BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang menyimpang yang dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi. Penularan patogen terjadi dengan berbagai cara yang meliputi kontak fisik, makanan yang terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau melalui organisma vektor. Penyakit infeksi yang sangat infektif ada kalanya disebut menular dan dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit. Penyakit infeksi dengan infeksi yang lebih khusus, seperti penularan vektor, penularan seksual, biasanya tidak dianggap sebagai menular karenanya korban tidak diharuskan adanya karantina medis. Istilah infektivitas menyatakan kemampuan organisma untuk masuk, bertahan hidup dan berkembang biak di dalam tubuh, sementara daya tular penyakit mengindikasikan penyakit dengan mudah ditularkan kepada tubuh lainnya. Infeksi tidak bersinonim dengan penyakit infeksi, karena sebagian infeksi tidak menyebabkan penyakit. (Anonim, 2011) Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan faktor-faktor prevalensi penyakit pada manusia. Fungsi pertama dari epidemiologi adalah untuk menguraikan penyebaran penyakit, yaitu mencari tahu siapa yang mengalami, seberapa besar, dariman, di mana dan kapan. Fungsi kedua adalah untuk mengidentifikasi sebab-sebab atau faktor-faktor risiko penyakit guna mencari tahu mengapa semua 1
2 orang tidak mengalami hal yang sama secara merata. Fungsi ketiga dari epidemiologi untuk membangun dan menguji teori. Fungsi keempat adalah untuk merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi program deteksi, pengendalian dan pencegahan. Pemodelan epidemiologi bisa memegang peranan penting dalam kedua fungsi terakhir ini. Penelitian ini fokus pada pemodelan penyakit infeksi pada populasi manusia dengan tidak mempertimbangkan model untuk penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung. Pemodelan epidemiologi berkenaan dengan pemodelan deterministik dinamis di mana populasi dibagi dalam kompartemenkompartemen yang didasarkan pada status epidemiologi misalnya, yang rentan, terinfeksi, yang sudah pulih. Pergerakan antar kompartemen menjadi terinfeksi, berkembang terus, pulih atau bermigrasi dispesifikasi dengan persamaan diferensial. Sekalipun vaksin ada tersedia untuk banyak penyakit infeksi, penyakit ini tetap menyebabkan morbiditas dan mortalitas di dunia, terutama di negara-negara sedang berkembang. Di negara-negara maju penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung mendapat lebih banyak perhatian daripada penyakit infeksi, tetapi penyakit infeksi tetap merupakan penyebab kematian yang lebih umum di dunia. Penyakit yang muncul dan muncul kembali menimbulkan bangkitnya kembali perhatian pada penyakit infeksi. Mekanisme penularan dari penginfeksi kepada yang rentan. Untuk hampir semua penyakit infeksi dan penyebaran penyakit melalui rantai infeksi sudah diketahui. Akan tetapi, interaksi penularan pada populasi sangat kompleks, sehingga sulit memahami dinamika penyebaran penyakit berskala besar tanpa struktur formal dari model matematika. Model epidemiologi menggunakan deskripsi mikroskopik atau peranan individu penginfeksi untuk memprediksi perilaku makroskopik dari penyebaran penyakit melalui populasi.(hethcote, 2011) Di tahun-tahun belakangan ini pemodelan epidemiologi atas penularan penyakit infeksi semakin berpengaruh pada teori dan praktek penanganan dan pengendalian penyakit. Pemodelan matematika pada penyebaran penyakit infeksi telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan kebijakan epidemiologi di banyak negara, termasuk United Kingdom, Belanda, Canada dan Amerika Serikat. Studi pemodelan epidemiologi penyakit seperti gonorrhea, HIV/AIDS, penyakit kuku dan mulut, campak, rubella dan pertussis berdampak pada kebijakan kesehatan peme-
3 rintah di negara-negara tersebut. Dengan demikian pendekatan pemodelan menjadi sangat penting untuk pengambilan keputusan tentang program pengendalian penyakit infeksi. Pendekatan model ini meliputi model deterministik, simulasi komputer, model Monte Carlo Rantai Markov, model network dunia kecil dan model network lainnya, model simulasi stokastik dan mikrosimulasi individu di dalam komunitas. Teknik ini sering diimplementasikan secara perhitungan dengan menggunakan data tentang kejadian penyakit dan demografi populasi. Epidemiologi, immunologi dan evolusi penyakit semuanya haruslah dipertimbangkan. Sebagai contoh, penelitian yang mengkaji rancangan rasional vaksin influenza dengan mempertimbangkan efek pada immunologi kekebalan influenza pada orang-orang dari epidemi influenza varian A setiap tahunnya, komposisi vaksin setiap tahun, dan penyimpangan evolusi varian virus A influenza setiap tahunnya. (Hethcote, 2011) Ambang batas untuk banyak model epidemiologi adalah jumlah / bilangan reproduksi dasar (Basic Reproduction Number) atau R 0, yang didefinisikan sebagai jumlah rata-rata infeksi sekunder yang dihasilkan bila seorang individu yang terinfeksi masuk ke dalam populasi di mana semua orang rentan. Untuk banyak model endemik deterministik, infeksi bisa dimulai pada populasi yang benar-benar rentan jika dan hanya jika R 0 > 1. Dengan demikian jumlah reproduksi dasar R 0 sering dianggap sebagai kuantitas ambang batas yang menentukan kapan infeksi bisa menginvasi dan tetap bertahan pada populasi yang baru. Peranan R 0 dalam tiga model dasar dan ambang batas ditaksir dari data tentang beberapa penyakit dan implikasi taksiran dipertimbangkan untuk penyakit seperti cacar, polio, campak, rubella, cacar air dan influenza (Hethcote, 2011). Pengetahuan tentang R 0 menginformasikan ukuran kontrol misalnya cakupan vaksinasi minimum yang dibutuhkan untuk mencegah epidemi adalah fungsi dari R 0 dan juga pengetahuan tentang mean posterior dari R 0 dalam menentukan bagaimana ukuran kontrol sedemikian harus diimplementasikan. Clancy dan ONeils (2008) menyatakan begitu pentingnya menentukan R 0 dalam persoalan epidemi sehingga penulis mengajukan judul penelitian dengan Metode Inferensial Bayes untuk menentukan Basic Reproduction Number dalam model epidemi
4 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana menentukan Basic Reproduction Number dalam model epidemi dengan menggunakan metode Inferensial Bayes. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan Basic Reproduction Number dalam model epidemi dengan menggunakankan metode Inferensial Bayes. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Memberikan informasi kepada stakeholder bagian kesehatan, bahwa pentingnya mengetahui laju SIR sebagai probabilitas kontak antara setiap infected dan suspectible sehingga dapat meminimalisir penyebaran penyakit menular hingga menyebabkan epidemi. 2) Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan stake holder bagian kesehatan pada khususnya tentang transmisi penyakit menular pada suatu populasi yang diprediksi dengan menggunakan model epidemi SIR untuk menetapkan apakah virus akan menyebar atau tidak pada suatu populasi dengan cara menentukan Basic Reproduiction Number atau R 0. 3) Dengan ditentukannya R 0 pada penelitian ini maka dapat memberikan informasi pada stakeholder kesehatan tentang ukuran kontrol misalnya cakupan vaksinasi minimum yang dibutuhkan untuk mencegah epidemi 1.5 Metode Penelitian Penelitian inl merupakan penelitian literatur dengan mengumpulkan, mengolah dan membangun metode dari informasi yang didapatkan dari referensi buku, jurnal dan hasil hasil penelitian yang berhubungan dengan judul tersebut dengan langkah langkah sebagai berikut:
5 1) Mengumpulkan informasi dari literatur melalui buku, dan jurnal penelitian tentang: a. Model epidemi, b. Inferensial bayes c. Basic reproduction number. 2) Menentukan hubungan metode inferensial bayes untuk menentukan basic reproduction number. 3) Menggunakan metode inferensial bayes untuk menentukan basic reproduction number dalam model epidemi. 4) Mengenalkan dan menjabarkan / mempresentasekan hasil studi literatur dan hasil penelitian dari tesis ini serta, 5) Menetapkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian pada tesis ini.