A TINJAUAN SINGKAT KALKULUS Salah satu syarat yang diperlukan untuk mempelajari komputasi numerik adalah pengetahuan dasar tentang kalkulus, termasuk pengenalan beberapa notasi dalam kalkulus, sifat-sifat bilangan riil dan kompleks, pengertian kekontinyuan, limit, turunan, integral, barisan, dan deret. Hal ini mengingat bahwa beberapa metode numerik yang dipakai dalam komputasi numerik didasarkan pada hasil-hasil dalam kalkulus. Sebagai rujukan singkat bagi pembaca yang tidak menginginkan membuka kembali buku kalkulus, berikut disajikan beberapa pengertian dan teorema penting dalam kalkulus. A.1 Limit dan Kekontinuan Fungsi DEFINISI A.1 (LIMIT FUNGSI). Misalkan fungsi ܵ didefinisikan pada himpunan bilangan riil. Fungsi dikatakan mempunyai limit Ä pada Ü Ü ¼, ditulis Pengertian limit fungsi ÐÑ Üµ Ä Üܼ (A.1) jika diberikan bilangan ¼ dapat ditemukan bilangan Æ ¼ sedemikian hingga ܵ Ä Ü ¾ Ü ¼ Æ Ü ¼ Ƶ Jika dimisalkan Ü Ü ¼, maka persamaan (A.1) ekivalen dengan ÐÑ Ü ¼ µ Ä ¼ (A.2) DEFINISI A.2 (FUNGSI KONTINYU). Misalkan fungsi ܵ didefinisikan pada himpunan bilangan riil dan misalkan 481
A.2 Turunan Fungsi 483 pernyataan di bawah ini ekivalen: 1. Fungsi kontinu di Ü ¼. 2. Jika ÐÑ Ò½ Ü Ò Ü ¼, maka ÐÑ Ò½ Ü Ò µ Ü ¼ µ. TEOREMA A.2 (TEOREMA NILAI EKSTRIM UNTUK FUNGSI KONTINU). Jika fungsi ܵ kontinu pada interval, maka terdapat suatu batas bawah Å ½ dan suatu batas atas Å ¾ serta dua buah titik Ü ½ Ü ¾ ¾ sedemikian hingga Å ½ Ü ½ µ ܵ Ü ¾ µ Å ¾ Ü ¾ (A.7) Teorema A.2 mengatakan bahwa setiap fungsi yang kontinu pada suatu interval terbatas pada interval tersebut. Å ½ disebut nilai minimum dan Å ¾ disebut nilai maksimum fungsi ܵ pada interval, dan sering dituliskan Å ½ Ü ½ µ ÑÒ Üµ dan Å ¾ Ü ¾µ ÑÜ Üµ Ü Ü TEOREMA A.3 (TEOREMA NILAI ANTARA). Misalkan ܵ ¾ dan misalkan Ñ ÑÒ Üµ dan Å ÑÜ Üµ Ü Ü Maka untuk setiap Ä memenuhi Ñ ÄÐÅ, terdapat yang memenuhi sedemikian hingga µ Ä. A.2 Turunan Fungsi DEFINISI A.4. Misalkan ܵ didefinisikan pada sebuah interval terbuka yang memuat Ü ¼. Fungsi dikatakan diferensiabel (dapat diturunkan atau mempunyai turunan) di titik Ü ¼ jika terdapat bilangan Ñ sedemikian hingga ܵ Ü ¼ µ ÐÑ Ñ (A.8) Üܼ Ü Ü ¼ Pengertian fungsi diferensiabel
A.3 Integral 485 dapat titik,, sedemikian hingga Òµ µ ¼. A.3 Integral DEFINISI A.5 (INTEGRAL RIEMANN). Misalkan ¾, dan Ü ¼ Ü ½ Ü Ò adalah suatu partisi. Untuk setiap ½ ¾ Ò, misalkan Ø ¾ Ü ½ Ü dan Ü Ü Ü ½. Maka jumlah Ò ½ Ø µ Ü (A.12) disebut hampiran jumlah Riemann untuk integral tentu ܵ pada. Jika jumlah Riemann tersebut mempunyai limit untuk Ò menuju tak berhingga, maka limit itu disebut integral Riemann, ditulis ܵ Ü ÐÑ Ò½ Ò ½ Ø µ Ü (A.13) TEOREMA A.9 (TEOREMA DASAR KALKULUS). Misalkan kontinu pada. 1. Terdapat suatu fungsi, sedemikian hingga ܵ Ü µ µ (A.14) dengan ¼ ܵ ܵ. Fungsi disebut antiderivatif fungsi. 2. Jika Ü, maka Ü Ü Øµ Ø Üµ (A.15) TEOREMA A.10 (NILAI RATA-RATA UNTUK INTEGRAL). Jika fungsi kontinu pada interval, maka terdapat titik,, sedemikian hingga ½ Ì Üµ Ü µ (A.16)
A.4 Barisan dan Deret 487 Misalkan Ü ¼ ¾ adalah suatu titik tetap. Deret ½ ¼ µ Ü ¼ µ Ü Ü ¼ µ disebut deret Taylor fungsi di sekitar Ü ¼, dan dapat dituliskan ܵ ½ ¼ µ Ü ¼ µ Ü Ü ¼ µ (A.20) Dengan memisalkan Ü Ü ¼, maka Ü ¼ µ ½ ¼ µ Ü ¼ µ (A.21) Demikian pula, jika Ü Ü ¼, maka Ü ¼ µ ½ ¼ µ Ü ¼ µ µ (A.22) TEOREMA A.13 (TEOREMA SISA TAYLOR). Misalkan ¾ Ò ½ (artinya, mempunyai turunan ke-1, 2,..., dan ke-ò yang kontinu pada ). Misalkan Ü ¼ ¾ adalah suatu titik tetap. Untuk setiap Ü ¾ terdapat ܵ,, sedemikian hingga ܵ È Ò Üµ Ê Ò Üµ (A.23) dengan dan È Ò Üµ Ò ¼ µ Ü ¼ µ Ü Ü ¼ µ (A.24) Ê Ò Üµ Ò ½µ µ Ò ½µ Ü Ü ¼µ Ò ½ (A.25) È Ò Üµ disebut polinomial Taylor berderajad Ò 1 dan Ê Ò Üµ disebut suku sisa 1 È ½ ܵ disebut polinomial Taylor linier, Ⱦ ܵ disebut polinomial Taylor kuadratik, È Üµ disebut polinomial Taylor kubik, dst.
A.6 Menghitung Nilai Polinomial 489 konvergen ke nol, seperti terlihat pada relasi Ç Ò ½ µ Å Ò ½ Ò ½µ µ Ò ½µ Ò ½ untuk yang cukup kecil. Notasi Ç Ò µ memiliki sifat-sifat: 1. Ç Ô µ Ç Ô µ Ç Ô µ 2. Ç Ô µ Ç Õ µ Ç Ö µ dengan Ö ÑÒÔ Õ 3. Ç Ô µç Õ µ Ç Ô Õ µ. TEOREMA A.15 (TEOREMA TAYLOR). Misalkan ¾ Ò ½. Jika Ü ¼ dan Ü Ü ¼ terletak pada interval, maka Ò µ Ü ¼ µ Ü ¼ µ Ç Ò ½ µ (A.27) ¼ DEFINISI A.10. Misalkan ÐÑ Ò½ Ü Ò Ü dan barisan Ö Ò ½ Ò½ ÐÑ Ò½ Ö Ò ¼. Barisan Ö Ò ½ Ò½ konvergen ke nol, yakni dikatakan konvergen ke Ü dengan orde kekonvergenan Ç Ö Ò µ jika terdapat sebuah konstanta à ¼ sedemikian hingga Ü Ò Ü Ö Ò Ã atau Ü Ò Ü ÃÖ Ò untuk Ò yang cukup besar. Hal ini sering dituliskan sebagai Ü Ò Ü Ç Ö Ò µ, atau Ü Ò Ü dengan orde kekonvergenan Ç Ö Ò µ. A.6 Menghitung Nilai Polinomial Misalkan È Ò Üµ adalah suatu polinomial berderajad Ò berbentuk È Ò Üµ Ò Ü Ò Ò ½Ü Ò ½ ¾ Ü ¾ ½ Ü ¼ Ò ¼ (A.28) Suatu metode untuk menghitung nilai È Ò Üµ dikenal dengan nama metode Horner atau metode pembagian sintetik, yang didasarkan pada
A.6 Menghitung Nilai Polinomial 491 Hasil tersebut didasarkan pada perkalian sintetik (A.29). Dari ¾ Þ Ð ß ÞÐß ßÞ Ð Ò ½ ßÞ Ð ½ ßÞ Ð Ò È Ò Þµ Ò Þ Ò ½µ Þ ¾ µ Þ ½ µ Þ ¼ dapat didefinisikan ¼ Ò Ò Ò ½ Ò Þ Ò ½ Ò ¾ Ò ½Þ Ò ¾. ½ ¾ Þ ½ ¼ ½ Þ ¼ (A.32) yang menghasilkan È Ò Þµ ¼ Selanjutnya, jika didefinisikan polinomial (A.30) dengan koefisienkoefisien di atas, dapat diperoleh (A.31). Hasil di atas bermanfaat untuk mencari akar polinomial dengan mereduksi derajadnya jika salah satu akarnya sudah diketahui. Perhatikan, jika ¼ ¼, maka È Ò Þµ ¼, sehingga Þ merupakan akar persamaan È Ò Üµ ¼.