BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi tanah merupakan proses alami yang selalu ada dalam perkembangan geomorfologis suatu wilayah. Namun laju erosi yang melebihi batas erosi diperbolehkan (EDP) akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan. Peningkatan laju erosi tersebut dapat disebabkan oleh perubahan karakteristik lingkungan akibat perubahan penggunaan lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan pertanian dan kawasan terbangun. Arsyad (2010) mendefinisikan, erosi adalah hilangnya atau terangkutnya material tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin. Di daerah beriklim basah seperti Indonesia, peristiwa erosi sebagian besar disebabkan oleh air. Arsyad (2010) menjelaskan bahwa, kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi berlangsung berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisik tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, ketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah, yang pada akhirnya menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas tanah untuk tanaman. Indonesia sebagai negara tropis basah menempati peringkat tertinggi dalam laju erosi alami dan pertanaman yaitu 2-3 ton/ha/thn pada kondisi alami, 40-400 1
ton/ha/thn pada area pertanaman dan memiliki laju erosi terbesar kedua pada area tanah gundul yaitu sebesar 120-460 ton/ha/thn. Data laju erosi ini diambil dari Negara Cina, AS, Pantai gading, India, Belgia serta Indonesia (Morgan, 1988 dalam Utomo, 1994). Dames (1955) dalam Arsyad (2010) melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta ha tanah di daerah bagian timur Jawa Tengah (Yogyakarta, Surakarta dan sebagian Keresidenan Semarang dan Jepara-Rembang), telah mengalami erosi berat seluas 36%, erosi sedang seluas 10,5%, erosi ringan seluas 4,5% dan tidak tereosi seluas 49%. Laju erosi yang tinggi disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan-lahan perbukitan sudah sangat intensif, sehingga memicu timbulnya daerah aliran sungai (DAS) kritis. Pada tahun 1984 jumlah DAS kritis di Indonesia mencapai 22 DAS, kemudian menjadi 39 DAS pada tahun 1994, 42 DAS pada tahun 1998 dan pada tahun 2000 mencapai 58 DAS (Sutopo, 2002 dalam Dibyosaputro, 2009a). Bahkan hampir ratusan DAS di Indonesia dalam keadaan kritis (Dibyosaputro, 2009a). Salah satu wilayah yang mengalami masalah kekritisan DAS adalah DAS Petir yang berada di wilayah administrasi DIY, tepatnya mencakup 4 kecamatan dalam 3 kabupaten, yaitu Kecamatan Prambanan (Kabupaten Sleman), Kecamatan Piyungan (Kabupaten Bantul), Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Patuk (Kabupaten Gunungkidul) seperti disajikan pada Gambar 4.1. DAS Petir merupakan subdas Ngijo yang berada di daerah hulu dan memiliki beberapa sungai yang hanya mengalir ketika hujan, yang ditunjukkan oleh banyaknya erosi parit yang terjadi di daerah tersebut. Tingginya laju erosi melebihi batas erosi diperbolehkan (EDP) yang 2
diakibatkan semakin besarnya perubahan penggunaan lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan pertanian dan kawasan terbangun di DAS Petir menyebabkan penurunan produktivitas lahan. Geomorfologi DAS Petir tersusun atas tiga satuan geomorfologi utama yaitu kawasan dengan bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Adanya beberapa satuan geomorfologi yang berbeda di DAS Petir menyebabkan DAS memiliki satuan tanah yang bervariasi. DAS Petir secara umum memiliki lereng dari kelas miring hingga sangat terjal, serta banyak ditemukan adanya bentukan gawir atau sesar (escarpment) yang mengindikasikan wilayah tersebut merupakan zona sesar. Lereng curam dengan banyak sesar, serta batuan yang didominasi oleh breksi dan tuff menyebabkan koefisien aliran permukaan (surface runoff) di DAS Petir turut meningkat, yang akan menyebabkan laju erosi akan turut meningkat. Guna mengurangi frekuensi timbulnya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan di DAS Petir maka kajian tentang erosi yang terjadi di DAS Petir perlu dilakukan meliputi besar kehilangan tanah, tingkat bahaya erosi, luasan serta sebarannya yang selanjutnya digunakan sebagai arahan untuk prioritas area konservasi lahan di DAS Petir. B. Perumusan Masalah Erosi merupakan salah satu fenomena alam yang tidak dapat dihilangkan dan dihindari. Erosi merupakan suatu proses yang secara alami terjadi sebagai bentuk upaya dalam menjaga keseimbangan ekologis. Alih fungsi lahan dan pengelolaan 3
lahan yang salah, akan memicu terjadinya peningkatan laju erosi hingga melebihi laju erosi diperbolehkan (EDP). Kemiringan lereng yang tinggi di atas 40% seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung, sehingga mampu menekan laju erosi yang terjadi. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi di DAS Petir. Kemiringan lereng yang tinggi, banyak dipergunakan untuk penggunaan lahan kebun campuran bahkan untuk kegiatan pertanian seperti yang disajikan pada Gambar 1.1. Pengelolaan lahan yang salah ini akan memacu proses erosi dalam tingkatan yang tinggi. (a) (b) Gambar 1.1. (a) Penggunaan lahan yang salah berupa tegalan hingga lereng >40%, (b) tegalan dan permukiman di penggal lereng berbeda di DAS Petir (foto : Cahyo/1 Feb 2014) Model pendugaan erosi telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yaitu model USLE (Universal Soil Loss Equation). Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model prediksi erosi yang paling luas diterapkan di Indonesia. Meskipun model pendugaan erosi USLE telah digunakan secara luas, baik di Indonesia maupun negara lain di Asia, Afrika dan Eropa, ketepatan penggunaannya 4
masih diragukan. Model USLE menghasilkan pendugaan yang lebih tinggi (over estimate) untuk tanah dengan laju erosi rendah. Hal ini disebabkan metode USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (riil erosion). Disamping itu USLE hanya dapat digunakan pada medan dengan kemiringan maksimal 9% serta tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak menghitung hasil sedimen, serta tidak dapat menggambarkan proses-proses hidrologi. Berdasarkan kekurangan dari model ini, maka muncul model baru penyempurnaan dari USLE salah satunya adalah model RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh U.S. Department of Agriculture (1992). RUSLE mempunyai pembaharuan utama pada input faktor kemiringan lereng. Perhitungan faktor kemiringan lereng dikembangkan tidak hanya untuk lereng dengan kemiringan < 9%, namun juga untuk kemiringan > 9%, sehingga mampu diterapkan pada berbagai kemiringan lereng. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, dapat dirumuskan pertanyaanpertanyaan penelitian, meliputi : 1. Berapa besar tanah hilang yang terjadi di DAS Petir yang dihitung menggunakan model RUSLE? 2. Bagaimana tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Petir? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian kajian erosi ini terkait dengan prioritas penentuan area konservasi lahan adalah sebagai berikut : 5
1. Memprediksi besar tanah yang hilang akibat erosi di DAS Petir menggunakan model RUSLE. 2. Menentukan tingkat bahaya erosi dan mempelajari distribusi besar tanah yang hilang dan tingkat bahaya erosi di DAS Petir. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memperoleh hasil yang bermanfaat, antara lain : 1. Memberikan informasi besarnya erosi di DAS Petir serta tingkat bahaya erosi. 2. Sumbangan ilmu pengetahuan berupa kajian bahaya erosi dan penyediaan data bagi penelitian selanjutnya. 3. Kajian dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi pengelolaan DAS Petir. 4. Sebagai data dasar erosi yang dapat dimanfaatkan oleh instansi terkait dalam upaya konservasi di DAS Petir. 5. Sebagai data dasar yang dapat dipergunakan dalam perencanaan pengembangan wilayah secara terpadu. 6. Memenuhi sebagai syarat dalam mencapai derajat kesarjanaan. 6
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan erosi telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Beberapa penelitian terkait antara lain oleh Worosuprojo (2003, 2005) di DAS Oyo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta tentang bahaya erosi permukaan yang bertujuan mengetahui tingkat bahaya erosi permukaan dan sebarannya serta menentukan prioritas area konservasi lahan. Dibyosaputro (2009, 2012) melakukan penelitian efek pemanfaatan lahan miring terhadap tingkat bahaya erosi dan pola persebaran keruangan proses erosi permukaan sebagai respon lahan terhadap hujan di DAS Secang Kabupaten Kulonprogo DIY. Penelitian erosi untuk arahan pemanfaatan lahan dilakukan oleh Aulia (2012) di DAS Batang Angkola Provinsi Sumatera Utara. Dari beberapa penelitian tersebut, penulis melakukan penelitian terkait kajian erosi menggunakan model pendugaan erosi RUSLE di DAS Petir DIY yang menekankan pada pendugaan erosi dan tingkat bahaya erosi beserta distribusinya di DAS Petir DIY. Selanjutnya penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.1. yang menunjukkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. 7
Tabel 1.1. Perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan No Penelitian Tujuan Utama Metode Hasil 1 Wahyuni (2002), 1. Menentukan laju erosi potensial dan aktual di daerah penelitian 2. Menentukan laju erosi Pendekatan satuan lahan (tumpang susun peta lereng Pengaruh Tanaman dan diperbolehan dan menganalisis dan jenis tanaman). Pengelolaan Lahan Tertutup pengaruh tanaman dan pengelolaan Pengambilan sampel dengan Kehilangan Tanah di Daerah lahan setempat terhadap erosi metode stratified random Jatiluhur, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. aktual. sampling 2 Suratman W. (2003) Studi Erosi Parit dan Longsoran dengan Pendekatan Geomorfologi di Daerah Aliran Sungai Oyo Provinsi DIY 1. Mempelajari agihan keruangan keruangan erosi parit dan longsoran daerah penelitian dengan pendekatan satuan medan 2. Mempelajari hubungan keruangan faktor medan dengan erosi parit dan longsoran 3. Mengevaluasi kerentanan erosi parit dan longsoran dengan membandingkan erosi parit dengan faktor medan. Laju erosi ditemukan dengan mengunaan metode RUSLE Pendekatan satuan medan dengan menerapkan teknik survey, interpretasi foto udara inframerah berwarna semu skala 1:30.000, sampel ditentukan secara acak, sampling dengan mempertimbangkan hasil klasifikasi satuan medan, Pengumpulan data dengan survey lapangan dan analisis 1. Besarnya laju erosi potensial dan aktual 2. Besarnya laju erosi diperbolehkan 3. Tanamanan dan pengelolaan lahan yang mampu menentukan laju erosi aktual 1. Agihan erosi parit dan longsoran pada 3 sistem medan dan 10 satuan medan di wilayah penelitian 2. Faktor-faktor medan yang berpengaruh terhadap erosi parit dan longsoran 3. Zona potensial rawan bencana berdasarkan evaluasi faktor-faktor medan 3 Nahor Manahat Simanungkait (2004) 1. Menentukan bahaya erosi dan laju erosi diperbolehkan. 2. Mengetahui perbedaan TBE antara unit lahan yang tidak sesuai kelas Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik pengambilan sampel stratified 1. Klasifikasi kemampuan lahan daerah penelitian. 2. Tingkat bahaya erosi daerah penelitian. 8
Lanjutan Tabel 1.1. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi untuk Prioritas Konservasi Tanah di Sub DAS Batang Toru Hulu Tapanuli Utara Sumatera Utara. 4 Suratman W. (2005) Bahaya Erosi Permukaan Di Daerah Aliran Sungai Oyo Kabupaten Gunungkidul. 5 Sukirman (2009), Assesing Erosion Hazard Using Resived Morgan and Parmey (MMP), Erosion Model and Microtopogenic Feature : A Case Study in River Oyo Sub Catchment kemampuan lahan dibandingkan dengan TBE pada unit lahan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan. 3. Menentukan unit lahan yang diprioritaskan untuk upaya konservasi tanah dan alternatif praktek konservasi tanah (P). 1. Mengetahui tingkat bahaya erosi permukaan dan sebarannya serta menentukan prioritas area konservasi lahan. 1. Menilai bahaya erosi menggunakan model erosi RMMF dengan fitur microtopografi. 2. Menentukan tipe pengunaan lahan dan konservasi tanah yang memberikan kehilangan tanah terkecil. 3. Menyelidiki hubungan antara laju kehilangan tanah dan fitur microtopografi purposive sampling. Kelas kemampuan lahan ditentukan dengan metode matching. Model pendugaan laju erosi menggunakan model USLE dengan satuan lahan sebagai unit analisis. Pendekatan satuan lahan sebagai unit analisi dengan cara overlay peta bentuklahan dengan jenis penggunaan lahan. Model prediksi erosi yang digunakan adalah persamaan USLE. Metode RMMF digunakan untuk pemodelan erosi tanah dan fitur mikrotopografi di identifikasi langsung di lapangan 3. Prioritas konservasi tanah di daerah penelitian. 4. Alternatif bentuk konservasi tanah di daerah penelitian. 1. Satuan bentuklahan dan satuan lahan. 2. Besar erosi permukaan DAS Oyo dan tingkat bahaya erosi serta prioritas konservasi lahan. 1. Besarnya laju kehilangan tanah pada berbagai pengunaan lahan dan tipe konservasi tanah 2. Hubungan antara model RMMF dan fitur mikrotopografi 9
Lanjutan Tabel 1.1. 6 Suprapto Dibyosaputro (2009), Efek Pemanfaatan Lahan Miring Terhadap Tingkat Bahaya Erosi di DAS Secang Kabupaten Kulonprogo DIY. 7 Suprapto Dibyosaputro (2012), Pola Persebaran Keruangan Proses Erosi Permukaan Sebagai Respon Lahan Terhadap Hujan di DAS Secang Kabupaten Kulonprogo DIY. 8 I Gusti Ayu Surya Utami Dewi, et al. (2012), Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. 1. Mengkaji tingkat bahaya erosi akibat pemanfaatan lahan miring. 2. Rekomendasi pengelolaan lahan di DAS Secang. 1. Mempelajari lahan yang berpengaruh terhadap JLP dan JEP, serta WLP dan WEP. 2. Mempelajari pola persebaran keruangan JLP dan JEP sebagai respon lahan terhadap hujan. 1. Menghitung laju erosi yang terdapat di DAS Saba. 2. Menentukan tingkat erosi dan tingkat bahaya erosi di DAS Saba. Penentuan besarnya erosi menggunakan persamaan USLE. Sementara penentuan tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah (Dephut, 1986). Data yang dibutuhkan dalam penelitian sebagian besar diperoleh melalui pengukuran langsung dilapangan meliputi data kelembapan tanah, hujan, JLK, JEP dan proses limpasan permukaan. Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap JLP, JEP, WLP dan WEP ditentukan menggunakan uji statistik regresi linier ganda dengan derajat kepercayaan 95%. Perhitungan erosi dilakukan dengan metode USLE. Tingkat erosi ditentukan berdasrakan klasifikasi Finney-Morgan (1984), sedangkan tingkat bahaya erosi diklasifikasikan berdasarkan Hammer (1994). 1. Tingkat bahaya erosi DAS Secang dan rekomendasi pengelolaan lahan. 1. Gambaran umum kondisi wilayah DAS Secang (iklim, geomorfologi, geologi, tanah, penggunaan lahan dan lahan), 2. Fenomena erosi yang terjadi di DAS Secang. 3. Pola persebaran keruangan JLP dan JEP di DAS Secang. 1. Tingkat erosi dan tingkat bahaya erosi di DAS Saba. 10
Lanjutan Tabel 1.1. 9 Taufik Aulia (2012) Kajian Erosi Permukaan untuk Arahan Pemanfaatan Lahan di DAS Batang Angkola Provinsi Sumatera Utara. 10 Cahyo Nur Rahmat Nugroho (2013). Kajian Erosi Di Daerah Aliran Sungai Petir Menggunakan Metode Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) 1. Menganalisis tingkat erosi di DAS Batang Angkola dan tingkat erosi yang diperbolehkan. 2. Menganalisis faktor erosi yang paling berpengaruh terhadap besar erosi di DAS Batang Angkola. 3. Merumuskan pola perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap erosi di DAS Batang Angkola. 1. Menghitung besar tanah yang hilang akibat erosi serta distribusinya di DAS Petir DIY. 2. Menghitung tingkat bahaya erosi serta distribusinya di DAS Petir DIY. Pendugaan laju erosi menggunakan metode USLE dengan satuan lahan sebagai unit analisis.metode sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Sementara analisis perubahan lahan menggunakan SIG berdasarkan hasil interpretasi visual landsat TM tahun 2000, 2008, peta-peta tematik serta cek lapangan. Pendugaan besar tanah yang hilang akibat erosi menggunakan model empiris yaitu model RUSLE. Penentuan tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan pendekatan tebal solum tanah (Dephut, 1986). Teknik pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling dengan unit lahan sebagai analisis. 1. Informasi tentang erosi di DAS Batang Angkola, tingkat bahaya erosi dan faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi. 2. Hubungan antara perubahan lahan terhadap erosi di DAS Batang Angkola. 1. Informasi besar tanah yang hilang akibat erosi dan tingkat bahaya erosi beserta distribusinya di DAS Petir DIY. 2. Erosi diperbolehkan tiap satuan lahan di DAS Petir DIY. 11