BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ]

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sebagian besar negara-negara di dunia biasanya disebabkan karena

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB in. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999).

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

Kloning Gen pcbc dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid ppicza untuk Pengembangan Produksi Penisilin G

o C 1 menit, penempelan 50 o C 1 menit, polimerisasi 72 o C 1 menit (tiga tahap ini

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub

BAB III METODE PENELITIAN

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109

BAB III METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari daun pertama pada pucuk. Genom merupakan seluruh materi DNA

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

Pemetaan DNA Plasmid I. Tujuan Memahami pemetaan DNA plasmid dengan pemotongan/restriksi menggunakan beberapa enzim restriksi.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis 1,5% (b/v) selama 45 menit dengan voltase 100 V terhadap produk PCR tahap pertama menunjukkan terbentuknya pita DNA tunggal berukuran 236 pb untuk ekson 1 dan 110 pb untuk ekson 2 (Gambar 11). Hasil visualisasi tersebut (Gambar 11) sesuai dengan analisis pendahuluan terhadap panjang fragmen gen tat HIV-1 yang akan disintesis (lihat Cara Kerja 2; Gambar 8). Berdasarkan visualisasi tersebut, maka fragmen DNA target diperkirakan telah berhasil disintesis secara spesifik. Settanni dkk. (2006: 3794) menyatakan bahwa suatu sampel DNA dikatakan spesifik dan berhasil diamplifikasi apabila hasil analisis elektroforesis menunjukkan terdapatnya pita tunggal DNA dengan ukuran sesuai berdasarkan penanda yang telah diketahui sebelumnya. Pasangan primer untuk sintesis fragmen gen tat HIV-1 dirancang dengan tambahan situs restriksi. Primer Ex1-TatpNL4 dirancang memuat situs restriksi XmaI pada ujung 5 OH, sedangkan pada ujung 5 OH primer Ex2-TatpNL4C memuat situs restriksi SalI. Penambahan situs restriksi pada fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR bertujuan supaya fragmen dapat disisipkan 41

42 ke dalam multiple cloning site (MCS) plasmid pqe-80l untuk proses pengklonaan (Dieffenbach dkk. 1993: 32). Sintesis fragmen gen tat HIV-1 dalam penelitian dilakukan menggunakan cetakan DNA pnl43 [accession number M19921.1] (koleksi Departemen Mikrobiologi FKUI). Penggunaan klona molekular pnl43 berdasarkan Pavlakis & Felber (1999: 1) bahwa bahwa klona molekular pnl43 memiliki similaritas dengan strain referensi standar HIV-1, yaitu strain HXB2 [accession number K03455.1]. Strain HXB2 merupakan strain HIV-1 subtipe B pertama yang berhasil diidentifikasi dan dijadikan strain standar referensi (strandard reference strain) dalam penelitian terhadap HIV-1 (Korber dkk. 2001: 25). Berdasarkan hal tersebut maka diperkirakan protein Tat yang dihasilkan dapat digunakan untuk identifikasi HIV-1 di Indonesia. Produk PCR pertama yang akan digunakan sebagai cetakan untuk PCR overlapping tidak dipurifikasi terlebih dahulu. Kanoksilapatham dkk. (2007: 7) menyatakan bahwa purifikasi produk PCR pertama sebagai DNA cetakan dalam PCR overlapping diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa komponen reaksi pada PCR pertama yang mungkin mengganggu reaksi amplifikasi pada PCR overlapping. Hal tersebut dianggap tidak perlu untuk dilakukan pada penelitian sebab hanya diperoleh pita tunggal dengan ukuran yang sesuai pada hasil PCR masing-masing ekson (Gambar 11). Produk PCR pertama yang tidak dipurifikasi dapat memperbesar kemungkinan terbentuknya pita non-spesifik sebagai hasil PCR overlapping. Hasil tersebut dapat diperoleh karena masih adanya primer overlap yang tersisa, sehingga

43 pada reaksi PCR berikutnya tidak diperoleh produk full-length, melainkan produk dengan ukuran yang sama atau lebih besar dari yang diharapkan. 2. Sintesis fragmen gen tat HIV-1 full-length Visualisasi hasil optimasi produk PCR overlapping pada gel agarosa 1,5% menunjukkan bahwa suhu annealing optimum adalah 64 C (Gambar 12.a). Hal tersebut ditentukan berdasarkan perbandingan ketebalan pita DNA hasil elektroforesis. Visualisasi gel elektroforesis (Gambar 12.a) memperlihatkan bahwa di antara 4 suhu annealing yang dioptimasi, pita tunggal DNA berukuran sekitar 316 pb yang paling tebal terbentuk pada suhu 64 C. Sauer dkk. (1998: 25) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas produk DNA dapat diketahui secara langsung dan mudah melalui elektroforesis. Ketebalan pola pita DNA yang terbentuk merupakan parameter untuk menentukan hal tersebut, pola pita DNA tebal dan spesifik menunjukkan bahwa produk PCR telah diamplifikasi dengan baik. Fragmen ekson 1 gen tat HIV-1 berukuran 236 pb dan ekson 2 berukuran 110 pb dengan masing-masing fragmen memiliki 10 basa yang overlap, sehingga saat terjadi proses PCR overlapping diharapkan terbentuk fragmen gen tat HIV-1 dengan ukuran sekitar 326 pb. Temperature of melting (Tm) dari dua primer overlap dalam sintesis fragmen gen tat HIV-1 adalah 64 C. Sambrook & Russell (2001b: 8.8) menyatakan bahwa suhu annealing PCR umumnya 3--5 C di bawah suhu Tm. Menurut Young & Dong (2004: 1) PCR overlapping dapat terjadi jika

44 selisih titik leleh antara dua primer overlap tidak terlalu jauh atau bahkan sama, sehingga kedua daerah overlap pada masing-masing untai DNA dapat saling melekat. Penelitian pendahuluan menggunakan suhu annealing 62 C selama 30 detik menunjukkan terbentuknya pita DNA non spesifik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka optimasi kondisi annealing terhadap PCR overlapping fragmen gen tat HIV-1 dilakukan pada suhu di atas Tm kedua primer overlap yaitu pada 64 C, 66 C, dan 68 C. Menurut Ahmed (2006: 118) optimasi kondisi PCR perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan kondisi PCR yang tepat. Optimasi kondisi annealing PCR overlapping dilakukan untuk mendapatkan produk PCR spesifik. Kondisi annealing yang tepat untuk PCR overlapping adalah pada suhu 64 C selama 45 menit. Hal tersebut dapat diketahui dari terbentuknya pita DNA paling tebal pada kondisi PCR tersebut (Gambar 12.b). Optimasi waktu annealing dilakukan pada kisaran 15 detik, 30 detik, 45 detik, dan 1 menit. Pemilihan kisaran waktu tersebut dilakukan berdasarkan pernyataan Ahmed (2006: 119) bahwa waktu annealing yang tepat untuk PCR berkisar antara 30--60 detik. Gambar 12a & 12b menunjukkan perbedaan intensitas pendaran warna pita DNA dari hasil PCR. Kedua produk PCR tidak dielektroforesis pada waktu bersamaan dan gel yang digunakan pun tidak dibuat pada saat yang sama. Hal tersebut kemungkinan menjadi penyebab perbedaan intensitas pita DNA antara kedua produk PCR, walaupun DNA cetakan yang digunakan sama. Gel agarosa dari Gambar 12a mengalami proses

45 pewarnaan yang lebih lama dibandingkan Gambar 12b. Perbedaan lamanya waktu pewarnaan gel pada larutan etidium bromida juga menjadi sebab terjadinya perbedaan intensitas pita DNA. Konsentrasi marka DNA yang digunakan pada kedua gel agarosa (Gambar 12a & 12b) adalah sama, sehingga kemungkinan kedua produk PCR akan memperlihatkan intensitas pita DNA yang sama jika dielektroforesis secara bersamaan menggunakan satu gel saja. Visualisasi produk PCR overlapping melalui elektroforesis gel agarosa menunjukkan terbentuknya pita tunggal DNA berukuran sekitar 326 pb (Gambar 13). Hasil analisis elektroforesis tersebut menunjukkan bahwa diperkirakan fragmen gen tat HIV-1 telah berhasil disintesis dan diamplifikasi secara spesifik. Hasil PCR overlapping yang spesifik dapat dipengaruhi oleh rancangan daerah overlap pada primer. Sejumlah 20 basa pada pasangan primer Ex1-TatpNL4C dan Ex2-TatpNL4 dirancang overlap terhadap fragmen gen tat HIV-1 yang akan digabungkan (Tabel 1). Hal tersebut sesuai dengan penelitian An dkk. (2007: 3) yang melaporkan bahwa pasangan primer optimal untuk overlapping PCR memiliki panjang antara 27--39 pb, dengan daerah overlap minimal 15 basa. Daerah overlap yang terlalu panjang dapat menyebabkan terbentuknya produk PCR tidak spesifik. Siklus PCR overlapping pada penelitian adalah sebanyak 37 kali. Hal tersebut tidak sesuai dengan siklus PCR overlapping umumnya. Sintesis DNA menggunakan teknik PCR overlapping umumnya dilakukan sebanyak 15--25 siklus. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terbentuknya fragmen

46 non-spesifik pada produk PCR (Xiong dkk. 2004: 2). Jumlah siklus PCR pada penelitian diperkirakan cukup baik untuk mendapatkan banyak produk PCR dengan ukuran sesuai, hal tersebut dapat diketahui dari visualisasi gel elektroforesis yang menunjukkan terbentuknya pita tunggal DNA dengan ukuran sesuai (Gambar 13). Enzim Platinum Taq DNA polymerase yang digunakan untuk PCR overlapping bukan merupakan high-fidelity DNA polymerase. Penggunaan enzim tersebut untuk PCR overlapping berlawanan dengan sebagian besar penelitian PCR overlapping. Beberapa penelitian mengenai PCR overlapping melaporkan bahwa hasil dari PCR overlapping akan lebih baik jika reaksi PCR dikatalis oleh high-fidelity DNA polymerase, seperti Pfu DNA polymerase, karena enzim tersebut memiliki spesifisitas lebih tinggi dibandingkan Taq DNA polymerase standar (An dkk. 2007: 3; Young & Dong 2004: 2; Xiong dkk. 2004: 6). Platinum Taq DNA polymerase yang digunakan dalam penelitian memiliki aktivitas hot start, yaitu enzim akan diaktifkan setelah suhu denaturasi dari siklus PCR mencapai 94 C (Invitrogen 2002: 1). Berdasarkan hal tersebut diharapkan aktivitas hot start yang dimiliki Platinum Taq DNA polymerase dapat meningkatkan spesifitas, sensitivitas, dan jumlah produk PCR (Ausubel dkk. 2002: 15.1). Visualisasi produk PCR overlapping menunjukkan bahwa penggunaan enzim tersebut kemungkinan tidak mempengaruhi hasil PCR, sebab tidak terdapat pita DNA berukuran selain 326 pb. Visualisasi produk PCR melalui elektroforesis gel tersebut

47 perlu diverifikasi lebih lanjut melalui proses sequencing untuk mengetahui akurasi dari jumlah siklus PCR dan enzim polimerase DNA yang digunakan. Hasil purifikasi produk PCR menggunakan Qiagen PCR purification kit menunjukkan bahwa pita DNA produk PCR hasil purifikasi lebih bersih dan tidak smear (Gambar 13.b). Purifikasi DNA tersebut menggunakan metode membran silika yang merupakan salah satu metode untuk membersihkan DNA dari berbagai kontaminan, misalnya enzim, protein, ataupun senyawa kimia lainnya (Ausubel dkk. 2002: 2.1.1). Hasil pengukuran konsentrasi produk PCR yang telah dipurifikasi adalah sebesar 80 ng/μl (Tabel 2). Kemurnian DNA dihitung dengan membandingkan nilai absorbansi pada λ 260 nm dan 280 nm (Seidman & Mowery 2006: 5). Kemurnian DNA didapatkan sebesar 1,33, sedangkan menurut Seidman & Mowery (2006: 5), tingkat kemurnian DNA yang baik adalah 1,8. Tingkat kemurnian di bawah 1,8 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi protein pada DNA hasil purifikasi. Kemurnian produk PCR yang rendah dapat disebabkan oleh proses purifikasi yang tidak baik, atau terdapat kontaminan dalam produk PCR hasil purifikasi, sehingga mempengaruhi pengukuran konsentrasi DNA pada spektrofotometer. Kontaminasi protein pada produk PCR tidak dapat diketahui melalui visualisasi gel elektroforesis, hal tersebut disebabkan protein tidak terwarnai oleh etidium bromida yang merupakan pewarna dalam visualisasi elektroforesis DNA (Raymer & Smith 2007: 746).

48 B. PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI pqe-80l 1. Konstruksi vektor rekombinan pqe-80l pembawa fragmen gen tat HIV-1 Visualisasi hasil isolasi plasmid pqe-80l pada gel agarosa 0,8% (b/v) menunjukkan terbentuknya dua pita DNA (Gambar 14). Dua pita DNA tersebut menunjukkan variasi bentuk dari plasmid pqe-80l. Pita DNA yang berada paling bawah menunjukkan plasmid dengan bentuk supercoiled. Pita DNA di atas bentuk supercoiled adalah bentuk nicked circle. Pita DNA supercoiled memiliki tingkat migrasi yang paling cepat dibandingkan bentuk DNA plasmid lainnya, sehingga pada hasil elektroforesis akan berada pada posisi lebih rendah dibandingkan bentuk DNA plasmid lainnya, misalnya nicked circle (Edvotek 2001b: 6). Pita DNA dengan bentuk supercoiled terlihat lebih tebal dibandingkan nicked circle. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ausubel dkk. (2002: 16.22.13) bahwa bahan-bahan untuk ekstraksi DNA plasmid yang disediakan secara komersial umumnya dirancang untuk dapat menghasilkan DNA supercoiled dalam jumlah lebih banyak dibandingkan topologi plasmid lainnya. Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid adalah sebesar 70 ng/μl (Tabel 2) dengan kemurnian sebesar 1,4. Seidman & Mowery (2006: 5) menyatakan bahwa kemurnian DNA dihitung melalui absorbansi larutan DNA pada dua panjang gelombang, biasanya λ 260 nm dan 280 nm. Nilai kemurnian DNA yang baik adalah 1,8. Nilai kemurnian yang kurang dari 1,8

49 menunjukkan bahwa DNA terkontaminasi oleh zat pengotor, misalnya protein. Hal tersebut dapat terlihat dari visualisasi hasil isolasi vektor plasmid pqe-80l pada Gambar 14 yang hanya memberikan hasil dua pita DNA, tanpa adanya smear. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan tidak terdapat kontaminan berupa RNA yang terdegradasi dalam DNA plasmid. RNA yang terdegradasi akan bergerak lebih cepat pada saat proses elektroforesis, sehingga adanya RNA sebagai kontaminan dapat diketahui dari terbentuknya pola pita yang terang pada bagian paling bawah dari gel elektroforesis (Sauer 1998: 25). Plasmid pqe-80l dan fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR yang telah dipurifikasi kemudian didigesti dengan enzim restriksi XmaI dan SalI. Kedua enzim tersebut digunakan karena sesuai dengan fragmen gen tat HIV-1 yang dirancang membawa situs restriksi untuk enzim SalI dan XmaI,dan sesuai dengan situs restriksi yang terdapat pada Multiple Cloning Site (MCS) vektor plasmid pqe-80l (Qiagen 2003: 116). Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid pqe-80l dan fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR (Tabel 2) tidak digunakan untuk menghitung rasio DNA untuk proses digesti. Konsentrasi DNA plasmid dan produk PCR hanya digunakan untuk mengetahui bahwa terdapat cukup banyak DNA untuk didigesti dan mengetahui kemurnian dari DNA vektor dan sisipan. Visualisasi hasil digesti pada gel agarosa 1,2% (b/v) menunjukkan terbentuk satu pita DNA untuk fragmen gen tat HIV-1 dan dua pita DNA untuk vektor pqe-80l (Gambar 15). Pita DNA yang terbentuk memiliki ukuran

50 sekitar 316 pb untuk fragmen gen tat HIV-1 dan 4700 pb untuk DNA vektor. Hasil visualisasi proses digesti menunjukkan bahwa proses digesti untuk vektor tidak berlangsung sempurna karena terdapat dua pita DNA. Pemotongan plasmid yang tidak sempurna dapat terjadi karena proses isolasi plasmid tidak berlangsung baik, sehingga terdapat kontaminan pada hasil isolasi. Kontaminan tersebut kemungkinan ikut terbawa di dalam campuran reaksi digesti dan menghambat aktivitas enzim restriksi. Menurut Ausubel dkk. (2002: 3.1.7), pemotongan plasmid yang tidak sempurna dapat disebabkan oleh adanya kontaminan berupa protein, fenol, kloroform, etanol, EDTA, SDS, atau konsentrasi garam yang tinggi, sehingga aktivitas enzim restriksi menjadi terhambat. Edvotek (2001a: 6) menyatakan bahwa plasmid akan berada dalam bentuk linear jika didigesti dengan enzim restriksi, sehingga visualisasi pada elektroforesis gel seharusnya hanya akan menghasilkan satu pola pita DNA. Nilai kemurnian DNA plasmid hasil digesti adalah 1. Kemurnian dari fragmen gen tat HIV-1 adalah 2,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kontaminasi protein ataupun fenol pada DNA plasmid yang telah didigesti, dan terdapat kontaminasi RNA pada fragmen gen tat HIV-1 (Seidman & Mowery 2006: 5). Hasil spektrofotometri menunjukkan konsentrasi DNA plasmid pqe-80l yang telah didigesti adalah 180 ng/µl, sedangkan konsentrasi fragmen gen tat HIV-1 adalah 150 ng/ µl (Tabel 3). Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid dan produk PCR sebelum dan sesudah didigesti menunjukkan perbedaan nilai (Tabel 2 & 3). Konsentrasi

51 kedua jenis DNA tersebut meningkat setelah didigesti. Hal tersebut dapat terjadi akibat masih adanya pengotor seperti enzim, protein, RNA ataupun komponen buffer pada DNA yang telah dipurifikasi, sehingga semua pengotor tersebut ikut meningkatkan konsentrasi DNA saat proses pengukuran. Fragmen gen tat HIV-1 kemudian disisipkan ke dalam vektor pqe-80l dan diligasi melalui directional cloning. Proses directional cloning dilakukan untuk membuat orientasi plasmid rekombinan hanya satu arah (spesifik) dan memperkecil kemungkinan vektor beresirkulasi (Lewin 2006: 583). Jumlah DNA sisipan dan vektor yang digunakan dalam ligasi pada penelitian adalah 150 ng/µl dan 180 ng/µl. Volume DNA sisipan dan vektor untuk reaksi ligasi dalam penelitian adalah masing-masing sebanyak 2 µl. Promega (1999: 6) menyebutkan bahwa rasio DNA vektor dan sisipan untuk ligasi umumnya adalah 1:3. Berdasarkan Lampiran 2, seharusnya volume DNA sisipan untuk reaksi ligasi adalah 0,24 µl. Volume DNA sisipan yang lebih besar daripada penghitungan diharapkan memperbesar kemungkinan ligasi DNA vektor dan sisipan, sehingga jumlah plasmid rekombinan juga semakin banyak. 2. Transformasi plasmid rekombinan Hasil ligasi vektor pqe-80l dengan fragmen gen tat HIV-1 langsung ditransformasi dan diseleksi pada medium LB padat (+ampisilin). Transformasi dan seleksi merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mengetahui keberadaan fragmen gen tat HIV-1 dalam plasmid pqe-80l.

52 Proses transformasi hasil ligasi menunjukkan terbentuknya 81 koloni E. coli TOP10 (Gambar 16). Escherichia coli TOP10 yang digunakan sebagai sel inang dalam transformasi terlebih dahulu dibuat kompeten dengan mensuspensikan bakteri tersebut ke dalam larutan CaCl 2 (Sambrook & Russell 2001a: 1.116-- 1.118). Efisiensi transformasi dari sel E. coli TOP10 kompeten dihitung untuk mengetahui kemampuan sel E. coli tersebut dalam menerima plasmid sirkuler. Sambrook & Russell menyatakan (2001a: 1.24) bahwa proses pembuatan sel kompeten menggunakan induksi larutan CaCl 2 akan menghasilkan nilai efisiensi transfomasi antara 10 5 --10 6 cfu/µg DNA. Efisiensi transformasi sel kompeten menggunakan plasmid pqe-80l adalah 2,568 x 10 5 cfu/µg (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa sel kompeten cukup baik untuk digunakan dalam transformasi. Koloni E.coli yang tumbuh pada medium LB (+ampisilin) diduga membawa plasmid rekombinan. Hal tersebut dilakukan karena vektor pqe- 80L memiliki gen bla yang membuat sel inang mampu hidup di lingkungan yang mengandung ampisilin. Koloni bakteri yang mengandung DNA rekombinan diharapkan dapat tumbuh pada medium selektif (Qiagen 2003: 15). Seleksi dengan medium mengandung ampisilin belum memastikan bahwa koloni E.coli yang berhasil tumbuh pada medium membawa plasmid rekombinan. Terdapat kemungkinan bahwa beberapa koloni mengandung plasmid yang bersirkulasi. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan tumbuhnya kontrol positif self-ligation. Proses directional cloning yang

53 dilakukan dalam penelitian seharusnya tidak menghasilkan kontrol positif selfligation yang berhasil tumbuh, hal tersebut dikarenakan proses digesti menggunakan enzim restriksi yang berbeda seharusnya menghasilkan ujung potongan yang tidak dapat saling berpasangan (Lewin 2006: 583). C. ANALISIS DAN VERIFIKASI PLASMID REKOMBINAN 1. Isolasi plasmid rekombinan dari koloni transforman hasil ligasi Sebanyak 15 dari 81 koloni E.coli TOP10 transforman hasil ligasi diisolasi dengan metode alkali lisis. Visualisasi hasil isolasi plasmid pada gel agarosa 0,8% menunjukkan bahwa 5 dari 15 koloni E.coli TOP10 positif membawa plasmid rekombinan berisi sisipan fragmen gen tat HIV-1 (Gambar 17). Plasmid rekombinan akan berukuran 5016 pb, sedangkan plasmid pqe- 80L tanpa DNA sisipan memiliki ukuran 4700 pb. Ukuran DNA sisipan yang kecil, yaitu sekitar 316 pb menjadi satu penyebab tidak terlalu terlihatnya perbedaan pola migrasi antara plasmid rekombinan dengan plasmid kontrol (tanpa sisipan). Pola migrasi pita DNA dari plasmid rekombinan no. 10, 11, 12, 14, dan 15 terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan pola pita DNA plasmid tanpa sisipan. Topcu (2000: 845) menyatakan bahwa hasil visualisasi positif terhadap plasmid rekombinan adalah terdapatnya pita-pita DNA yang berada lebih tinggi dari pita plasmid tanpa DNA sisipan, hal tersebut disebabkan oleh berat molekular plasmid rekombinan yang lebih besar daripada plasmid tanpa

54 DNA sisipan, sehingga pergerakannya di dalam gel agarosa menjadi lebih lambat. Sebanyak 10 plasmid hasil isolasi lainnya memperlihatkan pita-pita DNA berada pada posisi yang sama dengan pita DNA plasmid pqe-80l tanpa DNA sisipan (Gambar 17). Plasmid-plasmid tersebut diduga tidak membawa fragmen gen tat HIV-1 karena posisi pita DNA yang sama dengan pita pqe-80l menunjukkan bahwa kemungkinan 10 plasmid tersebut memiliki ukuran sama besar dengan pqe-80l, sehingga kemungkinan fragmen gen tat HIV-1 tidak berhasil disisipkan ke dalam plasmid. Ketidakberhasilan fragmen gen tat HIV-1 untuk terligasi ke dalam vektor pqe- 80L dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya vektor yang beresirkulasi tanpa adanya DNA sisipan (Brown 2006: 87). Fragmen gen tat HIV-1 dan vektor pqe-80l didigesti menggunakan dua enzim restriksi yang tidak komplementer satu sama lain, sehingga seharusnya resirkulasi vektor dapat dihindari (Lewin 2006: 583). Hasil pemotongan DNA vektor yang memang tidak sempurna (Gambar 15) menunjukkan adanya kemungkinan terjadi resirkulasi vektor. Adanya vektor yang beresirkulasi dapat disebabkan oleh kurang optimalnya aktivitas salah satu enzim yang digunakan untuk proses digesti. Kurang optimalnya kerja enzim dapat disebabkan oleh tidak sesuainya buffer yang digunakan untuk kedua jenis enzim tersebut. Enzim XmaI memiliki aktivitas optimal pada buffer NE 4, sedangkan SalI memiliki aktivitas optimal pada buffer NE 3. Proses digesti pada penelitian menggunakan buffer NE 4, sehingga terdapat

55 kemungkinan aktivitas SalI dalam memotong DNA menjadi tidak optimal (Biolabs 1995: 16). Sebanyak 5 dari 15 koloni yang diisolasi memiliki tiga pita DNA yang terletak lebih tinggi daripada pita vektor tanpa DNA sisipan, sehingga diperkirakan 5 koloni tersebut mengandung plasmid rekombinan. Tahap lanjutan untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut adalah melakukan digesti terhadap plasmid rekombinan hasil isolasi. 2. Analisis digesti menggunakan enzim XmaI dan SalI Analisis digesti terhadap rekombinan no. 10, 11, 12, 14, dan 15 yang diduga membawa sisipan fragmen gen tat HIV-1 dilakukan menggunakan enzim SalI dan XmaI. Multiple cloning sites (MCS) plasmid pqe-80l memiliki situs restriksi SalI dan XmaI. Kedua jenis enzim tersebut akan memotong plasmid rekombinan tepat pada titik ligasi, sehingga hasil pemotongan akan menunjukkan dua pita DNA, masing-masing berukuran sekitar 4700 pb (vektor) dan 316 pb (fragmen gen tat HIV-1) (Gambar 18). Hasil pemotongan divisualisasikan pada gel agarosa 1,5% (b/v) karena gel tersebut efektif dalam memisahkan fragmen DNA dengan ukuran 80 pb sampai 4 kb (Sambrook & Russell 2001a: 5.6). Plasmid rekombinan no. 10, 12, dan 14 menunjukkan hasil pemotongan tepat seperti yang diharapkan (Gambar 19). Keberadaan fragmen gen tat HIV-1 di dalam plasmid rekombinan dapat diketahui berdasarkan adanya satu pita DNA berukuran sekitar 316 pb yang

56 menunjukkan bahwa fragmen tat HIV-1 berhasil disisipkan ke dalam vektor pqe-80l. Pita DNA vektor pqe-80l akan berada pada bagian atas gel elektroforesis karena memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan fragmen gen tat HIV-1. Visualisasi hasil analisis digesti pada gel agarosa 1,5% (b/v) terlihat kurang jelas dalam menunjukkan keberadaan fragmen tat HIV-1, sehingga dilakukan elektroforesis gel poliakrilamid untuk memperjelas visualisasi hasil analisis digesti. Gel poliakrilamid yang digunakan adalah gel dengan konsentrasi 8% (b/v), berdasarkan Ausubel dkk. (2002: 2.7.2) konsentrasi gel tersebut efektif dalam memisahkan fragmen DNA berukuran 60--400 pb. Melalui elektroforesis gel poliakrilamid 8% (b/v) diharapkan fragmen gen tat HIV-1 dengan ukuran 316 pb dapat tervisualisasi lebih jelas. Hasil elektroforesis gel poliakrilamid 8% (b/v) menunjukkan bahwa plasmid rekombinan no. 12, 14, dan 15 positif membawa fragmen gen tat HIV-1 (Gambar 19). Fragmen DNA plasmid pqe-80l berukuran 4700 pb, sehingga pada elektroforesis gel agarosa dan poliakrilamid akan berada pada bagian atas gel. Hal tersebut terjadi karena ukuran fragmen DNA terlalu besar untuk melewati pori-pori gel poliakrilamid 8% (b/v) yang hanya mampu memisahkan fragmen DNA berukuran 60--400 pb. Visualisasi pada gel poliakrilamid memberikan hasil yang berbeda dengan gel agarosa. Plasmid rekombinan no. 10 yang terlihat memiliki pita DNA berukuran 316 pb pada visualisasi gel agarosa, ternyata tidak menunjukkan terbentuknya pita DNA berukuran sama pada gel poliakrilamid.

57 Hal tersebut dapat disebabkan oleh tidak homogennya sampel pada saat dimasukkan ke dalam sumur gel, ataupun karena pipetting error (Cambrex 2003 : 31). Hasil elektroforesis gel poliakrilamid menunjukkan perbedaan pola migrasi pada pita DNA yang dihasilkan oleh rekombinan no. 12, 14, dan 15. Pita DNA dari ketiga rekombinan tersebut, walaupun memiliki tingkat migrasi sedikit berbeda, tetap diidentifikasikan sebagai fragmen gen tat HIV-1 yang berukuran 316 pb. Hal tersebut dapat dilihat dari pola pita plasmid pqe-80l yang juga tidak sejajar antar sampel rekombinan. Perbedaan pola migrasi dari ketiga pita DNA dapat disebabkan oleh konsentrasi gel poliakrilamid yang tidak merata atau ada kemungkinan terdapat gelembung udara, sehingga pergerakan pita DNA menjadi terganggu. Gambar 19 memperlihatkan tidak ada pita DNA yang terpotong pada plasmid rekombinan no. 11. Hasil tersebut bertentangan dengan visualisasi hasil isolasi plasmid yang menunjukkan bahwa plasmid rekombinan no. 11 kemungkinan merupakan plasmid dengan DNA sisipan karena memiliki tingkat migrasi lebih tinggi dibandingkan pqe-80l tanpa DNA sisipan. Pola migrasi dari rekombinan no.11 juga terlihat sejajar dengan keempat rekombinan yang diduga mengandung sisipan fragmen gen tat HIV-1. Berdasarkan hal tersebut, plasmid rekombinan no.11 diduga tidak terpotong oleh enzim restriksi. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya kalium asetat, RNA, ataupun fenol sisa isolasi rekombinan pada campuran reaksi digesti. Ausubel dkk. (2002: 1.6.2) menyatakan bahwa senyawa-senyawa

58 tersebut dapat mengganggu aktivitas enzim restriksi. Hal tersebut dapat dihindari dengan mengulang purifikasi DNA plasmid menggunakan etanol, sehingga diharapkan plasmid telah benar-benar bersih dari kontaminan. 3. Verifikasi rekombinan dengan PCR Hasil elektroforesis pada gel agarosa 1,5% (b/v) menunjukkan terbentuknya pita DNA berukuran ± 581 pb pada rekombinan no. 10, 12, 14 dan 15 yang diverifikasi dengan PCR (Gambar 20). Hasil tersebut menunjukkan bahwa fragmen gen tat HIV-1 telah berhasil disisipkan ke dalam plasmid pqe-80l. Berdasarkan letak pelekatan primer, maka besar fragmen DNA yang seharusnya didapatkan adalah ± 581 pb, yang terdiri atas 265 pb daerah pqe-80l dan 316 pb fragmen gen tat HIV-1. Kondisi PCR disesuaikan dengan kondisi PCR saat melakukan PCR overlapping. Primer pqe-forward dan Ex2-TatpNL4C merupakan primer untuk proses verifikasi PCR karena pasangan primer tersebut akan mengamplifikasi mulai dari daerah promoter vektor hingga berakhir pada fragmen gen tat HIV-1. D. ANALISIS PREDIKSI KONSTRUKSI PLASMID REKOMBINAN Fragmen gen tat HIV-1 diklona ke dalam vektor ekspresi pqe-80l dengan tujuan menghasilkan protein rekombinan yang terfusi dengan penanda 6x Histidin yang disandikan oleh vektor tersebut. Hal tersebut mengakibatkan pengklonaan fragmen gen tat HIV-1 harus dilakukan secara

59 sebingkai (in frame) terhadap vektor plasmid pqe-80l. Pengklonaan sebingkai (in frame) dilakukan dengan menyisipkan DNA target ke dalam Open Reading Frame (ORF) vektor (Qiagen 2003: 23). Hal tersebut menunjukkan bahwa DNA sisipan harus disisipkan pada Multiple cloning site (MCS) plasmid yang berada downstream dari sekuen Ribosomal Binding Site (RBS), penanda 6x Histidin, dan start codon vektor, sehingga proses translasi diawali dari sekuen promoter vektor. Proses pengklonaan tersebut akan menghasilkan protein rekombinan yang terfusi dengan penanda 6x Histidin. Adanya penanda 6x Histidin tersebut akan memudahkan dalam purifikasi protein rekombinan, karena 6x Histidin akan berinteraksi dengan matriks nickel-nitrilotriacetic (Ni-NTA) (Gambar 18). Analisis prediksi konstruksi plasmid rekombinan menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan fragmen gen tat HIV-1 diklona secara out of frame (Gambar 21). Hal tersebut dapat diketahui dari perubahan kerangka baca translasi asam amino fragmen gen tat HIV-1 yang disisipkan ke dalam vektor pqe-80l. Gambar 21 menunjukkan hasil translasi fragmen gen tat HIV-1 yang seharusnya diawali oleh asam amino metionin, akan tetapi karena terjadi pergeseran kerangka baca, maka awal translasi fragmen gen tat berubah menjadi triptofan. Kesalahan translasi asam amino tersebut kemungkinan akan menghasilkan protein bukan Tat HIV-1. Gray dkk. (1982: 6599) menyatakan bahwa pengklonaan fragmen gen secara out of frame akan menghasilkan protein rekombinan yang tidak sesuai karena terjadi perubahan pola baca saat proses translasi. Perubahan

60 kerangka baca fragmen gen tat HIV-1 diduga karena kesalahan dalam merancang situs restriksi pada bagian upstream primer forward untuk sintesis fragmen gen. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab pergeseran kerangka baca tersebut adalah rancangan primer tepat, tetapi vektor yang digunakan tidak sesuai dengan fragmen gen sisipan. Primer untuk sintesis gen tat HIV-1 yang dirancang oleh Kelompok Peneliti LMK-UI kemungkinan tidak disesuaikan untuk proses pengklonaan ke dalam vektor pqe-80l, melainkan ke dalam vektor ekspresi lainnya. Apabila fragmen gen tat HIV-1 benar diklona secara out of frame dan tetap diekspresikan melalui vektor pqe-80l, akan dihasilkan protein rekombinan yang tidak sesuai, yaitu bukan protein Tat HIV-1. Selain itu, jika ekspresi protein tetap dilakukan, kemungkinan protein yang dihasilkan tidak terdeteksi pada Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) sebab ukuran protein terlalu kecil. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya stop kodon pada hasil translasi rekombinan. Fragmen gen tat HIV-1 yang kemungkinan tidak diklona secara in frame dapat tetap diekspresikan melalui beberapa cara. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah melakukan subcloning fragmen gen tersebut ke dalam vektor ekspresi lain, misalnya pgex 4T-2 [Amersham]. Cara lain yang dapat dilakukan adalah merancang primer baru dengan situs restriksi sesuai terhadap vektor ekspresi pqe-80l ataupun vektor lainnya. Hasil analisis konstruksi plasmid rekombinan tersebut tetap perlu diverifikasi melalui proses sequencing, akan tetapi, berdasarkan hasil

61 penelitian mulai dari sintesis fragmen melalui PCR overlapping sampai verifikasi PCR, diperkirakan bahwa sintesis dan pengklonaan fragmen gen tat HIV-1 kemungkinan besar telah berhasil dilakukan. Proses PCR overlapping untuk mengamplifikasi fragmen gen tat HIV-1 didasarkan pada adanya sekuen yang sama dan saling tumpang tindih pada fragmen yang akan diamplifikasi (Vallejo dkk. 1994: 124). Berdasarkan hal tersebut, maka kecil kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam amplifikasi fragmen gen yang akan menghasilkan pita DNA berukuran sama dengan fragmen gen tat HIV-1.