BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. 10

2 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 1. Kontak Sosial Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 2. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti Aspek-aspek Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 1. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 2. Aktifitas Bersama. 11

3 Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 3. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 1. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 2. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: a. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. c. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. d. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. e. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 3. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 4. Faktor Simpati 12

4 Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 1. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 2. Persaingan Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 3. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan Kelompok Teman Sebaya Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja 13

5 Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. 14

6 Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan remaja. Kartono (dalam Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. mencari teman: Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk 1. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian. 2. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan aktivitas favorit. 3. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama. 4. Menghargai diri sendiri dan orang lain. 5. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. yaitu: Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya 15

7 1. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. 2. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negatif oleh kawan-kawannya. 3. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya. 4. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya. 5. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya Bimbingan Kelompok Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel (2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu. 16

8 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta memecahkan masalah individu dalam kelompok Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 1) Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. 2) Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan jembatan antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para 17

9 anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. 3) Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. 4) Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh Teknik Sosiodrama Pengertian Sosiodrama Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar 18

10 manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu tersebut Tujuan Sosiodrama Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik konflik dalam pergaulan antar manusia (Winkel, 2004). berikut: Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai 1. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka memecahkan masalah sosial tersebut. 19

11 2. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu. 3. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial tertentu. 4. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) 1. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan 2. Menyiapkan skenario sosiodrama. 3. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya. 4. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. 5. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini 20

12 diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. 6. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah 50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan berhasil Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi. Dalam tindakan penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori 21

13 rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi, masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus II, 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%) dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo Ngablak Kab. Magelang 2.6. Kerangka Berpikir Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman sebaya. Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).kelompok eksperiment dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest. 22

14 Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1. Preetest Kel. Eksperimen Treatment Hasil Kel. Kontrol Tanpa Treatment Hasil dibandingkan 2.7. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) 23

15 Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 3. Kontak Sosial 24

16 Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 4. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti Aspek-aspek Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 4. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 5. Aktifitas Bersama. Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 6. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial 25

17 Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 5. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 6. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: f. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. g. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. h. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. i. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. j. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 7. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 8. Faktor Simpati Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 4. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 5. Persaingan 26

18 Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 6. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan Kelompok Teman Sebaya Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. 27

19 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan remaja. Kartono (dalam 28

20 Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. mencari teman: Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk 6. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian. 7. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan aktivitas favorit. 8. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama. 9. Menghargai diri sendiri dan orang lain. 10. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. yaitu: Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya 6. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. 7. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negatif oleh kawan-kawannya. 8. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya. 9. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya. 29

21 10. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya Bimbingan Kelompok Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel (2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta memecahkan masalah individu dalam kelompok Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki. 30

22 2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 5) Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. 6) Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan jembatan antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. 7) Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus 31

23 dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. 8) Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh Teknik Sosiodrama Pengertian Sosiodrama Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang 32

24 mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu tersebut Tujuan Sosiodrama Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik konflik dalam pergaulan antar manusia (Winkel, 2004). berikut: Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai 5. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka memecahkan masalah sosial tersebut. 6. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu. 7. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial tertentu. 8. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) 33

25 7. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan 8. Menyiapkan skenario sosiodrama. 9. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya. 10. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. 11. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. 12. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya Penelitian yang Relevan 34

26 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah 50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan berhasil Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi. Dalam tindakan penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi, masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus II, 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%) dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo Ngablak Kab. Magelang 35

27 2.6. Kerangka Berpikir Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman sebaya. Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).kelompok eksperiment dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest. Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1. Preetest Kel. Eksperimen Treatment Hasil Kel. Kontrol Tanpa Treatment Hasil dibandingkan 2.7. Hipotesis 36

28 Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. 37

29 Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 5. Kontak Sosial Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 6. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti Aspek-aspek Interaksi Sosial 38

30 Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 7. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 8. Aktifitas Bersama. Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 9. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 9. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 10. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: k. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. l. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. m. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap 39

31 tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. n. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. o. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 11. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 12. Faktor Simpati Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 7. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 8. Persaingan Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 9. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan Kelompok Teman Sebaya Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). 40

32 Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan 41

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006). BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Konformitas 2.1.1.Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk 5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Nelly Oktaviyani (nellyokta31@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The purpose of this study

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL 1. Faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial Enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial: sugesti, imitasi, identifikasi, simpati,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok BAB IV PEMBAHASAN 1.1.Deskripsi Subjek Penelitian 1.1.1. Lokasi Penelitian Penulis memilih melakukan penelitian di SMP Negeri 02 Kaliwungu yang beralamat di desa Papringan, kecamatan Kaliwungu, kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok teman sebaya dan hubungan individu atau anggota kelompok yang mencakup

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok teman sebaya dan hubungan individu atau anggota kelompok yang mencakup BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Partowisastro, (dalam Supriyadi,2011) mendefinisikan bahwa interaksi sosial kelompok teman sebaya dalah kedekatan hubungan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, proses kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Puspita Mertani (puspitamertani@gmail. com) ¹ Syarifuddin Latief² Diah Utaminingsih³ ABSTRACT The aim of this research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TOERI

BAB II LANDASAN TOERI BAB II LANDASAN TOERI 2.2 Kepercayaan Diri 2.2.3 Pengertian Kepercayaan Diri Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bergantung pada orang lain (Monk, 1989). Dengan kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Ita Roshita

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Peningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya melalui Bimbingan kelompok pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tanjungbintang untuk itu akan dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan, terutama ketika memasuki usia remaja. Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia pada era modern seperti saat ini sangat berbeda jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keterbukaan Diri 2.1.1. Pengertian Self Disclasure Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia kanak-kanak, merupakan usia belajar berbagai hal. Pada fase ini, anak juga belajar mengembangkan emosinya. Karena pengaruh faktor kematangan dan faktor belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Segala sesuatu di muka bumi ini diciptakan Allah secara berpasangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Segala sesuatu di muka bumi ini diciptakan Allah secara berpasangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Segala sesuatu di muka bumi ini diciptakan Allah secara berpasangan. Termasuk makhluk hidup, seperti ada betina dan jantan untuk binatang dan tumbuhan, begitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Variabel (Pre-Test) Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimen semu, sebelum diberikan perlakuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

Lebih terperinci

BIMBINGAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERINTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA

BIMBINGAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERINTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA BIMBINGAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERINTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA Oleh: Nofi Nur Yuhenita Universitas Muhammadiyah Magelang e-mail: noery.ita@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL POSITIF PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN MENGGUNAKAN BIMBINGAN KELOMPOK

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL POSITIF PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN MENGGUNAKAN BIMBINGAN KELOMPOK 1 PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL POSITIF PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN MENGGUNAKAN BIMBINGAN KELOMPOK Umi Chasanah (miu_mutzz44@yahoo.com) Syaifuddin Latif Shinta Mayasari ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Pendahuluan Oleh Dinar dan Ahmad Juanda: Latifa Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS 2010 FIS UNY Sejatinya pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSI SOSIAL

BAB II INTERAKSI SOSIAL BAB II INTERAKSI SOSIAL A. Pengertian Barangkali sudah menjadi hukum alam yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa kehidupan individu tidak akan lepas dari situasi lingkungannya. Tegasnya, individu itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode role playing pada proses belajar mengajar jarang atau tidak pernah dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian. teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa. 58 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian kuantitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. desain Pretest-Posttest Control Group.Menurut Azwar (2012) penelitian eksperimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. desain Pretest-Posttest Control Group.Menurut Azwar (2012) penelitian eksperimental BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu dengan menggunakan desain Pretest-Posttest Control Group.Menurut Azwar (2012) penelitian eksperimental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan dari waktu ke waktu dirasa semakin kompleks. Baik persoalan antar guru, guru dengan siswa atau siswa dengan siswa. Kompleksitas masalah-masalah berujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah wadah untuk mencari ilmu pengetahuan bagi siswa. Selain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah wadah untuk mencari ilmu pengetahuan bagi siswa. Selain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah wadah untuk mencari ilmu pengetahuan bagi siswa. Selain itu, sekolah mempunyai peranan dan tanggung jawab yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Adversity Quotient a. Pengertian Adversity Quotient Kemampuan peserta didik dalam merespon menghadapi kesulitan atau keadaan yang tidak diinginkan disebut dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas 12 II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas XII SMA Negeri 1 Labuhan Maringgai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Siklus 1 a. Perencanaan Dalam tahap perencanaan ini tercakup kegiatan sebagai berikut : 1) Refleksi awal, yaitu peneliti melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Interaksi Sosial Bonner (dalam Budiningsih, 2008:56) mengemukakan interaksi sosial yaitu hubungan antara dua atau lebih individu

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK ABSTRACT

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK ABSTRACT PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Norma Indah Pratiwi 1 (Norma_sweety26@yahoo.com) 2 Yusmansyah 3 Shinta mayasari ABSTRACT The purpose of this study was to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan kepribadian individu, dimana kepribadian seseorang berhubungan dengan apa yang ditangkap/direspon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA. Kata kunci: self-esteem; layanan bimbingan kelompok; siswa

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA. Kata kunci: self-esteem; layanan bimbingan kelompok; siswa LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA Meiske Puluhulawa, Moh. Rizki Djibran, Mohamad Rizal Pautina Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budi Pekerti 2.1.1. Pengertian Budi Pekerti Menurut kurikulum berbasis kompetensi (dalam Zuriah, 2008) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok Pelaksanaan penelitian penggunaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai. mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma

BAB I PENDAHULUAN. metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai. mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, hipotesis penelitian, metode penelitian dan lokasi serta sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Siklus I Dalam pelaksanaan siklus I mengacu pada rencana pembelajaran dengan menggunakan sosiodrama dengan pokok bahasan sikap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK. Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK. Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih ABSTRAK Penelitian ini berujuan untuk mengetahui signifikasi

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN Sulistiyana Program Pendidikan Guru Bimbingan Konseling Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan. 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Hidup Lanjut Usia 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia Kepuasan merupakan kondisi subyektif dari keadaan pribadi seseorang sehubungan dengan perasaan senang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci