Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH INFEKSI LARVA-3 Haemonchus contortus TERHADAP POTENSI KEKEBALAN DAN GAMBARAN DARAH DOMBA EKOR TIPIS I MADE PRADIPTA KRISNAYANA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

SISTEM PEREDARAN DARAH

Gambar: Struktur Antibodi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

III. BAHAN DAN METODE

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

GAMBARAN LEUKOSIT DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI Haemoncus contortus HAYATULLAH FRIO MARTEN

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

Makalah Sistem Hematologi

III. METODE PENELITIAN

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

Pengaruh Infestasi Cacing Hati Fasciola gigantica terhadap Gambaran Darah Sel Leukosit Eosinofil pada Domba

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Bila Darah Disentifus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama 30 menit, kemudian dibilas dengan air. Pengamatan dilakukan dengan metode zig-zag (Gambar 1) dan hasil penghitungan dinyatakan dalam persen dengan total diferensiasi SDP dihitung per 100 butir SDP. MINITAB 14. Masing-masing uji dilakukan pada taraf nyata uji 5%. HASIL Koleksi dan kultur cacing dilakukan pada awal penelitian. Telur cacing H. contortus (Gambar 2) berhasil dikoleksi dan dikulturkan pada media vermikulit dan kotoran hingga didapat lebih dari 60000 L 3 H. contortus. Gambar 1 Metode pengamatan zig-zag preparat ulas darah. Analisis Data Data-data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam menggunakan program MINITAB 14 dan nilai yang berbeda nyata dilakukan analisis lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan program Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui nilai amatan dari perlakuan yang berbeda nyata, dan hubungan antara pengamatan hari ke-0 sampai ke-42 pada nilai amatan tiap perlakuan dilakukan analisis korelasi Pearson menggunakan program 100 µm Gambar 2 Telur H. contortus yang diamati pada mikroskop cahaya. Infeksi H. contortus pada domba ekor tipis menimbulkan perubahan nilai rataan beberapa aspek fisiologi, yaitu nilai PBBH, FEC, nilai PCV, kadar Hb, jumlah SDM, dan jumlah SDP (Tabel 1, Gambar 3, dan Gambar 4). Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba Hari ke- 0 28 35 42 0±0 a 0.03±0.001 a 0.04±0.002 a 0.02±0.000 b PBBH (kg) 0±0 a 0.03±0.001 a 0.07±0.003 a -0.05±0.002 a Kontrol 0±0 a 0.03±0.007 a 0.04±0.007 a 0.08±0.035 c 0±0 a 796±1352 a 1618±1612 a 1036±1196 a FEC (ttgt) 0±0 a 1404±1621 a 1671±2327 a 1596±2134 a Kontrol 0±0 a 0±0 a 0±0 a 0±0 a 28±4 a 27±5 a 26±3 a 26±3 a PCV (%) 30±2 a 25±2 a 27±2 a 27±2 a Kontrol 26±6 a 32±4 a 30±5 a 28±4 a 8.3±0.8 a 7.9±1.0 b 7.9±0.7 a 7.8±0.7 a Hb (g %) 8.8±0.7 a 7.5±0.4 a 7.7±0.6 a 7.9±0.6 a Kontrol 8.1±1.3 a 9.3±1.8 c 8.9±1.5 a 8.6±1.3 a 1.2±0.15 a 1.1±0.17 a 1.0±0.15 a 1.0±0.14 a SDM (10 7 sel/mm 3 ) 1.2±0.23 a 1.1±0.08 a 1.1±0.15 a 1.2±0.12 b Kontrol 1.1±0.21 a 1.3±0.35 a 1.3±0.07 a 1.3±0.28 c 10.5±0.29 a 14.6±0.25 a 13.8±0.26 a 15.5±0.20 a SDP (10 3 sel/mm 3 ) 12.6±0.39 a 14.7±0.38 a 16.3±0.42 a 16.6±0.37 a Kontrol 10.0±1.62 a 10.3±3.11 a 11.3±2.26 a 12.9±4.53 a 33±8 a 27±7 a 34±8 a 30±7 a Limfosit (%) 34±8 a 30±9 a 31±11 a 36±8 a Kontrol 32±0 a 32±0 a 34±2 a 35±2 a 8±3 a 10±4 a 11±4 a 10±3 a Monosit (%) 10±5 a 10±4 a 10±4 a 8±5 a Kontrol 10±1 a 10±1 a 11±2 a 10±1 a

4 Lanjutan Parameter Amatan Domba Hari ke- 0 28 35 42 Basofil (%) 6±3 a 8±4 a 6±3 a 6±3 a 7±2 a 6±4 a 6±4 a 5±1 a Kontrol 6±1 a 8±1 a 6±0 a 7±0 a Eosinofil (%) 29±8 a 28±4 a 28±6 a 30±7 a 29±2 a 30±4 a 32±7 a 33±11 a Kontrol 27±1 a 26±1 a 27±1 a 26±1 a Neutrofil (%) 24±7 a 27±7 a 19±7 a 23±3 a 22±9 a 23±7 a 20±6 a 19±6 a Kontrol 25±1 a 26±1 a 24±1 a 23±1 a PBBH: Pertambahan Bobot Badan Harian, FEC: Faecal Egg Count, PCV: Packed Cell Volume, Hb: Haemoglobin, SDM: Sel Darah Merah, SDP: Sel Darah Putih, dan huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama pada satu kolom jenis pengamatan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada analisis ragam dan uji DMRT pada taraf 5%. Gambar 3 Grafik nilai (rataan±sd) PBBH (a), FEC (b), PCV (c), jumlah Hb (d), jumlah SDM (e), jumlah SDP (f) domba jantan ( ), betina ( ), dan kontrol ( ) setelah diinfeksi L 3 H. contortus.

5 Gambar 4 Grafik nilai (rataan±sd) jumlah diferensiasi jenis SDP domba jantan (a), domba betina (b), dan kontrol (c) limfosit ( ), monosit ( ), basofil ( ), eosinofil ( ), dan neutrofil ( ) setelah diinfeksi L 3 H. contortus. PEMBAHASAN Nilai rataan PBBH terus meningkat sampai hari ke-35 dan kemudian menurun dari hari ke-35 sampai hari ke-42. Pada hari ke-35 infeksi H. contortus sudah memasuki masa infektifnya sehingga mulai terjadi penurunan nilai rataan PBBH dari pengamatan sebelumnya. Hubungan perubahan nilai rataan PBBH ini tidak bisa dibedakan antara domba jantan dan betina terhadap kontrol (P>0.05). Nilai rataan jumlah FEC mengalami peningkatan dari jumlah nol pada hari awal infeksi hingga hari ke-28 dan ke-35, namun kembali mengalami penurunan jumlahnya pada hari ke-42. Hubungan peningkatan nilai rataan jumlah FEC ini tidak bisa dibedakan dengan kontrol (P>0.05). Nilai FEC menggambarkan populasi cacing dalam tubuh domba. Larva H. contortus yang masuk ke tubuh domba akan mengalami adaptasi dan perkembangan sebelum dapat menghisap darah dan menghasilkan telur dalam tubuh domba. Larva cacing yang tidak dapat bertahan akan mati, sedangkan larva yang bertahan akan melanjutkan siklus hidupnya. Jumlah telur cacing yang menurun di akhir pengamatan diduga disebabkan oleh sudah lewatnya masa infektif dari siklus hidup H. contortus dalam saluran pencernaan domba, yaitu rata-rata sekitar 39-42 hari setelah infeksi sehingga tidak efektif lagi dalam menghisap darah dan menghasilkan telur (Soulsby 1982). Nilai rataan PCV domba jantan maupun betina mengalami penurunan dari hari awal infeksi hingga akhir pengamatan. Domba jantan mengalami sedikit penurunan nilai PCV secara perlahan setiap minggunya, namun pada domba betina nilai rataan PCV justru kembali meningkat setelah hari ke-28 setelah infeksi. Nilai rataan PCV domba yang diinfeksi H. contortus selama pengamatan berkisar antara 25-30%. Berdasarkan nilai PCV tersebut, domba tidak menunjukkan terjadinya ciri-ciri anemia, yaitu nilainya tidak mencapai kondisi kritis dibawah 20%. Nilai PCV normal pada domba ialah 32% (Frandson 1992) atau 24-36% (Banks 1993). Hubungan penurunan nilai rataan PCV domba jantan tidak bisa dibedakan dengan kontrol (P>0.05), sedangkan domba betina berbeda dengan kontrol (P<0.05). Nilai PCV menggambarkan proporsi sel darah merah

6 total terhadap cairan darah. Nilai PCV pada umumnya akan mengalami penurunan yang sangat tajam akibat infeksi H. contortus pada tahap pertama anemia, yaitu pada hari ke-7 sampai ke-25 setelah infeksi dengan rata-rata penurunan nilai PCV sebesar 11%. Nilai tersebut kemudian cenderung stabil namun dengan nilai dibawah normal pada tahap kedua anemia, yaitu 6-14 hari berikutnya (Soulsby 1982). Nilai rataan jumlah Hb pada darah domba jantan dan betina menurun sejak hari awal hingga akhir pengamatan. Nilai rataan jumlah Hb pada darah domba yang diinfeksi H. contortus selama pengamatan berkisar antara 7.5-8.8 g%. Jumlah Hb normal pada darah domba ialah 11 g% (Frandson 1992) atau 8-11 g% (Banks 1993). Hubungan penurunan nilai Hb pada domba jantan dan betina tidak bisa dibedakan (P>0.05) terhadap kontrol. Hemoglobin pada SDM berperan dalam pengikatan oksigen sehingga memungkinkan SDM untuk mengangkut oksigen dalam sistem peredaran. Penurunan jumlah hemoglobin sampai dibawah keadaan normal dapat menyebabkan kondisi anemia. Nilai rataan jumlah SDM pada domba mengalami penurunan dari hari ke-0 infeksi sampai akhir pengamatan bagi domba jantan dan betina. Nilai ini kembali meningkat pada hari ke-42 setelah infeksi pada domba betina. Nilai rataan jumlah SDM pada darah domba yang diinfeksi H. contortus selama pengamatan berkisar antara 1.0-1.2 x 10 7 sel/mm 3. Jumlah SDM normal pada darah domba ialah 1.1 x 10 7 sel/mm 3 (Frandson 1992) atau 0.8-1.6 x 10 7 sel/mm 3 (Banks 1993). Hubungan penurunan nilai rataan jumlah SDM ini tidak bisa dibedakan (P>0.05) terhadap kontrol. Nilai rataan jumlah SDP meningkat seiring dengan adanya parasit dalam tubuh domba selama masa infeksi. Hal ini dapat diketahui dari peningkatan jumlah SDP pada domba yang diinfeksi cacing, namun hubungan peningkatan jumlah SDP ini pada domba jantan dan betina tidak bisa dibedakan terhadap kontrol (P>0.05) hingga akhir pengamatan. Nilai rataan jumlah SDP pada darah domba yang diinfeksi H. contortus selama pengamatan berkisar antara 10.5-11.6 x 10 3 /mm 3. Jumlah SDP normal pada darah domba ialah 7-12 x 10 3 /mm 3 (Frandson 1992) atau 4-10 x 10 3 /mm 3 (Banks 1993). SDP secara umum berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit. Hasil diferensiasi SDP pada pengamatan menemukan rataan persentase limfosit, monosit, basofil, eosinofil, dan neutrofil domba yang diinfeksi H. contortus masingmasing ialah 27-36%, 8-11%, 5-8%, 28-33%, dan 19-27%. Kisaran jumlah jenis SDP normal pada domba ialah limfosit 60-65%, monosit 5%, basofil 1%, eosinofil 2-5%, dan neutrofil 25-30% (Frandson 1992). Nilai rataan persentase jumlah limfosit, neutrofil, dan eosinofil pada darah domba tetap tinggi dan cenderung meningkat hingga akhir pengamatan. Ketiga jenis SDP ini terutama eosinofil berperan dalam melawan infeksi yang ditimbulkan oleh parasit. Hubungan peningkatan maupun penurunan persentase jumlah jenis-jenis SDP pada domba jantan dan domba betina dalam pengamatan seluruhnya tidak bisa dibedakan dengan peningkatan maupun penurunan jenis-jenis SDP pada domba kontrol (P>0.05). Jumlah limfosit dalam darah domba terinfeksi selama pengamatan lebih rendah dari jumlah limfosit normal pada domba, yaitu 60-65%. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh faktor umur, jenis kelamin, jenis domba, dan metode yang digunakan (Egbe-Nwiyi et al. 2000). Domba yang digunakan dalam penelitian berumur 8-12 bulan. Jumlah limfosit meningkat seiring dengan pertambahan umur. Peningkatan jumlah limfosit sampai nilai normal mencerminkan peningkatan pembentukan sistem kekebalan dengan bertambahnya umur domba (Egbe- Nwiyi et al. 2000). Limfosit bermanfaat dalam sistem kekebalan tubuh dengan membentuk kekebalan humoral dan selular (Tizard 1988), salah satunya dengan membentuk antibodi (Frandson 1992). Jumlah monosit dalam darah domba terinfeksi selama pengamatan relatif tidak berbeda dari jumlah monosit normal pada domba, yaitu 5-6%. Monosit merupakan sel fagositik yang mampu menelan material asing dan akan berkembang menjadi fagosit yang lebih besar, yaitu makrofag ketika masuk ke dalam jaringan akibat adanya material asing tersebut. Sel ini aktif bekerja pada keadaan infeksi yang tidak akut. (Frandson 1992). Jumlah basofil dalam darah domba terinfeksi selama pengamatan lebih tinggi dari jumlah basofil normal pada domba, yaitu 1%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor umur, jenis kelamin, jenis domba, dan metode yang digunakan (Egbe-Nwiyi et al. 2000). Basofil terlibat dalam reaksi peradangan jaringan dan

7 dalam proses reaksi alergik karena sel ini mengandung heparin, histamin, bradikinin, dan serotonin yang dilepaskan di daerah peradangan untuk mencegah pembekuan dan stasis darah (Frandson 1992). Jumlah eosinofil dalam darah domba terinfeksi selama pengamatan lebih tinggi dari jumlah eosinofil normal pada domba, yaitu 5%. Hal ini terjadi akibat adanya infeksi dari parasit terutama nematoda atau nilainya mungkin tetap tinggi akibat infeksi-infeksi parasit pada waktu sebelumnya. Eosinofil diduga berperan dalam membunuh larva cacing yang menginfeksi domba. Jumlah eosinofil yang tinggi berperan dalam meningkatkan mekanisme respon kebal protektif domba ekor tipis terhadap infeksi Fasciola gigantica (Wiedosari 2006). Jumlah eosinofil juga berkaitan dengan resistensi domba yang terinfeksi Trichostrongylus colubriformis (Rothwell et al. 1993) dan Ostertagia circumcincta (Stear et al. 1995). Eosinofil merupakan penciri khas adanya infeksi nematoda yang memasuki tubuh dan merusak jaringan inangnya karena sel ini dapat menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan kutikula nematoda serta dapat menempel dan memfagosit cacing parasit dengan adanya IgE dan IgG. Sel ini kemudian juga dapat mensekresikan mediator kompleks peroksidase yang menghasilkan histamin untuk menetralkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast (Douch et al. 1996). Jumlah neutrofil dalam darah domba yang terinfeksi selama pengamatan relatif tidak berbeda dari jumlah neutrofil normal pada domba, yaitu 25-30%. Neutrofil merupakan sel pertahanan dalam melawan infeksi terutama serangan bakteri dengan cara migrasi ke daerah yang mengalami serangan bakteri yang melepaskan zat kemotoksik. Enzim lisosom dari neutrofil berperan dalam mencerna material asing tersebut (Frandson 1992). Infeksi H. contortus pada abomasum menimbulkan peradangan dan rentan terhadap serangan bakteri. Neutrofil berperan utama pada proses yang berhubungan dengan peradangan akibat infeksi dan jumlahnya meningkat selama periode paten akibat infeksi Haemonchus (Adams 1993). Seluruh nilai rataan aspek yang diamati, yaitu nilai PBBH, nilai FEC, nilai PCV, kadar Hb, jumlah SDM, jumlah SDP, dan persentase jumlah jenis-jenis SDP, kecuali nilai PCV domba betina memiliki hubungan peningkatan maupun penurunan yang tidak bisa dibedakan antara domba jantan dan domba betina terhadap kontrol (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi L 3 H. contortus pada domba ekor tipis selama 42 hari tidak memberikan pengaruh yang signifikan walaupun nilai-nilai amatan cenderung mengalami penurunan maupun peningkatan. Nilai ini menunjukkan juga bahwa tidak ada domba perlakuan yang terlihat mengalami ciri-ciri anemia bahkan kematian akibat diinfeksi H. contortus. Berdasarkan semua nilai rataan ukuran yang dilakukan dalam penelitian ini, domba ekor tipis menunjukkan adanya potensi kekebalan terhadap infeksi cacing H. contortus. Hal ini menunjukkan adanya peluang domba ekor tipis memiliki gen yang dapat terekspresi dan berpengaruh terhadap mekanisme ketahanan domba terhadap infeksi H. contortus. Beberapa jenis domba di dunia juga banyak dilaporkan memiliki ketahanan terhadap infeksi H. contortus seperti domba Merino (Gill 1991), domba Creole (Bambou et al. 2009), domba Xhosa, dan domba Nguni (Marume et al. 2011). Domba yang berasal dari Indonesia seperti domba Sumatera dan domba persilangan Sumatera-Ekor Gemuk dilaporkan tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi H. contortus (Romjali et al. 1996). Studi pada tingkat molekuler tentang gen yang terkait kekebalan ruminansia terhadap infeksi nematoda gastrointestinal telah banyak dilakukan. Beberapa QTLs (Quality Trait Loci) bagi kekebalan terhadap nematoda parasit gastrointestinal telah teridentifikasi. Setidaknya ada dua gen yang menunjukkan hubungan kekebalan hewan ruminansia terhadap infeksi nematoda gastrointestinal. Gen yang pertama ialah gen DRB, yaitu kelas II dari Major Histocompatibility Complex (MHC) dan gen yang kedua ialah Interferon Gamma Gene (IFNG), yaitu gen pada kromosom. Gen IFNG dan DRB mengatur respon-respon kekebalan terhadap infeksi nematoda gastrointestinal (Charon 2004). SIMPULAN Infeksi H. contortus pada domba cenderung menurunkan nilai PCV, kadar Hb darah, jumlah SDM, dan meningkatkan jumlah SDP, namun tidak sampai menyebabkan kondisi anemia. Bobot badan domba tetap meningkat selama masa infeksi. Nilai-nilai PBBH, FEC, dan gambaran darah diatas mengisyaratkan bahwa domba ekor