LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

LAPORAN KAJIAN STRATEGIS KEBIJAKAN SUBSIDI PERTANIAN YANG EFEKTIF, EFISIEN DAN BERKEADILAN

MASUKAN AWAL ANALISIS KEBIJAKAN PUPUK

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Kebijakan PSO/Subidi Benih Untuk Padi, Kedelai dan Jagung

- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 04/Permentan/HK.140/2/2016 TANGGAL : 5 Pebruari 2016

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi tanaman pangan guna

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR 16/KPA/SK.310/C/2/2016 TENTANG

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI DI BIDANG SARANA PRODUKSI PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERANAN KELOMPOK TANI TERHADAP KEBERHASILAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI SKRIPSI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Sang Hyang Seri (Persero)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RDKK Pupuk Bersubsidi

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

PROSPEK DAN KENDALA SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KE PETANI

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOK TANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA PROBOLINGGO

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) PUPUK BERSUBSIDI

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu

ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SANGGAU LEDO KABUPATEN BENGKAYANG

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

KAJIAN POLA KEMITRAAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH PADI BERMUTU DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor nonpertanian

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN. karena sampai saat ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN II 2016

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/M-DAG/PER/6/2011 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

PEDOMAN PENDAMPINGAN VERIFIKASI DAN VALIDASI PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI TA 2018

BAB I PENDAHULUAN. (BLBU SL-PTT) padi tahun 2012 di Kabupaten Barito Utara. Fokus penelitian

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh : Bambang Prasetyo Prajogo U. Hadi Nur K. Agustin Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang 1. Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah di sektor pertanian menggunakan pendekatan peningkatan produksi, produktivitas, dan luas panen. Langkah nyata yang ditempuh pemerintah adalah pemberian subsidi harga benih, bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan subsidi harga pupuk. 2. Sejak tahun 1986, pemerintah telah memberlakukan kebijakan subsidi harga untuk benih unggul padi, jagung, dan kedelai. Pemberian subsidi harga input tersebut merupakan kebijakan penting yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk menjaga pertumbuhan produksi pangan nasional. 3. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan dalam sistem distribusi pupuk dan benih bersubsidi yang berkaitan ketepatan jumlah, jenis, waktu, mutu, harga, dan lokasi (6 tepat) di tingkat petani. Keadaan ini menunjukkan bahwa sistem dan kelembagaan distribusi yang ada saat ini belum efektif dalam menangani permasalahan distribusi benih unggul dan pupuk bersubsidi di lapangan. 4. Perlu dilakukan pengkajian yang lebih komprehensif terhadap model subsidi dan bantuan langsung input yang sedang berjalan dan menemukan alternatif model yang lebih sesuai dalam upaya untuk peningkatan produksi pangan. Pengertian alternatif yang dimaksud bukan mengganti secara total kebijakan yang sudah ada, namun lebih pada mencari bentuk kebijakan dan pelaksanaannya yang lebih tepat melalui perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Tujuan Penelitian 5. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Melakukan review kebijakan subsidi pupuk, subsidi benihl dan bantuan langsung benih unggul dalam upaya peningkatan produksi pangan; (2) Mengevaluasi implementasi kebijakan subsidi pupuk, subsidi benih dan bantuan langsung benih unggul; (3) Mengkaji efektifitas subsidi pupuk dalam upaya peningkatan produksi pangan; (4) Mengkaji subsidi benih dan bantuan langsung benih unggul dalam upaya peningkatan produksi pangan dan implikasinya bagi kinerja industri perbenihan nasional; dan (5) Merumuskan penyempurnaan model subsidi pupuk dan subsidi /bantuan langsung benih unggul dalam upaya peningkatan produksi pangan. I

Metodologi 6. Penelitian dilakukan di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Responden terdiri dari petani produsen padi dan stakeholder lainnya. Khusus untuk perbenihan, petani responden dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (i) Penerima subsidi benih; (ii) Penerima BLBU; dan (iii) Petani non-program (tidak menerima subsidi benih dan BLBU). 7. Dalam kegiatan penelitian ini terdapat tiga kebijakan yang akan dievaluasi yaitu: (1) Kebijakan Subsidi benih; (2) Kebijakan bantuan langsung benih unggul (BLBU); dan (3) Kebijakan Subsidi pupuk. Komoditas yang dicakup dibatasi hanya padi. Dalam evaluasi dilakukan analisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan 8. Anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan riil pupuk petani. Dengan cara demikian, maka peluang terjadinya kelangkaan pupuk dapat dicegah. Hal ini perlu ditekankan dalam rangka penguatan ketahanan pangan nasional, dimana tanaman pangan, utamanya padi. 9. Penetapan HET pupuk bersubsidi perlu mempertimbangkan HPP gabah karena sebagian besar pupuk bersubsidi digunakan pada pertanian padi. HPP gabah yang terus meningkat yang diikuti dengan kenaikan yang lebih cepat pada harga aktualnya, memberi kemungkinan untuk meningkatkan HET pupuk, namun persentase kenaikan HET harus lebih rendah dibanding persentase kenaikan HPP, agar petani tetap mendapatkan insentif untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya padi. 10. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam penebusan pupuk bersubsidi oleh petani penerima subsidi, sebaiknya masing-masing petani yang sudah terdaftar di dalam RDKK diberikan Kartu Subsidi Pupuk (KSP). Petani yang berhak menebus pupuk bersubsidi di kios Penyalur terkait hanya mereka yang mempunyai kartu KSP. 11. Subsidi harga benih sebaiknya dicabut dan biarkan produsen benih BUMN (PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani) beralih ke bisnis komersial dan bersaing dengan produsen-produsen swasta termasuk petani penangkar benih. Dengan cara ini, maka akan terjadi persaingan yang lebih sehat di dalam bisnis perbenihan nasional sehingga benih akan menjadi lebih bagus mutunya dan lebih murah harganya. 12. Masing-masing Kelompok Tani dan Petani cukup menerima bantuan benih BLBU sekali saja, kecuali jika terjadi musibah, misalnya kebanjiran, kekeringan dan serangan hama/penyakit, atau karena benih datang terlambat atau rusak. Hal ini memberikan peluang lebih besar kepada petani-petani yang belum pernah menerima bantuan benih BLBU sehingga tujuan program BLBU dapat dicapai secara maksimal dan lebih cepat. II

13. Jika jangkauan penyebaran sudah menyebar di seluruh wilayah sentra produksi beras Indonesia, maka program BLBU sebaiknya dihentikan. Petani yang sudah faham akan pentingnya benih padi unggul bersertifikat diharapkan akan membeli benih unggul bersertifikat yang disediakan oleh berbagai pihak, baik produsen BUMN, swasta maupun petani penangkar benih padi, dengan harga yang kompetitif. Implikasi Kebijakan 14. Kebijakan subsidi pupuk menjadi lebih efektif, maka: (a) Produsen pupuk dan kementerian terkait perlu melakukan pembinaan dan sosialiasi secara intensif kepada distributor, pengecer dan kelompok tani tentang ketentuan mengenai pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk; dan (2) Kementerian terkait, terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, perlu melakukan koordinasi secara intensif dalam melakukan evaluasi terhadap kelemahan sistem pendataan RDKK, penyaluran dan pengawasan. 15. Sasaran penerima subsidi pupuk bersubsidi sebaiknya tidak dibatasi pada petani yang luas garapannya 2 ha atau kurang, tetapi juga mencakup petani yang areal garapannya lebih luas lada dasarnya karena petani luas yang mempunyai kapasitas untuk memacu pertumbuhan produksi beras dan surplus produksi yang dapat dijual ke pasar (marketable surplus) dalam upaya penguatan ketahanan pangan nasional. 16. Pemerintah daerah perlu menganggarkan sebagian APBD-nya untuk membiayai kegiatan KP3 guna melaksanakan tupoksinya secara optimal. Dalam hal ini, Dinas Pertanian tingkat Kabupaten/Kota harus berani mengajukan anggaran KP3 kepada Bupati/Walikota. Tanpa anggaran yang cukup, maka berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penyaluran pupuk bersubsidi tidak akan pernah bisa diatasi dan akan selalu muncul pada tahun-tahun yang akan datang. 17. BUMN produsen benih bersubsidi sebaiknya membatasi pasarnya hanya pada pasar yang sudah jelas (captive markets), yaitu di wilayah-wilayah yang petaninya sudah fanatik terhadap benih unggul bersubsidi. Hal ini dipandang penting karena harga benih bersubsidi masih terlalu tinggi dan hanya petani-petani yang sudah maju yang mau membeli benih unggul bersubsidi. 18. BUMN perbenihan cukup berkonsentrasi dalam pengadaan benih untuk program BLBU yang kebutuhan benihnya sangat besar. Terkait dengan hal ini, maka subsidi sebaiknya diberikan kepada para penangkar benih agar mereka dapat membantu penyediaan benih, baik dalam rangka program BLBU maupun lainnya III

IV