BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi Belajar menurut Sardiman (2001) Motivasi belajar merupakan pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Motivasi memberikan suatu nilai atau intensitas tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajarnya. Menurut Mc.Donald yang dikutip Sardiman (2001), dalam motivasi belajar mengandung tiga elemen penting, yaitu: 1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energy didalam system neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energy manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia ), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. 2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan- 12

2 persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menuntukan tingkahlaku manusia 3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini yang menyangkut dengan kebutuhan. Menurut Winkel (2004) motivasi sangat penting untuk mencapai keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi belajar merupakan motor penggerak yang mengaktifkan siswa untuk melibatkan diri. Motivasi yang kuat akan membuat siswa sanggup bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuannya, dan motivasi itu muncul karena dorongan adanya kebutuhan. Dalyono (2005) memaparkan bahwa motivasi adalah daya penggerak/ pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Dalam bukunya Ngalim Purwanto (2007) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). 13

3 Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus Ciri- Ciri Orang yang Mempunyai Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2004) siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dapat dicirikan sebagai berikut: 1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). 2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa). 3. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). 4. Lebih senang kerja mandiri. 5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. 6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). 7. Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya. 8. Senang mencari dan memecahkan soal-soal. Berdasar akan pentingnya motivasi belajar untuk mencapai suatu tujuan pendidikan maka dibuat program peningkatan motivasi belajar siswa. 14

4 2.1.3 Jenis-jenis Motivasi Belajar Jenis-jenis motivasi belajar, menurut Sardiman (2001) motivasi dibagi menjadi dua tipe atau kelompok yaitu intrinsik dan ekstrinsik: 1. Motivasi intrinsik merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya seseorang yang senang membaca tidak usah disuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin membaca buku-buku untuk dibacanya. 2. Motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Contohnya seseorang itu belajar, karena tahu besok pagi ada ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, atau agar mendapatkan hadiah. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000) motivasi intrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Yang tergolong dalam motivasi intrinsik adalah: a. Belajar karena ingin mengetahui seluk-beluk masalah selengkaplengkapnya. 15

5 b. Belajar karena ingin menjadi orang terdidik atau menjadi ahli bidang studi pada penghayatan kebutuhan dan siswa berdaya upaya melalui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat. Sedangkan yang tergolong motivasi ekstrinsik antara lain: a. Belajar demi memenuhi kebutuhan. b. Belajar demi menghindari hukuman yang diancam. c. Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan. d. Belajar demi meningkatkan gengsi sosial. e. Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang. f. Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Linda S. Lumden (1994) terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu: 1. Motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan 2. Motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan yang dapat mempengaruhi psikologis orang yang bersangkutan. 16

6 Dorongan seseorang untuk belajar menurut Sardiman (2001) yang mengutip dari Maslow sebagai berikut: a. Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat dan sebagainya. b. Kebutuhan akan keamanan, yakni rasa aman bebas dari rasa takut dan kecemasan. c. Kebutuhan akan cinta kasih, rasa diterima dalam suatu masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok). d. Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial dan pembentukan pribadi. Dari berbagai macam kebutuhan tersebut, ada cara untuk merangsang motivasi belajar yang merupakan dorongan intrinsik. Menurut Sardiman (2001) beberapa cara menumbuhkan motivasi belajar di sekolah adalah dengan: a. Memberikan angka b. Hadiah c. Saingan / kompetisi d. Pujian e. Hukuman f. Hasrat untuk belajar g. Minat 17

7 h. Tujuan yang diakui 2.2. Bimbingan Kelompok Pengertian Bimbingan Prayitno dan Erman Amti (dalam Salahudin, 2010) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Menurut Bimo Walgito (2004) mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya Pengertian Kelompok Menurut Johnson dan Johnson (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara tatap muka, masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, mengetahui secara pasti individu-individu lain yang menjadi anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan yang positif dalam mencapai tujuan bersama. 18

8 Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kelompok tidak terlepas dari unsur-unsur berupa keberadaan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Jenis Kelompok Prayitno (1995) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling melalui pendekatan kelompok, ada dua jenis kelompok yang dapat dikembangkan yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas. 1. Kelompok Bebas/Terbuka Kelompok bebas dilaksanakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : tidak ada persiapan, arah dan isi kehidupan kelompok diserahkan sepenuhnya kepada seluruh anggota kelompok (topik ditentukan atas kesepakatan anggota), topik yang disampaikan adalah yang tidak mempribadi, dibutuhkan kesiapan pemimpin untuk dapat mengamati, mengatur jalannya kegiatan, mempersiapkan kegiatan selingan. 2. Kelompok Tugas/Tertutup Kelompok ini arah dan isi kegiatan kelompok sudah ditetapkan oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok sebagai fasilitator, topik yang dipilih adalah topik yang bersifat umum (strategi belajar disekolah, pemanfaatan fasilitas sekolah untuk 19

9 mendukung tugas siswa, dan sebagainya). Semua anggota berkonsentrasi untuk tugas itu. Tujuan penyelesaian tugas tidak mengurangi pentingnya tujuan bimbingan kelompok yaitu pengembangan sikap, ketrampilan dan keberanian sosial yang bertenggang rasa Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Tohirin (2007) bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu atau siswa melalui kegiatan kelompok. Romlah (2001) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan salah satu pendekatan bimbingan yang memberi bantuan pada individu dalam situasi kelompok. Prayitno (1995) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok atau lebih merupakan suatu upaya bimbingan kepada individu-individu melalui prosedur kelompok dengan menggunakan dinamika kelompok sebagai jiwa dan olah gerak kelompok. Menurut Gazda (dalam Romlah, 2001) mengemukakan bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok pada umumnya dilakukan di kelas dengan jumlah siswa antara orang. Kegiatan bimbingan 20

10 kelompok berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, penyesuaian diri, dan masalah hubungan antar pribadi Tujuan Bimbingan Kelompok Romlah (2001) tujuan bimbingan kelompok adalah membantu individu menemukan dirinya, mengarahkan diri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Prayitno (1995) menyatakan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah untuk membantu siswa mencapai pengembangan pribadi dan membahas masalah / topik-topik secara umum dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok memberikan kesempatan kepada siwa untuk belajar hal penting yang berguna untuk mengarahkan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial Teknik Bimbingan Kelompok Menurut Tohirin (2007), kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok dapat dapat memberikan kesempatan pada individu (para siswa untuk 21

11 berpartisipasi secara baik. Melalui kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri. Menurut Romlah (2001), beberapa teknik yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, yaitu antara lain: 1. Pemberian informasi atau ekspositori. Teknik pemberian informasi sering juga disebut dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pemberian informasi tidak hanya diberikan secara lisan, tetapi juga dapat dilakukan melalui berbagai media, misalnya papan bimbingan, majalah sekolah, rekaman (tape recorder), video dan film. Keuntungan teknik ini antara lain adalah, a) Dapat melayani banyak orang, b) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, c) Tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas untuk melaksanakannya, d) Mudah dilaksanakan bila dibandingkan dengan teknik yang lain, dan sebagainya. 2. Diskusi kelompok Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin. Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang penting, malahan dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan kelompok. Hampir semua teknik bimbingan kelompok menggunakan diskusi sebagai cara kerjanya, misalnya permainan peranan, karya-wisata, permainan simulasi, pemecahan masalah, homeroom, dan pemahaman diri melalui proses kelompok. Meskipun ada berbagai macam bentuk diskusi, misalnya diskusi kelas, diskusi kelompok kecil (buzz group discussion), dan diskusi panel, tetapi pada prinsipnya aturan-aturan dasarnya sama. Keuntungan teknik ini antara lain adalah, a) Membuat anggota kelompok lebih aktif karena tiap anggota mendapat kesempatan untuk berbicara dan memberi sumbangan pada kelompok, b) Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran, perasaan dan nilai-nilai, yang akan membuat persoalan yang dibicarakan menjadi lebih jelas, c) Anggota kelompok belajar mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan anggota kelompok 22

12 yang lain, d) Memberi kesempatan pada anggota untuk belajar menjadi pemimpin. 3.Pemecahan masalah (problem-solving) Teknik pemecahan masalah (problem-solving techniques) digunakan untuk menyebut suatu proses yang kreatif dimana individu-individu menilai perubahan-perubahan yang ada pada dirinya dan lingkungannya, dan membuat pilihan-pilihan baru, keputusankeputusan, atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan-tujuan dan nilai-nilai hidupnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa teknik pemecahan masalah merupakan teknik yang pokok untuk hidup dalam masyarakat yang penuh dengan perubahan-perubahan. Keuntungan teknik ini adalah mengajar individu untuk mengalami proses berfikir analitis sintetis, yaitu mengumpulkan data yang relevan, menghubung-hubungkan data dan menarik kesimpulan. Selain itu individu juga belajar mencari informasi dari sumber-sumber lain yang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. 4.Penciptaan suasana kekeluargaan (home-room) Teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa diluar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Yang ditekankan dalam pertemuan homeroom adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana rumah yang menyenangkan. Dengan suasana yang menyenangkan dan akrab, siswa merasa aman dan diharapkan dapat mengungkapkan masalah-masalah yang tak dapat dibicarakan dalam kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi. Keuntungan teknik ini antara lain adalah, a) Karena siswa mengikuti kegiatan homeroom yang dipimpin oleh guru atau konselor tertentu selama satu tahun atau lebih, maka kontinuitas dan kemajuan kegiatan bimbingan dapat direncanakan dengan lebih baik, b) Waktu yang lama dalam mengikuti kegiatan homeroom memungkinkan untuk membina kepercayaan dan kohevisitas kelompok, yang merupakan elemenelemen penting untuk bimbingan kelompok yang efektif. 5. Permainan peranan (Roleplaying) Permainan peranan adalah suatu alat belajar untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dan pengertianpengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Salah satu faktor yang penting yang menentukan dalam permainan peranan yang akan menghasilkan perubahan perilaku adalah pengurangan hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan yang biasa timbu adalah perasaan takut dikritik, 23

13 takut dihukum, atau ditertawakan. Hambatan-hambatan ini harus dihilangkan supaya perubahan dapat terjadi. Permainan peranan menyediakan kondisi yang dapat menghilangkan rasa takut atau cemas, karena dalam permainan peranan individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena sanksi sosial terhadap perbuatannya. Macam-macam permainan peranan antara lain : sosiodrama, psikodrama, permainan peranan terstruktur (fasilitator menentukan struktur dan menjelaskannya pada peserta permainan), permainan peranan tidak terstruktur atau permainan peranan yang bersifat pengembangan adalah permainan peranan dimana hubungan antara pemeran utama dengan pemeran-pemeran lain dalam permainan tidak ditentukan oleh fasilitator tetapi oleh para anggota kelompok. 6. Karyawisata (field trip) Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi obyek-obyek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksananakan untuk tujuan belajar secara khusus. Keuntungan metode karyawisata adalah sebagai berikut: a) Anak mendapat pengalaman-pengalaman pribadi yang nyata dan langsung, b) Anak dapat mengamati kejadian-kejadian dalam situasi yang sebenarnya, c) Anak dapat belajar berbagai macam hal dalam waktu yang bersamaan. 7. Permainan simulasi Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan antara teknik bermain peranan dengan teknik diskusi. Dalam perminan simulasi para pemainnya berkelompok dan berkompetisi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan mentaati peraturanperaturan yang ditetapkan bersama. Permainan simulasi cocok dipakai untuk memotivasi anak belajar, terutama bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik. Permainan simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep dan menanamkan pengertian tentang sesuatu hal, juga mempunyai kekuatan untuk membangkitkan minat dan perhatian anak Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 24

14 a. Tahap I Pembentukan Tahap ini disebut juga tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok dengan teknik kegiatan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti bimbingan kelompok, kegiatan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka. b. Tahap II Peralihan Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2)Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) Membahas suasana yang terjadi; 4) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama. 25

15 c. Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok. Ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguasaan serta penuh empati. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini, yaitu: 1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan. 2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu. 3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas 4. Kegiatan selingan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan terungkapnya masalah dan terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas. Seluruh anggota diharapkan mengikuti kegiatan secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. d. Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok utama pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu sehingga 26

16 mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan demi mencapai tujuan bersama. Dalam tahap ini kelompok bersepakat sampai kapan mereka berhenti melakukan kegiatan dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Beberapa kegiatan pada tahap ini, yaitu: 1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. 2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan. 3. Membahas kegiatan lanjutan. 4. Mengemukakan pesan dan harapan. Tujuan pada tahap ini anggota kelompok diharapkan mampu menerapkan hal-hal yang dipelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata sehari-hari, mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya dan memiliki rasa tanggung jawab. 2.3 Kajian Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Giyanti (2003) tentang motivasi belajar setelah mengikuti bimbingan kelompok motivasi belajar siswa kelas VII E SMP N 1 Getasan, dari hasil penelitian ini diperoleh p=0,001 < 0,050 artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberi bimbingan motivasi belajar. 27

17 Riyanti (2000) tentang hubungan layanan bimbingan belajar dengan motivasi belajar siswa kelas XI SMA Kristen 1 Salatiga, dari hasil penelitian diperoleh (rxy=0,365**, p=0,000 < 0,001). Artinya terbukti secara empirik ada koefisien korelasi sebesar 0,365 antara layanan bimbingan belajar dengan motivasi belajar. Teki Margawati (2007) tentang meningkatkan motivasi belajar melalui bimbingan kelompok siswa kelas VII B SMP N 3 Tuntang, dari hasil penelitian diperoleh p=0,000 < 0,050 artinya kegiatan layanan bimbingan kelompok berhasil meningkatkan motivasi belajar. 2.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Motivasi belajar siswa meningkat melalui bimbingan kelompok pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Pabelan, Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011/

BAB II KAJIAN TEORI. neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan

BAB II KAJIAN TEORI. neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman,2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan Slameto (2003), belajar adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan Slameto (2003), belajar adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu pasti mengalami peristiwa belajar. Orang mengalami perbuatan belajar dengan sengaja dengan tujuan yang sama yaitu mengalami perubahan. Sebagaimana

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kemampuan belajar yang dimiliki individu merupakan bekal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kemampuan belajar yang dimiliki individu merupakan bekal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan belajar yang dimiliki individu merupakan bekal yang sangat pokok, sehingga belajar merupakan hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat ditimbulkan oleh dua faktor yaitu faktor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keterbukaan Diri 2.1.1. Pengertian Self Disclasure Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori motivasi yang diungkapkan oleh McClelland dan Atkinson (dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori motivasi yang diungkapkan oleh McClelland dan Atkinson (dalam 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mendidik aspek-aspek lainnya, salah satunya aspek sosial perilaku

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS 9 BAB II KERANGKA TEORETIS A. Konsep Teoretis 1. Pengertian Apersepsi Apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang kita alami apabila suatu kesan baru masuk dalam kesadaran kita dan berassosiasi/bertautan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TOERI

BAB II LANDASAN TOERI BAB II LANDASAN TOERI 2.2 Kepercayaan Diri 2.2.3 Pengertian Kepercayaan Diri Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan dan tidak terlepas dari peran guru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang siswa dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya di sekolah. Masalah ini cukup kompleks, bisa dilihat dari beragamnya faktor yang terlibat. Ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi semua orang terutama bagi para pelajar. Kegiatan belajar merupakan bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan dengan ruang lingkup permasalahan yang di teliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Konsentrasi Belajar 1. Pengertian Konsentrasi Belajar Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lain yang tidak berhubungan (Emon,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan belajar manusia dapat berkembang dan berubah dalam sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan belajar manusia dapat berkembang dan berubah dalam sikap dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemampuan belajar yang dimiliki individu merupakan bekal yang sangat pokok, sehingga belajar merupakan hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Disekolah. Nartoyo ( ) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang

Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Disekolah. Nartoyo ( ) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang Bimbingan Kelompok Bagi Siswa Disekolah Nartoyo (09220221) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang masalah yang di teliti adalah (1) Masih banyak siswa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa :

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa : II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Belajar Kegiatan belajar di perguruan tinggi merupakan suatu proses yang panjang dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan ketabahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

PERAN PENGAJAR DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA. Oleh :

PERAN PENGAJAR DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA. Oleh : PERAN PENGAJAR DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA Oleh : Sumargiyani Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta e-mail : sumargiyani04@yahoo. com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu pendidikan ada yang disebut sebagai pendidik dan sebagai. sebagai peserta didik mendapatkan haknya sepenuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu pendidikan ada yang disebut sebagai pendidik dan sebagai. sebagai peserta didik mendapatkan haknya sepenuhnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekolah dasar merupakan bagian dari pendidikan nasional yang mempunyai peranan sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1) Minat Belajar Apabila seseorang menaruh perhatian terhadap sesuatu, maka minat akan menjadi motif yang kuat untuk berhubungan secara lebih aktif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Penelitian Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada anak yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia sesungguhnya telah menjadi program nasional yang dituangkan dalam UU No. 20/2003 salah satu cara meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penentu bagi kemajuan bangsa. Dengan pendidikan manusia dituntut untuk memproleh kepandaian dan ilmu, sehingga akan mampu

Lebih terperinci

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK (Penelitian Pada Siswa Kelas 8 Di SMP N 11 Semarang Tahun Ajaran 2008/ 2009) skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bergantung pada orang lain (Monk, 1989). Dengan kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

BAB II LANDASAN TEORI. meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Menurut Sardiman (2012) mengatakan bahwa motivasi adalah usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Belajar Secara bahasa, minat berarti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sikap terhadap Layanan Konseling Individual a. Pengertian Sikap Sikap menurut Sarlito adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal yang selalu dilakukuan setiap individu dari lahir

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal yang selalu dilakukuan setiap individu dari lahir BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebiasaan Belajar 2.1.1. Definisi Belajar Belajar merupakan hal yang selalu dilakukuan setiap individu dari lahir hingga tua maka tidakmengherankan bila belajar merupakan istilah

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar yang dipergunakan oleh guru. Pengertian lain ialah sebagai teknik

BAB I PENDAHULUAN. mengajar yang dipergunakan oleh guru. Pengertian lain ialah sebagai teknik A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah adalah wadah pendidikan formal mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sebagaimana yang diamanahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarki dengan penalaran yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kurang, tetapi karena tidak adanya motivasi belajar, sehingga ia tidak berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang kurang, tetapi karena tidak adanya motivasi belajar, sehingga ia tidak berusaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang terus

I. PENDAHULUAN. Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang terus menerus dicari solusinya. Hal ini disebabkan karena hasil belajar siswa merupakan indikator tinggi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Deskripsi Teori. 1. Prestasi Belajar Ekonomi. a. Pengertian Prestasi. Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Deskripsi Teori. 1. Prestasi Belajar Ekonomi. a. Pengertian Prestasi. Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Prestasi Belajar Ekonomi a. Pengertian Prestasi Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu prestatie, yang berarti hasil dari usaha. Menurut Muhibbin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru mampu memainkan perannya dengan tepat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK

Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK PENGGUNAAN TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER SISWA KELAS BILINGUAL SMP N 1 TAWANGMANGU TAHUN AJARAN 2013/2014 Nurul Hidayati Nafi ah dan Salmah Lilik Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran sangat tergantung pada cara pendidik. Metode adalah cara yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran sangat tergantung pada cara pendidik. Metode adalah cara yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Metode adalah cara yang digunakan untuk menginplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Motivasi orangtua di Madin Darul Aiman Celep Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Motivasi orangtua di Madin Darul Aiman Celep Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Motivasi orangtua di Madin Darul Aiman Celep Sidoarjo Motivasi orang tua di Madin Darul Aiman Celep Sidoarjo dikategorikan tinggi, berdasarkan angket maka diketahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.Pembelajaran Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik (Djamarah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Prestasi Belajar 1.1.1 Pengertian Prestasi Belajar Proses belajar mengajar penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik. Seberapa jauh kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok 2.1.1 Pengertian layanan bimbingan kelompok Menurut Romlah (2001), bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Hakekat Motivasi Belajar. a. Pengertian Motivasi Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Hakekat Motivasi Belajar. a. Pengertian Motivasi Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Hakekat Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar siswanya sehingga menghasilkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar dari semua ilmu yang dipelajari di sekolah regular. Oleh sebab itu pelajaran ini diajarkan pada jenjang pendidikan dasar

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AFEKTIF SISWA KELAS X TT SMK NEGERI 3 PEKALONGAN Ana Rizki Amalia Putri, Anton Sukarno, G. Rohastono Ajie Program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru

BAB II KAJIAN TEORI. sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Manajemen Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhannya. Alasannya tanpa manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mencapai kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan. Namun, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mampu mencapai kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan. Namun, salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan sesuatu yang harus ditempuh seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa agar mampu mencapai kualifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK HOMEROOM

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK HOMEROOM EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK HOMEROOM DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Motivasi Belajar dalam Bidang Bimbingan Belajar. menyangkut pada layanan bimbingan dan konseling pada bimbingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Motivasi Belajar dalam Bidang Bimbingan Belajar. menyangkut pada layanan bimbingan dan konseling pada bimbingan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Motivasi Belajar dalam Bidang Bimbingan Belajar Kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan mencakup empat bidang yaitu bimbingan pribadi, bimbingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Sementara itu, pembelajaran adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah menetapkan sebuah aturan dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama 9 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide Cooperative berarti bekerja sama dan learning yang berarti belajar, jadi belajar melalui kegiatan bersama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. (Sadiman,1986:6). Sementara itu Briggs (dalam Sadiman 1986:6)

TINJAUAN PUSTAKA. perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. (Sadiman,1986:6). Sementara itu Briggs (dalam Sadiman 1986:6) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Kuartet Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP METODE PEMBELAJARAN METODE PEMBELAJARANDILIHAT DARI SASARAN:

PRINSIP-PRINSIP METODE PEMBELAJARAN METODE PEMBELAJARANDILIHAT DARI SASARAN: PRINSIP-PRINSIP METODE PEMBELAJARAN 1. AKADEMIK DAN EMPIRIK 2. RELEVAN ( TUJUAN, MATERI AJAR, MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN, KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK, SITUASI DAN KONDISI AKTUAL, WAKTU) 3. FLEKSIBEL(FLEXIBLE)

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi a. Pengertian Minat Menurut Sardiman (2011: 76), minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikatnya, manusia adalah makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikatnya, manusia adalah makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikatnya, manusia adalah makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing. Karakteristik yang khas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. PENGARUH PENGGUNAAN METODE RESITASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci