BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

T - 11 MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

MODEL EPIDEMI RANTAI MARKOV WAKTU DISKRIT SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED DENGAN DUA PENYAKIT

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

PROBABILITAS PUNCAK EPIDEMI MODEL RANTAI MARKOV DENGAN WAKTU DISKRIT SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

MODEL EPIDEMI CONTINUOUS TIME MARKOV CHAIN (CTMC) SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI POISSON

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MODEL MARKOV WAKTU DISKRIT UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR PADA MODEL EPIDEMIK SIR. Oleh: RAFIQATUL HASANAH NRP.

BAB III PROSES POISSON MAJEMUK

MODEL EPIDEMI SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN PROSES POISSON. oleh LUCIANA ELYSABET M

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya

MODEL EPIDEMI DISCRETE TIME MARKOV CHAIN (DTMC ) SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS) SATU PENYAKIT PADA DUA DAERAH

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

MODEL EPIDEMI SIRS STOKASTIK DENGAN STUDI KASUS INFLUENZA

PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI INDONESIA DENGAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR)

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBANGKIT RANDOM VARIATE

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Pengantar Proses Stokastik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISA SIFAT-SIFAT ANTRIAN M/M/1 DENGAN WORKING VACATION

BAB I PENDAHULUAN. ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di

Oleh: Isna Kamalia Al Hamzany Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita W, M.Si. Dra. Nur Asiyah, M.Si

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza),

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB II LANDASAN TEORI. pembahasan model antrian dengan working vacation pada pola kedatangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STATISTIKA UNIPA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FORMAT LAPORAN MODUL V DISTRIBUSI SAMPLING

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian 2. Probabilitas. Struktur Probabilitas. Probabilitas Subyektif. Metode Frekuensi Relatif Kejadian untuk Menentukan Probabilitas

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

Pengantar Proses Stokastik

REKAYASA TRAFIK ARRIVAL PROCESS.

ANALISA SIFAT-SIFAT ANTRIAN M/M/1 DENGAN WORKING VACATION

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi 1 Himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan disebut ruang sampel dan dinyatakan dengan S.

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

MODEL EPIDEMI DISCRETE TIME MARKOV CHAINS SUSCEPTIBLE EXPOSED INFECTED RECOVERED (DTMC SEIR)

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan kendala menjadi model penuh tanpa kendala,

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

BAB II LANDASAN TEORI

Persatuan Aktuaris Indonesia Probabilitas dan Statistik 27 November 2006 A. 5/32 B. ¼ C. 27/32 D. ¾ E. 1 A. 0,20 B. 0,34 C. 0,40 D. 0,60 E.

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

III PEMODELAN. (Giesecke 1994)

STATISTICS. WEEK 5 Hanung N. Prasetyo TELKOM POLTECH/HANUNG NP

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

SOLUSI POSITIF MODEL SIR

STATISTIK PERTEMUAN VI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

BILANGAN ACAK. Metode untuk mendapatkan bilangan acak : 1. Metode Kongruen Campuran Rumus :

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

PENGANTAR PROBABILITAS STATISTIKA UNIPA SBY

Pemodelan Sistem Antrian Satu Server Dengan Vacation Queueing Model Pada Pola Kedatangan Berkelompok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam

Penggabungan dan Pemecahan. Proses Poisson Independen

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

KAPASITAS LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Analisis Kestabilan Global Model Epidemik SIRS menggunakan Fungsi Lyapunov

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel

Catatan Kuliah. MA5181 Proses Stokastik

SISTEM ANTRIAN MODEL GEO/G/1 DENGAN VACATION

Pengantar Proses Stokastik

ELSA HERLINA AGUSTIN:

Distribusi Probabilitas : Gamma & Eksponensial

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent satu sama lain dan masing- masing individu terinfeksi (I) pada saat t dapat menginfeksi individu lain (S) secara random pada saat t + 1 dengan probabilitas sama. Proses I t adalah bentuk khusus Markov chain yang disebut dengan Proses Pencabangan, dimana I t adalah banyaknya individu terinfeksi pada waktu t. Proses pencabangan terjadi apabila pada selang waktu t terjadi kontak antara individu terinfeksi (I) dengan individu yang rentan terinfeksi (S), sehingga mengakibatkan adanya individu baru yang terinfeksi. Banyaknya individu terinfeksi pada saat t hanya bergantung pada banyaknya individu terinfeksi pada waktu t 1. Jika I adalah variabel random diskrit dari banyaknya individu terinfeksi, maka probabilitas banyaknya infeksi baru per individu terinfeksi pada proses pencabangan adalah {P (I = k)} = p k, k = 0, 1, 2,... (4.1) dengan k merupakan nilai dari variabel random I. Misalkan p 0, p 1,..., p n,... merupakan barisan bilangan dengan indeks n. Fungsi pembangkit probabilitas (pgf ) didefinisikan sebagai f(x) = p 0 + p 1 x + p 2 x 2 + p 3 x 3 +... = p k x k (4.2) Probability generating function (pgf) suatu variabel random diskrit digunakan untuk merepresentasi barisan secara efisien dengan mengkodekan unsur barisan sebagai koefisien dalam deret pangkat suatu variabel random. 12

Probability generating function (pgf) merupakan suatu fungsi pembangkit yang dapat digunakan untuk membangkitkan probabilitas p k. P gf untuk jumlah individu baru yang terinfeksi dapat dituliskan sebagai f(x) = E(x I ) = p k x k (4.3) dengan 0 x 1. Proses pencabangan dapat digunakan untuk menghitung probabilitas berakhirnya epidemi yaitu ketika lim t P {I t = 0}. Dalam kasus ini, Dengan mengetahui pgf maka dapat dihitung probabilitas berakhirnya epidemi. Menurut Trapman [8], pgf tersebut mempunyai sifat f (1) = E[I], (4.4) f (1) = E[I 2 ] E[I], (4.5) f k (0) = k!p (I = k). (4.6) Selanjutnya akan dibuktikan sifat pgf (4.6), Hubungan antara fungsi probabilitas p k dengan probability generating function (pgf) f(x) sebagai berikut: f(x) = p k x k = p 0 + p 1 x + p 2 x 2 +... (4.7) Turunan pertama dari persamaan (4.7) dengan subtitusi x = 0 didapat f (x) = p k (k)(x k 1 ) = p 1 + 2p 2 x + 3p 3 x 2 + 4p 4 x 3 +... f (0) = p 1 Turunan kedua dari persamaan (4.7) dengan subtitusi x = 0 didapat f (x) = p k (k)(k 1)(x k 2 ) = 2p 2 + 6p 3 x + 12p 4 x 2 +... f (0) = 2p 2 Terlihat bahwa f k (0) adalah turunan ke-k dari f(x) dengan f k (0) = k!p (I = k), jika pgf tidak didefinisikan untuk x > 1 (Trapman [8]). 13

Moment suatu variabel random I dapat diperoleh dengan menurunkan (pgf) (4.7) dengan mensubtitusikan x = 1 (bukti sifat pgf (4.4) dan (4.5)) f (1) = p 1 + 2p 2 + 3p 3 +... = kp k (4.8) E[I] = kp {I = k} = p 1 + 2p 2 + 3p 3 +... = kp k (4.9) k=1 k=1 k=1 Berdasarkan persamaan (4.8) dan (4.9) terbukti bahwa sifat pgf (4.4) yaitu f (1) = E[I]. f (1) = 2p 2 + 6p 3 + 12p 4 +... = k(k 1)p k = E[I 2 ] E[I] (4.10) k=2 Selanjutnya untuk V ar(i) = E[I 2 ] E[I] 2, maka V ar(i) = f (1) + f (1) (f (1) 2 ) (4.11) Terbukti bahwa sifat pgf (4.5) yaitu f (1) = E[I 2 ] E[I]. Pada kasus epidemi, tingkat penyebaran suatu penyakit menular dapat diukur dengan Basic Reproduction Number (R 0 ). R 0 didefinisikan sebagai jumlah rata-rata individu infeksi baru yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi (Allen [1]). Jika I adalah variabel random diskrit dari banyaknya individu baru yang terinfeksi dan E[I] merupakan nilai harapan atau mean dari I, sehingga dapat dikatakan bahwa E[I] = R 0. Sebagaimana yang ditulis oleh Allen [1], R 0 yaitu rasio dari laju penularan terhadap laju kesembuhan. R 0 = β γ dengan β adalah laju penularan dan γ adalah laju kesembuhan. Terlihat bahwa nilai R 0 dan β berbanding lurus ketika R 0 1 maka β γ, hal ini menunjukkan bahwa laju penularan kurang dari atau sama dengan laju kesembuhan. Sedangkan ketika R 0 > 1 maka β > γ, hal ini menunjukkan bahwa laju penularan lebih besar dari laju kesembuhan. Berdasarkan sifat pgf f(x) (4.4) yaitu f (1) = E[I] sehingga dapat dinyatakan bahwa f (1) = E[I] = R 0. Berdasarkan asumsi bahwa pada awalnya ada satu individu terinfeksi dan proses penularan individu terinfeksi dapat menularkan lebih dari satu individu. 14

Pada model SIR, individu yang sembuh akan masuk dalam kelompok recovered (R), jika nilai laju penularan kurang dari atau sama dengan laju kesembuhan maka banyaknya individu yang masuk ke dalam kelompok recovered (R) akan lebih besar dari individu yang masuk ke dalam kelompok infected (I ). Selain itu, semakin lama dimungkinkan individu terinfeksi akan masuk ke dalam kelompok recovered (R) sehingga tidak ada lagi individu yang terinfeksi, dengan demikian kondisi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada lagi proses penularan dan epidemi pasti berakhir. Berdasarkan Teorema 2.2.1 (1), yaitu jika R 0 1 maka probabilitas berakhirnya epidemi akan sama dengan satu atau lim t P {I t = 0} = 1 yang berarti bahwa suatu epidemi pasti akan berakhir jika laju penularan kurang dari atau sama dengan laju kesembuhan. Berdasarkan Teorema 2.2.1 (2), yaitu jika R 0 > 1 maka probabilitas berakhirnya epidemi kurang dari satu atau lim t P {I t = 0} < 1, yang berarti bahwa laju penularan lebih besar dari laju kesembuhan. Hal ini mengakibatkan banyaknya individu terinfeksi bertambah besar, sehingga probabilitas berakhirnya epidemi semakin kecil. Diberikan p 0 adalah probabilitas banyaknya individu yang terinfeksi sebanyak k = 0, p 1 adalah probabilitas banyaknya individu yang terinfeksi sebanyak k = 1. Dengan memperhatikan Teorema 2.2.1 (2) yaitu jika 0 p 0 +p 1 < 1 dan R 0 > 1 maka terdapat titik tetap tunggal q [0, 1) sedemikian sehingga f(q) = q, maka probabilitas berakhirnya epidemi apabila diberikan i 0 = 1 adalah lim t P {I t = 0} = p k q k = f(q) = q i 0 = q 1 = q Jadi, secara umum probabilitas berakhirnya epidemi untuk R 0 > 1, dengan i 0 > 0 dapat dituliskan sebagai lim t P {I t = 0} = q i 0. (4.12) Pada proses penyebaran penyakit, diasumsikan tidak terdapat dua kejadian yang terjadi bersamaan, Selain itu, proses penyebaran penyakit bersifat random karena setiap individu memiliki peluang yang sama untuk terinfeksi dan besarnya 15

probabilitas tepat satu kejadian adalah konstan pada interval waktu yang sangat kecil. Oleh karena itu, penyebaran penyakit yang menyebabkan epidemi merupakan proses poisson dengan waktu antar kedatangan berdistribusi eksponensial. Menurut Allen [1], banyaknya individu terinfeksi diasumsikan berdistribusi Poisson. Sehingga, pgf dari distribusi probabilitas Poisson dengan mean (R 0 ) adalah f(x) = p k x k = = e R 0 e R 0x ( e x k R 0 k ) R 0 = e R 0 k! (R 0 x) k e R0x R 0 x k = exp( R 0 + R 0 x) = exp( R 0 (1 x)). k! Berdasarkan Teorema 2.2.1 ketentuan ke (2) k! f(q) = exp( R 0 (1 q)). Sehingga berlaku f(q) = q, d(lnq) dq q = exp( R 0 (1 q)) lnq = R 0 + R 0.q = d( R 0 + R 0 q) dq 1 q = R 0 q = 1 R 0. Jadi, persamaan (4.12) dapat ditulis sebagai ( ) i0 lim t P {I t = 0} = q i 0 1 =, i 0 > 0. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa probabilitas berakhirnya epidemi adalah dari atau sama dengan laju kesembuhan. R 0 1, β γ lim t P {I t = 0} = ( ) i0 (4.13) 1 R 0, β > γ. Probabilitas berakhirnya epidemi bernilai satu saat β γ. Hal ini berarti bahwa suatu epidemi pasti akan berakhir jika besarnya laju penularan kurang 16

4.2 Probabilitas Puncak Epidemi Penularan penyakit yang terjadi terus menerus dan banyaknya individu terinfeksi semakin besar dapat mengakibatkan puncak epidemi. Penyebaran penyakit dikatakan mencapai puncak epidemi ketika banyaknya individu yang terinfeksi mencapai jumlah yang maksimum. Menurut Allen [1], probabilitas puncak epidemi merupakan komplemen dari probabilitas berakhirnya epidemi. Epidemi dikatakan berakhir jika tidak ada lagi individu yang terinfeksi atau banyaknya individu yang terinfeksi sama dengan nol. Pada saat I(t) = 0, proses epidemi berhenti dan banyaknya individu terinfeksi tidak dapat berubah lagi. Menurut Trapman [8], probabilitas berakhirnya epidemi dapat ditentukan dengan menggunakan proses pencabangan. Berdasarkan proses pencabangan yang telah dibahas sebelumnya, diperoleh hasil untuk probabilitas berakhirnya epidemi pada persamaan (4.13), sehingga probabilitas puncak epidemi (P (z)) dapat dituliskan sebagai berikut 0, β γ P (z) = ( ) i0 1 1 R 0, β > γ P (z) bernilai 0 saat β γ. Hal ini berarti bahwa suatu puncak epidemi tidak akan terjadi jika besarnya laju penularan kurang dari atau sama dengan laju kesembuhan. 4.3 Penerapan dan Simulasi Penerapan dalam penelitian ini menggunakan kasus penyebaran penyakit cacar air di suatu daerah. Cacar air merupakan penyakit akut dengan daya penularan tinggi yang disebabkan karena virus. Penyakit ini menyebar melalui udara, makanan dan bersentuhan langsung dengan luka yang diakibatkan oleh penyakit ini. Menurut Johnson [4], tingkat rata-rata penularan penyakit cacar air yaitu 0.65 β 0.85 per hari, sedangkan tingkat kesembuhan penyakit sebesar γ = 0.3. Pada pembahasan ini ingin commit diketahui to user perilaku penyebaran penyakit cacar air dengan laju penularan minimal, untuk itu digunakan laju penularan 17

minimum yaitu β = 0.65 dan laju kesembuhan γ = 0.3 dengan total populasi N = 100. Berdasarkan persamaan (2.4), model penyebaran penyakit cacar air dengan nilai parameter β = 0.65, γ = 0.3 dan N = 100 dapat dituliskan sebagai 0.65 is t, (k, j) = ( 1, 1) 100 0.3i t, (k, j) = (0, 1) p (s,i),(s+k,i+j) ( t) = ( 1 0.65 is + 0.3i (4.14) ) t, (k, j) = (0, 0) 100 0, yang lain. Penyebaran suatu penyakit dapat dilihat dari banyaknya individu terinfeksi. Pola perubahan banyaknya individu terinfeksi pada penyakit cacar air dalam selang waktu t = 0 sampai t = 60 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Pola perubahan banyaknya individu terinfeksi pada penyakit cacar air dalam selang waktu 0 t 60 Berdasarkan Gambar 4.1, dari waktu t = 0 sampai t = 8, banyaknya individu terinfeksi meningkat dari 1 sampai mencapai jumlah maksimal (mencapai puncak epidemi) yaitu 38. Saat t = 8 sampai t = 28, banyaknya individu terinfeksi menurun dari 38 sampai 0 dan kemudian tidak mengalami perubahan sepanjang waktu. Hal ini berarti bahwa penyakit sudah tidak menyebar. Probabilitas puncak epidemi untuk penyakit cacar air = 1 ( 0.3 1 0.65) = 0.54. Artinya probabilitas terjadinya puncak commit epidemi to user dengan banyaknya individu terinfeksi maksimum sebanyak 38 adalah 0.54. 18

Selanjutnya, untuk melihat pengaruh β, γ, dan individu awal yang terinfeksi i 0 terhadap puncak epidemi, model DTMC SIR pada persamaan (4.14) disimulasikan dengan mengambil β, γ, dan individu awal yang terinfeksi i 0 yang bervariasi. Dari hasil simulasi dapat dilihat perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t. Hasil simulasi model epidemi penyakit cacar air ditunjukkan pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4. Gambar 4.2. Pola perubahan banyaknya individu terinfeksi dengan β berbeda Gambar 4.2 Menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan β yang berbeda. Garis berwarna biru menggambarkan pola penyebaran dengan β = 0.25, garis berwarna merah menggambarkan pola penyebaran dengan β = 0.65, dan garis berwarna hijau menggambarkan pola penyebaran dengan β = 0.85. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-20 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 5. Garis berwarna merah menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-28 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebesar 26. Garis berwarna hijau menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-32 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 32. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.2, terlihat bahwa semakin besar nilai β maka semakin lama penyebaran penyakit yang terjadi dan semakin banyak juga jumlah individu maksimum yang terinfeksi. Probabilitas puncak epidemi untuk penyakit cacar air dengan β = 0.25, β = 19

0.65, dan β = 0.85 masing-masing yaitu 0, 0.54 dan 0.65. Artinya semakin besar nilai β mengakibatkan semakin besar probabilitas terjadinya puncak epidemi. Gambar 4.3. Pola perubahan banyaknya individu terinfeksi dengan γ berbeda Gambar 4.3 Menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan γ yang berbeda. Garis berwarna biru menggambarkan pola penyebaran dengan γ = 0.1, garis berwarna merah menggambarkan pola penyebaran dengan γ = 0.3, dan garis berwarna hijau menggambarkan pola penyebaran dengan γ = 0.5. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-55 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 57. Garis berwarna merah menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-25 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebesar 23. Garis berwarna hijau menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-12 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 6. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.3, terlihat bahwa semakin besar nilai γ maka semakin cepat penyebaran penyakit yang terjadi dan semakin sedikit juga jumlah individu maksimum yang terinfeksi. Probabilitas puncak epidemi untuk penyakit cacar air dengan γ = 0.1, γ = 0.3, dan γ = 0.5 masing-masing yaitu 0.85, 0.54 dan 0.23. Artinya semakin besar nilai γ mengakibatkan semakin kecil probabilitas terjadinya puncak epidemi. Gambar 4.4 Menunjukkan perubahan banyaknya individu pada waktu ke-t dengan i 0 yang berbeda. Garis berwarna commit biru to user menggambarkan pola penyebaran dengan jumlah awal individu terinfeksi i 0 = 1, garis berwarna merah menggam- 20

Gambar 4.4. Pola perubahan banyaknya individu terinfeksi dengan i 0 berbeda barkan pola penyebaran dengan jumlah awal individu terinfeksi i 0 = 3, dan garis berwarna hijau menggambarkan pola penyebaran dengan jumlah awal individu terinfeksi i 0 = 8. Garis berwarna biru menggambarkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-5 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 2. Garis berwarna merah menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-2 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebesar 5. Garis berwarna hijau menunjukkan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-29 dengan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 21. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.4, terlihat bahwa semakin banyak jumlah awal individu terinfeksi i 0 maka semakin lama penyebaran penyakit yang terjadi dan semakin banyak juga jumlah individu maksimum yang terinfeksi. Probabilitas puncak epidemi untuk penyakit cacar air dengan i 0 = 1, i 0 = 3, dan i 0 = 8 masing-masing yaitu 0.54, 0.9 dan 0.99. Artinya semakin besar nilai i 0 mengakibatkan semakin besar probabilitas terjadinya puncak epidemi. Selanjutnya untuk melihat pengaruh R 0 terhadap puncak epidemi, maka persamaan (4.14) disimulasikan dengan mengambil jumlah individu awal yang terinfeksi I 0 = 1, γ = 0.3 dan β yang berbeda dan dalam selang waktu 0 t 60. Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat bahwa ketika β = 0.65 mengakibatkan 21

Gambar 4.5. Perubahan banyaknya individu terinfeksi dengan β = 0.25 untuk R 0 1 (merah) dan β = 0.65 untuk R 0 > 1 (biru). R 0 > 1 sehingga pola penyebaran penyakit terjadi semakin lama dengan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-41 dan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 22. Ketika nilai β diubah menjadi 0.25 mengakibatkan R 0 1 sehingga pola penyebaran penyakit terjadi semakin cepat dengan banyaknya individu terinfeksi mencapai nol pada hari ke-26 dan jumlah individu terinfeksi maksimum sebanyak 13. Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa semakin besar nilai β mengakibatkan semakin besar pula nilai R 0 sehingga semakin lama penyebaran penyakit terjadi dan puncak epidemi semakin tinggi. 22