BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Th. A. Gutama Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Pengembangan Kemandirian Bagi Kaum Difabel. (Studi kasus : Peran Paguyuban Sehati Dalam Upaya Pengembangan

BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional

Parentingdan perpustakaan.keenam, TA ABAH melakukan advokasi atau upaya untuk mendapatkan pengakuan ataupun dukungan dari pemerintah dan elit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG BERPIHAK KEPADA PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA BANDUNG. Disusun oleh: Tim STKS Bandung

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. ini hanya menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, situasi atau berbagai

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. a. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB III METODE PENELITIAN. akan peneliti jelaskan terkait dengan metode penelitian, lokasi penelitian, sumber

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal.

ANALISIS KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA (FIA UB) TERHADAP SOCIAL IMPACT RENCANA PEMBANGUNAN GAZEBO FIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB III METODE PENELITIAN. dari sudut atau perspektif partisipasipan. Partisipasipan adalah orang-orang yang

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LAPORAN RISET PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK SIKAP

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

Policy Brief Menghidupkan Keberdayaan Masyarakat Desa di Kabupaten Bantul. Disajikan oleh: Rusman R. Manik

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penulisan yang menghasilkan data-data deskriptif. Kata-kata tertulis atau

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB III METODE PENELITIAN. rawan terjadi praktek ketidaksetaraan gender dalam kepengurusannya, maka

BAB III METODE PENELITIAN. ini desainnya termasuk jenis penelitian kualitatif dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPOSAL STUDI KASUS (Pendekatan Kualitatif)

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

Peran Pemerintah Kota Dalam Implementasi UU No.8/2016 Ttg Penyandang Disabilitas

BAB III METODE PENELITIAN. baik. Begitu pula dengan penelitian ini, sehingga tujuan dari penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. didasarkan pada ciri-ciri keilmuan. Yaitu rasional, empiris, dan sistematis. 54

BAB III METODE PENELITIAN. (2008:24) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bermaksud membuat

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memanfatkan sumber daya alam lokal. Aliran fungsionalisme struktural atau

BAB III METODE PENELITIAN

B. Visi dan Misi Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia menetapkan Visi dan Misi sebagaimana tersebut :

Pengembangan Kemandirian Bagi Kaum Difabel

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB III METODE PENELITIAN

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka Berpikir

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB III METODE PENELITIAN

POLICY BRIEF. Sasana Integrasi dan Advokasi difabel (SIGAB)

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

BAB III METODE PENELITIAN. di daerah Gunungkidul masih banyak terdapat pelaku bank plecit yang. memberikan pinjaman dengan bunga tinggi kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penerapan Good

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB III METODE PENELITIAN. Boyband Korea (Studi pada Komunitas Safel Dance Club ) mengambil. penggemar boyband Korea di Kota Yogyakarta.

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB III METODE PENELITIAN. realitas subyektif yang dianut oleh objek penelitian, dalam hal ini adalah Jaringan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. sosial sesuai dengan indicator yang dijasikan penelitian.dengan

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kota Layak Anak Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut H.B

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota di Indonesia tengah mengalami perkembangan populasi yang sangat

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah field research (penelitian

BAB VI RANCANGAN PROGRAM STRATEGIK Metode Perancangan Strategi dan Program.

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta.

KUESIONER 1: Berikan tanda silang (X) pada MK KKNI. Organisasi. Manajemen. Kebijakan Publik. Azas azas. Birokrasi

APLIKASI TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA. Oleh Yoseph Andreas Gual

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Sebagaimana dirumuskan dalam fokus penelitian, studi ini ingin. mengetahui apa dan bagaimana kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang

Transkripsi:

185 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada penelitian yang berjudul pengembangan kemandirian bagi kaum difabel yang difokuskan pada peran Paguyuban Sehati dalam pemberdayaan difabel di Kabupaten Sukoharjo, dapat diambil kesimpulan dari data informan bahwa banyak ditemukan permasalahan yang dialami oleh difabel mulai dari permasalahan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, pendidikan hingga aksesibilitas. Stereotip di masyarakat yang masih memandang difabel sebagai kaum yang lemah membuat mereka termarjinalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Peminggiran kaum difabel menghambat interaksi yang leluasa antar difabel dengan masyarakat yang impactnya justru mengakibatkan rendahnya partisipasi difabel dalam forum kemasyarakatan. Terbatasnya akses difabel terhadap peluang kerja ditambah dengan minimnya soft skill yang dimiliki oleh difabel menjadi bukti bahwa mayoritas difabel masuk dalam siklus lingkaran kemiskinan yang membuat mereka menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Pemberdayaan difabel adalah salah satu upaya dari Paguyuban Sehati yang selama ini menjadi wadah bagi difabel di wilayah Kabupaten Sukoharjo untuk memberikan nafas segar bagi para difabel agar bisa mengembangkan dirinya dan memiliki kehidupan yang layak tanpa ada diskriminasi. Para difabel sangat perlu untuk meningkatkan kualitas dirinya terutama menghilangkan citra ketergantungan terhadap orang lain. Sehingga pengembangan kemandirian bagi difabel adalah salah satu program urgent baik bagi Pemerintah maupun organisasi non-pemerintah seperti LSM dan Komunitas peduli difabel untuk memberikan hak-hak difabel sebagai warga negara yang memiliki derajat yang sama dimata hukum tanpa melihat perbedaan fisik. 185

186 Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Paguyuban Sehati untuk meningkatkan kemandirian dalam diri difabel dengan melalui berbagai program-program yaitu (1) character building yaitu training dan motivasi, (2) kewirausahaan melalui KUBE, pelatihan ketrampilan dan expo produk, (3) sosialisasi tentang difabel, peer konseling, gender dan KDRT serta HAM, (4) pendidikan dengan sanggar inklusi, (5) advokasi untuk Jamkesmas, SIM D dan fasilitas publik, (6) partisipasi terutama dalam Musrengbangkel, dan terakhir (7) perkoperasian baik simpan pinjam maupun usaha. Pada hasilnya dampak yang diterima oleh difabel di Kabupaten Sukoharjo yang menjadi anggota di Paguyuban Sehati telah mengalami peningkatan baik dalam segi psikologi, sosial dan ekonomi. Difabel lebih percaya diri dan berpengetahuan luas karena pengalaman yang mereka dapatkan selama mengikuti kegiatan di Paguyuban. Selain itu, pandangan masyarakat juga mulai terbuka terhadap mereka dengan tidak memandang difabel sebagai kaum yang lemah. Secara ekonomi difabel juga meningkat baik dengan pekerjaan atau wirausaha yang berbasis ketrampilan baru sehingga memberikan pendapatan yang mampu menopang kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa difabel yang aktif dalam mengikuti kegiatan Paguyuban Sehati berkembang lebih mandiri dan tidak lagi menggantungkan diri mereka terhadap keluarga maupun orang lain. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis didasarkan pada teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. Dalam teori ini Parsons menjelaskan tentang empat fungsi imperatif dalam sebuah sistem yang menjadi satu kesatuan yang disebut dengan skema AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency). Parsons juga menjelaskan bahwa masyarakat adalah sebuah sistem sehingga dalam bermasyarakat harus ada empat fungsi AGIL untuk tetap memposisikan

187 masyarakat dalam keadaan stabil atau seimbang karena suatu sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau equilibrium. Dalam penelitian pemberdayaan difabel yang dilakukan oleh Paguyuban Sehati ini melihat teori AGIL sebagai dasar analisis bagi Paguyuban untuk menentukan arah pengembangan kemandirian bagi kaum difabel. Paguyuban Sehati menganalasis kebutuhan difabel dalam segala aspek baik psikologi, ekonomi hingga kebutuhan sosial agar bisa menyesuaikan diri sejajar dengan masyarakat non-difabel pada umumnya. Paguyuban juga menciptakan formulasi tujuan melalui visi dan misi organisasi yang direalisasikan melalui program-program pemberdayaan yang didalamnya menginternalisasi nilai serta norma melalui strategi pendidikan maupun budaya. Antara difabel dan Paguyuban juga memliki kontrol satu sama lain termasuk elemen-elemen didalam kegiatan pemberdayaan. Hasil penelitian yang menunjukkan berkembangnya kemandirian dalam diri difabel menguatkan teori struktural fungsionalisme bahwa strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Paguyuban Sehati telah memenuhi kriteria empat fungsi imperatif AGIL sehingga merujuk kearah keseimbangan sistem yang dibuat oleh Paguyuban untuk para difabel di Kabupaten Sukoharjo. Penelitian menunjukkan bahwa dampak sosial yang merubah persepsi masyarakat terhadap difabel telah memberikan difabel kesempatan untuk menghapus gejolak yang membuat keseimbangan dalam masyarakat goyah. 2. Implikasi Metodologis Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan merupakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus digunakan untuk memperoleh kebenaran mengenai pentingnya pemberdayaan difabel untuk peningkatan kemandirian yang dilakukan oleh Paguyuban Sehati di Sukoharjo. Penulis menggunakan teknik

188 pengumpulan data wawancara, observasi, dan studi literatur untuk mendapatkan data yang akan dianalis. Proses dari penelitian sendiri berlangsung kurang lebih empat bulan mulai dari bulan Oktober 2015 hingga Januari 2016. Data yang terkumpul kemudian dianalisis melalui field note dari petikan hasil wawancara antara penulis dengan informan. Untuk memberikan data yang lebih jelas dan mendalam maka penulis juga menambahkan data observasi dan dokumentasi. Sebelum melakukan wawancara penulis membuat interview guide sebagai pedoman untuk turun lapangan mencari informasi terkait dengan pemberdayaan difabel oleh Paguyuban Sehati. Informan yang diwawancarai adalah difabel anggota Paguyuban Sehati, keluarga difabel, masyarakat difabel dan pengurus Paguyuban Sehati. Purposive sampling dipakai oleh penulis sebagai teknik pengambilan sampel yang digunakan, karena dalam menentukan informan penulis harus memilih informaninforman yang sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Dalam penelitian menggunakan trianggulasi data ( sumber) yaitu pengumpulan data menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Dengan mencari data yang sama untuk mencari kebenaran dari masalah dan mengecek kebenaran suatu informasi pada waktu dan alat yang berbeda dalam hal ini penulis memanfaatkan data dari keluarga dan tetangga difabel sebagai alat validitas data. Analisis yang digunakan model analisis interaktif dengan proses pertama pengumpulan data dilanjutkan reduksi data untuk memilih data yang diperlukan sesuai dengan fokus penelitian. Data kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan matriks yang akhirnya disimpulkan atau diverifikasi. 3. Implikasi Empiris Difabel adalah seseorang berkebutuhan khusus yang menjalani teknis kehidupan sehari-hari dengan cara yang berbeda karena menyesuaikan dengan keterbatasan fisik yang dimiliki oleh masing-masing difabel.

189 Perbedaan fisik yang dimiliki oleh difabel dengan masyarakat yang nondifabel lainya tidak menjadi bahan klasifikasi maupun kategorisasi yang menjadikan keduanya terpisah secara struktural. Difabel mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai seorang warga negara dan sebagai seorang manusia secara kodrati. Penyebab dari seseorang yang menjadi difabel bisa karena suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada otot maupun organ tubuh dan juga bisa disebabkan karena kecelakaan. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep difabel hanyalah berlaku dalam segi medis tidak ada kaitanya dengan segi sosial maupun pada sisi kehidupan yang lain seperti peran dan hak dalam ekonomi, politik serta budaya. Kaum difabel di Indonesia mengalami permasalahan miris yang membuat mereka terkekang dalam lingkup kehidupan masyarakat yang kaku. Mereka hidup ditengah-tengah masyarakat yang mempersepsikan difabel sebagai kaum yang lemah dalam sistem kemasyarakatan. Kelemahan yang mereka lihat didasarkan dari keterbatasan fisik dan ketertutupan individu difabel itu sendiri. Banyak masalah yang dihadapai oleh difabel mulai dari diskriminasi, ekonomi lemah yang berujung kemiskinan hingga aksesibilitas yang tidak terjangkau bagi mereka. Perlakuan masyarakat yang belum terbuka terhadap difabel menginspirasi para difabel di Kabupaten Sukoharjo untuk mendirikan sebuah wadah yang berisikan kaum minoritas khususnya difabel agar bisa mengaktualisasikan diri mereka tanpa ada kecaman maupun pengucilan dari masyarakat yaitu Paguyuban Sehati. Setelah mengikuti berbagai kegiatan dan program-program dari Paguyuban Sehati yang menyangkut hampir seluruh sisi kehidupan difabel sehari-hari, para difabel mengalami peningkatan yang positif yaitu peningkatan kemandirian. Peningkatan tentu sesuai dengan harapan masyarakat agar para difabel tidak lagi bergantung terhadap orang lain dan memiliki power untuk melakukan perubahan dalam hidupnya.

190 Diskriminasi kini diharapkan tidak lagi menjadi permasalahan yang menimpa kaum minor seperti difabel, masyarakat harus lebih peduli dan bertoleransi antar sesama tanpa melihat fisik masing-masing. Kemandirian yang telah ditunjukkan oleh difabel menjadi point yang penting untuk diperhatikan mengingat dengan begini masyarakat dapat melihat kekuatan yang dimiliki oleh difabel sehingga bisa menciptakan kehidupan bermasayarakat yangs seimbang dan tertaur. C. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap para difabel anggota Paguyuban Sehati di Kabupaten Sukoharjo, temuan dari penulis yang bisa menjadi masukan adalah sebagai berikut : 1. Bagi para difabel pentingnya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan baik di Paguyuban Sehati maupun kegiatan diluar Paguyuban yang dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga difabel dapat memiliki mental percaya diri dan mandiri. Kedepanya difabel dapat menghilangkan ketergantungan terhadap orang lain dan memiliki kehidupan yang layak tanpa diskriminasi. 2. Bagi pihak keluarga pememberian dukungan baik dalam bentuk materi maupun non materi yang dapat mendorong difabel untuk mengaktualisasikan dirinya secara bebas. Contoh dukungan keluarga dengan mengantar difabel ketempat kegiatan yang tidak bisa dijangkau oleh para difabel. Keluarga juga harus menghilangkan pola pikir yang menganggap difabel sebagai sebuah aib yang harus ditutupi agar tidak menghambat kehidupan difabel sehari-hari. 3. Bagi masyarakat pememahaman difabel sebagai seseorang berkebutuhan khusus yang memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban sejajar sebagai sesama warga negara. Masyarakat juga mulai melibatkan para difabel dalam forum-forum

191 kemasayarakatan agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang rukun tanpa ada marjinalisasi. 4. Bagi pemerintah realisasi pembangunan inklusif yang melibatkan difabel sebagai obyek maupun subyek pembangunan sangat ditunggu sehingga fasilitas publik yang dibuat bisa tepat guna dan tepat sasaran. Difabel juga perlu mendapatkan perhatian khusus melalui program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. 5. Bagi Paguyuban Sehati perbaikan manajemen organisasi menjadi prioritas terutama pada bagian administrasi karena masih bersifat manual sehingga data base difabel anggota Paguyuban masih sangat lemah. Regenerasi kepengurusan harus menjadi point utama agar kedepanya Paguyuban Sehati bisa meningkatkan eksistensinya di masyarakat.