BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat.

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian adalah pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

Interaksi Edukatif. Kelompok 8 Labiba Zahra K Novita Ening B K Rini Kurniasih K

Rafael Lisinus Ginting Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB II KAJIAN TEORI. sebut tariqah artinya jalan, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pendidikan, baik pendidikan non formal (masyarakat),

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. ada beberapa penelitian yang ada keterkaitan metode Role Play dan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Garmen. Dimana jurusan ini diambil pada saat kelas X. SMK Muhammadiyah

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

REDUKSI OVERCONFORMITY MELALUI TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XI IPS SMA N 1 SEDAYU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pembelajaran adalah masalah yang selalu aktual dan dihadapai oleh

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MEREDUKSI PERILAKU KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMA THERESIANA SALATIGA SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara dan mengeluarkan pendapat dengan bahasa asing, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI SMA NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2005/2006

Meningkatkan Minat Belajar PKn Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SD Inpres 3 Tolai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI POSITIF. Rury Muslifar

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Konformitas 2.1.1.Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai dan diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma sosial dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006). Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut, disebut dengan konformitas (Sears, dkk., 1999). Seseorang melakukan konformitas, disebabkan adanya ketakutan untuk tidak diterima oleh kelompok, menghindari celaan, dan ketakutan dianggap menyimpang. Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu baik dan buruk. Menurut Sears, dkk. (1999) konformitas cenderung berkonotasi negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan di antara orang-orang disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas akan sangat berhasil apabila pihak otoritas tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran. 8

Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang. Menurut Sears, dkk. (1999) didalam melakukan tindakan yang sama dengan orang lain, seseorang akan dinilai bahwa perilakunya sesuai atau tidak sesuai dengan lingkungan orang tersebut berada. Penilaian perilaku konformitas positif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai positif dilingkungan orang tersebut berada. Sedangkan penilaian konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan dinilai negatif dilingkungan orang tersebut berada. Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa konformitas dengan tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif ataupun negatif. Bentuk perilaku konformitas negatif yaitu menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang lain. Sedangkan bentuk konformitas positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu bersama klik. Konformitas negatif dalam penelitian Leventhal, dkk. (dalam Santrock, 2002) yaitu remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar grafitti di dinding, atau mencuri kosmetik ditoko. 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan konformitas Pada dasarnya, orang menyesuaikan diri mempunyai alasan yang kuat. Demikian juga dengan orang melakukan konformitas disebabkan oleh beberapa alasan dan faktor-faktor. Seseorang yang melakukan konfomitas juga akan berdampak negatif dan positif. Hal-hal yang mempengaruhi adanya konformitas 9

yang berdampak baik (positif) atupun buruk (negatif)menurut Sears, dkk. (1999) adalah: 1. Kurangnya Informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui seseorang, dengan melakukan apa yang orang lain lakukan, seseorang akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang lain. 2. Kepercayaan terhadap kelompok. Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Semakin tinggi keahlian anggota dalam kelompok tersebut dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap kelompok tersebut. 3. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya 4. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia 10

cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. 2.1.3. Hal-Hal Yang Menyebabkan Konformitas Tinggi Dan Rendah Konformitas yang dilakukan seseorang dapat meningkat atau justru menurun. Sears, dkk. (1999) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat meningkatkan konformitas, seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Kepercayaan terhadap kelompok. Bila individu memiliki kepercayaan terhadap kelompok maka konformitas akan menjadi tinggi. Kepercayaan ini timbul ketika individu menyakini bahwa informasi yang diberikan dari kelompok itu benar, maka orang tersebut akan merasa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini, konformitas akan meningkat. 2. Keahlian kelompok. Tingkat keahlian individu dalam kelompok juga bisa menyebabkan konformitas menjadi tinggi. Semakin tinggi keahlian kelompok itu berhubungan dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat kelompok. Oleh karena itu, kepercayaan individu terhadap pendapat orang lain yang lebih ahli dapat menyebabkan konformitas yang tinggi. 3. Kepercayaan diri yang lemah dalam diri individu. Semakin sulit individu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, berarti semakin besar individu untuk mengikuti penilainan dari orang lain. Dengan demikian individu mengikuti penilaian orang lain dan dapat mengakibatkan konformitas meningkat. 11

4. Keterikatan individu terhadap kelompok. Konformitas dapat meningkat ketika individu melakukan cara untuk memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Untuk menghindari celaan, individu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima kelompok. Dalam usaha tersebut individu akan dapat meningkatkan konformitas. Konformitas juga akan semakin meningkat ketika individu enggan disebut menyimpang menurut kelompok. Ketika individu memandang bahwa kegiatan yang dilakukan suatu kelompok dapat memperoleh keuntungan bagi orang tersebut, maka konformitas akan tinggi. 5. Kekompakan. Kekompakan yang tinggi antara anggota kelompok dapat meningkatkan konformitas. 6. Perhatian terhadap kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompok juga dapat meningkatkan konformitas. 7. Ukuran Kelompok. Konformitas akan meningkat apabila ukuran dalam kelompok juga meningkat. Ukuran kelompok yang optimal adalah tiga atau empat orang atau lebih. Konformitas juga dapat menurun atau menjadi rendah. Sears, dkk.(1999) menjelaskan terdapat hal-hal yang dapat menurunkan konformitas, seperti yang dijelaskan dibawah ini: 1. Meningkatnya rasa percaya diri individu terhadap pendapat sendiri. Sesuatu yang dapat meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilainannya sendiri akan menurunkan konformitas. Individu yang percaya diri tentu akan memberikan pendapat berdasarkan keinginannya bukan mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian konformitas akan menurun. 12

2. Individu menguasi persoalan. Konformitas akan menjadi turun ketika individu dapat menguasai persoalan tanpa mengantungkan dirinya kepada orang lain. 3. Perbedaan pendapat. Bila seseorang dalam situasi kelompok berbeda pendapat dengan orang lain dalam kelompok maka konformitas akan menurun. 2.1.4. Aspek-Aspek Dalam Konformitas Salah satu sebab seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya rasa kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi orang yang menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja demi diakui oleh kelompok. Kekuatan kedua motif tersebut mudah terlihat dengan ciri-ciri yang khas. Sears, dkk. (1999) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal yang dapat menyebabkan konformitas menjadi berdampak baik (positif) ataupun buruk (negatif) adalah sebagai berikut : a. Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut dan konformitas akan menjadi tinggi. Kekompakan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini: 13

1) Penyesuaian Diri Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan semakin menyakitkan bila orang lain mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok tertentu. 2) Perhatian terhadap Kelompok Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok. b. Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Kesepakatan dipengaruhi hal-hal dibawah ini: 1) Kepercayaan Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan 14

terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan. 2) Persamaan Pendapat Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi. 3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas. c. Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila 15

ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini: 1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku seseorang. 2) Harapan Orang Lain Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul. 2.2. Teknik Sosiodrama 2.2.1. Pengertian Teknik Sosiodrama Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat 16

dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu. 2.2.2. Tujuan Sosiodrama Tujuan dari sosiodrama atau role play menurut Crosini (dalam Romlah, 2001) adalah : a. Sebagai media pengajaran, melalui proses permainan peran anggota kelompok dapat belajar dengan lebih efektif keterampilan-keterampilan hubungan antar pribadi dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah sosial. b. Sebagai metode latihan untuk bermain peran.dengan keterlibatan aktif dalam proses permainan peranan, anggota kelompok dapat mengembangkan pengertian-pengertian baru dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru. Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) sosiodrama lebih merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendidik daripada penyembuhan. 2.2.3. Langkah-langkah Sosiodrama Menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) pelaksanaan sosiodrama secara umum meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan. b. Menyiapkan skenario sosiodrama. 17

c. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peran dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain, atau berdasarkan kedua-duanya. d. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. e. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu akan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang diperankannya. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. f. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. g. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan ulangan permainaan atau tidak. 18

2.2.4. Kelebihan Teknik Sosiodrama Menurut Muthoharoh (dalam http:wordpress.com) nilai lebih atau kelebihan dari teknik sosiodrama adalah: 1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. 2. Merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan. 3. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kegiatan menjadi dinamis dan penuh antusias. 4. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 5. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri. 2.3. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian Nurhayati (2011) yang berjudul Teknik Sosiodrama Untuk Mengurangi Konformitas Yang Berlebihan Pada Siswa: Pra-Eksperimen terhadap Siswa kelas X-8 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cileunyi Tahun Ajaran 2010/2011.Dalam perhitungan post-test menggunakan uji-t menunjukkan skor t-hitung 2,467 sedangkan t-tabel sebesar 1,980. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa teknik sosiodrama dapat digunakan untuk mengurangi konformitas yang berlebihan. 2. Penelitian Hendrayani (2010) yang berjudul Penggunaan Teknik Assertive Training Dalam Mereduksi Overconformity Terhadap Kelompok Teman Sebaya Pada Siswa SMA (Penelitian Tindakan terhadap Siswa Kelas XI 19

SMAN 7 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Dalam penelitian ini intervensi dirancang berdasarkan indikator-indikator aspek konformitas dari yang tertinggi hingga terendah, dengan jumlah siklus sebanyak 3 siklus. Hasil perhitungan diperoleh skor t-hitungsebesar 7,8 dan t-tabel sebesar 1,740. Ini menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 7,8 lebih besar dari t-tabel 1,740, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik assertive training dapat digunakan untuk mereduksi overconformity terhadap kelompok teman sebaya pada siswa SMA. 3. Penelitian Gozali (2012) yang berjudul Efektivitas assertive training dalam mereduksi perilaku konformitas teman sebaya yang berlebihan pada siswa kelas XI SMA Paragabaya Bandung. Hasil penelitian disimpulkan bahwa assertive training dapat mengurangi konformitas teman sebaya yang berlebihan. 4. Penelitian Umroh (2009) yang berjudul Efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VII SMPN 1 Krembung Sioarjo. Hasil penelitian ini t-hitung sebesar 2,087 dan t-tabel sebesar 1,079. Dapat disimpulkan bahwa teknik sosiodrama dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa. 2.4. Hipotesis Teknik sosiodrama dapat mengurangi secara signifikan konformitas negatif siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga. 20