BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VI LINE BALANCING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VI LINE BALANCING

BAB 3 LANDASAN TEORI

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

USULAN PERBAIKAN LINI BERDASARKAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN PREDETERMINED TIME SYSTEMS PADA PERAKITAN UPPER NCVS1.06 DI PT.ASIA DWIMITRA INDUSTRI

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

BAB II LANDASAN TEORI

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing

BAB V ANALISIS HASIL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

Universitas Bina Nusantara

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X

Analisis Penerapan Line Balancing dengan Pendekatan Simulasi dan Metode Ranked Position Weight (RPW)

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB II LANDASAN TEORI

Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE)

Daftar Isi. Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Abstrak...

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

PENINGKATAN EFSIENSI DAN PRODUKTIVITAS KINERJA MELALUI PENDEKATAN ANALISIS RANGKED POSITIONAL WEIGHT METHOD PT. X

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI BALANCE DELAY GUNA MENINGKATKAN OUTPUT PRODUKSI

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali

LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS

BAB II STUDI LITERATUR

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIMULASI DAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHTS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO )

BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

USULAN PERBAIKAN ALUR PROSES PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN DENGAN TEKNIK SIMULASI DAN LINE BALANCING PADA PT DIAN CITRA CIPTA

BAB I PENDAHULUAN. internasional semakain meningkat. Hal tersebut menuntut perusahaan-perusahaan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Kerja Pengukuran kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu kerja (time study) yaitu suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih baik) dalan melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal. Tujuan dari aktivitas ini dengan sendirinya akan berkaitan erat dengan usaha menetapkan waktu baku (standard time). Secara historis dijumpai dua macam pendekatan didalam menentukan waktu baku ini, yaitu pendekatan dari bawah ke atas (bottomup) dan pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Untuk menjelaskan prosedur penentuan waktu baku terlebih dahulu perlu dipahami beberapa definisi seperti berikut (Wignjosoebroto, 2006, pp. 130-131): 1. Waktu normal. Waktu yang diperlukan untuk seorang operator yang terlatih dan memiliki ketrampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas dibawah kondisi dan tempo kerja normal. Waktu normal tidak termasuk waktu longgar yang diperlukan untuk melepas lelah (fatigue), personal needs ataupun delay yang diperlukan bilamana kegiatan kerja tersebut harus dilaksanakan dalam waktu sehari penuh (8 jam/hari). 2. Tempo kerja normal (normal pace). Merupakan tempo kerja atau performansi kerja yang ditunjukkan oleh seorang operator yang memiliki ketrampilan rata-rata, terlatih baik dan dengan kesadaran tinggi mau bekerja secara normal. 3. Waktu pengamatan (actual time). Waktu pengamatan adalah waktu yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran waktu yang diperlukan seorang operator untuk menyelesaikan sebuah aktivitas atau elemen kerja. 4. Kelonggaran waktu (allowance time). Merupakan sejumlah waktu yang harus ditambahkan dalam waktu normal (normal time) untuk mengantisipasi terhadap kebutuhan-kebutuhan waktu guna melepaskan lelah (fatigue), kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi dan kondisi-kondisi menunggu/menganggur baik yang bisa dihindarkan ataupun tidak bisa dihindarkan. Pengukuran waktu kerja akan menghasilkan waktu atau output standard yang mana hal tersebut kemudian bermanfaat untuk (Wignjosoebroto, 2006, p. 131): 1. Man power planning. 2. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan. 3. Penjadwalan produksi dan penganggaran. 4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi. 5. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. Ada berbagai macam cara untuk mengukur dan menetapkan waktu standard. Dalam beberapa kasus sering kali industri hanya sekedar membuat estimasi waktu dengan berdasarkan pengalaman histories. Umumnya penetapan waktu standard 5

6 dilaksanakan dengan cara pengukuran kerja seperti (Wignjosoebroto, 2006, pp. 131-132): 1. Stopwatch time study. 2. Sampling kerja. Stopwatch time study dan sampling kerja adalah cara pengukuran kerja secara langsung. Keduanta umum diaplikasikan guna menetapkan waktu standard ataupun mengukur kondisi kerja yang tidak produktif. 2.2 Uji Kecukupan Data dan Uji Keseragaman Data 2.2.1 Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data digunakan untuk menentukan bahwa jumlah sampel data yang diambil telah cukup untuk proses inverensi ataupun pengolahan data pada proses selanjutnya. Dalam uji ini digunakan rumus sebagai berikut: < N, maka data cukup Dimana: : jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan k : tingkat kepercayaan dalam pengamatan s : derajat ketelitian dalam pengamatan N : Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan Xn: data pengamatan (Wignjosoebroto, 2006, p. 193) 2.2.2 Uji Keseragaman Data Selain kecukupan data harus dipenuhi dalam pelaksanaan time study maka yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa data yang diperoleh haruslah juga seragam. Tes keseragaman data perlu kita lakukan terlebih dahulu sebelum kita menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Tes keseragaman data bisa dilakukan dengan cara visual dan/ atau mengaplikasikan peta control (control chart). Tes keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana mudah dan cepat. Peta control (control chart) adalah suatu alat yang tepat guna dalam menguji keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Rata-rata data pengamatan, X untuk setiap sub-group data (Wignjosoebroto, 2006, p. 194). Batas control atas (BKA) atau upper control limit (UCL) serta batas kontrol bawah (BKB) atau lower control limit (LCL) untuk grup data tersebut bisa dihitung dengan rumus sebgai berikut: dan

7 Dimana: : rata-rata dari : rata-rata dari sub-group k : jumlah sub-group : standar deviasi (Wignjosoebroto, 2006, pp. 195) 2.3 Keseimbangan Lini 2.3.1 Definisi Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan kumpulan dari stasiun kerja yang berurutan, khusus untuk sistem material handling yang berhubungan secara berkelanjutan. Bentuk komponen-komponen dari perakitan produk menunjukkan beberapa operasi yang saling berhubungan dalam menghasilkan produk jadi. Line assembly merupakan orientasi dari aliran sistem produksi, menjalankan produksi yang produktif, yaitu sebagai stasiun yang berhubungan secara sama (Wankhede & Kamble, 2014, p. 7). Line balancing merupakan suatu sistem yang diterapkan pada aliran proses produksi yang memiliki waktu proses. Sistem tersebut bertujuan untuk mendistribusikan elemen kerja pada operasi produksi yang diatur secara berurutan dan material bergerak secara seimbang agar mencapai keseimbangan lini pada stasiun kerja untuk mendapatkan efisiensi kerja yang besar dan mengurangi waktu menunggu (delay time) dan waktu menganggur (idle time) juga penumpukan pada proses produksi yang sedang berjalan dan meminimalisir biaya produksi. Penyeimbangan lini betujuan untuk mengoptimalkan kinerja dari stasiun kerja yang memanfaatkan peralatan maupun operator agar waktu menganggur dapat dikurangi seminimal mungkin demi mencapai efisiensi dan produktivitas yang tinggi (Heizer & Render, 2006, p. 355). 2.3.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah Pada Keseimbangn Lini Menurut Gaspersz (2012), ada beberapa langkah dalam pemecahan masalah keseimbangan lini. Berikut ini merupakan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi aktivitas individual yang akan dilakukan. 2. Menentukan waktu yang diperlukan dalam mengerjakan tugas tersebut. 3. Menetapkan precedence constraint, jika ada yang saling berkaitan. 4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan. 5. Menentukan waktu total yang tersedia dalam menghasilkan output. 6. Menghitung cycle time yang diperlukan, seperti: waktu antara penyelesaian produk yang diperlukan untuk menyelesaikan output yang telah ditetapkan masih dalam batas toleransi waktu. 7. Memberikan tugas kepada operator atau mesin. 8. Menetapkan jumlah minimum dari stasiun kerja untuk menyelesaikan output yang diingikan. 9. Menilai efektivitas dan efisiensi dari solusi. 10. Mencari usulan untuk memperbaiki proses terus menerus.

8 Keseimbangan lini dilakukan untuk meminimalkan ketidakseimbangan pada mesin maupun operator untuk menghasilkan output yang diinginkan dari lini assembly tersebut. Dalam menyelesaikan masalah keseimbangan lini, manajemen industri harus mengetahui metode kerja, operator, mesin, dan peralatan yang digunakan dalam proses kerja. Selanjutnya diperlukan data waktu yang digunakan dalam precedence diagram antara aktivitas-aktivitas yang menyusun berbagai tugas yang perlu dilakukan (Gaspersz, 2012, p. 311). 2.3.3 Istilah-istilah dalam Keseimbangan Lini (Line Balancing) Berdasarkan (Heizer & Render, 2006) ada beberapa istilah penting di dalam keseimbangan lini (line balancing), yaitu: 1. Precendence Diagram Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta hubungan antara operasi kerja lainnya yang bertujuan untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang ada di dalamnya. (Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 121). 2. Work Element (Elemen Kerja) Work element atau elemen kerja merupakan bagian dari pekerjaan yang dilakukan dalam proses perakitan produk (Groover, 2008, p. 429). 3. Work Station (Stasiun Kerja) Work station atau stasiun kerja merupakan tempat berlangsungnya suatu pekerjaan pada lini assembly. Memiliki perhitungan mengenai efisiensi lini dan idle time untuk setiap stasiun kerja, yaitu: (Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 120) 4. Cycle Time (Waktu Siklus) Cycle time atau waktu siklus merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk pada lini assembly dalam stasiun kerja. Waktu siklus (CT) adalah waktu maksimal yang tidak boleh dilewati oleh salah satu proses assembly, jika CT yang dihasilkan lebih kecil dari waktu baku (Wb), maka CT sama dengan Wb. Perhitungan CT sebagai berikut: (Groover, 2008, p. 432) 5. Line Efficiency (Efisiensi Lini) Line efficiency (LE) merupakan rasio pada total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dan dikalikan dengan jumlah stasiun kerja. Berikut rumus LE:

9 Keterangan: : Jumlah waktu stasiun dari stasiun ke -1 n : Jumlah stasiun kerja CT : Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja (Gozali, Widodo, & Bernhard, 2012, p. 121) 6. Balance Delay Balance delay merupakan ukuran untuk ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnta yang disebabkan oleh pembagian yang tidak maksimal di antar stasiun-stasiun kerja. atau Keterangan: K : Jumlah stasiun kerja CT : Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja : Jumlah waktu stasiun dari stasiun ke -1 D : Balance Delay (%) (Groover, 2008, p. 432) 7. Smoothness Index Smoothness index (SI) merupakan indeks yang menampilkan kelancaran relatif dari line balancing pada suatu line assembly. Keterangan: STi max : Maksimum waktu di stasiun STi : Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i (Groover, 2008, p. 432) 2.3.4 Metode Keseimbangan Lini (Line Balancing) Berikut ini meruakan metode-metode keseimbangan lini, yaitu: 1. Metode Largest Candidate Rule (LCR) Elemen-elemen kerja yang dipilih untuk ditempatkan pada stasiun kerja berdasarkan dengan waktu elemen kerja tersebut (Groover, 2008, p. 433). 2. Metode Killing-Western Heuristic (KW) Metode ini merupakan metode pembebanan berurut dengan penugasan kerja pada stasiun kerja berbeda dengan prioritas pembebanan kerja. Dalam metode ini sering ditemukan banyak elemen kerja seri yang disatukan dalam satu stasiun kerja (Groover, 2008, p.435).

10 3. Metode Ranked Positional Weights (RPW) Metode RPW yang dikenal juga sebagai metode Hegelson-Birnie merupakan metode paling awal dikembangkan menggunakan bobot posisi. Metode ini sangat mengutamakan waktu elemen kerja terpanjang, untuk elemen yang memiliki waktu terlama akan didahulukan kemudian diikuti dengan elemen kerja yang memiliki waktu lebih rendah (Groover, 2008, p. 437). 4. Metode J-Wagon Metode ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak, pada elemen kerja tersebut akan diutamakan terlebih dahulu untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah elemen kerja yang lebih sedikit (Meudita, 2007). 2.4 Simulasi Simulasi (simulation) merupakan sebuah usaha untuk menyalin fitus, tampilan, dan karakteristik sebuah sistem nyata. Gagasan dibalik simulasi adalah (Heizer & Render, 2006, p. 714): 1. Untuk meniru sebuah situasi dalam dunia nyata secara matematis. 2. Untuk mempelajari karakteristik operasi tersebut. 3. Untuk menarik kesimpulan dan mengambil keputusan tindakan berdasarkan kepada hasil simulasi. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam menggunakan simulasi (Heizer & Render, 2006, p. 715): 1. Mendefinisikan masalah. 2. Memperkenalkan variabel penting yang berkaitan dengan masalah. 3. Mengembangkan sebuah model kuantitatif. 4. Menyiapkan kejadian yang mungkin terjadi dalam pengujian. 5. Menjalankan percobaan. 6. Mempertimbangkan hasil (mungkin memodifikasi model atau mengubah input). 7. Memutuskan tindakan apa yang akan diambil. 2.4.1 Kelebihan dan Kelemahan Simulasi Simulasi merupakan sebuah alat yang telah diterima secara luas karena beberapa alasan. Kelebihan simulasi yang utama adalah sebagai berikut (Heizer & Render, 2006, p. 716): 1. Simulasi secara relative sederhana dan fleksibel. 2. Simulasi dapat digunakan untuk menganalisis situasi dunia nyata yang besar dan kompleks. 3. Simulasi dapat menggunakan distribusi probabilitas manapunyang diinginkan. 4. Simulasi memungkinkan untuk melakukan percobaan beberapa keputusan kebijakan. 5. Simulasi dapat meneliti efek interaksi antara komponen individu atau variabel untuk menentukan komponen atau variabel yang penting. Kelemahan utama simulasi adalah sebagai berikut ((Heizer & Render, 2006, p. 716): 1. Model simulasi yang baik bias jadi sangat mahal. 2. Simulasi dapat menghasilkan solusi berbeda jika diulangi. 3. Model simulasi tidak menghasilkan jawaban tanpa adanya input yang cukup dan realistis.

4. Solusi sebuah model dan kesimpulannya pada umumnya tidak dapat diterapkan pada persoalan lain. 2.4.2 Jenis-jenis Simulasi Ada beberapa jenis klasifikasi model simulasi, tapi ada 3 dimensi yang membedakan, yaitu (Kelton, Sadowski, & Zupick, 2015, p. 7): 11 1. Statis dan Dinamis Waktu tidak akan mempengaruhi role dalam model statis, tetapi akn mempengaruhi bagi model dimanis. Kebanyakan model operasi termasuk dalam kategori model dinamis. 2. Kontinyu dan Diskrit Dalam model kontinyu, sistem yang sedang berjalan dapat berubah setiap saat. Seperti contoh, ketinggian aliran air waduk yang masuk maupun yang keluar, baik dari penguapan yang terjadi maupun curah hujan. Pada model diskrit perubahan akan terjadi pada bagian-bagian waktu yang terpisah saja, seperti sistem manufaktur pada sebuah proses barang datang dan barang keluar dalam waktu tertentu, mesin bergerak naik atau turun dalam waktu tertentu dan waktu istirahat bagi para pekerja. 3. Deterministik dan Stokastik Model yang memiliki input tidak acak merupakan model deterministik, input yang masuk merupakan data yang berurutan. Contohnya, buku agenda yang memiliki kepastian atau sudah ditentukan kontennya. Model stokastik mengoperasikan data yang acak atau tidak berurutan. Contoh, bank melayani nasabah yang berasal dari asal yang acak dan tidak ditentukan. 2.5 Arena Arena merupakan aplikasi dari Microsoft, tampilan yang sudah tidak asing lagi dan fitur-fitur yang ada seperti biasanya. Arena sangat cocok untuk software Windows lainnya, seperti word processor, spreadsheet, dan CAD packages. Aplikasi ini memiliki fungsi untuk mendokumentasikan sistem, mamberikan cara-cara berbeda dalam menjalankan simulasi, dan mengilustrasikan simulasi dengan memggunakan tampilan grafis (Kelton, Sadowski, & Zupick, 2015, p. 53). Berikut merupakan bagian mendasar dalam penggunaan Arena, yaitu (Kelton, Sadowski, & Zupick, 2015, p. 53): 1. Disks, files, folders, dan paths. 2. Menggunakan mouse dan keyboard, termasuk klik, dobel klik, dan klik kanan. 3. Pengoperasian pada windows, seperti moving, resizing, maximizing, minimizing, dan closing. 4. Mengaksesdari menu. Dengan menggunakan notasi seperti M > C > S > T yang berarti membuka M menu,kemudian pilih C, pilih S dari submenu menu, lalu pilih tab berlabel T, dll. 5. Gunakan Control, Alt, dan Shift pada keyboard. Dengan kombinasi Ctr +whatever, yang berarti untuk menekan dan menahan tab Ctrl dan pilih whatever (dapat juga diaplikasikan untuk Alt+whatever dan Shift+whatever). Jika whatever merupakan tombol pada keyboard maka tidak harus menggunakan huruf. whatever bisa juga digunakan

12 dengan mouse click, seperti Ctrl+Click untuk menambah pilihan dan menambah item yang dibutuhkan. 6. Cut (pada menu komen Edit > Cut atau pada shortcut dengan mobinasi Ctrl+X), Copy (Edit > Copy atau Ctrl+C), dan Paste (Edit > Paste atau Ctrl+V) pada teks yang kita inginkan. 7. Isi kotak dialog dengan pilih dan edit text entries, tekan tombol, pilih lalu editing text entries, kemudian pilih kotak check, klik sekali untuk memilih list yang ada, dan pilih dari atas kebawah pada list boxes. Apabila pengguna menjalankan program Arena Training/ Evaluation atau Student Version, akan keluar kotak dialog yang berisi pesan yang harus dibaca oleh pengguna lalu klik OK.