BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB I PENDAHULUAN. baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.FLS TAHUN

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. dan bergerak dalam bidang industri dan distribusi tali kipas (v-belt & fan belt) untuk

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Atas Prosedur Pajak Pertambahan Nilai. PT. IBH merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SPT MASA PPN UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN AKUNTANSI

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Oleh: Silvia Iroth 1 Ventje Ilat 2 Heince Wokas 3. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado

AKUNTANSI PPN & PPnBM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisa Pelaksanaan Pemotongan / Pemungutan PPh Pasal 23 PT DEF

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami kerugian atau tidak memperoleh penghasilan sekalipun, tetap akan disebut sebagai Wajib Pajak. Tidak terkecuali dengan PT KAS yang merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang industri kertas, dalam hal produksi dan penjualan bermacam-macam produk kertas. Produk kertas yang dihasilkan oleh perusahaan ini didasarkan kepada pesanan konsumen, lalu didistribusikan secara langsung ke konsumen. Sejak saat didirikan / paling lama satu bulan setelah usaha mulai dijalankan, PT KAS sebagai badan usaha memiliki kewajiban sebagai seorang Wajib Pajak yang harus melaporkan penghasilannya dan menyetorkan sejumlah uang dalam bentuk pajak kepada Negara. Selain itu, perusahaan sebagai pelaku di bidang industri kertas, perusahaan memiliki kedudukan sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 22. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan observasi langsung maupun melakukan interview dengan pihak perusahaan, penulis melihat bahwa kewajiban perpajakan atas Pajak Penghasilan Pasal 22 telah dilakukan oleh perusahaan namun masih membutuhkan perbaikan-perbaikan sehingga atas pemungutan PPh Pasal 47

22 dapat dilakukan secara tepat dan benar menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. 1. Pertama, dalam hal sebagai seorang Pengusaha Kena Pajak dan bergerak di bidang industri kertas, perusahaan memiliki hak penuh sebagai pemungut pajak, namun dalam praktek nyata perusahaan belum menerbitkan bukti pemungutan rangkap tiga Pajak Penghasilan Pasal 22. Oleh karena itu, pihak pembeli yang dipungut PPh Pasal 22 tidak dapat melakukan pengkreditan pajak. 2. Kedua, oleh karena perusahaan belum melakukan pemungutan PPh Pasal 22, maka kewajiban perusahaan sebagai badan usaha untuk menyetorkan dan melaporkan secara kolektif hasil pemungutan PPh Pasal 22 kepada Negara menjadi tidak terpenuhi. Dalam perpajakan Indonesia, berlaku sistem pengenaan pemotongan dan atau pemungutan pajaknya oleh pihak ketiga sebagai Wajib Pajak atau yang sering dikenal dengan sebutan withholding system. Begitupun halnya dalam UU Pajak Penghasilan, khususnya mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 dimana badan usaha tertentu memiliki kewajiban pemotongan dan pemungutan atas setiap pengeluaran atau pembayaran yang berkaitan dengan kegiatan penyerahan barang tertentu kepada konsumen. Kegiatan pemotongan dan atau pemungutan ini juga wajib dilakukan oleh PT KAS sebagai industri tertentu yang dipercayakan sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, maka kewajiban-kewajiban perusahaan sebagai salah satu pihak pemungut PPh Pasal 22 yang harus dipenuhi dimulai sejak saat perusahaan memulai melakukan proses produksi dan penjualan bermacam produk kertas terdiri dari : 48

1. Melakukan pemungutan pajak pada saat dilakukan penjualan kertas di dalam negeri 2. Menerbitkan bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 rangkap tiga sebagai bukti dokumentasi bagi pihak pembeli, pihak Kantor Pelayanan Pajak, dan arsip perusahaan sebagai pihak pemungut pajak. 3. Melakukan penyetoran atas setiap transaksi yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 setiap bulan ke Kas Negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 4. Menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dengan memberikan Surat Setoran Masa ke Kantor Pelayanan Pajak perusahaan terdaftar sebagai lampirannya selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 5. Melakukan pengarsipan atas bukti pemungutan pajak dan melaksanakan pencatatan atas transaksi penyerahan produk kertas kepada konsumen. Dari penelusuran penulis, penulis menemukan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa Pajak Penghasilan Pasal 22 belum dipungut dalam perusahaan yaitu : 1. Perusahaan sebagai WP maupun PKP belum memahami atau kurang mengetahui ketentuan perpajakan mengenai kewajiban pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas setiap transaksi penyerahan produk kertas dalam negeri, karena perusahaan beranggapan bahwa bidang usaha yang dijalankan mendapatkan perlakuan pajak yang sama dengan bidang usaha lainnya, padahal dalam hal bidang usaha industri kertas, mendapatkan fasilitas perpajakan khusus sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. 49

2. Berdasarkan hasil interview dengan pihak yang bertanggung jawab dengan hal akuntansi dan perpajakan perusahaan, penulis menemukan bahwa perusahaan masih beranggapan bahwa perlakuan pemungutan terhadap PPh Pasal 22 masih belum perlu untuk dilakukan karena industri kertas ini masih dalam tahap baru dimulai. Berdasarkan dari hasil keterangan dan informasi diatas yang didapat penulis, maka penulis menyarankan agar perusahaan memulai untuk segera melakukan pemungutan terhadap setiap penghasilan yang diperoleh untuk dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22. Dengan demikian, perusahaan dapat terhindar dari pemeriksaan pajak oleh pihak Kantor Pajak dan sanksi yang diberikan pun dapat lebih kecil karena perusahaan sebagai Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan sanksi yang diakibatkan karena kekhilafan Wajib Pajak. IV. 2 Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 berdasarkan Data Penjualan Perusahaan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dikenakan atas hasil produksi industri kertas dihitung pada saat penjualan semua jenis kertas di dalam negeri dengan tarif pemungutan sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak PPN. Dasar Pengenaan Pajak PPN yang menjadi dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam perusahaan ini adalah harga jual dari setiap produk kertas yang diproduksi. Setiap jenis produk kertas yang dihasilkan oleh perusahaan didasarkan kepada pesanan konsumen, diproduksi langsung oleh pabrik perusahaan, lalu didistribusikan kepada konsumen. 50

Selama kurang lebih 7 (tujuh) tahun perusahaan mulai bergerak, melakukan proses produksi di bidang industri kertas, kemudian melakukan penjualan semua hasil produksinya, namun hingga sekarang perusahaan belum menggunakan hak dan kewajibannya sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan benar. Meskipun perusahaan belum melakukan pemungutan PPh Pasal 22, namun dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan selama periode 3 (tiga) tahun yaitu 2008 2010 dan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Berikut ini adalah rekapitulasi data penjualan perusahaan tahun 2008 2010. 51

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Penjualan Tahun 2008-2010 No. Periode Bulan Data Penjualan (belum termasuk PPN) Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 1. Januari Rp 108.415.050 Rp 126.915.960 Rp 221.173.622 2. Februari Rp 189.428.800 Rp 124.587.710 Rp 220.129.349 3. Maret Rp 171.150.000 Rp 162.384.500 Rp 229.208.848 4. April Rp 151.164.100 Rp 160.962.510 Rp 186.705.511 5. Mei Rp 200.964.160 Rp 124.587.400 Rp 138.253.145 6. Juni Rp 160.728.500 Rp 214.899.215 Rp 207.091.500 7. Juli Rp 239.972.700 Rp 150.297.000 Rp 243.210.352 8. Agustus Rp 188.475.550 Rp 119.157.960 Rp 182.186.882 9. September Rp 150.454.940 Rp 236.322.570 Rp 270.191.900 10. Oktober Rp 180.131.200 Rp 212.060.000 Rp 170.045.605 11. November Rp 106.938.900 Rp 188.914.210 Rp 252.949.400 12. Desember Rp 204.898.900 Rp 201.100.140 Rp 342.389.452 Total Penjualan Rp 2.052.722.800 Rp 2.022.189.175 Rp 2.663.535.523 Sumber : Data Rekapitulasi Penjualan Perusahaan Berdasarkan data diatas, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 pada periode 2008 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan adalah sebesar : 52

Tabel 4.2 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2008 No. Periode Bulan PENJUALAN DPP PPh Pasal 22 (0,1% * DPP) Jumlah 1. Januari Rp 108.415.050 Rp 108.415 Rp 108.523.465 2. Februari Rp 189.428.800 Rp 189.428 Rp 189.618.228 3. Maret Rp 171.150.000 Rp 171.150 Rp 171.321.150 4. April Rp 151.164.100 Rp 151.164 Rp 151.315.264 5. Mei Rp 200.964.160 Rp 200.964 Rp 201.165.124 6. Juni Rp 160.728.500 Rp 160.728 Rp 160.889.228 7. Juli Rp 239.972.700 Rp 239.972 Rp 240.212.672 8. Agustus Rp 188.475.550 Rp 188.475 Rp 188.664.025 9. September Rp 150.454.940 Rp 150.454 Rp 150.605.394 10. Oktober Rp 180.131.200 Rp 180.131 Rp 180.311.331 11. November Rp 106.938.900 Rp 106.938 Rp 107.045.838 12. Desember Rp 204.898.900 Rp 204.898 Rp 205.103.798 Total Penjualan Rp 2.052.722.800 Rp 2.052.722 Rp 2.054.775.522 Sumber : Data Penjualan Perusahaan Tahun 2008 (diolah) Dari Penghitungan PPh Pasal 22 diatas dapat dikatakan bahwa besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan adalah sebesar Rp 2.052.722. Penghitungan PPh Pasal 22 ini didasarkan pada nilai DPP PPN yaitu dalam hal ini berdasarkan harga jual yang diberikan atas setiap transaksi penjualan kertas dalam negeri yang terjadi dalam perusahaan. 53

Tabel 4.3 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2009 No. Periode Bulan PENJUALAN DPP PPh Pasal 22 (0,1% * DPP) Jumlah 1. Januari Rp 126.915.960 Rp 126.915 Rp 127.042.875 2. Februari Rp 124.587.710 Rp 124.587 Rp 124.712.297 3. Maret Rp 162.384.500 Rp 162.384 Rp 162.546.884 4. April Rp 160.962.510 Rp 160.962 Rp 161.123.472 5. Mei Rp 124.587.400 Rp 124.587 Rp 124.711.987 6. Juni Rp 214.899.215 Rp 214.899 Rp 215.114.114 7. Juli Rp 150.297.000 Rp 150.297 Rp 150.447.297 8. Agustus Rp 119.157.960 Rp 119.157 Rp 119.277.117 9. September Rp 236.322.570 Rp 236.322 Rp 236.558.892 10. Oktober Rp 212.060.000 Rp 212.060 Rp 212.272.060 11. November Rp 188.914.210 Rp 188.914 Rp 189.103.124 12. Desember Rp 201.100.140 Rp 201.100 Rp 201.301.240 Total Penjualan Rp 2.022.189.175 Rp 2.022.189 Rp 2.024.211.364 Sumber : Data Penjualan Perusahaan Tahun 2009 (diolah) Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah penjualan perusahaan mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 2.022.189.175 dan mengakibatkan besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan juga mengalami penurunan. Oleh karena itu, nilai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai kredit pajak menurun menjadi sebesar Rp 2.022.189. 54

Tabel 4.4 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2010 No. Periode Bulan PENJUALAN DPP PPh Pasal 22 (0,1% * DPP) Jumlah 1. Januari Rp 221.173.622 Rp 221.174 Rp 221.394.796 2. Februari Rp 220.129.349 Rp 220.129 Rp 220.349.478 3. Maret Rp 229.208.848 Rp 229.209 Rp 229.438.056 4. April Rp 186.705.511 Rp 186.706 Rp 186.892.217 5. Mei Rp 138.253.145 Rp 138.253 Rp 138.391.398 6. Juni Rp 207.091.500 Rp 207.091 Rp 207.298.591 7. Juli Rp 243.210.352 Rp 243.210 Rp 243.453.562 8. Agustus Rp 182.186.882 Rp 182.187 Rp 182.369.069 9. September Rp 270.191.900 Rp 270.192 Rp 270.462.092 10. Oktober Rp 170.045.605 Rp 170.046 Rp 170.215.650 11. November Rp 252.949.400 Rp 252.949 Rp 253.202.349 12. Desember Rp 342.389.452 Rp 342.389 Rp 342.731.841 Total Penjualan Rp 2.663.535.523 Rp 2.663.535 Rp 2.666.199.099 Sumber. Data Penjualan Perusahaan Tahun 2010 (diolah) Dari hasil penghitungan di Tabel 4.4 ini menunjukkan bahwa jumlah besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah sebesar 0,1% dari keseluruhan harga jual/dpp PPN sehingga menghasilkan PPh Pasal 22 terutang yang dapat dipungut oleh PPN dan digunakan sebagai kredit pajak pada SPT Tahunan PPh Badan yaitu Rp 2.663.535. Kenaikan jumlah PPh Pasal 22 tahun 2010 ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan total penjualan dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya yaitu sebesar 29,76% dengan tahun 2008 dan 31,72% pada tahun 2009. 55

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan penulis selama tahun 2008-2010, dapat dikatakan bahwa sebenarnya perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan penyetoran atas PPh Pasal 22 yang dipungut kepada negara dari hasil transaksi penjualan dalam negeri perusahaan. Selain itu, atas sejumlah nilai PPh Pasal 22 yang dipungut perusahaan akan dapat digunakan sebagai kredit pajak dalam negeri oleh pihak pembeli. Hal ini dikarenakan sifat pemungutan PPh Pasal 22 yang apabila perusahaan melakukan pemungutan, dan telah menyetorkan jumlah pajak terutang secara kolektif tiap bulan kepada negara maka seketika itu juga disebut sebagai pajak dibayar dimuka (prepaid tax), sehingga pada akhir tahun pajak dapat dikreditkan sebagai pengurang terhadap pajak terutang. Dari penelusuran penulis, penulis menganalisa ada beberapa hal yang berkaitan dengan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan, yaitu 1. Bahwa total jumlah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dilaporkan dan disetorkan oleh perusahaan kepada Negara adalah sebesar Rp 6.738.446 selama periode tahun 2008-2010. Nilai sebesar itu dapat digunakan sebagai kredit pajak yang dapat menjadi pengurang di SPT Tahunan PPh Badan pihak pembeli yang terlampir pada Formulir 1771-III SPT Tahunan 1771. Dengan demikian, agar hasil pengolahan penghitungan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kredit pajak bagi pembeli dalam SPT Tahunan PPh Badan yang diterbitkannya, maka perusahaan harus melakukan pemungutan PPh Pasal 22 serta menerbitkan bukti pemungutan PPh Pasal 22 sebagai dasar yang dapat dipercaya oleh pihak kantor pajak. 2. Dengan tidak dilaporkan dan disetorkannya jumlah Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang selama periode tahun 2008-2010 ini dapat mengakibatkan kerugian bagi 56

Negara dan apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka hal ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena perusahaan akan dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal 39 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bisa berupa pidana penjara maupun pidana denda. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dilakukan oleh penulis, penulis menyarankan bahwa perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan seperti halnya memulai melakukan pemungutan PPh Pasal 22 pada periode tahun yang berjalan untuk mencegah dikenakannya sanksi yang semakin besar di kemudian hari dan melakukan pencatatan atas pengenaan PPh Pasal 22 pada sistem perusahaan dengan jurnal sebagai berikut : Kas/Piutang xxx PPh Pasal 22 terutang Penjualan kertas xxx xxx PPh Pasal 22 terutang xxx Kas xxx IV. 3 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di PT KAS PT KAS yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan Pajak Pertambahan Nilai. Kewajiban ini dimulai sejak saat dimilikinya Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan kemudian, perusahaan juga memiliki kewajiban sebagai Wajib Pajak sebagai bentuk tanggung jawab atas kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 57

Sebagai seorang Pengusaha Kena Pajak, maka perusahaan memiliki hak dan kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan setiap transaksi yang terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai. Pemungutan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal ini adalah semua jenis produk kertas yang diproduksi oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan penulis yaitu dengan melakukan analisa atas data yang diperoleh dari perusahaan berupa Surat Pemberitahuan Masa, Surat Setoran Pajak dan rekapitulasi data penjualan dan perolehan Barang Kena Pajak perusahaan selama periode 2008-2010. Pembahasan atas data-data yang diperoleh dari perusahaan dilakukan oleh penulis dengan cara melakukan perbandingan antara penerapan yang telah dijalankan oleh perusahaan dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku. Sejak awal badan usaha ini berdiri / mulai dijalankan hingga kurang lebih 7 (tujuh) tahun perusahan berproduksi, PT KAS telah melaksanakan haknya sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau disebut juga sebagai Pengusaha Kena Pajak dan menjalankan kewajibannya juga dengan dilakukannya pemotongan Pajak Pertambahan Nilai oleh pihak lain. Berikut ini adalah hak dan kewajiban perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai oleh perusahaan dimulai pada saat perusahaan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), dimana kewajiban-kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh PT KAS yaitu: 1. Memungut besarnya Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang diserahkan oleh perusahaan. 2. Membuat faktur pajak untuk setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak. 58

3. Melakukan penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai dari setiap transaksi yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ke Kas Negara. 4. Melakukan pelaporan atas Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan baik itu Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran dengan menggunakan Surat Setoran Masa. 5. Menerima dan melakukan pengarsipan Faktur Pajak Masukan dari pihak lain atas transaksi perolehan Barang Kena Pajak. 6. Melakukan pengarsipan atas Faktur Pajak Keluaran yang dibuat. 7. Membuat pencatatan atas perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP). Dalam perjalanan bisnisnya, PT KAS melakukan transaksi penjualan dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP). PT KAS pun melakukan transaksi pembelian dengan pemasok berdasarkan pesanan yang telah dibuat oleh PT KAS tanpa ada perjanjian untuk memasokkan barang secara rutin. Perusahaan lebih sering melakukan transaksi-transaksi pembelian dengan Pengusaha Kena Pajak. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin memanfaatkan fasilitas pengkreditan Pajak Masukan yang diijinkan dan didasarkan pada prinsip dasar pengkreditan Pajak Masukan dalam ketentuan pasal 9 UU No 42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai. Dengan mengetahui setiap hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai seorang Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak dapat dikatakan bahwa perusahaan telah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dijelaskan dan didukung berdasarkan bukti-bukti yang didapat penulis dari hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam setiap Masa Pajak Pertambahan Nilai, Wajib Pajak telah melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai. Penyetoran dilakukan apabila perusahaan 59

mengalami PPN Kurang Bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak rangkap lima. Surat Setoran Pajak ini dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari : Lembar ke-1 : untuk arsip PT KAS Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Lembar ke-3 : untuk PT KAS yang akan digunakan sebagai lampiran pada waktu melakukan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran Lembar ke-5 : untuk arsip pihak pemungut/pihak lain (pihak ketiga) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan oleh perusahaan dengan didasarkan pada kebijakan perusahaan. Pada periode tahun 2008 dan tahun 2009, perusahaan menyesuaikan diri antara kebijakan penyetoran dengan peraturan perpajakan dalam UU No 18 Tahun 2000 mengenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu penyetoran dilakukan pada setiap tanggal 10 masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan ketika terjadi perubahan pokok-pokok peraturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang tertera dalam UU No 42 tahun 2009, perusahaan pun melakukan perubahan kebijakan prosedur penyetoran pajak yaitu menjadi pada setiap tanggal 25 masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Penentuan kebijakan prosedur penyetoran PPN ini dilakukan oleh perusahaan dalam rangka untuk mencegah terjadinya pengenaan sanksi administrasi yang dapat merugikan perusahaan apabila perusahaan telat melakukan penyetoran. 2. Setiap Wajib Pajak, dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak wajib melakukan pelaporan atas setiap kegiatan usahanya sesuai dengan sistem perpajakan yang 60

berlaku saat ini yaitu self assessment system, dimana Wajib Pajak sendiri yang melakukan pelaporan perpajakan serta mempertanggungjawabkannya. Dalam hal ini, PT. KAS melakukan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa lengkap beserta lampiran lampirannya sebagai pertanggungjawaban atas pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Keluaran perusahaan. Surat Pemberitahuan Masa dibuat oleh perusahaan pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya pada periode tahun 2008 dan tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 pada saat terjadi perubahan undang-undang yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai, SPT Masa PPN dibuat oleh perusahaan pada setiap tanggal 25 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 3. Perusahaan juga telah menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan juga memperoleh Faktur Pajak dari pihak lain dalam hal perolehan Barang Kena Pajak untuk setiap Masa Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan ini telah disesuaikan oleh peraturan perpajakan yang berlaku yaitu dalam pasal 13 UU No 42 Tahun 2009. IV. 4 Analisis Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai di PT KAS IV. 4. 1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak PT KAS melakukan transaksi pembelian dengan pemasok yang sebagian besar adalah Pengusaha Kena Pajak. Transaksi pembelian yang dilakukan oleh PT KAS sebagian besar dilakukan secara kredit dengan masa pembayaran kurang lebih 1 (satu) hingga 2 (dua) bulan. Akan tetapi, ada kemungkinan perusahaan juga akan melakukan 61

transaksi pembelian secara tunai apabila dalam perjanjian awal dengan pemasok, perusahaan menyetujui untuk mengadakan transaksi pembelian secara tunai. Dalam hal pembelian, perusahaan lebih banyak mengadakan transaksi dengan pemasok yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini dilakukan dalam rangka agar pemasok dapat memungut Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian tersebut, dan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pemasok dapat dijadikan dasar untuk penghitungan Pajak Masukan bagi perusahaan. Perusahaan memperoleh Faktur Pajak Masukan pada saat perusahaan telah melakukan pembayaran kurang lebih sekitar satu atau dua bulan setelah pesanan pembelian atas bahan diajukan kepada pihak pemasok, dan kemudian atas Pajak Masukan yang telah dipungut oleh pihak lain, maka perusahaan akan melakukan pengkreditkan dengan Pajak Keluaran pada saat bulan Faktur Pajak Masukan diterima oleh perusahaan. Pajak Masukan merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak karena memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak berwujud dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Sebagai Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan rincian jumlah perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, dapat diketahui juga jumlah kurang (lebih) bayar Pajak 62

Pertambahan Nilai perusahaan. Berikut ini adalah jumlah total perolehan Barang Kena Pajak selama periode 2008-2010. Tabel 4.5 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2008 No Bulan Perolehan Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan PPN Jumlah 1. Januari 2008 Rp 160.660.854 Rp 16.066.085 Rp 176.726.939 2. Februari 2008 Rp 109.653.000 Rp 10.965.300 Rp 120.618.300 3. Maret 2008 Rp 140.579.400 Rp 14.057.940 Rp 154.637.340 4. April 2008 Rp 234.612.000 Rp 23.461.200 Rp 258.073.200 5. Mei 2008 Rp 125.523.315 Rp 12.552.331 Rp 138.075.646 6. Juni 2008 Rp 123.731.115 Rp 12.373.111 Rp 136.104.226 7. Juli 2008 Rp 170.822.445 Rp 17.082.245 Rp 187.904.690 8. Agustus 2008 Rp 136.634.040 Rp 13.663.404 Rp 150.297.444 9. September 2008 Rp 105.422.685 Rp 10.542.268 Rp 115.964.953 10. Oktober 2008 Rp 80.182.500 Rp 8.018.250 Rp 88.200.750 11. November 2008 Rp 101.950.000 Rp 10.195.000 Rp 112.145.000 12. Desember 2008 Rp 110.662.000 Rp 11.066.200 Rp 121.728.200 Total Perolehan Rp 1.600.433.353 Rp 160.043.335 Rp 1.760.476.688 Sumber. Rincian PPN Tahun 2008 PT KAS Dalam Tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang diperoleh perusahaan dari hasil transaksi pembelian Barang Kena Pajak kepada pemasok yaitu sebesar Rp 160.043.335 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang terhitung dari harga beli bahan baku produk kertas sebesar Rp 1.600.433.353 sehingga total pembelian dalam tahun 2008 yaitu sebesar Rp 1.760.476.686. 63

Tabel 4.6 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2009 No Bulan Perolehan Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan PPN Jumlah 1. Januari 2009 Rp 131.566.450 Rp 13.156.645 Rp 144.723.095 2. Februari 2009 Rp 132.210.875 Rp 13.221.088 Rp 145.431.963 3. Maret 2009 Rp 120.110.780 Rp 12.011.078 Rp 132.121.858 4. April 2009 Rp 201.100.460 Rp 20.110.046 Rp 221.210.506 5. Mei 2009 Rp 194.058.000 Rp 19.405.800 Rp 213.463.800 6. Juni 2009 Rp 143.390.724 Rp 14.339.072 Rp 157.729.796 7. Juli 2009 Rp 196.570.315 Rp 19.657.032 Rp 216.227.347 8. Agustus 2009 Rp 84.811.950 Rp 8.481.195 Rp 93.293.145 9. September 2009 Rp 151.505.035 Rp 15.150.504 Rp 166.655.539 10. Oktober 2009 Rp 200.412.550 Rp 20.041.255 Rp 220.453.805 11. November 2009 Rp 92.076.700 Rp 9.207.670 Rp 101.284.370 12. Desember 2009 Rp 136.004.520 Rp 13.600.452 Rp 149.604.972 Total Perolehan Rp 1.783.818.359 Rp 178.381.837 Rp 1.962.200.196 Sumber. Rincian PPN Tahun 2009 PT KAS Dari Tabel 4.6 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang dibayarkan oleh perusahaan dari pembelian kepada supplier sebesar Rp 1.783.818.359 dan menghasilkan Pajak Masukan sebesar Rp 178.381.837 dengan total perolehan / pembelian Barang Kena Pajak tahun 2009 adalah Rp 1.962.200.196 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 64

Tabel 4.7 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2010 No Bulan Perolehan Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan PPN Jumlah 1. Januari 2010 Rp 189.428.800 Rp 18.942.880 Rp 208.371.680 2. Februari 2010 Rp 205.295.931 Rp 20.529.593 Rp 225.825.524 3. Maret 2010 Rp 127.655.494 Rp 12.765.549 Rp 140.421.043 4. April 2010 Rp 165.974.700 Rp 16.597.470 Rp 182.572.170 5. Mei 2010 Rp 103.097.650 Rp 10.309.765 Rp 113.407.415 6. Juni 2010 Rp 116.765.000 Rp 11.676.500 Rp 128.441.500 7. Juli 2010 Rp 169.415.320 Rp 16.941.532 Rp 186.356.852 8. Agustus 2010 Rp 136.634.040 Rp 13.663.404 Rp 150.297.444 9. September 2010 Rp 173.089.210 Rp 17.308.921 Rp 190.398.131 10. Oktober 2010 Rp 122.735.000 Rp 12.273.500 Rp 135.008.500 11. November 2010 Rp 258.056.930 Rp 25.805.693 Rp 283.862.623 12. Desember 2010 Rp 291.519.300 Rp 29.151.930 Rp 320.671.230 Total Perolehan Rp 2.059.667.369 Rp 205.966.737 Rp 2.265.634.106 Sumber. Rincian PPN Tahun 2010 PT KAS Dari Tabel 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang dibayarkan oleh perusahaan dari pembelian kepada supplier sebesar Rp 2.059.667.369 dan menghasilkan Pajak Masukan sebesar Rp 205.966.737 dengan total perolehan / pembelian Barang Kena Pajak tahun 2010 adalah Rp 2.265.634.106 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan penjabaran - penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi pembelian yang dilakukan oleh PT KAS mengalami terus-menerus kenaikan sebesar 11,46% dari tahun 2008 2009 dan sebesar 15,47% dari tahun 2009-2010. Kenaikan 65

nilai pembelian Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh perusahaan, menunjukkan bahwa adanya suatu peningkatan jumlah produksi perusahaan. Dengan peningkatan jumlah produksi kertas perusahaan otomatis memberikan dampak positif bahwa besarnya nilai penerimaan dari penjualan kertas pun akan meningkat dan laba perusahaan juga menjadi lebih besar. Dalam setiap transaksi pembelian, perusahaan tidak memiliki batasan tertentu mengenai calon pemasoknya sehingga baik yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupun yang non-pkp dapat menjadi pemasok bahan-bahan yang diperlukan perusahaan. Namun kebanyakan transaksi pembelian perusahaan dilakukan pada pemasok yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Transaksi pembelian yang dilakukan perusahaan dari Pengusahan Kena Pajak (PKP) akan menghasilkan PPN Masukan bagi perusahaan. Pemasok akan memungut PPN dari perusahaan dan membuatkan Faktur Pajak, yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan PPN dan dapat dijadikan dasar bagi perusahaan untuk melakukan pengkreditan PPN Masukan. Sedangkan atas transaksi pembelian yang dilakukan dari pemasok yang Non-PKP akan mendapatkan perlakuan khusus dimana atas transaksi pembelian tersebut, perusahaan tidak dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan, karena faktur pembelian yang dikeluarkan tidak memenuhi standar dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN dan pihak lain yang terkait (pemasok) belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 66

Dari setiap transaksi pembelian yang dilakukan dengan pemasok yang juga merupakan Pengusaha Kena Pajak, perusahaan melakukan pencatatan atas Pajak Masukan sebagai berikut: Debit Kredit Pembelian Barang PPN Masukan Uang Muka PPh Pasal 22 xxx xxx xxx Kas / Hutang xxx Berikut ini adalah contoh jurnal yang dibuat perusahaan untuk transaksi pembelian barang dagangan dari pemasok yang juga merupakan Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 22 November 2010. Pembelian Rp 139.860.000 PPN Masukan Rp 13.986.000 Uang Muka PPh Pasal 22 Rp 1.398.600 Hutang dagang Rp 155.244.600 Dengan demikian, berdasarkan data yang telah diolah diatas dalam periode tahun 2008-2010 maka pencatatan atas Pajak Masukan perusahaan adalah 67

Tahun 2008 Debit Kredit Pembelian Barang Rp 1.600.433.353 PPN Masukan Rp 160.043.335 Uang Muka PPh Pasal 22 Rp 16.004.333 Kas Rp 1.776.481.021 Tahun 2009 Debit Kredit Pembelian Barang Rp 1.783.818.359 PPN Masukan Rp 178.381.837 Uang Muka PPh Pasal 22 Rp 17.838.184 Kas Rp 1.980.038.380 Tahun 2010 Debit Kredit Pembelian Barang Rp 2.059.667.369 PPN Masukan Rp 205.966.737 Uang Muka PPh Pasal 22 Rp 20.596.674 Kas Rp 2.286.230.780 Selain itu, transaksi pembelian yang dilakukan perusahaan dari pemasok yang bukan merupakan PKP tidak akan dipungut PPN Masukan. PPN Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan oleh perusahaan dalam penghitungan PPN terutang pada akhir Masa Pajak. Dengan demikian, atas transaksi pembelian tersebut, perusahaan akan langsung dibiayakan, 68

Debit Kredit Biaya Kantor xxx Kas/Hutang xxx Berikut ini adalah contoh jurnal pembelian yang berasal dari pemasok yang Non-PKP: Biaya perlengkapan kantor Rp 15.597.550 Kas Rp 15.597.550 Dari keterangan dan informasi dari pihak perusahaan mengenai pencatatan transaksi perolehan Barang Kena Pajak yang diperoleh penulis, dapat dikatakan bahwa perusahaan telah melakukan pencatatan dengan benar dan sesuai dengan Undang- Undang perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dianalisis sebagai berikut: 1. Perusahaan telah melakukan pencatatan atas setiap Pajak Masukan yang telah dipotong oleh pihak lain dan melakukan pengkreditan Pajak Masukan pada saat Faktur Pajak Masukan diterima oleh perusahaan yaitu pada saat pembayaran telah dilakukan perusahaan kepada pemasok 2. Perusahaan melakukan pemisahan antara Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan, dengan melakukan pencatatan yang berbeda berdasarkan perolehan Faktur Pajak tersebut baik dari pemasok yang merupakan Pengusaha Kena Pajak maupun dari pemasok yang non Pengusaha Kena Pajak agar tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku dalam pasal 9 UU Pajak Pertambahan Nilai. 69

IV. 4. 2 Analisis Penyerahan Barang Kena Pajak Pada tahun 2008, 2009, dan 2010 PT KAS telah melakukan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan yang dilakukan kepada pelanggan. Pemungutan yang dilakukan perusahaan yaitu dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual yang ditetapkan perusahaan kepada konsumen. Atas penyerahan yang dilakukan, perusahaan membuat Faktur Pajak Keluaran sebagai bukti pemungutan PPN. Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan berasal dari hasil transaksi penjualan / penyerahan Barang Kena Pajak kepada konsumen. Pajak Keluaran PT KAS diperoleh dari total penjualan masing-masing periode yang dapat dijabarkan sebagai berikut : total penjualan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 2.052.722.800, pada tahun 2009 sebesar Rp 2.022.189.175 dan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 2.663.535.523. Berikut ini akan disediakan penjabaran secara singkat mengenai penghitungan Pajak Keluaran PT KAS pada tahun 2008, 2009, dan 2010. 70

Tabel 4.8 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2008 No Bulan Perolehan Penyerahan Barang Kena Pajak DPP PPN Total 1. Januari 2008 Rp 108.415.050 Rp 10.841.505 Rp 119.256.555 2. Februari 2008 Rp 189.428.800 Rp 18.942.880 Rp 208.371.680 3. Maret 2008 Rp 171.150.000 Rp 17.115.000 Rp 188.265.000 4. April 2008 Rp 151.164.100 Rp 15.116.410 Rp 166.280.510 5. Mei 2008 Rp 200.964.160 Rp 20.096.416 Rp 221.060.576 6. Juni 2008 Rp 160.728.500 Rp 16.072.850 Rp 176.801.350 7. Juli 2008 Rp 239.972.700 Rp 23.997.270 Rp 263.969.970 8. Agustus 2008 Rp 188.475.550 Rp 18.847.555 Rp 207.323.105 9. September 2008 Rp 150.454.940 Rp 15.045.494 Rp 165.500.434 10. Oktober 2008 Rp 180.131.200 Rp 18.013.120 Rp 198.144.320 11. November 2008 Rp 106.938.900 Rp 10.693.890 Rp 117.632.790 12. Desember 2008 Rp 204.898.900 Rp 20.489.890 Rp 225.388.790 Total Penyerahan Rp 2.052.722.800 Rp 205.272.280 Rp 2.257.995.080 Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2008 Dari tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.052.722.800 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 205.272.280 dengan total penjualan tahun 2008 sebesar Rp 2.257.995.080 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 71

Tabel 4.9 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2009 No Bulan Perolehan Penyerahan Barang Kena Pajak DPP PPN Total 1. Januari 2009 Rp 126.915.960 Rp 12.691.596 Rp 139.607.556 2. Februari 2009 Rp 124.587.710 Rp 12.458.771 Rp 137.046.481 3. Maret 2009 Rp 162.384.500 Rp 16.238.450 Rp 178.622.950 4. April 2009 Rp 160.962.510 Rp 16.096.251 Rp 177.058.761 5. Mei 2009 Rp 124.587.400 Rp 12.458.740 Rp 137.046.140 6. Juni 2009 Rp 214.899.215 Rp 21.489.922 Rp 236.389.137 7. Juli 2009 Rp 150.297.000 Rp 15.029.700 Rp 165.326.700 8. Agustus 2009 Rp 119.157.960 Rp 11.915.796 Rp 131.073.756 9. September 2009 Rp 236.322.570 Rp 23.632.257 Rp 259.954.827 10. Oktober 2009 Rp 212.060.000 Rp 21.206.000 Rp 233.266.000 11. November 2009 Rp 188.914.210 Rp 18.891.421 Rp 207.805.631 12. Desember 2009 Rp 201.100.140 Rp 20.110.014 Rp 221.210.154 Total Penyerahan Rp 2.022.189.175 Rp 202.218.918 Rp 2.224.408.093 Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2009 Dari tabel 4.9 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.022.189.175 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 202.218.918 dengan total penjualan tahun 2008 sebesar Rp 2.224.408.093 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 72

Tabel 4.10 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2010 No Bulan Perolehan Penyerahan Barang Kena Pajak DPP PPN Total 1. Januari 2010 Rp 221.173.622 Rp 22.117.362 Rp 243.290.984 2. Februari 2010 Rp 220.129.349 Rp 22.012.931 Rp 242.142.280 3. Maret 2010 Rp 229.208.848 Rp 22.920.885 Rp 252.129.733 4. April 2010 Rp 186.705.511 Rp 18.670.551 Rp 205.376.602 5. Mei 2010 Rp 138.253.145 Rp 13.825.314 Rp 152.078.459 6. Juni 2010 Rp 207.091.500 Rp 20.709.150 Rp 227.800.650 7. Juli 2010 Rp 243.210.352 Rp 24.321.035 Rp 267.531.387 8. Agustus 2010 Rp 182.186.882 Rp 18.218.688 Rp 200.405.570 9. September 2010 Rp 270.191.900 Rp 27.019.190 Rp 297.211.090 10. Oktober 2010 Rp 170.045.605 Rp 17.004.560 Rp 187.050.165 11. November 2010 Rp 252.949.400 Rp 25.294.940 Rp 278.244.340 12. Desember 2010 Rp 342.389.452 Rp 34.238.945 Rp 376.628.397 Total Penyerahan Rp 2.663.535.523 Rp 266.353.553 Rp 2.929.889.076 Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2010 Dari tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.663.535.523 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 266.353.553 dengan total penjualan tahun 2010 sebesar Rp 2.929.889.076 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan penjabaran transaksi penjualan secara jelas diatas, dapat dikatakan bahwa PT KAS melakukan transaksi penjualan secara langsung atas hasil produksi pabrikan kepada konsumen. Peredaran usaha dalam SPT PPh Tahunan Badan perusahaan mencakup semua transaksi penjualan kepada konsumen baik itu kepada PKP 73

maupun kepada Non-PKP namun tidak termasuk nilai PPN. Atas setiap transaksi penjualan tersebut baik kepada konsumen yang PKP maupun yang Non-PKP, perusahaan akan memungut PPN Keluaran sebagai bentuk kewajiban seorang pemungut PPN, menerbitkan Faktur Pajak Keluaran, dan melakukan pencatatan dalam buku besar perusahaan. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Perusahaan melakukan pencatatan transaksi penjualan dalam buku besar perusahaan dengan jurnal sebagai berikut. Debit Kredit Kas/Piutang xxx Utang PPh Pasal 22 PPN Keluaran Penjualan xxx xxx xxx Debit Kredit Utang PPh Pasal 22 xxx Kas xxx Berikut ini adalah contoh jurnal yang dibuat perusahaan dalam melakukan transaksi penjualan tunai kepada semua konsumen pada transaksi tanggal 2 April 2010. Kas Rp 25.885.200 Utang PPh Pasal 22 Rp 233.200 PPN Keluaran Rp 2.332.000 74

Penjualan Rp 23.320.000 Utang PPh Pasal 22 Rp 233.200 Kas Rp 233.200 Apabila terjadi transaksi penjualan secara kredit atau dikarenakan perusahaan belum menerbitkan Faktur Pajak Keluaran maka perusahaan akan melakukan pencatatan sebanyak dua kali yaitu pada saat penyerahan barang dan pada saat pelunasan pembayaran. Berikut ini contoh jurnal pencatatan atas transaksi penjualan secara kredit: Pada saat penyerahan barang: Piutang dagang Rp 70.596.000 Utang PPh Pasal 22 Rp 636.000 PPN Keluaran Rp 6.360.000 Penjualan Rp 63.600.000 Pada saat pelunasan pembayaran: Kas Rp 70.596.000 Piutang Rp 70.596.000 Utang PPh Pasal 22 Rp 636.000 Kas Rp 636.000 75

Berdasarkan informasi yang telah diolah penulis, maka penulis menyatakan bahwa PT KAS telah melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas setiap transaksi penyerahan baik itu kepada pihak non pemungut PPN dan kepada pemungut PPN berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Dengan demikian, atas semua PPN Keluaran yang dipungut oleh perusahaan dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN Masukan yang telah dipotong oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan analisa sebagai berikut:. 1. Perusahaan telah menerbitkan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN yang sesuai dengan standar peraturan yang ditetapkan pemerintah mengenai bentuk faktur pajak standar sehingga dapat digunakan untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan. 2. Perusahaan membuat Surat Pemberitahuan Masa dalam rangkap tiga yang masingmasing diperuntukkan sebagai berikut : Lembar ke-1 : dilampiri SSP lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Lembar ke-3 : untuk arsip Bendaharawan Pemerintah (ini diberikan apabila terdapat transaksi yang dilakukan kepada pihak pemungut PPN) Pada periode tahun 2008 dan tahun 2009, perusahaan menggunakan SPT Masa PPN 1107 dan pada periode tahun 2010 perusahaan melaporkan pajak terutangnya dengan menggunakan SPT Masa PPN 1111. Pada tahun 2010, karena terjadinya perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menjadi UU No 42 tahun 2009, maka PT KAS pun melakukan perubahan pada kebijakan perusahaan dalam rangka melakukan penyetoran dan pelaporan pajak terutang. Dengan adanya 76

perubahan peraturan maka perusahaan mengikuti aturan penggunaan SPT Masa PPN yang baru yaitu SPT Masa PPN 1111. Perubahan SPT Masa yang digunakan ini mendorong perusahaan untuk menggunakan Kantor Konsultan Pajak sebagai pihak yang membantu mengisi SPT Masa PPN. Penggunaan jasa konsultan pajak ini dilakukan perusahaan dalam rangka untuk mencegah kesalahan pelaporan pajak yang dapat mengakibatkan lebih lanjut akan terjadinya pemeriksaan dari pihak kantor pajak serta mencegah terjadinya pengeluaran atas biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan seperti halnya sanksi bunga maupun pengeluaran atas waktu yang terbuang karena melakukan pembetulan pelaporan apabila perusahaan tidak mengetahui secara jelas cara pengisian SPT Masa PPN 1111. Dengan demikian pada periode penelitian ini baik pada dari tahun 2008 hingga terjadinya perubahan peraturan pada tahun 2010, perusahaan tidak ditemukan melakukan kesalahan dan juga tidak mendapat sanksi perpajakan karena semua hak dan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai-nya dilakukan dengan benar. IV. 4. 3 Analisis Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang / (Lebih) Bayar Penghitungan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang kurang atau lebih dibayar oleh perusahaan dapat ditelusuri dengan melakukan penghitungan berdasarkan data-data Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang telah dijabarkan sebelumnya diatas. Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan oleh perusahaan kepada Negara lebih besar dibandingkan yang seharusnya, sehingga dengan kondisi seperti ini, perusahaan dapat melakukan 77

kompensasi kelebihan pembayaran pajak ke Masa Pajak berikutnya. Sedangkan apabila Pajak Masukan lebih kecil daripada Pajak Keluaran, maka Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar yang berarti perusahaan berkewajiban untuk melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada Negara. Berikut ini akan dijabarkan secara lebih jelas jumlah kurang atau lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi di PT KAS selama periode 2008, 2009, dan 2010. Tabel 4.11 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2008 No Bulan Perolehan Pajak Masukan Pajak Keluaran Kompensasi Kurang/(Lebih) 1. Januari Rp 16.066.085 Rp 10.841.505 Rp (5.224.580) 2. Februari Rp 10.965.300 Rp 18.942.880 Rp 5.224.580 Rp 2.753.000 3. Maret Rp 14.057.940 Rp 17.115.000 Rp 3.057.060 4. April Rp 23.461.200 Rp 15.116.410 Rp (8.344.790) 5. Mei Rp 12.552.331 Rp 20.096.416 Rp 8.344.790 Rp 800.705 6. Juni Rp 12.373.111 Rp 16.072.850 Rp 3.699.739 7. Juli Rp 17.082.245 Rp 23.997.270 Rp 6.915.025 8. Agustus Rp 13.663.404 Rp 18.847.555 Rp 5.184.151 9. September Rp 10.542.268 Rp 15.045.494 Rp 4.503.226 10. Oktober Rp 8.018.250 Rp 18.013.120 Rp 9.994.870 11. November Rp 10.195.000 Rp 10.693.890 Rp 498.890 12. Desember Rp 11.066.200 Rp 20.489.890 Rp 9.423.690 Rp 160.043.335 Rp 205.272.280 Rp 13.569.730 Rp 31.659.575 Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2008 Pada tahun 2008, berdasarkan hasil penghitungan yang diperoleh dari perusahaan maupun dari hasil analisa penulis, maka dapat dikatakan bahwa pada periode 78

ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan sebanyak dua kali yaitu periode bulan Februari dan Mei. Tabel 4.12 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2009 No Bulan Perolehan Pajak Masukan Pajak Keluaran Kompensasi Kurang/(Lebih) 1. Januari Rp 13.156.645 Rp 12.691.596 Rp (465.049) 2. Februari Rp 13.221.088 Rp 12.458.771 Rp 465.049 Rp (1.227.366) 3. Maret Rp 12.011.078 Rp 16.238.450 Rp 1.227.366 Rp 3.000.006 4. April Rp 20.110.046 Rp 16.096.251 Rp 4.013.795 5. Mei Rp 19.405.800 Rp 12.458.740 Rp (6.947.060) 6. Juni Rp 14.339.072 Rp 21.489.922 Rp 6.947.060 Rp 203.790 7. Juli Rp 19.657.032 Rp 15.029.700 Rp (4.627.332) 8. Agustus Rp 8.481.195 Rp 11.915.796 Rp 4.627.332 Rp (1.192.731) 9. September Rp 15.150.504 Rp 23.632.257 Rp 1.192.731 Rp 7.289.022 10. Oktober Rp 20.041.255 Rp 21.206.000 Rp 1.164.765 11. November Rp 9.207.670 Rp 18.891.421 Rp 9.683.751 12. Desember Rp 13.600.452 Rp 20.110.014 Rp 6.509.652 Rp 178.381.837 Rp 202.218.918 Rp 14.459.538 Rp17.405.243 Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2009 Begitupun pada tahun 2009, berdasarkan hasil penghitungan yang diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada periode ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan sebanyak lima kali yaitu periode bulan Februari, Maret, Juni, Agustus dan September. Pada tahun pajak 2009 ini, perusahaan mendapatkan total kompensasi pajak yaitu sebesar Rp 14.459.538. 79

Tabel 4.13 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2010 No Bulan Perolehan Pajak Masukan Pajak Keluaran Kompensasi Kurang/(Lebih) 1. Januari Rp 18.942.880 Rp 22.117.362 Rp 3.174.482 2. Februari Rp 20.529.593 Rp 22.012.931 Rp 1.483.338 3. Maret Rp 12.765.549 Rp 22.920.885 Rp 8.071.169 4. April Rp 16.597.470 Rp 18.670.551 Rp 2.073.081 5. Mei Rp 10.309.765 Rp 13.825.314 Rp 3.515.549 6. Juni Rp 11.676.500 Rp 20.709.150 Rp 9.032.650 7. Juli Rp 16.941.532 Rp 24.321.035 Rp 7.379.503 8. Agustus Rp 13.663.404 Rp 18.218.688 Rp 4.555.284 9. September Rp 17.308.921 Rp 27.019.190 Rp 9.710.269 10. Oktober Rp 12.273.500 Rp 17.004.560 Rp 4.731.060 11. November Rp 25.805.693 Rp 25.294.940 Rp (510.573) 12. Desember Rp 29.151.930 Rp 34.238.945 Rp 510.573 Rp 4.576.442 Rp 205.966.737 Rp 266.353.553 Rp 510.573 Rp 57.792.254 Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2010 Berdasarkan hasil penghitungan yang diatas, Pada tahun 2010, maka dapat dikatakan bahwa pada periode ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan hanya sebanyak satu kali yaitu periode bulan Desember. Pada tahun pajak 2010 ini, perusahaan mendapatkan total kompensasi pajak yaitu sebesar Rp 510.573. Pajak Masukan yang berasal dari transaksi pembelian perusahaan dan yang telah dipotong oleh pihak ketiga dapat menjadi kredit pajak bagi Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan atas setiap transaksi penjualan yang menjadi objek Pajak 80

Pertambahan Nilai. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (4a) UU No.42 Tahun 2009, apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan hak perusahaan untuk menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut, perusahaan memiliki hak untuk melakukan kompensasi atau restitusi. Selama periode pajak 2008-2010 yang menjadi objek penelitian penulis, penulis menemukan bahwa perusahaan tidak pernah melakukan restitusi kelebihan pembayaran pajak melainkan melakukan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya. Hal ini dikarenakan, apabila perusahaan ingin melakukan restitusi, maka prosedur awal sebelum permohonan restitusi disetujui adalah perusahaan tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh tim pemeriksa pajak. Dengan demikian, karena perusahaan ingin menghindar dilakukannya pemeriksaan pajak oleh pihak Kantor Pajak, maka PT KAS memilih melakukan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya. IV. 5 Analisis Ekualisasi Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan Total Penyerahan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Ekualisasi adalah suatu hal yang pasti dilakukan oleh perusahaan dalam proses pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dan sumber penyebab terjadinya perbedaan antara total Pajak Penghasilan pasal 22 dan total penyerahan pada SPT Masa PPN. Berikut ini adalah hasil analisis ekualisasi PPh Pasal 22 dan PPN. 81

Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2008: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22 Rp 2.052.722.800 Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri) Rp 0 Total Penjualan kertas Rp 2.052.722.800 Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor Rp 0 b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 2.052.722.800 c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN Rp 0 d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp 0 e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 0 Jumlah penyerahan terutang PPN Rp 2.052.722.800 Jumlah penyerahan tidak terutang PPN Rp 0 Jumlah seluruh penyerahan Rp 2.052.722.800 Selisih Rp 0 Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2009: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22 Rp 2.022.189.175 Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri) Rp 0 Total Penjualan kertas Rp 2.022.189.175 82

Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor Rp 0 b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 2.022.189.175 c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN Rp 0 d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp 0 e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 0 Jumlah penyerahan terutang PPN Rp 2.022.189.175 Jumlah penyerahan tidak terutang PPN Rp 0 Jumlah seluruh penyerahan Rp2.022.189.175 Selisih Rp 0 Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2010: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22 Rp 2.663.535.523 Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri) Rp 0 Total Penjualan kertas Rp 2.663.535.523 Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor Rp 0 b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 2.663.535.523 c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN Rp 0 83

d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp 0 e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 0 Jumlah penyerahan terutang PPN Rp 2.663.535.523 Jumlah penyerahan tidak terutang PPN Rp 0 Jumlah seluruh penyerahan Rp 2.663.535.523 Selisih Rp 0 Diatas telah dipaparkan bahwa selisih jumlah penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 dengan jumlah seluruh penyerahan pada SPT Masa PPN adalah nihil. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenihilan dalam ekualisasi ini, penulis mengungkapkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan penyebab apabila terjadi selisih dalam ekualisasi. 1. Terdapat penjualan yang termasuk dalam objek PPN namun bukan merupakan objek PPh Pasal 22 Penjualan yang termasuk dalam ruang lingkup objek PPN adalah semua penjualan baik itu penjualan dalam negeri maupun ekspor dan lebih jelas terdapat pada UU PPN No 42 tahun 2009 pasal 4. Sedangkan penjualan dalam ruang lingkup objek PPh Pasal 22 hanya berupa penjualan ke konsumen dalam negeri. Ini berarti akan menjadi penyebab terjadinya perbedaan / selisih apabila perusahaan melakukan transaksi ke luar negeri. Dalam periode 2008-2010 perusahaan tidak melakukan transaksi ke luar negeri, oleh karena itu penjualan baik yang diakui oleh PPN maupun oleh PPh Pasal 22 memiliki jumlah yang sama, maka faktor ini tidak dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya selisih dalam ekualisasi. 2. Potongan harga jual 84