BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

dokumen-dokumen yang mirip
Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BERITA RESMI STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

I. PENDAHULUAN. nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

RINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

BAB II DESKRIPSI LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

Yulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BADAN PUSAT STATISTIK

LAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

LAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN

Jumlah rumah tangga usaha pertanian Kota Sibolga Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Di antara sayur sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER SKRIPSI WIDYA REZA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DATA PENGUJIAN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

Lampiran 1. Sampel. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah satunya adalah bagian perunggasan. Bagian perunggasan termasuk subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati, kandungan asam amino dari protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan konsumsi protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan seseorang (Desianto, 2010). Selain berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu menumbuhkan ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di desa. Industri perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga pendapatan masyarakat pedesaan juga meningkat. Efek ganda dari sektor peternakan unggas ini yang sangat besar dalam sektor pertanian. Karena hampir seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti jagung, dedak, bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dan lain-lain. Maka dari itu peningkatan sektor peternakan (unggas) dapat diprioritaskan guna meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan juga mengurangi pengangguran. (Desianto, 2010).

Sektor perunggasan tersebut terdiri dari beberapa jenis ternak yaitu ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, dan burung puyuh. Untuk ayam ras pedaging sendiri merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Anonimous, 2011). Di Sumatera Utara sistem agribisnis peternakan pada umumnya menurut penulis memiliki permasalahan tataniaga hasil. Hal ini disebabkan jika produksi ditingkatkan untuk tujuan peningkatan taraf hidup masyarakat namun tanpa diiringi oleh sistem tataniaga hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga yang diterima peternak mengakibatkan berkurangnya pendapatan peternak. Upaya peningkatan produksi ayam ras pedaging sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek tataniaga karena usaha ternak ayam ras pedaging pada umumnya adalah usaha ternak komersial yang hasil produksinya untuk dijual ke pasar. Produksi dan tataniaga mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang meningkat tanpa didukung oleh sistem tataniaga yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha ternak (Ginting, 2006). Adapun sistem tataniaga ayam ras pedaging, tidak terlepas dari peranan peranan lembaga tataniaga. Lembaga lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran tataniaga. Arus aliran barang yang terbentuk dalam proses tataniaga ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran di dalamnya, misalnya produsen

berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun pedagang besar (Sudiyono, 2004). Dalam banyak kenyataan, kelemahan dalam sistem pertanian adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi fungsi tataniaga seperti pembelian, penyortiran (grading), penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga sering tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sementara keterampilan dalam mempraktekkan unsur unsur manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen tataniaga disebabkan karena tidak mempunyai pelaku pelaku pasar dalam menekan biaya tataniaga (Soekartawi, 2002). Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi jelas membutuhkan biaya yang masing masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam sistem tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin pemasaran juga semakin besar. Sistem tataniaga merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila tataniaga tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai tataniaga terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak peternak. Sementara si peternak harus berjuang dengan penuh resiko memelihara ternaknya sekian lama, sedangkan si

pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang tataniaga masih rendah (Daniel, 2002). Tabel dibawah ini merupakan sajian data produksi ternak ayam ras pedaging di masing-masing kabupaten kota di Sumatera Utara Tabel 1. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara Kabupaten/ Kota Produksi Daging Ayam (000 Kg) 2007 2008 2009 2010 2011 Nias 376.55 0 263.45 37858 0 Mandailing Natal 0 0 0 0 0 Tapanuli Selatan 170.87 0.78 119.46 171.79 0.79 Tapanuli Tengah 41.11 19.95 28.76 41.34 20.24 Tapanuli Utara 0.76 0 0.53 0.76 0 Toba Samosir 0 0 0 0 0 Labuhan Batu 0 94.05 0 0 95.39 Asahan 4575.04 7725 3200.91 4599.75 7835.47 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75 Dairi 0 0 0 0 0 Karo 0 0 0 0 0 Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48 Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2 Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02 Pakpak Barat 0 0 0 0 0 Samosir 0 19.71 0 0 19.99 Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57 Padang Lawas Utara 0 29.87 0 0 0.18 Padang Lawas 0 0.18 0 0 30.3 Labuhan Batu Selatan 0 2.78 0 0 447.31 Labuhan Batu Utara 0 441 0 0 2.81 Nias Utara 0 0 0 0 342.89 Nias Barat 0 0 0 0 63.29 Sibolga 0 338.06 0 0 31.84 Tanjung Balai 352.54 6.24 246.65 354.44 204.54 Pematang Siantar 25.26 31.39 17.67 25.39 116.03 Tebung Tinggi 164.53 201.65 130.32 165.41 785.01 Medan 108.88 114.39 86.25 109.47 60.61 Binjai 399.55 773.94 316.48 401.72 0 Padang Sidempuan 234.49 59.76 185.73 235.75 0 Gunung Sitoli 0 0 0 0 0 Sumber : BPS 2008-2012 Dari tabel 1 diketahui produksi ternak ayam ras pedaging tertinggi pertama adalah Kabupaten Serdang Bedagai, diikuti Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Asahan, dan Simalungun. Jumlah produksi di atas dapat dilihat

berfluktuasi (naik turun) seperti di tahun 2009, di beberapa kabupaten menunjukkan produksi menurun. Hal ini diasumsikan karena pada tahun tersebut peternakan ayam di Sumatera Utara terkena wabah flu burung (Girsang, 2007). Berikut adalah data banyaknya pengusaha ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Dinas Pertanian dan peternakan Serdang Bedagai 2012 Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Ternak Per Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Desa Luas Lahan (m 2 Jumlah Populasi ) Ternak (ekor) Rambung Besar 5000 10200 Cempedak Lobang 1020 2100 Sei Rampah Pergulaan 2000 4100 Sei Rampah 1280 2650 Pantai Cermin Ujung Rambung 3050 6300 Celawan 1126 2300 Kota Pari 3500 7140 Pantai Cermin Kiri 850 1870 Pegajahan Karang Sari 1000 5500 Tebing Tinggi VII Kuta Baru 821 1700 Partapan 742 1500 Sei Bamban Pon 677 1470 Sipispis Simalas 258 600 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai 2012 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas berada di Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Pantai Cermin. Kondisi ini dipicu karena kondisi lahan di dua kecamatan ini sesuai untuk mengembangkan usaha ayam ras pedaging ini. Kesesuaian yang dimaksudkan ialah sesuai dari aspek tekhnis yaitu lokasi terbuka,

luas, jauh dari keramaian. Selain itu sesuai sosial ekonomi dan sesuai dari aspek hukumnya (Cahyono, 2011). Dari hasil kegiatan pra survey yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan terhadap sistem tataniaga hasil ternak ayam ras pedaging tersebut. Permasalahan tersebut antara lain yaitu tidak adanya peranan peranan lembaga tataniaga resmi seperti KUD untuk menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen dimana lembaga pemasaran ini dapat meningkatkan harga jual petani, menjaga agar harga tetap konstan, menginformasikan kebutuhan pasar terhadap komoditi tersebut. Selain itu permasalahan lainnya yaitu jarak dari sentra produksi jauh dari pasar dimana hasil ternak ayam ras pedaging di Serdang Bedagai ini dipasarkan ke kota sebesar 92,35% dan ke kabupaten hanya 7,65% dari hasil ternak keseluruhan. (BPS, 2008). Hal ini justru meningkatkan biaya tataniaga khususnya dari fungsi transportasi. Karena jika jarak semakin panjang dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam proses tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin tataniaganya juga semakin besar. Dan jika margin tataniaga besar maka tingkat efisiensi tataniaganya semakin kecil. Dari kondisi yang dipaparkan tersebut, dilakukan penelitian terhadap saluran tataniaga hasil produksi ternak ayam ras pedaging, share margin keuntungan terhadap beberapa pelaku tataniaga, dan produsen, dan tingkat efisiensi tataniaga yang dilakukan tersebut di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2.Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut, yaitu 1. Bagaimana saluran tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai? 2. Bagaimana share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai? 3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai? 1.3.Tujuan Penelitian Dari identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai; 2. Untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai; 3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4.Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi peternak; 2. Menjadi salah satu referensi pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan untuk melindungi seluruh pelaku dalam proses produksi dan jalur tataniaga ayam ras pedaging; 3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.