Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan Sri Wiwoho M, ST, MT ABSTRAK Campuran hot

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Arteri) Tebal perkerasan = Jalan kelas IIIA (jalan = 2 lajur dan 2 arah Jalan dibuka pada

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F DAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA SIDIKALANG BATAS PROVINSI

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115. ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM. 114.70 KM. 115.80) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. KATA PENGANTAR i DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN.. ii v vi ix xi BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1. LATAR BELAKANG. 1 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH.. 3 1.3. RUMUSAN

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN DIAGRAM... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2.

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON Pavement and Widening Roads on Hepang Nita Package With System Lataston Ferdinandus Ludgerus Lana ), Esti Widodo 2), Andy

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP : Oleh Mahasiswa PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) JALAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SEPANJANG RUAS JALAN Ds. MAMEH Ds. MARBUI STA 0+00 STA 23+00 MANOKWARI PROPINSI PAPUA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data 30 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Di dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan

Lebih terperinci

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2) ANALISA PERKERASAN LENTUR (Lapen s/d Laston) PADA KEGIATAN PENINGKATAN JALAN RUAS JALAN NYAMPIR DONOMULYO (R.063) KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2) Jurusan

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS DOLOK SANGGUL SIBORONG BORONG LAPORAN TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik PENDAHULUAN Jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu negara. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR Proyek pembangunan areal parkir Rukan ini terdapat di areal wilayah perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 m2. Berikut

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN 4.1.1 UMUM DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Pelebaran Perkerasan adalah pekerjaan menambah lebar perkerasan pada jalan lama

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA STA KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA STA KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PANDAN ARUM - PACET STA 57+000 STA 60+050 KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR Disusun oleh : MARIA EKA PRIMASTUTI 3106.030.082 LATAR BELAKANG Ruas Jalan Pandan Arum Pacet Link

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA Patrisius Tinton Kefie 1, Arthur Suryadharma 2, Indriani Santoso 3 dan Budiman Proboyo 4 ABSTRAK : Concrete Block merupakan salah satu alternatif

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Diajukan Oleh : ADI SISWANTO

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Diajukan Oleh : ADI SISWANTO PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE KONSTRUKSI BERTAHAP PADA RUAS JALAN DURENAN-BANDUNG-BESUKI PADA STA 171+550 182+350 DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI 1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA TARUTUNG BATAS KAB. TAPANULI SELATAN (SECTION

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Proyek Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan Simpang Peut Batas Aceh Selatan Km 337) Tugas Akhir

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN DAN ESTIMASI BIAYA JALAN RAYA LAWEAN SUKAPURA ( PROBOLINGGO )

PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN DAN ESTIMASI BIAYA JALAN RAYA LAWEAN SUKAPURA ( PROBOLINGGO ) PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN DAN ESTIMASI BIAYA JALAN RAYA LAWEAN SUKAPURA ( PROBOLINGGO ) Vinsensius Budiman Pantas 1, Indriani Santoso 2 dan Budiman Proboyo 3 ABSTRAK : Jalan raya Lawean Sukapura menghubungkan

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui 3.1. Metode Pengambilan Data BAB III METODE PERENCANAAN 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui keadaan medan yang akandiencanakan. 2. Metode wawancara dalam menambah data

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur E69 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur Muhammad Bergas Wicaksono, Istiar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER (DCP) UNTUK DAYA DUKUNG TANAH PADA PERKERASAN JALAN OVERLAY (Studi Kasus: Ruas Jalan Metro Tanjungkari STA 7+000 s/d STA 8+000) Masykur 1, Septyanto Kurniawan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1 TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA 0 +000 6 +017, PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Almuslim 2 Alumni Fakultas

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya PROYEK AKHIR FERRYA RASTRATAMA SYUHADA NRP. 3109038001 MULYADI NRP. 3109038003 Dosen Pembimbing : R. Buyung Anugraha Affandhie, ST. MT PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA 14+650 18+100 KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR Dosen Pembimbing : Ir. CHOMAEDHI. CES, Geo 19550319 198403 1 001 Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM. 196.40 KM 198.40 TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh RIZA BATARIN SIREGAR NIM.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN SAMPING PADA PROYEK PELEBARAN JALAN PANJI BATAS KABUPATEN DAIRI-DOLOK SANGGUL LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Fungsi Jalan 2.1.1. Pengertian Jalan Kemajuan teknologi menjadi sangat cepat dan berlanjut sampai sekarang. Pengetahuan dan segala penemuan mengenai tanah dan

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BANGKALAN Bts.KAB SAMPANG STA MADURA, JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BANGKALAN Bts.KAB SAMPANG STA MADURA, JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN BANGKALAN Bts.KAB SAMPANG STA 23+000 26+000 MADURA, JAWA TIMUR Oleh : HENDI YUDHATAMA 3107.030.049 M. MAULANA FARIDLI 3107.030.101 Dosen Pembimbing: MACHSUS ST.

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM 143+850 146+850 Nama Mahasiswa : Ocky Bahana Abdiano NIM : 03111041 Jurusan : Teknik SipiL Dosen Pembimbing : Ir. Sri Wiwoho

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

Program Studi Diploma III Teknik Sipil Bangunan Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Program Studi Diploma III Teknik Sipil Bangunan Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya URAIAN SINGKAT PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN RUAS JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA 19+300 22+300 KABUPATEN BANGKALAN, JAWA TIMUR Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 161 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV-1 BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 TINJAUAN UMUM Jalan yang dievaluasi dan direncana adalah ruas Semarang - Godong sepanjang kurang lebih 3,00 km, tepatnya mulai km-50 sampai dengan km-53. Untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Ulasan Pustaka Terhadap Penelitian Ini Ringkasan Penelitian Lain...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Ulasan Pustaka Terhadap Penelitian Ini Ringkasan Penelitian Lain... vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i

Lebih terperinci

STUDI STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA RUAS JALAN MOTAHARE-RAILACO (STA STA ) TIMOR LESTE

STUDI STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA RUAS JALAN MOTAHARE-RAILACO (STA STA ) TIMOR LESTE STUDI STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA RUAS JALAN MOTAHARE-RAILACO (STA.32+500 STA.37 +500) TIMOR LESTE Nama : Amadeu Espirito Santo Maia Nim 2010520002 ABSTRAK Jalan

Lebih terperinci

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) 4.4 URAIAN MATERI IV: ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR Pengunaan analisa komponen dalam menentukan tebal perkerasan jalan membutukan beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh pada setiap komponen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini. Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹) 73 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli 2011 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN Yasruddin¹) Abstrak Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI 2.1 PERKERASAN LENTUR BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI Secara umum konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Lingkar Timur Baru STA STA 4+040,667 di Kabupaten Sidoarjo. A.

Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Lingkar Timur Baru STA STA 4+040,667 di Kabupaten Sidoarjo. A. Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Kota Sidoarjo (A Muchtar) 85 Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Lingkar Timur Baru STA +000 - STA 4+040,667 di Kabupaten Sidoarjo A. Muchtar, ST ABSTRAK:

Lebih terperinci

Pembimbing : Ir. Imam Prayogo ( )

Pembimbing : Ir. Imam Prayogo ( ) PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN PERKERASAN LENTUR JALAN WIDANG GRESIK SURABAYA STA 22+400 25+400 KABUPATEN LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : RENDY YULIATMOKO (NRP.3108.030.148 ) EGA DWIJAYANTO (NRP.3108.030.155)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk

BAB 3 METODOLOGI PENULISAN. program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu software komputer untuk BAB 3 METODOLOGI PENULISAN 3.1 SASARAN PENELITIAN Beberapa sasaran yang ingin dicapai dari permodelan menggunakan program sebagai alat bantu adalah sbb: a. Penyelesaian perhitungan menggunakan alat bantu

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN UNGARAN - CANGKIRAN. (Design Increasing Ungaran Cangkiran of Road)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN UNGARAN - CANGKIRAN. (Design Increasing Ungaran Cangkiran of Road) ii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN UNGARAN - CANGKIRAN (Design Increasing Ungaran Cangkiran of Road) Disusun Oleh : FEBBY IRAWAN NIM : L2A 306 017 TRIYONO NIM : L2A 306 029

Lebih terperinci

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI Disusun oleh : AGUSTIAN NIM : L2A 000 014 AHMAD SAFRUDIN NIM : L2A 000 016 Disetujui

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Citra Andansari NRP : 0221077 Pembimbing Utama : Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping : Ir. Samun Haris, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Oleh : Imam Hagni Puspito Ir. MT DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2008 PENGERTIAN

Lebih terperinci

FASILITAS PEJALAN KAKI

FASILITAS PEJALAN KAKI FASILITAS PEJALAN KAKI I. PENDAHULUAN - Di negara-negara sedang berkembang perhatian terhadap pejalan kaki masih tergolong rendah., terlihat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu: jumlah kecelakaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LINGKAR LUAR KAMPUS UNIVERSITAS DIPONEGORO TEMBALANG SEMARANG ( Design of Outter Ringroad Diponegoro University Tembalang Semarang ) Disusun oleh : MONTARI

Lebih terperinci