BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi dalam bentuklahan. Terdapat dua macam proses geomorfologi yang bekerja di permukaan bumi, yaitu proses endogen dan proses eksogen. Kedua proses tersebut berperan penting dalam pembentukan bentuklahan. Proses geomorofologi meninggalkan karakteristik yang khas dalam setiap kenampakan bentuklahan. Dewasa ini, proses eksogen bekerja lebih dominan dibandingkan dengan proses endogen. Proses geomorfologi yang dipengaruhi oleh tenaga eksogen salah satunya adalah gerak massa atau mass wasting. Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam Hardiyatmo (2006), gerak massa dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe, yaitu jatuhan, robohan, longsoran, sebaran dan aliran. Longsoran merupakan segala macam bentuk pergerakan lereng yang terjadi secara alami akibat penurunan permukaan tanah (Cornforth, 2005). Longsor lahan merupakan salah satu bencana geomorfologi akibat adanya ketidakstabilan geomorfologi yang terjadi dalam ruang dan waktu tertentu (Panizza, 1996). Fenomena longsor lahan merupakan salah satu proses alam untuk mencapai keseimbangan atau stabilitas lereng. Proses tersebut terus berlanjut, baik pada masa lampau, masa kini hingga masa depan, walaupun tidak selalu dalam intensitas yang sama (Thornbury, 1958). Sub DAS Kodil merupakan salah satu sub DAS yang masih termasuk dalam sistem DAS Bogowonto. Sub DAS Kodil terletak di Jawa Tengah dengan melintasi 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo. Ditinjau dari segi genesis, sub DAS Kodil lebih banyak didominasi oleh bentuklahan asal proses denudasional. Proses denudasional 1

2 ditandai oleh adanya pengikisan permukaan bumi menjadi bentukan yang lebih rendah hingga mencapai level dasar, yaitu ketinggian yang sama dengan permukaan di sekitarnya (Tim Asisten Geomorfologi, 2008). Proses denudasional berkaitan erat dengan proses pelapukan (weathering), erosi dan gerak massa (mass wasting). Proses pelapukan yang intensif mengakibatkan material penyusun lereng semakin rapuh, sehingga mudah tererosi dan mengalami longsor. Kajian terhadap potensi longsor di sub DAS Kodil dirasa penting, karena dapat digunakan untuk memperlajari karakteristik lereng, arahan pengelolaan lahan, pembuatan peta zonasi potensi longsor dan manajemen bencana, terutama yang berkaitan dengan longsor lahan. Adapun kajian terhadap potensi longsor dapat dilakukan dengan meninjau faktor pengontrol longsor, yaitu ketebalan material tanah dan kemiringan lereng. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kondisi lapisan tanah dan kondisi lereng berpengaruh terhadap kejadian longsor yang terjadi di daerah Purworejo. Kondisi tanah pada lereng-lereng di daerah Purworejo umumnya merupakan tanah residual dan material koluvium hasil rombakan lereng. Kondisi tanah tersebut memiliki permeabilitas yang relatif tinggi dengan batuan dasar berupa breksi dan andesit (Hardiyatmo, 2006). Semakin tebal lapisan tanah menyebabkan air hujan yang jatuh semakin banyak yang terserap ke dalam tanah. Hal ini mengakibatkan beban massa tanah bertambah, sehingga partikel tanah akan mudah bergerak, terutama pada daerah dengan kemiringan lereng yang besar. Batuan dasar berupa batuan beku gunungapi merupakan batuan kedap air, sehingga dapat menjadi bidang gelincir apabila tanah dalam kondisi jenuh air. Potensi longsor, selain ditinjau dari faktor inheren penyebab longsor, juga ditentukan oleh jumlah dan distribusi kejadian longsor sebelumnya. Daerah yang telah mengalami longsor pada umumnya telah mencapai kondisi yang lebih stabil. Kemungkinan terjadi longsor pada lereng-lereng yang telah mengalami 2

3 longsor sebelumnya akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada lerenglereng yang belum mengalamu longsoran Rumusan Masalah Karakteristik tanah di sub DAS Kodil pada umumnya merupakan tanahtanah yang terbentuk dari material hasil proses perombakan lereng atau material koluvium. Hal ini disebabkan karena sub DAS Kodil didominasi oleh bentuklahan asal proses denudasional, dimana longsor lahan terjadi secara intensif. Tanah-tanah hasil rombakan lereng pada umumnya memiliki nilai permeabilitas yang tinggi. Ini disebabkan karena material koluvium tersusun atas partikel-partikel yang tidak padat. Apabila hujan turun, air yang jatuh ke permukaan dengan mudah terserap oleh lapisan tanah, sehingga beban massa tanah akan bertambah berat dalam kondisi jenuh. Semakin tebal lapisan material tanah, maka kapasitas infiltrasi akan semakin besar. Akibatnya tanah akan semakin berat. Proses denudasi yang bekerja pada batuan yang awalnya terbentuk oleh kontrol struktur dan proses vulkanik, menyebabkan terbentuknya topografi dengan kemiringan lereng yang curam. Lereng-lereng dengan tingkat kemiringan yang besar mengakibatkan gaya gesek semakin kecil, sehingga partikel tanah mudah mengalami pergesaran. Adapun permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana distribusi ketebalan material tanah di setiap kelas kemiringan lereng pada satuan bentuklahan yang berbeda di daerah penelitian? 2. Bagaimana pengaruh ketebalan material tanah dan kemiringan lereng terhadap potensi terjadinya longsor pada satuan bentuklahan yang berbeda di daerah penelitian? 3

4 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis distribusi ketebalan material tanah di setiap kelas kemiringan lereng pada satuan bentuklahan yang berbeda di daerah penelitian. 2. Menemukenali pengaruh ketebalan material tanah dan kemiringan lereng terhadap potensi terjadinya longsor pada satuan bentuklahan yang berbeda di daerah penelitian Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai hubungan ketebalan material tanah dengan kemiringan lereng. 2. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk arahan pengelolaan lahan, terkait dengan potensi longsor di Sub DAS Kodil Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi bentuklahan, terutama berkaitan dengan proses-proses yang membentuk dan memodifikasi bentuklahan tersebut (Panizza, 1996). Dalam konsep ini jelas bahwa bentuklahan merupakan obyek kajian utama dalam geomorfologi. Bentuklahan merupakan konfigurasi permukaan bumi yang memiliki relief khas, terkontrol oleh struktur dan terbentuk oleh adanya proses geomorfologi yang bekerja pada batuan induk dalam ruang dan waktu tertentu (Tim Asisten Geomorfologi, 2008). Proses geomorfologi merupakan seluruh proses fisika dan kimia yang mengakibatkan perubahan bentuk permukaan bumi. Proses geomorfologi terjadi apabila terdapat tenaga geomorfologi yang mampu mengikis dan mengangkut 4

5 material di atas permukaan bumi (Thornbury, 1958). Tenaga geomorfologi secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu tenaga endogen dan tenaga eksogen. Salah satu hasil proses dari aktivitas tenaga eksogen adalah gerakan massa atau mass wasting (Tim Pengajar Geomorfologi, 2009). Gerakan massa menurut Hardiyatmo (2006) merupakan gerakan material penyusun lereng ke arah bawah, meliputi tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dari material lain. Adapun tipe gerakan massa dapat dibedakan menjadi 5, yaitu jatuhan (falls), robohan (topples), longsoran (slides), sebaran (spreads) dan aliran (flows) (Cruden dan Varnes 1992 dalam Hardiyatmo, 2006). Adapun tipe longsoran dapat dibedakan menjadi longsoran rotasional (slump) dan longsoran translasional (slide). Longsoran merupakan segala macam bentuk pergerakan lereng yang terjadi secara alami akibat penurunan permukaan tanah (Cornforth, 2005). Menurut Cooke dan Doornkamp (1974) dalam Siddik (2010) gerakan massa tanah berupa longsoran terjadi akibat adanya pengaruh gaya dorong yang lebih besar daripada gaya penahannya. Sedangkan Panizza (1996) berpendapat bahwa longsor lahan merupakan salah satu bencana geomorfologi akibat adanya ketidakstabilan geomorfologi yang terjadi dalam ruang dan waktu tertentu. Gerakan massa tanah merupakan suatu proses gangguan keseimbangan lereng yang mengakibatkan massa tanah mengalami pergerakan menuruni lereng, baik secara lambat maupun cepat, menuju ke tempat yang lebih rendah (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 1981 dalam Dibyosaputro, 1997, dalam Siddik, 2010). Schaetzl dan Anderson (2005) menyatakan bahwa gerakan massa tanah menuju daerah yang lebih rendah merupakan suatu proses dalam mencapai keseimbangan atau stabilitas lereng. Peck (1967) dalam Hardiyatmo (2006) menyatakan bahwa prediksi stabilitas lereng dapat dilakukan dengan baik dengan mempelajari zona longsoran lama. Dengan memperlajari bidang longsor lama yang terjadi pada lereng alam, karakteristik dan kelakukan lereng alam tersebut akan lebih mudah 5

6 dipahami. Bidang longsor lama merupakan hasil dari longsoran terdahulu. Kuat geser di sepanjang bidang longsor dapat menjadi sangat rendah, karena gerakan yang dahulu pernah terjadi telah menyebabkan tahanan geser puncak terlampaui dan perlahan-lahan berkurang (Hardiyatmo, 2006). Arsyad (2010) menyatakan bahwa terjadinya longsor dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : 1. Lereng yang cukup curam, sehingga volume tanah dapat meluncur ke bawah, 2. Terdapat lapisan kedap air di bawah permukaan tanah yang merupakan bidang luncur atau bidang gelincir dan 3. Terdapat cukup air di dalam tanah, sehinggga lapisan tanah di atas lapisan kedap air menjadi jenuh. Salah satu kunci utama dalam mempelajari longsor menurut Pine (2009) adalah daerah yang memiliki potensi longsor dikorelasikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap longsor, yaitu kondisi lereng, unit geologi yang lemah dalam keadaan jenuh, kondisi drainase yang buruk dan karakteristik tanah. Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan bumi, mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat dari pengaruh iklim dan jasad hidup yang bekerja pada batuan induk dalam keadaan relief dan jangka waktu tertentu (Darmawijaya, 1990). Sebagai hasil proses pelapukan batuan induk, tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan organik yang terbentuk di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang berlangsung dalam kurun waktu sangat lama. Menurut Hardiyatmo (2006), tanah merupakan campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Tanah berasal dari proses pelapukan batuan induk, baik secara fisik maupun kimia. Adapun sifat-sifat tanah dipengaruhi oleh sifat batuan induk dan unsur-unsur di luar batuan induk sebagai penyebab terjadinya proses pelapukan. Proses pembentukan tanah menurut Jenny (1941) dalam Sartohadi, dkk. (2012) dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu faktor iklim, organisme, bahan induk 6

7 tanah, kondisi topografi dan waktu. Akan tetapi Dudal (2004) dalam Sartohadi, dkk. (2012) menambahkan faktor keenam dalam proses pembentukan tanah, yaitu manusia. Menurut Sartohadi, dkk. (2012), pembentukan tanah melibatkan empat kelompok proses, yaitu penambahan, pengurangan, translokasi atau perpindahan dan tranformasi atau perubahan. Keempat proses tersebut berlangsung di dalam profil tanah. Berlangsungnya keempat proses tersebut dalam profil tanah mengakibatkan perubahan ketebalan material tanah. Profil tanah merupakan urutan horizon yang tampak dalam anatomi tubuh tanah (Darmawijaya, 1990). Akan tetapi tidak semua profil tanah tersusun atas horizon tanah. Berbagai proses yang terjadi, seperti erosi atau longsor mengakibatkan terbentuknya lapisan tanah. Dalam lapisan tanah dikenal istilah solum tanah, lapisan topsoil, lapisan surface soil, lapisan subsurface soil, lapisan subsoil dan lapisan substratum (Darmawijaya, 1990). Solum tanah merupakan tanah yang berkembang secara genetis yang terdapat pada lapisan tanah mineral dari atas sampai sedikit di bawah batas atas horizon C. lapisan topsoil merupakan lapisan tanah paling atas meliputi horizon Ap, horizon A1 dan horizon A seluruhnya. Lapisan surface soil merupakan lapisan tanah permukaan yang biasanya terpindahkan waktu penggarapan tanah (tererosi). Lapisan subsurface soil merupakan bagian horizon A yang terdapat di bawah lapisan surface soil. Lapisan subsoil merupakan lapisan tanah yang terdapat di bawah tanah permukaan yang masih termasuk dalam zona perakaran. Lapisan substratum merupakan lapisan yang terdapat di bawah solum, baik horizon C maupun horizon R (Darmawijaya, 1990). Ketebalan material tanah ditunjukkan oleh ketebalan solum tanah dan ketebalan lapisan substratum. Kuriakose, dkk. (2009) menyatakan bahwa kedalaman tanah atau ketebalan material tanah ditunjukkan dari permukaan tanah hingga mencapai material yang padu (batuan). Kedalaman tanah mempengaruhi pertumbuhan vegetasi dan respon proses hidro-mekanik pada lereng. Kedalaman tanah juga 7

8 merupakan faktor penentu utama dalam setiap proses di permukaan bumi, misalnya longsor lahan dan erosi. Foth (1991) dalam Ikhwanudin (2008) menyatakan bahwa topografi mempengaruhi perkembangan profil tanah, meliputi : 1. Mempengaruhi banyaknya presipitasi yang terserap dan tersimpan di dalam tubuh tanah sehingga mempengaruhi kejenuhan tanah terhadap air, 2. Mempengaruhi laju pengikisan tanah oleh erosi dan 3. Mengarahkan gerakan bahan dalam suspense atau larutan dari satu tempat ke tempat lain. Tanah yang berada pada lereng yang curam memiliki kondisi solum tanah yang lebih tipis dibandingkan tanah yang berada pada topografi yang datar atau bergelombang. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kondisi lapisan tanah dan kondisi lereng berpengaruh terhadap kejadian longsor yang terjadi di daerah Purworejo. Kondisi tanah pada lereng-lereng di daerah Purworejo umumnya merupakan tanah residual dan material koluvium hasil rombakan lereng. Kondisi tanah tersebut memiliki permeabilitas yang relatif tinggi dengan batuan dasar berupa breksi dan andesit (Hardiyatmo, 2006). Ikhwanudin (2008) melakukan penelitian tentang hubungan distribusi spasial antara ketebalan material tanah dan kerapatan titik longsor di Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Ikhwanudin menyatakan bahwa terjadinya longsor sangat dipengaruhi oleh ketebalan material tanahnya. Semakin tebal material tanah, maka kemampuan untuk menyimpan air akan semakin besar, sehingga beban massa tanah menjadi lebih berat. Beban massa tanah yang semakin besar menyebabkan partikel-partikel tanah menjadi mudah bergeser, sehingga terjadi longsor. Hal ini kemudian dikorelasikan dengan kerapatan titik longsor yang berada dalam 1 unit analisis yang sama. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analitik dengan metode area sampling. Adapun unit analisis yang digunakan 8

9 adalah satuan bentuklahan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketebalan material tanah tidak memiliki hubungan signifikan dengan kerapatan titik longsor. Disamping ketebalan material tanah, terdapat faktor lain yang mempengaruhi longsor, yaitu kemiringan lereng Kerangka Pemikiran Bentuklahan merupakan obyek kajian utama dalam studi geomorfologi. Dalam mengkaji bentuklahan, perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu aspek morfologi, aspek litologi, material penyusun dan proses geomorfologi yang bekerja dan membentuk bentuklahan tersebut. Adanya proses geomorfologi yang bekerja pada batuan penyusun akan menghasilkan kenampakan dengan karakteristik morfologi yang khas pada setiap bentuklahan. Proses geomorfologi merupakan semua proses yang bekerja di permukaan bumi, baik melalui tenaga endogen maupun eksogen. Proses eksogen dikontrol oleh tenaga geomorofologi yang memiliki kemampuan mengikis, mengangkut dan memindahkan material di atas permukaan bumi. Salah satu hasil proses eksogen adalah gerakan massa berupa longsor lahan. Longsor lahan merupakan gerakan material penyusun lereng berupa tanah, batuan dan material lain menuruni lereng yang disebabkan oleh adanya ketidakstabilan dalam lereng tersebut. Dalam hal ini, longsor lahan merupakan salah satu proses alami untuk mencapai keseimbangan dan kestabilan lereng. Kejadian longsor akan semakin sering terjadi pada bentuklahan yang telah mengalami perkembangan geomorfologi lebih lanjut. Batuan penyusun bentuklahan yang berbeda akan memiliki resistensi yang berbeda dalam merespon proses geomorfologi yang terjadi. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan intensitas kejadian longsor dalam setiap satuan bentuklahan. Morfologi yang berbeda dalam setiap satuan bentuklahan mengakibatkan adanya perbedaan karakteristik kemiringan lereng dan ketebalan 9

10 material tanah yang terbentuk, sehingga potensi longsor juga akan berbeda dalam setiap satuan bentuklahan. Potensi longsor merupakan kemungkinan suatu daerah dapat mengalami kejadian longsor. Analisis potensi longsor dapat dilakukan dengan meninjau faktor inheren penyebab longsor, yaitu ketebalan material tanah dan kemiringan lereng. Ketebalan material tanah merupakan lapisan tanah yang diukur dari permukaan tanah hingga mencapai material padu berupa batuan induk. Material tanah terbentuk dari proses pedogenesis yang menghasilkan solum tanah dan proses geogenesis yang dipengaruhi oleh erosi, longsor lahan dan sedimentasi. Lapisan tanah yang tebal memiliki beban massa tanah yang lebih besar, sehingga potensi longsor akan semakin besar. Kemiringan lereng yang besar memungkinkan pergerakan tanah menjadi lebih mudah, terutama apabila tanah dalam kondisi jenuh. Semakin tebal lapisan tanah, kemampuannya untuk menyimpan air akan semakin besar. Hal ini mengakibatkan lapisan tanah menjadi lebih berat dan mudah bergeser di atas lapisan batuan induk yang kedap air. Potensi longsor, selain ditinjau dari faktor inheren penyebab longsor, juga ditentukan oleh jumlah dan distribusi kejadian longsor sebelumnya. Potensi longsor semakin besar pada daerah dengan lapisan material tanah yang tebal dan kemiringan lereng yang tinggi dengan jumlah kejadian longsor yang besar. Hal ini disebabkan karena kondisi lereng yang belum stabil. Banyak-sedikitnya jumlah kejadian longsor dalam suatu wilayah menunjukkan besar-kecilnya potensi kejadian longsor di daerah tersebut. 10

11 Bentuklahan Morfologi Morfogenesa Morfokronologi Morfoaransemen Morfostruktur Aktif Morfostruktur Pasif Morfodinamik Morfografi Morfometri Proses Eksogen Pelapukan Erosi dan Sedimentasi Gerak Massa (mass wasting) Kesan Topografi Bahan Induk Tanah Pedogenesis Geogenesis Kemiringan Lereng Ketebalan Material Tanah Stabilitas Lereng Jumlah dan Distribusi Longsor Analisis Potensi Longsor Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 11

12 1.7. Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini diacu berdasarkan definisi-defisini dalam Hardiyatmo (2006), adalah sebagai berikut : Kemiringan lereng merupakan perbandingan beda tinggi antara dua titik dengan jarak horisontal kedua titik tersebut. Kerapatan longsor merupakan jumlah titik atau kejadian longsor dalam suatu wilayah dibandingkan dengan luas wilayah tersebut. Ketebalan material tanah adalah ketebalan lapisan tanah yang diukur dari permukaan tanah hingga mencapai batuan induk atau lapisan yang dapat menjadi bidang gelincir longsor. Longsor adalah gerakan material tanah penyusun lereng menuju lokasi yang lebih rendah akibat adanya faktor-faktor yang memicu terjadinya pergerakan. Material tanah merupakan seluruh lapisan material lepas-lepas yang berada di atas batuan induk atau lapisan yang dapat menjadi bidang gelincir longsor. Perkembangan tanah merupakan proses pembentukan karakteristik yang khas pada tubuh tanah, baik dari proses pedogenesis maupun geogenesis. Potensi longsor adalah kemungkinan suatu daerah dapat mengalami kejadian longsor dengan dikorelasikan dengan faktor-faktor penyebab longsor. Tanah merupakan material lepas-lepas di permukaan bumi yang terbentuk dari hasil proses pelapukan (weathering) batuan induk. 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari sudut pandang geomorfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi bentuklahan, terutama berkaitan dengan proses-proses yang membentuk dan memodifikasi bentuklahan tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO

ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO 63 ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO Deasy Arisanty santygeo@yahoo.com ProdiPendidikan Geografi FKIP UNLAM,Banjarmasin, Kalimantan Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat berakibat pada tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan terhadap lahan. Kecenderungan manusia untuk memanfaatkan lahan

Lebih terperinci

ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO

ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO 63 ANALISIS GERAKAN MASSA UNTUK EVALUASI KERUSAKAN SALURAN INDUK KALIBAWANG KABUPATEN KULONPROGO Deasy Arisanty santygeo@yahoo.com ProdiPendidikan Geografi FKIP UNLAM,Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Pengertian Geografi Bintarto (1968: 11) mendefinisikan geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV STUDI LONGSORAN

BAB IV STUDI LONGSORAN BAB IV STUDI LONGSORAN A. Teori Dasar Fell drr. (2008) mendefinisikan longsoran sebagai pergerakan massa batuan, debris, atau tanah ke bawah lereng. Pergerakan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan oleh alam. Alam sangat berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa bencana alam dari tahun ke tahun menunjukkan adanya tren peningkatan intesitas kejadian yang cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi di dunia maupun Indonesia.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL Oleh: Wahyu Widiyatmoko 1, Suhadi Purwantara 2 1 Mahasiswa S2 Geo-Information for Spatial Planning

Lebih terperinci

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5 PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah Perbandingan relatif antar partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Sari... iii Kata Pengantar... iv Halaman Persembahan... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Foto... xiii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Longsor Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI... ix ABSTRACT...x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada wilayah-wilayah potensial gerakan massa (mass movement) di Indonesia. Elemen pemicu longsor yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI 4. 1 Pengambilan dan Pengolahan Data Pengukuran laju infiltrasi di daerah penelitian menggunakan alat berupa infiltrometer single ring. Hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsor atau landslide merupakan suatu proses pergerakan massa tanah, batuan, atau keduanya menuruni lereng di bawah pengaruh gaya gravitasi dan juga bentuklahan yang

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan (landslide) beberapa daerah di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor batuan/struktur geologi, bentuklahan, penggunaan lahan, kemiringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk permukaan bumi merupakan pencerminan interaksi proses alam dan proses antropogenik atau aktivitas manusia. Proses alam meliputi pelapukan, erosi, gerak massa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukaan bumi selalu mengalami perubahan sebagai akibat terus menerus berlangsungnya proses-proses baik yang bekerja dari dalam bumi (proses endogen) dan proses yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN

KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman mengenai Pembentukan Tanah Entisol Yang disusun oleh: Agung Abdurahmansyah Anggita

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh iklim sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan tanah, khususnya dalam masalah perubahan kandungan air, perubahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc 1 NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI Oleh Dr. Deasy Arisanty, M.Sc Abstrak Geomorfologi merupakan salah satu disiplin ilmu dalam geografi dan menjadi matakuliah wajib untuk mahasiswa geografi. Geomorfologi

Lebih terperinci

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah I. PENDAHULUAN Sejarah Perkembangan Geomorfologi Sebagai Suatu ilmu Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani kuno (geo = bumi, morfo = bentuk, logos = i l- mu). ang berarti ilmu yang mempelajari bentuk

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor Longsor adalah gerakan tanah atau batuan ke bawah lereng karena pengaruh gravitasi tanpa bantuan langsung dari media lain seperti air, angin atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa yang terjadi di

Lebih terperinci

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR M1O-03 INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR Rizky Teddy Audinno 1*, Muhammad Ilham Nur Setiawan 1, Adi Gunawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tema kebencanaan menjadi salah satu tema yang tidak pernah habis untuk dikaji. Kehidupan manusia dimuka bumi akan selalu berdampingan dengan bencana yang setiap saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bentuk permukaan bumi selalu mengalami perubahan, perubahan tersebut dapat terjadi secara alami akibat adanya air, angin, dan panas. Perubahan akibat ulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan yang membentuk konfigurasi permukaan bumi. Menurut Zuidam and Cancelado (1979) geomorfologi merupakan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN POTENSI RAWAN LONGSOR DAERAH BANYUASIN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI

GEOLOGI DAN POTENSI RAWAN LONGSOR DAERAH BANYUASIN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI GEOLOGI DAN POTENSI RAWAN LONGSOR DAERAH BANYUASIN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun oleh : DESTY SUKMA LARASATI 111.060.051 PRODI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

Identifikasi Daerah Rawan Longsor Identifikasi Daerah Rawan Longsor Oleh : Idung Risdiyanto Longsor dan erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air,

Lebih terperinci

Bab IV STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG Bab IV STABILITAS LERENG PENDAHULUAN Permukaan tanah tidak horisontal gravitasi enderung menggerakkan tanah kebawah >>> perlawanan geseran tidak mampu menahan longsor. Analisis stabilitas pada permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari cincin api yang melingkari

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI BAB V ANALISIS DAN DISKUSI Pada bab ini akan dibahas beberapa aspek mengenai Sesar Lembang yang meliputi tingkat keaktifan, mekanisme pergerakan dan segmentasi. Semua aspek tadi akan dibahas dengan menggabungkan

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PENELITIAN

BAB II RUANG LINGKUP PENELITIAN DAFTAR ISI iv Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI... x ABSTRACT... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula dikarenakan pengaruh gravitasi, arus

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan Vink (1983) dalam Samadikun (2009) menyatakan studi bentanglahan merupakan sebuah studi yang mengaitkan hubungan erat antara ruang dan waktu diantara fenomena

Lebih terperinci

Ali Achmad 1, Suwarno 2, Esti Sarjanti 2.

Ali Achmad 1, Suwarno 2, Esti Sarjanti 2. ISSN 2250-1321 (online), ISSN 2085-2436 (print) Geo Edukasi Vol. 5, No.1, March 2016 (31-36) website: http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/geoedukasi/index 2016 Geography Education UMP and The Indonesian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lereng dan Kategorinya Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das 1985). Lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Daya Pulih Daya pulih adalah pemulihan yang dapat diprediksi terdiri dari bagian yang dapat didefinisikan terjadi secara berurutan, pilihan dan keputusan ditentukan oleh nilai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB

Lebih terperinci