1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Ridwan Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung oleh tingginya intensitas dan jumlah curah hujan (Abdurachman dan Sutono, 2002, dalam Sulistyo, 2011). Proses terbentuknya lahan kritis yang disebabkan oleh erosi ini berpengaruh besar terhadap kemampuan lahan. Suatu DAS dikatakan dalam kondisi kritis apabila terdapat lahan-lahan terbuka yang kemudian memicu terjadinya erosi dan menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi DAS (Sulistyo, 2011). Erosi yang terjadi di dalam DAS pada dasarnya dipengaruhi oleh empat faktor: iklim, sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup lahan (Blanco dan Lal, 2008). Tutupan vegetasi bertugas untuk membuka pori-pori tanah, sehingga permeabilitas tanah meningkat dan limpasan permukaan menurun, karena air hujan yang mengenai permukaan tanah sebagian besar akan masuk ke dalam poripori tanah. Akar tanaman saling terjalin (interweave) dengan tanah sehingga membentuk massa yang lebih solid dan lebih tahan terhadap erosi (Styczen dan Morgan, 1995). Oleh karena inilah tutupan vegetasi sangat berpengaruh besar terhadap kemampuan DAS untuk meminimalisir erosi.. Berhasil tidaknya pengelolaan suatu daerah aliran sungai sangat dipengaruhi oleh besarnya laju erosi. Laju erosi yang terlalu tinggi akan berdampak pada menurunnya kualitas tanah, yang kemudian mempengaruhi proses dan hasil panen tanaman. Tidak hanya itu, tidak adanya kebijakan untuk mengurangi proses erosi yang berlangsung secara kontinyu dapat menyebabkan penipisan lapisan tanah dan dapat mengganggu fungsi dari pemanfaatan lahan yang ada di sekitarnya. Aktivitas manusia juga menjadi penyebab meningkatnya laju erosi. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan permukiman. Hal tersebut menyebabkan pengalihfungsian 1
2 tutupan vegetasi/ tutupan hutan menjadi lahan permukiman atau lahan pertanian. Apabila tidak dilakukan konservasi yang sesuai di area tersebut, dapat diprediksi proses erosi akan mengalami peningkatan laju. Oleh karena inilah diperlukan adanya tindakan pengelolaan untuk meminimalisir terjadinya erosi dalam daerah aliran sungai, untuk menghindari terganggunya fungsi DAS dan berbagai kerugian lainnya. Penelitian ini dilakukan di Sub-DAS Gesing yang ada di DAS Bogowonto. Sub-DAS ini merupakan salah satu Sub-DAS yang memiliki permasalahan berupa kekritisan lahan. Berdasarkan data yang ada pada Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Bogowonto tahun 2011 yang dikeluarkan oleh BPDAS, sebagian besar wilayah Sub-DAS Gesing memiliki tingkat kekritisan lahan yang masuk dalam kategori potensial kritis dan agak kritis, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.1. Kawasan dengan kategori potensial kritis ada pada kawasan budidaya, sedangkan kawasan yang sebagian besar agak kritis justru malah ada pada kawasan lindung. Apabila tidak ditanggulangi, tingkat kekritisan lahan semakin lama akan naik satu tingkat kategori: dari potensial kritis menjadi agak kritis, dan agak kritis menjadi kritis. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi penginderaan jauh juga semakin berkembang. Penginderaan jauh mampu menyediakan data-data spasial yang bersifat dinamis sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan monitoring, dan selain itu datanya tidak pernah usang. Pengukuran laju erosi dengan memanfaatkan data-data geografis dapat dilakukan dengan mengintegrasikan SIG (sistem informasi geografis), yang dapat digunakan untuk berbagai pemodelan, dengan penginderaan jauh, yang berperan sebagai sumber data spasial. Keberadaan LANDSAT 8 OLI sebagai generasi baru dari citra satelit resolusi menengah yang open source membuka berbagai kemungkinan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Landsat merupakan citra satelit yang memiliki resolusi spasial yang tergolong menengah, sehingga untuk berbagai kajian ekologikal, Landsat memiliki kemampuan yang relatif bagus dan paling sering digunakan. Hal ini berkaitan dengan sifat citra Landsat yang open source, 2
3 sehingga siapapun dapat mengunduh tanpa perantara. Selain itu, Landsat memiliki maintenance (koreksi, pemrosesan, dan pengelolaan data) yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan citra-citra satelit lain. Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang open source sehingga pengembangan pengetahuan mengenai citra Landsat sendiri berkembang dengan sangat pesat. Untuk aplikasinya, selama ini pengukuran laju erosi sudah sering dilakukan dengan citra Landsat 8, akan tetapi karena ketersediannya yang tergolong masih baru, penggunaan citra Landsat untuk evaluasi vegetasi dan kaitannya dengan erosi masih belum banyak dilakukan. Tabel 1.1. Tingkat Kekritisan Lahan setiap Sub-DAS di DAS Bogowonto Lanjutan Tabel 1.1. Sumber: Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Bogowonto tahun 2011 Salah satu metode pengukuran laju erosi yang memanfaatkan keduanya adalah metode RUSLE (Universal Soil Loss Equation). Metode RUSLE 3
4 sesungguhnya merupakan metode yang mempertimbangkan keempat faktor yang mempengaruhi laju erosi (iklim, topografi, karakteristik tanah, dan tutupan vegetasi). Metode RUSLE ini merupakan metode pengukuran laju erosi yang cukup mudah dikelola, sehingga diaplikasikan secara luas di seluruh dunia. Meskipun begitu, validitasnya di Indonesia sudah diuji karena sudah digunakan oleh Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor sejak tahun Dibandingkan metode-metode lainnya WEPP, ANSWERS, dan AGNPS RUSLE memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dan hal ini sudah dibuktikan oleh Morgan dan Meering (2000, dalam Sulistyo (2011)). Erosi yang terjadi di suatu tempat pada dasarnya dipengaruhi oleh lima faktor, salah satunya adalah tutupan vegetasi. Berdasarkan hal itu, laju erosi yang diperoleh dari pemodelan dapat dikaitkan dengan tutupan vegetasi area kajian untuk melihat apakah kerapatan vegetasi menjadi faktor yang memberikan pengaruh dominan terhadap laju erosi pada area-area tertentu. Kerapatan vegetasi diperoleh berdasarkan indeks FVC (Fractional Vegetation Cover), yang merupakan salah satu turunan dari indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang bertujuan untuk menunjukkan persentase tutupan vegetasi yang ada di dalam satuan piksel citra penginderaan jauh, sehingga dari FVC, kondisi tutupan vegetasi di DAS Gesing dapat diketahui. 1.2 Rumusan Masalah Tutupan vegetasi merupakan faktor penting pengendali erosi, karena memberikan pengaruh terhadap presipitasi dan limpasan permukaan. Meskipun begitu, kuantitas tanaman dan luasan tanaman yang besar belum tentu memberikan pengaruh positif dalam meminimalisir laju erosi yang terjadi di dalam suatu DAS maupun Sub-DAS. Hal ini disebabkan oleh adanya faktorfaktor lain yang mempengaruhi, baik faktor internal, seperti kondisi morfologi dan morfometri DAS; maupun faktor eksternal, seperti aktivitas penduduk di dalam maupun di sekitarnya. Perkembangan teknologi dalam ilmu geografi, seperti penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, selama ini menjadi sumber data dan sarana 4
5 penting dalam melakukan analisis fenomena ekologis, salah satunya erosi. Berbagai jenis data dan berbagai jenis pemodelan telah banyak dikembangkan untuk pengukuran laju erosi. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dirumuskan masalah seperti berikut: a) Penginderaan jauh dan sistem informasi geografis merupakan teknologi yang memberikan kontribusi sangat besar terhadap pengukuran laju erosi, dan sudah sering dimanfaatkan dalam banyak penelitian. Meskipun begitu, pemanfaatan data penginderaan jauh, terutama citra Landsat 8, dan sistem informasi geografis masih jarang dilakukan untuk melihat hubungan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi. b) Pemodelan laju erosi selama ini kerap dibangun dengan menggunakan basis vektor maupun raster yang bertumpu pada satuan lahan (land unit), padahal satuan lahan merupakan gabungan dari beberapa faktor yang sudah tergeneralisasi. Oleh karena inilah diperlukan suatu kegiatan pemodelan berbasis piksel yang diaplikasikan untuk semua data faktor yang diperlukan dalam pemodelan laju erosi. c) Masing-masing daerah aliran sungai memiliki laju erosi yang berbeda-beda, bergantung pada karakteristik DAS yang mencakup kondisi topografis, kondisi hidrologis, kondisi vegetasi, dan kondisi tanah, serta pengaruh dari luar seperti aktivitas manusia. Laju erosi sangat berpengaruh terhadap kondisi ekologis suatu DAS, oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran laju erosi dalam daerah aliran sungai, termasuk di Sub-DAS Gesing, DAS menjaga stabilitas dan fungsi-fungsi ekologis DAS, terutama untuk menghambat proses terjadinya erosi. d) Vegetasi memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju erosi, yang diformulasikan di dalam rumus RUSLE dalam bentuk indeks faktor C. Dapat dipastikan bahwa kenaikan dalam indeks C berdampak pada kenaikan dalam nilai A (laju erosi) yang diperoleh. Akan tetapi apabila vegetasi disajikan dalam bentuk kerapatan vegetasi, hubungan yang ditimbulkan antara laju erosi dan kerapatan vegetasi menjadi hubungan yang berkebalikan, dimana kenaikan dalam kerapatan vegetasi berpengaruh pada 5
6 penurunan besarnya laju erosi. Meskipun begitu, perlu dilakukan pembuktian untuk melihat apakah hubungan antara keduanya selalu seperti itu. Penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan antara kerapatan vegetasi yang ada di DAS Gesing dengan laju erosi yang terjadi Tujuan Penelitian a) Mengetahui kemampuan citra Landsat 8 dan pemanfaatan sistem informasi geografis dalam mengukur parameter-parameter yang mempengaruhi laju erosi di DAS Gesing. b) Memodelkan laju erosi yang terjadi di DAS Gesing menggunakan data-data penginderaan jauh dan pemodelan sistem informasi geografis berbasis piksel. c) Mengetahui distribusi laju erosi yang terjadi di DAS Gesing. d) Mengetahui hubungan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi, untuk melihat apakah area dengan kerapatan vegetasi yang tinggi selalu memiliki laju erosi yang kecil dan sebaliknya Manfaat Penelitian Manfaat Praktis a) Sebagai data informasi/ referensi tambahan yang berisi laju erosi yang terjadi di Sub-DAS Gesing, DAS Bogowonto, Provinsi Jawa Tengah Manfaat Ilmiah a) Memberikan wawasan baru dalam ilmu geografi mengenai estimasi laju erosi menggunakan analisis raster, terutama dengan satuan pemetaan berupa piksel. b) Memberikan informasi mengenai keterkaitan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi yang terjadi di dalam suatu DAS. 6
7 1.5. Keaslian Penelitian Erosi merupakan salah satu fenomena alam yang telah banyak dikaji oleh peneliti. Penelitian tentang erosi dapat berupa penelitian yang murni berisi pengukuran laju erosi di suatu area tertentu, maupun pengukuran laju erosi dan kaitannya dengan obyek lain, seperti vegetasi, penggunaan lahan, sedimentasi, hingga pengaruhnya terhadap kondisi sosio-ekonomik penduduk di dalam suatu wilayah. Perbedaan yang ada pada penelitian-penelitian yang mengkaji tidak hanya terletak pada keberadaan obyek lain dan keterkaitannya dengan erosi itu sendiri, akan tetapi juga dalam pengukuran laju erosi, terdapat banyak metode yang dapat digunakan, misalnya untuk erosi air terdapat metode USLE, RUSLE, Geo-WEPP, ANSWERS, SLEMSA, ROSEM, dan metode-metode lain yang telah banyak dikembangkan demi menyesuaikan kondisi wilayah yang lebih spesifik. Tidak hanya itu, cara untuk pengukuran erosi juga ada yang menggunakan data penginderaan jauh, ada yang tidak. Penelitian ini banyak mengambil referensi dari berbagai penelitian yang sudah ada, meskipun begitu, penelitian ini tetap memiliki perbedaan-perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, terutama dengan penelitian yang menggunakan pemodelan berbasis raster. Kesamaan dan perbedaan yang ada di dalam penelitian ini dan penelitian lain disajikan dalam Tabel 1.2. Persamaan yang kebanyakan ditemukan antara penelitian ini dan penelitian lain pada dasarnya ada pada penggunaan RUSLE dalam mengukur laju erosi. Perbedaan pada umumnya terletak pada cara memperoleh masing-masing data parametrik; ada yang menggunakan penginderaan jauh dan SIG, ada yang tidak. Selain itu, untuk masing-masing parameter/ faktor erosi, perolehannya pun berbeda. 7
8 Tabel 1.2. Kesamaan dan Perbedaan Penelitan dengan Penelitian-Penelitian yang Terdahulu No. Penulis Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 1. A yunin, Quratul (2008) 2. As-syakur, Abdul Rahman (2008) 3. Fatmaraga, M. Adi (2013) Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dengan Metode USLE di Lereng Timur Gunung Sindoro Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Mult Temporal untuk Kajian Tingkat Bahaya Erosi - Menggunakan analisis berbasis vektor, dimana masing-masing faktor erosi ditentukan harkatharkatnya. - Menggunakan satuan pemetaan berupa hasil tumpangsusun antara jenis tanah, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng. - Estimasi erosi hingga tingkat bahaya erosi (keterkaitan antara laju erosi dengan ketebalan tanah). - Beberapa faktor ditentukan menggunakan batasan satuan pemetaan berupa unit lahan - Tidak semua faktor nilainya diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan dan pengolahan sendiri, beberapa faktor mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan di area kajian yang sama - Penelitian ini mengkaji tingkat bahaya erosi secara multitemporal dengan menggunakan citra tahun 1997, 2006, dan Penentuan indeks faktor R hanya dilakukan dengan interpolasi stasiun-stasiun hujan yang terletak di dalam DAS - Citra dipotong menyesuaikan dengan area kajian sebelum dilakukan proses-proses lain - Penentuan kerapatan vegetasi dilakukan dengan mengklasifikasi nilai-nilai indeks NDVI ke dalam 5 kelas. - Menggunakan pemodelan berbasis vektor. Faktor K ditentukan menggunakan batas jenis tanah; faktor LS ditentukan berbadasarkan kelas kemiringan lereng; faktor CP ditentukan berdasarkan penggunaan lahan. - Menggunakan analisis statistik untuk melihat hubungan antara laju erosi dengan perubahan penggunaan lahan multitemporal. - Zonasi tingkat bahaya erosi dilihat berdasarkan tiaptiap SPL (satuan pemetaan lahan). - Tidak tersedia peta tingkat bahaya erosi, hanya disediakan dalam bentuk tabel per SPL - Tingkat bahaya erosi dikaitkan dengan produksi tembakau di area kajian. - Distribusi laju erosi dipetakan dalam bentuk peta raster (per piksel) - Hasil estimasi laju erosi dibandingkan dengan hasil estimasi pada penelitian yang terdahulu, dimana perbedaannya dengan penelitian yang sudah dilakukan hanya terletak pda penentuan indeks LS. - Penyajian data laju erosi dan tingkat bahaya erosi dilakukan berdasarkan masing-masing jenis penggunaan lahan. - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, semakin tinggi laju erosi yang terjadi, semakin besar pula tingkat bahaya erosi. - Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi laju erosi adalah pengelolaan tanaman dan konservasinya (penggunaan lahan). 8
9 Lanjutan Tabel Karaburun, Ahmet (2010) 5. Nugroho, Cahyo Nur Rahmat (2014) 6. Rojas Gonzales, Alejandra M. (2008) 7. Yudhatama, Adhika (2013) 8. Gupita, Diwyacitta Dirda (2015) Estimation of C-Factor for Soil Erosion Modelling Using NDVI in Buyukcekmece Watershed Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan Metode Model RUSLE di Daerah Aliran Sungai Petir, DIY Soil Erosion Calculation Using Remote Sensing and GIS in Río Grande de Arecibo Watershed, Puerto Rico Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Menentukan Tingkat Bahaya Erosi DAS Bodri Kajian Hubungan Antara Fractional Vegetation Cover (FVC) dengan Tingkat Erosi Berbasis RUSLE di DAS Gesing Melalui Analisis Citra Landsat-8 OLI dan SIG Raster - Penelitian ini hanya bertujuan untuk menentukan faktor C yang digunakan di dalam RUSLE dengan memanfaatkan NDVI. - Penentuan indeks faktor C dilakukan dengan analisis regresi antara indeks C asumtif (C=0 untuk vegetasi dan C=1 untuk tanah terbuka). - Memanfaatkan data citra Geo-Eye - Menggunakan pemodelan berbasis vektor. - Pemetaan penggunaan lahan dilakukan dengan interpretasi peta RBI yang kemudian dibantu dengan pengamatan lapangan. - Penentuan indeks faktor R menggunakan isoeroden yang kemudian diambil nilai rata-ratanya; indeks K ditentukan berdasarkan batas jenis tanah; indeks LS ditentukan berdasarkan kelas kemiringan lereng; dan indeks CP ditentukan berdasarkan penggunaan lahannya. - Metode untuk menentukan indeks faktor C dilakukan dengan menggunakan klasifikasi tidak terselia, yang kemudian untuk masing-masing kelas diberlakukan nilai faktor C. - Penentuan indeks faktor K dilakukan dengan menggunakan batas jenis tanah - Memanfaatkan citra ALOS AVNIR-2. - Menggunakan analisis berbasis vektor. - Interpolasi untuk memperoleh peta isoeroden hanya dilakukan menggunakan 6 titik stasiun hujan yang terletak di dalam DAS. - Memanfaatkan data open source Landsat-8 OLI - Menggunakan analisis berbasis raster dengan satuan pemetaan berupa piksel - Overlay yang digunakan berupa overlay peta raster, yang didasari oleh overlay piksel - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, penentuan indeks faktor C menggunakan C asumsi dan NDVI mampu mempermudah proses estimasi laju erosi di DAS yang luas. Meskipun begitu, untuk menghasilkan indeks faktor C yang lebih akurat, perlu dilakukan observasi di lapangan. - Laju erosi dilihat per satuan pemetaan yang berupa satuan lahan. - Distribusi tingkat bahaya erosi disajikan dalam bentuk peta vektor. - Distribusi laju erosi potensial disajikan dalam peta raster (per piksel). - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, estimasi laju erosi lebih baik dikalkulasi menggunakan data curah hujan maksimum. Metode ini dapat digunakan untuk ukuran DAS yang relatif kecil. - Penelitian ini hanya sampai ada tahap estimasi laju erosi, karena pada dasarnya pemetaan tingkat bahaya erosi dilakukan tanpa mempertimbangkan ketebalan tanah. - Pengkelasan laju erosi hanya ditentukan dalam 3 kelas, yang didasari oleh data laju erosi yang sudah dianalisis. - Hasil estimasi laju erosi dikaitkan dengan kerapatan vegetasi yang diperoleh dari fractional vegetation cover - Peta laju erosi disajikan dalam bentuk peta raster, per satuan pemetaan piksel 9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural
Lebih terperinciSimposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
KAJIAN HUBUNGAN ANTARA FRACTIONAL VEGETATION COVER (FVC) DENGAN TINGKAT EROSI BERBASIS REVISED UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION (RUSLE) DI DAS GESING MELALUI ANALISIS CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SIG RASTER Diwyacitta
Lebih terperinciGambar 1. Peta DAS penelitian
Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR
PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR SKRIPSI OLEH: FRISCA ELIANA SIDABUTAR 031201021/MANAJEMEN HUTAN
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy
PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas
Lebih terperinciPETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5
PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil
4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ
APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciPENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU
PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung
Lebih terperinciFaktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga
Lebih terperinciPOTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK
1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan
Lebih terperinciPenelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E
PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan
Lebih terperinciPENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG
PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG Sukristiyanti 1, Asep Mulyono 2, dan Andarta F. Khoir 1 ABSTRAK 1 Pusat Penelitian
Lebih terperinciGeo Image 5 (1) (2016) Geo Image.
Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage SEBARAN SPASIAL LAHAN KRITIS UNTUK PRIORITAS REHABILITASI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat
Lebih terperinciAZZA NURFADHILA FIRDAUS E
ANALISIS BAHAYA EROSI PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE USLE DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG DI SUB DAS SAMIN, KABUPATEN KARANGANYAR DAN SUKOHARJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Lebih terperinciAPLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) Septiana Fathurrohmah 1, Karina Bunga Hati
Lebih terperinciANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2)
ANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana banjir termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo,
Lebih terperinciPENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.
.,., -., 2.,..' :, :.?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (Kasus di Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur)
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (Kasus di Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur) M. Adi Fatmaraga adhie_fatmaraga@yahoo.com Retnadi Heru Jatmiko retnadi@yahoo.com
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi Metode yang digunakan pada pendugaan erosi adalah Persamaan 2.1 yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wishchmeier dan Smith (1978)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan
Lebih terperinciANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS
ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota
Lebih terperinciPENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE
PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. geomorfologis suatu wilayah. Namun laju erosi yang melebihi batas erosi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi tanah merupakan proses alami yang selalu ada dalam perkembangan geomorfologis suatu wilayah. Namun laju erosi yang melebihi batas erosi diperbolehkan (EDP) akan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Zonasi Kerawanan Longsoran Proses pengolahan data sampai ke tahap zonasi tingkat kerawanan longsoran dengan menggunakan Metode Anbalagan (1992) sebagai acuan zonasi dan SIG
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI TPLA DAN METODOLOGI PENELITIAN
BAB III DESKRIPSI TPLA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sejarah Singkat Balai Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat Pusdalisbang (Pusat Data Dan Analisa Pembangunan) adalah unsur pelaksanaan Tugas Teknik Badan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup tinggi di dunia khususnya Indonesia memiliki banyak dampak. Dampak yang paling mudah dijumpai adalah kekurangan lahan. Hal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditinjau dari sumber alam, setiap tanah mempunyai daya guna yang berbeda sesuai dengan keadaannya. Jadi langkah pertama dari pengawetan tanah dan air adalah menggunakan
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO Rahmadi Nur Prasetya geo.rahmadi@gmail.com Totok Gunawan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT
PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciPENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, serta tidak lepas dari pengaruh angin muson barat maupun angin muson timur. Dalam kondisi normal, angin muson barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat
Lebih terperinciKAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) SKRIPSI Oleh HARRY PRANATA BARUS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciPemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu)
Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu) Rahmawati Suparno Putri rahmawatisuparnoputri@ymail.com Totok Gunawan totokgunwan@yahoo.com Abstract This
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai Asahan. harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Asahan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai terjemahan dari watershed secara harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air (Putro et al, 2003).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Panumbangan yang merupakan salah satu wilayah kecamatan di bagian Utara Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Lebih terperinciZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D
ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan penggunaan air tidak serta-merta dapat sepenuhnya terpenuhi oleh sumberdaya air yang ada. Kebutuhan air dapat terpenuhi secara berkala dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi
Lebih terperinciKERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)
1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinci