BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1 Konsep Dasar Lean Lean adalah suatu upaya yang dilakukan secara terus - menerus yang bertujuan mengevaluasi efektivitas dari suatu proses produksi. Lean berarti mengembangkan prinsip - prinsip yang tepat bagi organisasi anda dan secara sungguh - sungguh mempraktekkannya untuk mencapai kinerja yang tinggi untuk terus menambah nilai bagi pelanggan dan masyarakat. Menurut Vincent Gaspersz dan Avanti Fontana dalam bukunya yang berjudul 'Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries' terdapat lima prinsip dasar Lean: 1. Mengidentifikasikan nilai produk ( barang dan/atau jasa ) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk ( barang dan/atau jasa ) berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif dan penyerahan yang tepat waktu. 2. Mengidentifikasikan Value Stream Process Mapping ( pemetaan proses pada value stream ) untuk setiap produk ( barang dan/atau jasa ). 3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu. 4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik ( pull system ) 5. Terus-menerus mencari berbagai teknik dan alat peningkatan ( improvement tools and techniques ) untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus. 5
6 2.1.1 Jenis Pemborosan Secara umum kita mengenal " Seven Plus One" Types of Waste yang merupakan pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses manufaktur sebagai berikut : 1. Overproduction (produksi berlebih) : memproduksi lebih daripada kebutuhan pelanggan internal maupun eksternal, atau memproduksi lebih awal daripada waktu kebutuhan pelanggan internal dan eksternal. 2. Delays (waiting time) : terlihat dari para pekerja sedang menunggu mesin, peralatan, bahan baku, supplies, perawatan/pemeliharaan ( maintenance ) atau mesin - mesin yang sedang menunggu perawatan, orang - orang, bahan baku dan peralatan. 3. Transportation : jarak yang sangat jauh dalam memindahkan material atau orang dari satu proses ke proses berikutnya yang menyebabkan waktu tambahan dalam penanganan material. 4. Processes : meliputi proses - proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu dan tidak efisien. 5. Inventories (persediaan berlebihan) : Inventories dapat menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas penanganan tambahan. 6. Motion : gerakan dari orang atau mesin yang tidak perlu yang tidak menambah nilai kepada barang atau jasa yang diberikan kepada pelanggan, tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja. 7. Defective Product (produk cacat) : meliputi sisa, perbaikan, ketidakpuasan pelanggan. 8. Defective Design : Desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, adanya penambahan feature yang tidak perlu. Dengan menggunakan dasar teori di atas diharapkan nantinya dapat sebagai alat untuk menganalisa dan menyelesaikan permasalahan - permasalahan yang terjadi di proses kafting yang dianggap sebagai bottleneck, sehingga dapat menambah hasil output dari proses kafting tersebut.
7 2.2 Konsep Dasar Six Sigma Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang mereka harapkan. Apabila produk tersebut diproses pada tingkat kinerja kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Proses kafting pada produk Mixagrip merupakan salah satu fase atau tahapan dari berberapa fase proses produksi dalam pembuatan produk tersebut, dan merupakan tahapan yang akan dianalisa. Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja proses industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok ( industri ) dan pelanggan ( pasar ). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3- sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa ( dramatik ) di tingkat bawah dan sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses. 2.3 Konsep Dasar Lean Six Sigma Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilasngkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added activities) melalui penngkatan terus menerus radikal (radical continuous improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma, dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4 DPMO (Defect per Million Opportunities) cacat setiap satu juta kesempatan atau operasi. Dengan menggunakan metode DMAIC sebagai Metode Pendekatan Six Sigma, sebagai acuan untuk melakukan proses penelitian dan berikut penjelasan dari metode DMAIC tersebut :
8 2.3.1 Define Mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. Identifikasi secara aktual terhadap produk dan proses yang sedang berlangsung, terutama dari apa yang diinginkan oleh pelanggan terhadap produk yang ditawarkan. 2.3.1.1 Critical To Quality ( CTQ ) Setelah mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggan, selanjutnya akan digunakan Critical To Quality ( CTQ ). Ini adalah salah satu tool di dalam DMAIC yang bertujuan untuk mengubah kebutuhan pelanggan ke dalam persyaratan terukur dalam pelaksanaan bisnis. Di dalam menentukan objek penelitian, nanti akan digunakan Diagram Pareto sebagai dasar untuk menentukan objek penelitian, adapun Diagram Pareto sendiri adalah diagram batang yang berfungsi untuk mengetahui tingkatan banyaknya kejadian. 2.3.2 Measure Mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measurements) agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Diagram alir proses strip akan membantu dalam pengukuran atau analisa kinerja proses saat sekarang, sehingga dapat membantu menemukan abnormality pada alir proses tersebut. 2.3.3 Analyze Menganalisis hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. Di dalam metode ini nantinya akan terlihat kondisi yang ada secara aktual proses yang diteliti. Di dalam metode ini nantinya akan menggunakan tool Fishbone Diagram atau Cause Effect Diagram untuk mengetahui penyebab terjadinya abnormality. Adapun Fishbone Diagram adalah diagram yang digunakan untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi. Diagram ini dikembangkan oleh Professor yang berasal dari Jepang yaitu Kaoru Ishikawa, Ph.D dan sering disebut juga Diagram Ishikawa.
9 2.3.3.1 Percobaan Penelitian Dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Percobaan penelitian ini akan dilakukan pada salah satu tahap di area Produk X yang merupakan tahap yang memiliki masalah dan dianggap perlu dilakukan kegiatan Improve atau peningkatan kinerja. 2.3.3.1.1 Analisis untuk Strip Kosong Setelah beberapa kali percobaan dan pengamatan yang dilakukan guna dapat mengidentifkasi permasalahan yang terjadi pada mesin. 2.3.3.1.1.1Teori Sampling Karena dalam percobaan penelitian ini kita menggunakan 750 butir kaplet Produk X sebagai sarananya dan untuk mengetahui apakah semua kaplet tersebut memenuhi syarat dimensi atau ukurannya maka digunakan teknik sample untuk mengecek. Ada beberapa teknik sample yang dapat digunakan untuk menentukan berapa besar jumlah sample yang akan diambil, dan disini kita akan menggunakan Tabel Isaac dan Michael untuk mengambil sample berdasarkan proporsinya. Dengan menggunakan tabel ini, kita dapat langsung menentukan jumlah sampling sekaligus persentase besarnya kesalahan. Dengan menggunakan 750 butir kaplet sebagai bahan percobaannya dan besarnya persentase kesalahan 5% didapat 238 butir kaplet untuk dicek. 2.3.3.1.1.2 Analisis Dimensi Feeding Chute Pengukuran terhadap dimensi feeding chute dilakukan untuk menganalisa kondisi aktual. Hal ini dilakukan karena adanya permasalahan di area tersebut. 2.3.3.1.1.3 Analisis Terhadap Saluran Kaplet Analisis terhadap dimensi saluran kaplet dilakukan untuk menganalisa kondisi aktual. Hal ini dilakukan karena adanya permasalahan di area tersebut yaitu kaplet sering berputar di area tersebut yang mengakibatkan kaplet tersangkut dan berhenti di tengah jalan. 2.3.3.1.1.4 Analisis Terhadap Stick Saluran Stick saluran merupakan area terakhir sebelum kaplet tersebut masuk ke dalam pocket dan masuk ke dalam foil aluminium. Pengaturan terhadap panjang pendeknya stick mempengaruhi jatuhnya kaplet ke dalam pocket sealing, sehingga perlu dilakukan analisis di area ini.
10 2.3.3.1.2 Analisis Untuk Strip Tidak Nge Seal Percobaan juga dilakukan untuk mengamati apa yang terjadi saat strip Produk X tidak nge seal, dengan bahan spesifikasi Produk X sama dengan yang dilakukan pada percobaan pertama. 2.3.3.1.2.1 Analisis Terhadap Stick Saluran Pengamatan dilakukan pada stick saluran yang merupakan bagian terpenting mesin tersebut dalam pengaturan pergerakan kaplet yang masuk ke dalam foil aluminium. 2.3.3.1.3 Analisis Untuk Setting Awal Pengaturan terhadap panjang pendeknya strip pada saat awal pergantian foil aluminium. 2.3.4 Improve Mengoptimisasikan proses menggunakan berbagai analisis untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses. Pada tahap ini, penyebab terjadinya abnormality pada mesin ataupun dari produk akan ditanggulangi berdasarkan analisa dari Cause Effect Diagram atau Fishbone Diagram. 2.3.4.1 Feeding Chute Setelah dilakukan pengukuran terhadap dimensi dan analisis pada feeding chute, nantinya akan ditemukan dimensi ukuran mana yang optimum yang akan dipakai sehingga kaplet tidak ada yang menyangkut dan diteruskan ke area saluran kaplet. 2.3.4.1.1 Analysis of Paired Sample 1. Hypothesis Testing Setelah data didapat awal pengukuran terhadap lebar feeding chute maka akan dibandingkan dengan dimensi ukuran lebar pada feeding chute yang baru. Analisis ini menggunakan teori analysis of paired sample, yaitu dengan cara : Langkah pertama : Menentukan Hypothesis yaitu Ho dan H 1 Langkah kedua : Menentukan tingkat kepercayaan yaitu α Langkah ketiga : Menentukan wilayah kritis, yaitu dengan rumus : t < tα ; n 1
11 Langkah keempat : Menentukan Statistik Uji dengan rumus : t = D µ S D n D dengan rumus S D = n i= 1 (D i n 1 D) Dengan keempat langkah diatas nantinya kita dapat menyimpulkan apakah nilai hitung dari t jatuh di wilayah kritis ataukah diluar, jika di dalam wilayah kritis, kita menolak Ho tetapi jika jatuh diluar wilayah kritis berarti kita menerima H 0 (Hypothesis awal). 2. Confidence Interval Digunakan untuk melihat selang interval pada Feeding Chute yang baru apakah masih sesuai dengan batas yang ditetapkan ataukah ada diluar batas. Confidence Interval disini akan menggunakan selang kepercayaan (α) sebesar 10% dengan rumus sebagai berikut : 2 d sd tα 2 µ D d + t n / α / 2 s d n 2.3.4.1.2 Pengujian Terhadap Mesin Setelah dilakukan pengujian teori terhadap dimensi ukuran feeding chute, selanjutnya akan dilakukan pengujian secara langsung terhadap mesin jika menggunakan feeding chute dengan dimensi yang baru supaya hasilnya lebih akurat. 2.3.4.2 Saluran Akan dilakukan pengujian terhadap saluran secara langsung pada mesin stripping jika permasalahan sudah diketahui akan dilakukan perbaikan di bagian supaya kaplet lancar bergeraknya. 2.3.4.3 Stick Saluran Merupakan bagian terpenting sekaligus tersulit pada mesin stripping karena banyak mempengaruhi hasil strip, sehingga pengujian juga akan dilakukan pada stick saluran secara langsung pada mesin stripping.
12 2.3.4.4 Rem Pemberat Foil Aluminium Fungsi dari rem pemberat foil aluminium adalah mempercepat atau memperlambat pergerakan dari foil sehingga panjang pendeknya strip dapat diatur, pengaturan inilah yang masih belum ada standarnya. 2.3.5 Control Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma. Untuk memastikan semua proses sesuai dengan apa yang diinginkan perlu adanya pengontrolan berupa SOP (Standard Operating Procedure) guna menjaga kualitas dari kinerja dan proses. 2.4 Perhitungan Level Sigma DPMO = DPU x 1000000 Defect Opportunities, DPMO : Defect per Million Opportunities DPMO adalah total kerusakan per satu juta kali kesempatan, dan untuk mencari DPMO sebelumnya kita mencari DPU atau Defect per Unit yaitu dengan rumus : Total defect DPU = Total Unit, DPU : Defect per Unit Kemudian setelah menemukan angka DPMO, kita melihat tabel konversi Six Sigma untuk mengetahui posisi level Six Sigma, semakin angkanya mendekati angka 6, maka levelnya semakin baik. Berikut tabel Level Six Sigma : Spec. Limit Percent Defective ppm 1 sigma 30.23 697700 2 sigma 69.13 308700 3 sigma 93.32 66810 4 sigma 99.379 6210 5 sigma 99.9767 233 6 sigma 99.99966 3.4 Tabel 1. Level Six Sigma