BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum

dokumen-dokumen yang mirip
bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. yang beralamatkan Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung Jawa Barat.

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

BAB III Metode Penelitian

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Andina Pernatawaty,2014 PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dimana awal kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, individu (remaja)

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang di hadapi. Self efficacy (kemampuan diri) sendiri

3. METODOLOGI Variabel-Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB III METODELOGIPENELITIAN. Setelah menguraikan teori-teori yang digunakan pada penelitian ini, selanjutnya peneliti

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Ketika mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

yang ada dengan penguasaan Bahasa Asing. Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia antara lain mengajarkan Bahasa Inggris sejak jenjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. ketautan akan kegagalan pada mahasiswa dengan status rentan DO di

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang domokratis serta bertanggung jawab. sumber daya manusia yang berkualitas.

PERBEDAAN TINGKAT COMMUNICATION APPREHENSION PADA MAHASISWA AKTIVIS DAN YANG BUKAN AKTIVIS DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam suatu proses penjualan. Fungsi SPG antara lain melaksanakan promosi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSIK FK UMY) menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Intan Purnama Sari

EVALUASI COMMUNICATION APPREHENSION MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS SANATA DHARMA S K R I P S I

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran angka tersebut, serta penampilan

HUBUNGAN TINGKAT KETIDAKPASTIAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KOMUNIKASI PRIA PADA TAHAP PERKENALAN DENGAN WANITA

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB I PENDAHULUAN. dukungan komunikasi. Komunikasi menggambarkan bagaimana seseorang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat

HUBUNGAN FOREIGN LANGUAGE LEARNER (FLL) SELF EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN COMMUNICATION APPREHENSION DI KELAS PUBLIC SPEAKING FBS UKSW

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. akademika pada sekolah SMP. Problematika siswa-siswi seringkali

I. PENDAHULUAN. di sekolah. Dalam KTSP Bahasa Inggris 2006 dijelaskan bahwa dalam belajar

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembentukan konsep diri anak menurut (Burns, 1993). bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

BAB I PENDAHULUAN. adalah penulisan tugas akhir (Iswidharmanjaya, 2006).

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya di RT 02 RW 06

BAB III METODE PENELITIAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

PENERAPAN DISKUSI KELOMPOK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Pada era globalisasi ini seiring perkembangan zaman juga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah menjadi makhluk sosial karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dan ketakukan adalah sinyal peringatan. dan bertindak sebagai peringatan atas ancaman dari dalam

INDIKATOR dan INSTRUMEN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN PELAKSANAAN TES DALAM PENDIDIKAN JASMANI DI SMP NEGERI 1 CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT.

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan dalam kehidupan manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini, yaitu: B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa sama halnya dengan peserta didik yang lain, mereka juga samasama memiliki permasalahan. Mulai dari masalah akademik, masalah dengan orang tua, masalah dengan dosen, masalah dengan teman sebaya, dan masalah dengan lingkungannya yang lain. Timbulnya permasalahan tersebut dapat disebabkan mereka mengalami kecemasan khususnya kecemasan komunikasi. Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum tertentu, berhadapan dengan dosen dan teman, maupun kegiatan lainnya dilingkungan kampus yang sangat erat dengan komunikasi. Mereka akan merasa cemas ketika dalam hal penampilan diri seperti presentasi, bertanya kepada dosen, mengungkapkan ide atau pendapat di forum, dll. Mereka menginginkan kesan terbaik didepan teman-temannya dan juga dosen atau didepan oranglain. Asumsi mengenai kecemasan komunikasi akan mempengaruhi pendidikan dimasa yang akan datang, dalam karya Wiman pada tahun 1969 ia mengungkapkan bahwa pendidikan di masa depan akan menyaksikan perubahan yang signifikan dari komunikasi yang produktif didalam kelas. Beberapa tahun ini, pandangan Wiman cukup realistis terhadap kecemasan komunikasi (Gümüş & Geçer, 2008). Mahasiswa menjadi cemas untuk mengkomunikasikan sesuatu

2 dikarenakan adanya standar nilai tertentu mengenai cara komunikasi mereka. Mereka mengganggap komunikasi dalam pendidikan sangat berbeda dengan komunikasi yang sering mereka gunakan dalam keseharian. Karena adanya standar nilai tersebut, mereka tidak ingin mendapatkan kesan yang buruk bahkan dibawah rata-rata standar yang ditetapkan. Kecemasan komunikasi sendiri memiliki istilah tertentu dalam berbagai bidang ilmu. Kecemasan komunikasi mahasiswa seringkali dianggap gangguan berbahasa. Gangguan berbahasa menurut Soetjiningsih (2010), orang yang mengalami gangguan berbahasa tidak mengalami kesulitan dalam berbahasa spontan tetapi ia mengalami masalah kesulitan dalam bahasa permintaan. Maksudnya adalah orang yang sulit dalam berbahasa dengan menggunakan bahasa baku karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya seperti seorang mahasiswa diminta untuk mengungkapkan pendapat atau idenya didepan kelas, akan tetapi ia tidak mampu untuk mengkomunikasikan idenya kepada temannya dan juga kepada dosennya sedangkan untuk menjelaskan atau mengkomunikasikan kepada hal tertentu diluar konteks lingkup kampus sangat mudah dilakukan. Mahasiswa yang dianggap memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi, dalam situasi atau kondisi mereka merasakan pengalaman belajar masa lalu dalam komunikasi di lingkungan kelas (Gümüş & Geçer, 2008). Akan tetapi, dalam penelitian ini komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya di

3 lingkungan kelas mereka saja melainkan keseluruhan aktivitas mereka di lingkungan kampus secara keseluruhan baik di jurusan, fakultas, maupun aktivitas di lingkungan kampus yang mengharuskan mereka untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Mereka yang memiliki kecemasan komunikasi belum tentu kurang dalam akademik, tetapi mereka kurang dalam keterampilan komunikasi yang berdampak ke akademik mereka. Menurut Johnson dalam Supraktiknya (1995), ada empat keterampilan dasar dalam berkomunikasi sebagai berikut: (1) saling memahami, (2) mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas, (3) saling menerima atau menolong, dan (4) mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar-pribadi. Keterampilan dasar komunikasi inilah yang membuat seseorang mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan berkomunikasi menurut Effendy (Rosmawaty, 2010) ada dua yaitu hambatan secara objektif dan secara subjektif. Secara objektif hambatan komunikasi terjadi karena situasional sedangkan hambatan secara subjektif terjadi adanya permusuhan atau persaingan sehingga dapat menghambat komunikasi. Istilah hambatan komunikasi sering disebut dengan communication apprehension.

4 Istilah kecemasan komunikasi dalam bidang ilmu psikologi ada yang menyebutnya communication anxiety, akan tetapi dari sekian banyak literatur menggunakan communication apprehension atau disingkat CA. Jadi, penelitian ini menggunakan istilah communication apprehension. (Communication apprehension/(ca)) adalah ketakutan atau kecemasan terkait dengan komunikasi langsung atau komunikasi yang akan dan sedang dilakukan dengan orang lain (a sense of anxiety assosiated with either real or anticipated communication with others) (McCroskey, 1984; Rakhmat, 2005). Kecemasan komunikasi merupakan suatu bentuk perilaku yang normal bagi setiap orang (Santoso, HP dkk, 1998). Pengertian kecemasan sendiri adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada diri sendiri (Kartono, 2011). Selain itu, pengertian dari kecemasan komunikasi dari literatur yang lain adalah semacam kecemasan sosial yang secara khusus membangun komunikasi. Kecemasan sosial adalah pengalaman kecemasan dalam pengaturan sosial dengan rasa takut tidak ingin meninggalkan kesan negatif pada orang lain (Leary & Kowalski dalam Gumus & Gecer, 2008). Rasa cemas memiliki ciri-ciri dari kepribadian seseorang yaitu rasa malu, enggan berkomunikasi, gugup, diam, takut memberi kesan negatif kepada orang lain. Di kehidupan sehari-hari, rasa malu atau enggan berkomunikasi sering kali terjadi. Berbagai studi literatur,

5 bahwa setiap orang akan berlaku untuk memberikan kesan positif bahkan sempurna di setiap penampilan mereka khususnya komunikasi. Kecemasan komunikasi yang terjadi pada mahasiswa termasuk komuniksai verbal. Menurut Elias (Gümüş & Geçer, 2008) Kecemasan komunikasi memiliki dua bentuk yaitu bentuk komunikasi tertulis dan lisan. Kecemasan komunikasi tertulis adalah kecemasan mahasiswa dalam hal menulis tulisan seperti makalah. Sedangkan kecemasan komunikasi lisan adalah kecemasan komunikasi yang mengindikasikan bahwa seseorang enggan untuk berkomunikasi secara nyata. Berikut hal yang dikemukakan oleh Elias: There are two elements of communication apprehension: written communication apprehension and oral communication apprehension. Written communication apprehension is the unwillingness of students in writing which is usually attributed to the student s lack of writing skills. Oral communication apprehension, on the other hand, is a real fear and expresses the individual s unwillingness to communicate with others (Elias dalam Gümüş & Geçer, 2008). Secara teoritik, kecemasan untuk berkomunikasi dengan orang lain dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang (trait) dan kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan seseorang tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state) (Rakhmat, 2005). Menurut Rakhmat (2005) seseorang yang mengalami kecemasan komunikasi meliputi tiga hal. Pertama, kecemasan komunikasi berlangsung jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu

6 bagaimana harus memulai pembicaraannya. Apabila ini menimpa seorang mahasiswa, maka dapat dipastikan ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Kedua, kecemasan komunikasi berlangsung jika seseorang tahu ia akan dinilai. Semua yang ditakutkan itu sebenarnya terdapat dalam persepsi kita daripada dalam kenyataan. Misalnya pada mahasiswa, ia selalu cemas kalau-kalau dia akan dimarahi, atau takut salah bicara sehingga berakibat buruk dengan nilainya (Santoso, dkk,1998). Ketiga, kecemasan komunikasi berlangsung jika berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap. Misalnya harus menyampaikan tentang persoalan yang sama sekali tidak dikuasainya, atau persoalan yang tidak ia persiapkan terlebih dahulu (Santoso, dkk,1998). Berdasarkan wawancara dan pengamatan terhadap mahasiswa Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dilakukan oleh peneliti bahwa mahasiswa psikologi UPI setidaknya mengalami kecemasan komunikasi pada waktu awal perkuliahan baru dimulai dan menanti masa ujian. Penelitian ini dilakukan pada mata kuliah Psikodiagnostik III. Namun, hal tersebut belum dibuktikan secara kuantitatif dengan besaran tingkatan kecemasan komunikasinya. Selain itu, hasil penelitian Hurt dalam Wulandari (2004) yaitu 10-20% mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi Amerika menderita kecemasan berkomunikasi. Masalah kecemasan komunikasi antar pribadi di Indonesia telah diteliti oleh Mariani dalam Wulandari (2004). la menemukan sekitar 8% dari 189 subjek penelitian mengalami kecemasan komunikasi antar pribadi.

7 Penelitian lain dilakukan pada siswa di AS, kira-kira hampir 20% siswa mengalami kecemasan komunikasi (McCroskey, Richmond & McCroskey dalam Gumus & Gecer, 2008). Penelitian multikultural juga menemukan adanya kecemasan komunikasi antar mahasiswa. Kecemasan komunikasi juga terjadi pada mahasiswa dalam speaking/berbicara dan juga menulis. Walaupun demikian, terdapat penelitian mengenai kecemasan komunikasi dilingkup akademik dan hasilnya mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi (Santoso, dkk, 1998). Penelitian tersebut tidak menunjukkan hasil angka, namun hal tersebut mengindikasikan bahwa mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi akademik. Kecemasan komunikasi dari penelitian Santoso, dkk (1998) ditemukan asumsi dari kecemasan komunikasi sebagai berikut, kecemasan komunikasi bukan sifat bawaan dari lahir, namun dapat berkembang dan berubah seiring bertambahnya usia seseorang. Selain itu, kecemasan dalam berkomunikasi bukan pula suatu kondisi psikologis yang bersifat aksidental, tetapi sudah mempunyai jalinan dengan latar belakang kejiwaan seseorang. Faktor internal yang muncul, memang, bersifat bawaan namun yang lebih menentukan secara dominan adalah lingkungan yang mengitarinya (milleu). Kedua, perubahan tingkat atau jenjang pendidikan dari yang masih dalam taraf menengah (SMA) menuju level perguruan tinggi (kampus) juga mempunyai faktor yang menentukan dalam kehidupan psikologis seseorang. Dalam jenjang perguruan tinggi mahasiswa

8 dituntut untuk lebih mandiri. Kecemasan komunikasi tidak bersifat menetap melainkan situasional. Pemberian citra terhadap dosen seperti killer atau yang lainnya. Penelitian lain mengenai kecemasan komunikasi juga banyak dilakukan diberbagai perguruan tinggi dibelahan dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Gumus and Gecer (2008), mereka mengembangkan skala kecemasan komunikasi dari tiga macam skala salah satunya skala PRCA-24 dari Mc.Croskey. Responden penelitian mereka berjumlah 210 mahasiswa dari dua fakultas di universitas Kocaeli Turki. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Gillani, S.W, dkk (2010), mereka menggunakan skala PRCA dengan jumlah responden 1079 mahasiswa di Malaysia. Sedangkan Penelitian kecemasan komunikasi di Indonesia lebih banyak meneliti kecemasan komunikasi interpersonal seperti efektifitas komunikasi dengan stress (Gunawati, 2006), modifikasi perilaku untuk mengurangi kecemasan komunikasi (Wulandari, 2006), self efficacy dengan kecemasan berbicara didepan umum (Anwar, 2010). Rata-rata siswa dan mahasiswa yang menjadi sampel/responden penelitian mereka mengalami kecemasan komunikasi baik komunikasi interpersonal, berbicara didepan umum. Dari penelitian yang ada di Indonesia, kebanyakan menggunakan alat ukur yang mereka rancang sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Akan tetapi, alat ukur mereka masih dalam taraf untuk penggunaan peneltian mereka dan masih perlu

9 mengembangkan alat ukur yang valid dan reliabel dan cocok digunakan pada berbagai kelompok usia. Penelusuran literatur diatas belum dapat menemukan skala yang digunakan untuk mengukur kecemasan komunikasi secara umum khususnya dalam lingkungan akademik. Namun, ada berbagai skala yang dikembangkan dengan tujuan untuk mengukur kecemasan komunikasi dalam dimensi yang berlainan. Diantara pertimbangan alat ukur yang paling sering digunakan adalah alat ukur kecemasan komunikasi dari Mc.Croskey (1984) yaitu Personal Report Communication Apprehension yang sering disebut PRCA-24. Skala ini paling banyak digunakan untuk mengukur kecemasan komunikasi terdiri dari pernyataan yang melibatkan perasaan terkait dengan komunikasi dengan orang lain dan empat faktor situasional (kelompok diskusi, pertemuan/meeting, interpersonal, dan public speaking). Kekurangan untuk mengungkap kecemasan komunikasi yang sesuai, sehingga peneliti menambahkan beberapa skala yang sama yaitu skala Willingness to Communicate Scale (WTC) dan skala Communication Apprehension Lecture Scale (CALS). Skala Willingness to Communicate Scale (WTC) dikembangkan untuk mengukur kesediaan seseorang untuk berkomunikasi termasuk pernyataan yang mencerminkan kesediaan peserta atau keengganan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu ataupun terhadap orang yang sering bertemu. Skala Communication Apprehension Lecture Scale

10 (CALS), skala ini dikembangkan oleh Gumus dan Gecer (2008). Skala ini mengukur tingkat kecemasan komunikasi mahasiswa terhadap dosen dikelas, memiliki tiga dimensi (Gumus & Gecer, 2008). Penelitian ini menjadi penting karena adanya kebutuhan skala yang valid dan reliabel yang sesuai untuk kondisi budaya Indonesia. Selain itu, kecemasan komunikasi ini sangat berdampak pada perkembangan mahasiswa (Santoso,1998). Sekitar 29,3 % mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dan meningkat menjadi stress. Oleh karena itu, perlu adanya alat ukur yang akurat yang dapat mengukur tingkat kecemasan, sehingga apabila orang tersebut tergolong rawan dalam kecemasan komunikasi maka orang tersebut dapat memperbaiki diri atau berlatih. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi seseorang khususnya mahasiswa untuk mencapai kesuksesan. Skala penelitian ini dikembangkan menyesuaikan kebutuhan pada mahasiswa yang ada di Indonesia khususnya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan alat ukur sekaligus melakukan uji coba dan menyusun norma mengenai Kecemasan Komunikasi pada Mahasiswa.

11 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pengembangan alat ukur kecemasan komunikasi dalam lingkup kampus atau sekolah belum terlalu popular dibandingkan dengan penelitian kecemasan komunikasi interpersonal. Penelitian lain yang serupa belum mengungkapkan kecemasan komunikasi secara umum dilingkungan kampus. Kurangnya aspek tertentu untuk mengungkap kecemasan komunikasi secara umum. Seperti dalam skala PRCA-24. Skala ini paling banyak digunakan untuk mengukur kecemasan komunikasi terdiri dari pernyataan yang melibatkan perasaan terkait dengan komunikasi dengan orang lain dan empat faktor situasional (kelompok diskusi, pertemuan/meeting, interpersonal, dan public speaking). Skala PRCA tidak mengungkapkan mengenai kesediaan komunikator untuk berkomunikasi sehingga peneliti menambahkan dari skala yang berkaitan dengan skala kesediaan berkomunikasi yaitu skala Willingness to Communicate Scale (WTC). Skala Willingness to Communicate Scale (WTC) dikembangkan oleh McCroskey, dan koleganya pada tahun 2002 untuk mengukur kesediaan seseorang berkomunikasi termasuk pernyataan yang mencerminkan kesediaan peserta atau keengganan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu ataupun terhadap orang yang sering bertemu. Ternyata, dua skala belum mencukupi apa yang dikehendaki dari penelitian ini. Sehingga peneliti menambahkan dari skala yang berkaitan dengan dosen dikelas yaitu skala Communication Apprehension Lecture Scale (CALS). Skala Communication Apprehension Lecture Scale

12 (CALS), skala ini dikembangkan oleh Gumus dan Gecer pada tahun 2008. Skala ini mengukur tingkat kecemasan komunikasi mahasiswa terhadap dosen dikelas (Gumus & Gecer, 2008). Skala pada penelitian ini menyempurnakan skala PRCA-24, WTC dan CALS, sehingga skala kecemasan komunikasi mahasiswa secara umum dilingkungan kampus. Skala ini dapat mengetahui dan mengidentifikasi tingkat kecemasan komunikasi mahasiswa secara keseluruhan baik didalam kelas, diluar kelas, didalam forum hingga berhadapan dengan dosen, dengan teman-temannya, dengan pegawai dikampus serta orang-orang yang ada dilingkungan kampus. Kecemasan komunikasi adalah suatu perasaan takut atau gelisah ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan orang terdekat baik secara komunikasi langsung atau komunikasi yang akan dan sedang dilakukan. Kecemasan komunikasi dari literatur yang didapat dan skala yang serupa yaitu (PRCA-24, WTC, CALS) memiliki tiga dimensi yaitu: pertama, ancaman terhadap lingkungan kampus definisi operasionalnya yaitu kecemasan komunikasi dapat berkembang karena terdapat ancaman dari perilaku teman, dosen dan pihak kampus. Kedua, kepribadian seseorang definisi operasionalnya yaitu yang berhubungan dengan kepribadian seseorang seperti rasa malu, diam, dll. Ketiga, penghindaran yang khas definisi operasionalnya yaitu berusaha

13 menghindar dalam hubungan interpersonal, tidak mengajukan pertanyaan, tidak berpartisipasi baik dikelas, hingga menghindar dari lingkungan kampus. Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana definisi konseptual dan operasional kecemasan komunikasi pada mahasiswa? 2. Bagaimana reliabilitas alat ukur kecemasan komunikasi mahasiswa? 3. Bagaimana validitas isi dan konstruk alat ukur kecemasan komunikasi mahasiswa? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan model alat ukur/skala kecemasan komunikasi pada mahasiswa sesuai dengan kondisi di Indonesia. 2. Mengidentifikasi aspek-aspek yang digunakan dalam penyusunan alat ukur kecemasan komunikasi pada mahasiswa. 3. Mengukur reliabilitas alat ukur kecemasan komunikasi pada mahasiswa yang dapat diandalkan.

14 4. Mengukur gambaran tentang validitas alat ukur kecemasan komunikasi pada mahasiswa. 5. Membuat norma skala kecemasan komunikasi mahasiswa. D. Manfaat / Signifikansi Penelitian Selain dari tujuan penelitian, pastinya adanya manfaat, berikut manfaat penelitian ini. 1. Manfaat dari segi teoritis a. Manfaat pengembangan skala kecemasan komunikasi ini secara teoritis menyempurnakan alat ukur/skala yang lain dan yang hampir sama seperti skala PRCA-24, WTC dan CALS. b. Manfaat pengembangan skala kecemasan komunikasi ini secara teoritis dapat menjadi input positif dengan menambah dan memperkaya instrumen psikologi khususnya yaitu instrumen kecemasan komunikasi. 2. Manfaat dari segi praktis a. Bagi pihak Universitas Pendidikan Indonesia. Melihat pada motto kampus. Bahwa masalah kecemasan komunikasi dalam lingkup pendidikan perguruan tinggi seringkali terjadi karena tuntutan mahasiswa untuk tetap bersikap ilmiah dan mandiri. Sehingga kontribusi skala ini diharapkan sangat besar.

15 b. Bagi ilmuwan Psikologi (baik mahasiswa, peneliti selanjutnya, dll), diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan tentang kecemasan komunikasi. E. Struktur Organisasi Skripsi Penelitian ini disajikan dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I pendahuluan meliputi latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II kajian pustaka meliputi (1) Konsep kecemasan komunikasi: pengertian komunikasi, tipe-tipe kecemasan komunikasi, konstruk kecemasan komunikasi; (2) konsep pengembangan alat ukur: pengukuran psikologis, skala likert, pengembangan alat ukur, standarisasi alat ukur; (3) penelitian terdahulu. BAB III metode penelitian meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, kisi-kisi penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan analisis data. BAB IV hasil penelitian dan pembahasan meliputi hasil penelitian dan juga pembahasan dengan menggunakan teori-teori yang tertera pada bab II. BAB V kesimpulan dan saran meliputi kesimpulan hasil penelitian serta saran metodologis dan praktis.