NILAI PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN DONGENG-DONGENG ASIA KANGGO BOCAH-BOCAH SERI 1, 2, DAN 3 Oleh:Fitriani Syarifah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anncil@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Struktur dongeng dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2 dan 3, dan (2) Nilai pendidikan dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2 dan 3. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat yang terdapat dalam Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah- Bocah Seri 1, 2 dan 3. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah Dongeng- Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2 dan 3. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka dan teknik catat. Instrumen penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai instrumen penelitian dan kartu pencatat data. Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi. Penyajian hasil analisis data menggunakan teknik penyajian informal. Hasil penelitian ini adalah (1) setiap dongeng dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2 dan 3, memiliki satu tema utama, DDAKBBS1 memiliki 11 tokoh, DDAKBBS2 memiliki 10 tokoh, dan DDAKBBS3 memiliki 12 tokoh, latar tempat diantaranya di jalan, di kerajaan, di sungai, latar waktu sore hari, esuk hari, malam hari, latar suasana sedih, senang, marah, tegang, serta penceritaan dalam dongeng menggunakan alur maju karena diceritakan secara runtut mulai dari tahap penyituasian, pemunculan konflik, konflik meningkat, klimaks, hingga tahap penyelesaian. (2) Nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3, berdasarkan hasil analisis terdiri dari empat nilai. Nilai pendidikan tersebut yaitu: (a) Nilai pendidikan kebenaran, yang terkandung dalam seluruh dongeng, (b) Nilai pendidikan moral yang meliputi nilai pendidikan moral baik dan buruk. Setiap dongeng mengandung nilai pendidikan moral. Adapun jenis-jenis nilai pendidikan moral yang terkandung dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3 adalah prasangka baik, persahabatan, serakah, patuh, hormat, tekad kuat, buruk sangka, membantu sesama, balas budi, sombong, tidak bertanggung jawab, kreatif, toleransi, kerja keras, jujur, pantang menyerah, tanggung jawab, cinta dan setia, (c) Nilai pendidikan keindahan atau estetika terdapat dalam seluruh dongeng. Nilai pendidikan ini dapat ditemukan melalui tahapan-tahapan alur yang saling berhubungan serta didukung oleh latar yang ada, (d) Nilai pendidikan Agama atau religius terdapat dalam dongeng Si Mitra lan Si Satru dan Lelakone Prabu Sutan. Kata kunci: struktur dongeng, nilai pendidikan Karya sastra merupakan sesuatu yang dianggap penting bagi kehidupan masyarakat sebab karya sastra dapat mempengaruhi pola kehidupannya. Hal ini disebabkan karya sastra memiliki pesan-pesan yang disampaikan kepada masyarakat dan selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 18
Oleh karena itu, sastra yang baik harus dapat berfungsi sebagai hiburan, serta mengandung nilai pendidikan, nilai sosial, nilai budaya, dan memupuk cinta tanah air dan bangsa. Salah satu wujud karya sastra adalah dongeng. Dongeng merupakan dunia khayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dongeng sangat menarik untuk disimak karena di dalamnya mengandung unsur-unsur pembangun yang serasi (unsur-unsurnya saling mendukung dan sesuai dengan kewajaran cerita yang diimajinasikan). Unsur-unsur pembangun dongeng yaitu tokoh dan penokohan, alur, latar (tempat, waktu, dan suasana), dan amanat. Amanat dongeng lebih banyak mengarah kepada nilai-nilai pendidikan dan budi pekerti. Nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik dari dongeng sangat banyak jumlahnya, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nilai positif dan nilai negatif. Menurut Sukirno (2010: 163-164) dongeng terdiri dari beberapa jenis, antara lain; fabel yaitu cerita tentang kehidupan binatang yang memiliki watak dan budi seperti manusia; parabel adalah cerita yang mengisahkan sikap moral dan keagamaan seseorang dengan menggunakan ibarat dan perbandingan; mite yaitu cerita tentang roh halus yang memiliki kekuatan gaib seperti dewa; serta hikayat yaitu kisah yang menceritakan kehidupan raja-raja dan keluarganya. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif, yang berakar pada latar alamiah yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Data dalam penelitian ini berupa kalimat yang terdapat dalam Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3, yang menjadi sumber data adalah buku kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3 yang diterjemahkan oleh Drs. Singgih Wibisono. Teknik pengumpulan data berupa teknik pustaka dan teknik catat (Subroto, 1992: 42). Instrumen yang digunakan adalah peneliti itu sendiri dengan dibantu kertas pencatat data dan alat tulisnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data content analisys atau analisis isi (Jabrohim, 2012: 07). Selanjutnya, teknik penyajian hasil analisis Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 19
data yang digunakan adalah teknik informal, yaitu perumusan hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Unsur intrinsik dongeng Si Mitra lan Si Satru a. Tahap penyituasian Dongeng Si Mitra lan Si Satru dimulai dengan diceritakannya tokoh Mitra, ia memiliki sifat baik hati, ramah, dan suka memberi. Suatu hari ia bersiap untuk bepergian. Di tengah perjalanannya, ia bertemu dengan Satru. Mereka mempunyai tujuan yang sama, yaitu menggembara menaiki kuda. Seperti terlihat dalam kedua kutipan di bawah ini. Dhek biyen ana uwong sing banget temene tur becik atine, sumanak lan seneng weweh. Mula diparabi si Mitra. Nuju ing sawijining dina Mitra sumedya lelungan. (DDAKBB1: 23) Durung pati adoh lakune, katon ana wong nunggang jaran ing mburine. Mitra ngenteni wong mau, uluk salam lan takon jenenge. Jenengku Satru, ki sanak, wangsulane wong mau. (DDAKBBS1: 23) b. Tahap pemunculan konflik Dalam dongeng Si Mitra lan Si Satru, konflik mucul ketika Satru mengusulkan untuk makan bekal bersama. Bekal Mitra dimakan terlebih dahulu, kemudian jika sudah habis barulah memakan bekal Satru. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Satru celathu, Sarehne awake dhewe iki lelungan bareng, becike mangane bathon. Dadi sangune aja didudhah loro-lorone. Salah siji wae, sangumu dhisik ayo dipangan bareng. Yen wis entek genten sanguku sing padha dipangan. (DDAKBBS1: 25) Selanjutnya, ketika bekal Mitra habis, Satru mengingkari janjinya. Ia memperjauh langkahnya dari Mitra dan bekalnya dimakan sendiri. Hal ini tercermin dalam kutipan di bawah ini. Saiki genten Si Satru sing kudu ngedum sangune. Nanging bereng tekan wayahe mangan, Satru rada ngedoh lakune, lan sangune dipangan dhewe. (DDAKBBS1: 25-26) c. Tahap konflik meningkat Konflik dalam dongeng Si Mitra lan Si Satru mulai meningkat ketika Satru mengatakan bahwa ia bukan orang bodoh. Menurutnya perjalanan masih jauh, jika bekalnya dibagi dua pasti akan cepat habis dan mereka akan Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 20
kelaparan berdua. Tapi jika bekalnya dimakan sendiri, ia masih bisa terus bertahan. Seperti dalam kutipan sebagai berikut. Aku iki dudu wong bodho, wangsulane Satru. Dakkira lakune isih adoh, yen sanguku iki dakedum karo kowe, mesthi gelis entek, lan aku karo kowe banjur kaliren. Nanging yen sanguku dakpangan dhewe, aku isih bisa tahan terus. (DDAKBBS1: 26) d. Tahap klimaks Tahap klimaks terjadi ketika Satru dan Mitra berpisah di jalan persimpangan. Hal ini dinyatakan dalam kutipan di bawah ini. Bareng lakune tekan ing dalan simpangan, wong loro banjur pepisahan. (DDAKBBS1: 26) Kutipan selanjutnya menyatakan bahwa menjelang petang perjalanan Mitra sampai di rumah penggilingan yang sudah rusak. Kudanya dilepas di padang ilalang, sedangkan dirinya masuk rumah tersebut untuk beristirahat. Seperti dalam kutipan sebagai berikut. Lakune Mitra wis ana sawetara dina. Ing wayah surup, lakune tekan ing omah penggilingan sing wis katon bobrok. Jarane banjur diumbar ana ing ara-ara, dene dheweke nuli mlebu omah mau lan nginep ing kono. (DDAKBBS1: 26) Kemudian Mitra terbangun mendengar hewan-hewan buas sedang bercakap-cakap. Ketika yakin hewan-hewan tersebut sudah pergi, ia kemudian keluar dari persembunyiannya untuk membuktikan cerita macan. Mitra segera naik ke atap. Benar yang macan ceritakan, ada banyak emas di sana. Hal ini terlihat dalam kutipan sebagai berikut. Dumadakan Mitra tangi kebribenan swara, nuli ungak-ungak asale swara karo amping-ampingan watu. Ing kono Mitra weruh ana singa, macan, srenggala lan asu ajag lagi padha caturan. (DDAKBBS1: 26) e. Tahap penyelesaian Akhir cerita menceritakan perjalanan Mitra ke pinggir desa. Di sana ia melihat penggembala sedang duduk di dekat kambing-kambingnya. Mitra segera meminta akar tanaman dan ditukar dengan dinar emas. Esuke Mitra lunga menyang pinggir desa. Ing kono weruh ana bocah angon lagi lungguh ing cedhake wedhus-wedhuse sing katon lemu-lemu, seger kuwarasan. Mitra kelingan critane srenggala. Bocah angon mau diparani lan dijaluki oyod tandurane sacukupe. (DDAKBBS1: 30) Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 21
Selanjutnya Mitra pergi ke negaranya putri yang sedang sakit. Ia mencoba mengobati sang putri dengan meminumkan rebusan puan dan akar tanaman tadi. Tidak beberapa lama, putri sembuh seperti sedia kala. Hal ini tampak dalam kutipan di bawah. Mitra lungane njujug ing negarane putri sing lagi nandhang lara. Ing kono wong-wong padha katon sedhih atine, lan padha nyritakake lelakone sang putri menyang Mitra, ora beda karo critane srenggala. (DDAKBBS1: 30-31) Dheweke njaluk powan, nuli digodhog dicampur karo oyod thukulane. Powan banjur diunjukake sang putri minangka tamba. Ora let suwe pipine sang putri wiwit katon abang, wis ora pucet maneh. Sang putri dadi waras babar pisan, pulih kaya maune. (DDAKBBS1: 31) Kemudian keduanya dinikahkan. Karena raja tidak mempunyai anak lakilaki, maka Mitralah yang nantinya akan menggantikan menjadi raja. Tapi Mitra tidak mau. Ia mengajak putri ke tempat bekas kerajaan seperti cerita anjing alasan. Sampai di sana, Mitra menggali sumber air yang jernih lalu didirikanlah kerajaan. Hal ini dijelaskan dalam kutipan sebagai berikut. Wusanane sekerone didhaupake. Sarehne sang prabu ora kagungan putra kakung, mulane ora ana wong liyane maneh kajaba mung Mitra sing diwisuda dadi pangeran pati, ing tembe bisa nggenteni keprabon. Nanging Mitra duwe gagasan dhewe sing luwih prayoga. Sang putri diajak menyang papan tilasing kraton kaya sing tau dicritakake asu ajag biyen. Bareng wis tekan kono, Mitra banjur wiwit ndhudhuk sumber sing banyune luwih dening bening lan seger. Ing kono nuli yasa kraton cekli. Let sawatara taun papan mau dadi taman sing endah banget, sajagad ora ana sing madani. (DDAKBBS1: 31) Sang putri diajak ke tempat bekas kerajaan seperti yang pernah diceritakan anjing alasan dulu. Ketika sudah sampai di sana, Mitra kemudian mulai menggali sumber yang airnya lebih bersih bening dan segar. Di sana lalu mendirikan kraton. Beberapa tahun kemudian tempat tersebut menjadi taman yang sangat indah, sedunia tidak ada yang menyamai. Nilai pendidikan dongeng Si Mitra lan Si Satru Nilai pendidikan agama dalam dongeng Si Mitra lan Si Satru hanya diperlihatkan ketika Mitra memulai perjalanan, ia mengucapkan do a Bismillah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Mitra beragama Islam. Berikut kutipannya. Sawise ngucap Bismillah, Mitra mangkat ninggal kuthane. (DDAKBBS1: 23) Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 22
Setiap dongeng yang terdapat dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3 terdapat struktur cerita, yaitu tema, tokoh, latar (waktu, tempat, suasana), dan alur. Nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah Seri 1, 2, dan 3, terdiri dari empat nilai (a) Nilai pendidikan kebenaran, (b) Nilai pendidikan moral, (c) Nilai pendidikan keindahan atau estetika, (d) Nilai pendidikan Agama atau religius. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu sastra, terutama dalam bidang bahasa dan sastra, khususnya dengan kajian tentang sastra dan nilai-nilai pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Subroto, Edi. Pengantar Metoda Penelitian LinguistikStruktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sukirno. 2010. Belajar Cepat Menulis Kreatif Berbasis Kuantum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wibisono, Singgih. 2011. Kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah 1 (Manuk Gagaki Lan Manuk Gereja). Bandung : PT Kiblat Buku Utama. Wibisono, Singgih. 2011. Kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah 2 (Jejaka Karo Macan). Bandung : PT Kiblat Buku Utama. Wibisono, Singgih. 2011. Kumpulan Dongeng-Dongeng Asia Kanggo Bocah-Bocah 3 (Lelakone Raja Sutan). Bandung : PT Kiblat Buku Utama. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 23