KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Halaman ini sengaja dikosongkan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Kajian Ekonomi Regional Banten

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

Kajian Ekonomi Regional Banten

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2012 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KANTOR BANK INDONESIA SOLO

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsifungsi utama.

Halaman ini sengaja dikosongkan

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2010 ini akhirnya dapat diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan memberi gambaran bahwa perekonomian Jawa Barat terindikasikan terus menunjukkan perkembangan yang baik. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada periode tersebut meningkat, dari sebelumnya tumbuh sebesar 6,6% (yoy), menjadi tumbuh 6,9%. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Jawa Barat diperkirakan mampu tumbuh diatas 6% untuk keseluruhan tahun 2010, lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan, diantaranya karena membaiknya daya beli masyarakat, akibat kenaikan penghasilan serta didukung oleh masih relatif terkendalinya inflasi. Sementara itu, investasi juga mengalami kenaikan, seiring meningkatnya optimisme kalangan usaha, yang didorong oleh membaiknya prospek perekonomian ke depan. Dari sisi penawaran, meningkatnya kinerja sektor pertanian merupakan faktor penggerak akselerasi perekonomian Jawa Barat. Hal ini terutama terjadi karena mundurnya masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat, yang terkonsentrasi sebelumnya pada triwulan I-2009, bergeser ke bulan April 2010 (triwulan II). Dari sisi perkembangan harga, laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu, yaitu dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II-2010. Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan, akibat masih tingginya curah hujan. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras, dan turut mendorong kenaikan ekspektasi inflasi. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II- 2010 (posisi Mei 2010) menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 11,00% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun, didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 26,34,% (yoy) sehingga menjadi Rp171,94 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 14,36% sehingga menjadi Rp116 triliun. Relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan. Selain pembiayaan perbankan, peran keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan realisasi belanja Pemerintah v

Provinsi Jawa Barat. Pada triwulan II-2010 realisasi belanja diperkirakan mencapai kisaran 25 35%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan II-2009 yang sekitar 20%. Sejalan dengan terjadinya akselerasi perekonomian, kondisi ketenagakerjaan serta kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga terdorong membaik. Semakin menggeliatnya perekonomian domestik mendorong terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas kepada masyarakat, seperti diindikasikan dari meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja, serta menurunnya jumlah penganggur. Kondisi ini menjadikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat mengalami penurunan. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat juga diindikasikan semakin membaik, seiring meningkatnya penghasilan masyarakat, serta didukung pula oleh relatif terkendalinya inflasi. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PT. PLN Distribusi Jabar dan Banten, PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, PT. Kereta Api, serta PT Pelindo. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, Agustus 2010 Yang Ahmad Rizal Pemimpin vi

DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL... 7 1. Sisi Permintaan... 9 1.1. Konsumsi... 9 1.2. Investasi... 11 1.3. Ekspor... 13 2. Sisi Penawaran...... 15 2.1. Sektor Pertanian... 16 2.2. Sektor Industri Pengolahan... 17 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 21 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 22 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi... 24 2.6. Sektor Lainnya... 25 Boks 1. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Barat... 26 Boks 2. ASEAN Federation of Textile Industries... 30 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 31 1. Perkembangan Inflasi...... 33 1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 34 Inflasi Tahunan... 34 a. Kelompok Bahan Makanan...... 34 b. Kelompok Sandang...... 35 c. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan... 35 Inflasi Triwulanan..... 36 1.2. Inflasi Menurut Kota... 37 Inflasi Tahunan... 37 a. Kota Bekasi, Depok, dan Bogor.... 38 b. Kota Bandung.... 38 c. Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon.... 38 Inflasi Triwulanan..... 38 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi...... 39 2.1. Fundamental... 40 a. Interaksi Permintaan dan Penawaran... 40 b. Eksternal...... 40 c. Ekspektasi Inflasi...... 41 2.2. Non Fundamental... 41 a. Volatile Foods...... 41 b. Administered Price... 42 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH... 43 1. Struktur Perbankan di Jawa Barat... 45 2. Bank Umum Konvensional... 45 2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas... 45 Perkembangan Dana Pihak Ketiga... 45 2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya... 47 Perkembangan Kredit... 47 Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM)... 49 Kredit yang berlokasi Proyek di Jawa Barat... 50 Risiko Kredit... 52 vii

3. Bank Umum Syariah... 52 4. Bank Perkreditan Rakyat... 53 Boks 3. Menjaring UMKM Potensial dengan Expo Pembiayaan... 54 BAB 4 KEUANGAN DAERAH...... 55 1. Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat...... 57 1.1. Pendapatan Pemerintah Pusat di Jawa Barat... 57 1.2. Pendapatan Pemerintah Provinsi... 57 2. Belanja Daerah...... 58 2.1. Belanja APBN di Jawa Barat... 58 2.2. Belanja APBD Provinsi Jawa Barat... 58 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 61 1. Pengedaran Uang Kartal... 63 1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)... 63 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar... 64 1.3. Uang Palsu... 65 2. Sistem Pembayaran Non Tunai... 65 2.1 Kliring Lokal... 65 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)... 66 BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH... 67 1. Ketenagakerjaan... 69 Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat...... 69 2. Kesejahteraan... 71 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 73 1. Prospek Ekonomi Makro... 75 2. Prakiraan Inflasi... 76 LAMPIRAN... 79 DAFTAR ISTILAH... 85 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy)... 9 Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli... 15 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy)... 16 Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat... 22 Tabel 1.5. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat... 23 Tabel 1.6. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat...... 23 Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)... 25 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 34 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 36 Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (%)... 37 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I- 2010 (yoy, %)... 37 Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kota (qtq,%)...... 39 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %)... 39 Tabel 2.7. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %)... 39 Tabel 2.8. Produksi Padi Jawa Barat (kg)... 41 Tabel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan II-2010 (Posisi Bulan April)...... 49 Tabel 3.2. Posisi Kredit Lokasi Proyek di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II-2010.. 51 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung.... 64 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat... 66 Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat... 66 Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama... 70 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007=100)... 72 ix

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 10 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 10 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi... 10 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran... 11 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman... 11 Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 11 Grafik 1.8. Kredit Konsumsi... 11 Grafik 1.9. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi... 12 Grafik 1.10. Penjualan Semen di Jawa Barat... 12 Grafik 1.11. Impor Barang Modal... 12 Grafik 1.12. Nilai Ekspor Jawa Barat... 13 Grafik 1.13. Volume Ekspor Jawa Barat... 13 Grafik 1.14. Nilai dan Volume Ekspor TPT... 14 Grafik 1.15. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi... 14 Grafik 1.16. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik... 14 Grafik 1.17. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan... 14 Grafik 1.18. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli...... 15 Grafik 1.19. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat... 15 Grafik 1.20. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 16 Grafik 1.21. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 16 Grafik 1.22. Luas Panen Padi Jawa Barat...... 17 Grafik 1.23. Konsumsi Listrik Industri... 17 Grafik 1.24. Penjualan Motor Nasional... 18 Grafik 1.25. Penjualan Mobil Nasional...... 18 Grafik 1.26. Nilai Ekspor Kendaraan... 18 Grafik 1.27. Volume Ekspor Kendaraan... 18 Grafik 1.28. Indeks Produksi Tekstil... 19 Grafik 1.29. Arus Bongkar Muat di Pelabuhan Cirebon... 21 Grafik 1.30. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22 Grafik 1.31. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22 Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi...... 23 Grafik 1.33. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara... 24 Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi... 24 Grafik 1.35. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA)... 25 Grafik 1.36. Posisi Kredit Kepemilikan Ruko dan Rukan... 25 Grafik 1.37. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 25 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional... 33 Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional... 33 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional... 33 Grafik 2.4. Andil Inflasi Tahunan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat... 35 Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang... 35 Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat 35 Grafik 2.7. Andil Inflasi Triwulanan Subkelompok dalam Kelompok Makanan di Jawa Barat... 36 Grafik 2.8. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat... 40 Grafik 2.9. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang... 40 Grafik 2.10. Perkembangan Kurs Rupiah...... 40 Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional...... 40 Grafik 2.12. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung... 41 Grafik 2.13. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung... 41 x Grafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan I-2010... 45 Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Simpanan... 46

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Rupiah... 46 Grafik 3.4. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Asing... 46 Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Kelompok Bank... 47 Grafik 3.6. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan... 47 Grafik 3.7. Pangsa Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010... 48 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Grafik 3.9. Berdasarkan Kelompok Bank... 48 Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank... 48 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit MKM... 50 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha...... 50 Grafik 3.12. Posisi Kredit MKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010... 50 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan...... 51 Grafik 3.14. Posisi Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010... 52 Grafik 3.15. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat... 52 Grafik 3.16. Perkembangan Pertumbuhan Beberapa Indikator Bank Umum Syariah di Jawa Barat... 52 Grafik 3.17. Perkembangan Indikator BPR di Jawa Barat... 53 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat... 63 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung... 65 Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat... 69 Grafik 6.2. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja... 70 Grafik 6.3. Indeks Penghasilan dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja... 71 Grafik 6.4. Nilai Tukar Petani... 71 Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen... 75 Grafik 7.2. Indeks Penghasilan... 75 Grafik 7.3. Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha... 76 Grafik 7.4. Perkembangan dan Prakiraan Inflasi Jawa Barat Triwulan III-2010... 77 xi

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR 2009 2010 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 72.980 73.390 77.680 78.560 77.610 78.710 - Pertanian 11.380 9.080 10.180 9.470 11.700 9.760 - Pertambangan & Penggalian 1.720 1.780 1.920 2.000 1.840 1.880 - Industri Pengolahan 31.590 32.940 33.400 34.440 31.890 33.440 - Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.580 1.650 1.830 1.970 1.860 1.850 - Bangunan 2.330 2.460 2.680 2.830 2.720 2.870 - Perdagangan. Hotel. dan Restoran 14.250 14.980 16.660 16.820 16.790 17.250 - Pengangkutan dan Komunikasi 3.180 3.270 3.480 3.440 3.400 3.860 - Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.140 2.350 2.550 2.580 2.450 2.590 - Jasa 4.820 4.870 4.980 5.010 4.970 5.200 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 4,4 3,2 4,0 6,1 6,6 6,9 Ekspor-Impor 2.967,76 3.119,55 3.459,90 3.637,59 3.254,81 3.357,80 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.063,09 4.681,69 5.053,79 5.306,40 5.212,96 5.802,48 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.434,01 1.921,40 1.727,67 1.998,84 1.693,90 1.961,02 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.095,33 1.562,14 1.593,88 1.668,81 1.958,15 2.444,69 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 193,08 246,97 272,10 250,90 339,65 346,91 Indeks Harga Konsumen* 113,54 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 - Kota Bandung 112,82 112.66 114,51 115,08 116,05 116,60 - Kota Bekasi 118,25 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 - Kota Bogor 116,92 116,60 118,60 118,50 119,81 121,53 - Kota Sukabumi 116,23 116,64 118,10 118,31 119,03 120,24 - Kota Cirebon 118,25 118,30 121,25 122,00 122,44 123,97 - Kota Tasikmalaya 115,97 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 - Kota Depok 112,92 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)* 7,45 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 - Kota Bandung 6,31 2,17 1,61 2,11 2,86 3,50 - Kota Bekasi 6,68 3,59 1,51 1,93 3,20 5,62 - Kota Bogor 6,17 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 - Kota Sukabumi 8,25 3,38 3,31 3,49 2,41 3,09 - Kota Cirebon 8,22 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 - Kota Tasikmalaya 9,18 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 - Kota Depok N/A 6,87 1,33 1,30 2,96 5,47 Keterangan: * Data IHK Triwulan II-2008 hingga Triwulan II-2009 menggunakan Tahun Dasar 2007 xiii

II. PERBANKAN No Indikator 2009 2010 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II A Bank Umum 1 Total Aset (Rp Triliun) 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08 191,07 2 DPK (Rp Triliun) 123,03 126,97 129,53 133,28 125,42 161,35 - Tabungan (Rp Triliun) 41,63 45,06 47,31 53,05 46,94 62,82 - Giro (Rp Triliun) 27,48 27,61 27,14 25,32 24,11 31,73 - Deposito (Rp Triliun) 53,91 54,31 55,08 54,91 54,37 66,80 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek* 167,13 171,39 174,16 181,41 185,20 189,55 - Investasi 24,28 24,25 24,74 27,05 27,51 28,23 - Modal Kerja 79,79 81,36 81,55 83,16 80,59 81,87 - Konsumsi 63,06 65,77 67,87 71,20 77,10 79,45 4 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 87,58 95,46 98,77 102,62 110,96 108,77 - Modal Kerja 39,39 44,00 44,95 46,68 48,29 46,11 - Investasi 9,18 9,50 9,69 10,36 12,16 11,49 - Konsumsi 39,02 41,96 44,13 45,58 50,51 51,17 5 - LDR (%) 71,19 75,18 76,25 77,00 88,47 67,41 6 Rasio NPL Gross (%) 3,99 3,91 3,82 3,37 3,72 3,64 7 Kredit MKM (triliun Rp) 66,18 71,97 75,29 78,04 84,30 83,86 8 Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 26,49 28,42 29,92 30,40 29,90 30,69 - Kredit Modal Kerja 4,48 5,26 5,79 5,99 5,49 5,92 - Kredit Investasi 0,46 0,56 0,57 0,57 0,59 0,60 - Kredit Konsumsi 21,56 22,60 23,57 23,84 23,81 24,16 9 Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 22,04 24,97 26,42 27,24 32,36 31,91 - Kredit Modal Kerja 6,39 6,85 7,09 7,13 7,47 7,08 - Kredit Investasi 0,99 1,15 1,28 1,41 2,01 1,83 - Kredit Konsumsi 14,66 16,97 18,05 18,71 22,87 23,00 10 Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.rp5 miliar) (triliun Rp) 17,65 18,57 18,95 20,39 22,04 21,26 - Kredit Modal Kerja 12,66 13,46 13,67 14,77 15,23 14,59 - Kredit Investasi 2,73 2,83 2,89 2,99 3,66 3,40 - Kredit Konsumsi 2,26 2,28 2,38 2,64 3,16 3,27 11 Pangsa Kredit MKM 76% 75% 76% 76% 76% 77% 12 Rasio NPL MKM gross (%) 3,69 3,62 3,60 3,23 3,47 3,35 B Bank Umum Syariah*) 1 Total Aset (Rp Triliun) 5,20 5,66 5,61 6,57 6,71 6,88 2 DPK (Rp Triliun) 4,03 4,49 4,38 5,07 5,01 5,02 - Giro (Rp Triliun) 0,33 0,34 0,40 0,53 0,38 0,37 - Deposito (Rp Triliun) 1,87 1,90 2,14 2,37 2,45 2,42 - Tabungan (Rp Triliun) 1,89 2,25 2,06 2,16 2,18 2,22 3 Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 3,41 3,53 3,72 4,05 4,24 4,41 - Modal Kerja 1,86 1,89 2,07 2,10 2,13 2,16 - Investasi 0,54 0,55 0,57 0,61 0,60 0,65 - Konsumsi 1,01 1,09 1,19 1,34 1,51 1,59 4 - FDR 86,26 78,50 84,83 79,89 84,78 87,87 C BPR Konvensional 1 Total Aset (Rp Triliun) 6,21 6,49 6,67 7,06 7,33 5,19 2 DPK (Rp Triliun) 4,40 4,62 4,78 5,08 5,38 5,58 - Tabungan (Rp Triliun) 0,96 1,03 1,03 1,16 1,27 1,33 - Deposito (Rp Triliun) 3,44 3,59 3,75 3,93 4,11 4,25 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 4,49 4,59 4,72 4,81 4,94 5,16 - Modal Kerja 2,42 2,45 2,48 2,64 2,70 2,82 - Investasi 0,14 0,14 0,14 0,13 0,13 0,14 - Konsumsi 1,93 2,00 2,08 2,03 2,11 2,20 4 Kredit MKM (triliun Rp) 4,49 4,59 4,72 4,81 4,94 5,16 xiv

III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator 2009 2010 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Transaksi Tunai Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,10 5,49 3,67 Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6,00 5,39 3,60 Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,66 1,59 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 159,53 147,18 146,68 164,38 Volume Transaksi BI-RTGS 188.863 196.533 232.945 238.919 243.135 265.405 Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,40 2,65 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.148 3.170 3.757 3.854 3.986 4.281 Kliring Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 9,94 10,38 10,64 11,19 10,82 11,14 Volume Perputaran Kliring 504.311 476.875 484.106 481.440 496.425 510.649 Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 8.405 7.692 7.808 7.765 8.138 8.236 xv

xvi Halaman ini sengaja dikosongkan

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

2 RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF Penguatan perekonomian Jawa Barat terus berlanjut, dari sebelumnya tumbuh 6,6% (yoy) menjadi tumbuh 6,9% pada triwulan II-2010 Dari sisi permintaan, peningkatan perekonomian didukung oleh membaiknya konsumsi, serta investasi Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian merupakan faktor utama meningkatnya perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat terus menunjukkan penguatan. Pada triwulan II-2010, perekonomian Jawa Barat tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 6,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesr 6,6%. Selain didukung oleh pulihnya perekonomian global, penguatan tersebut didorong pula oleh stabil dan baiknya kondisi perekonomian domestik. Dari sisi permintaan, faktor yang mendorong akselerasi perekonomian Jawa Barat adalah membaiknya konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta kenaikan investasi. Konsumsi mengalami kenaikan karena membaiknya daya beli masyarakat, akibat kenaikan penghasilan serta didukung oleh masih relatif terkendalinya inflasi. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga membaik, akibat sudah mulai direalisasikannya beberapa proyek infrastruktur. Investasi juga mengalami peningkatan, seiring prospek perekonomian yang terus bergerak ke arah yang positif. Dari sisi penawaran, kenaikan pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II-2010 merupakan faktor utama yang mendorong perekonomian Jawa Barat untuk tumbuh lebih tinggi. Sektor pertanian tumbuh meningkat, karena adanya kemunduran masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat, dari sebelumnya Februari-Maret di tahun 2009, menjadi Februari-April di tahun 2010. Sementara itu, walaupun sedikit melambat, sektor PHR masih tumbuh relatif tinggi, karena semakin tingginya volume perdagangan besar di Jawa Barat, sebagai dampak meningkatnya produksi sektor pertanian, tingginya pertumbuhan perdagangan eceran akibat membaiknya daya beli masyarakat, serta peningkatan volume perdagangan ekspor dan impor Jawa Barat. Kinerja sektor industri pengolahan juga masih tumbuh positif, seiring terus membaiknya permintaan masyarakat luar negeri terhadap hasil produksi Jawa Barat, serta meningkatnya permintaan di pasar domestik karena membaiknya daya beli masyarakat dan adanya faktor musiman untuk persiapan Lebaran. Laju inflasi Jawa Barat secara tahunan mengalami peningkatan Tekanan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga bahan makanan, akibat faktor iklim PERKEMBANGAN INFLASI Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu, yakni dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II-2010. Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Secara triwulanan, laju inflasi Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, dari 0,96% (qtq) pada triwulan I-2010 menjadi 1,49% pada periode laporan. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Curah hujan yang masih tinggi merupakan faktor utama kenaikan bumbubumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah), serta sayur-sayuran. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras. Kondisi tersebut turut mendorong kenaikan laju inflasi inti khususnya ekspektasi inflasi. Perbankan di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan PERKEMBANGAN PERBANKAN Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II-2010 (posisi Mei 2010) menunjukkan 3

RINGKASAN EKSEKUTIF peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 12,00% (yoy), didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 27,2,% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 13,79%. Di lain pihak, relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan meningkat Pencapaian penerimaan pajak diperkirakan berkisar 55-60% PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Peran keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang diperkirakan berkisar 25 35%, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan II-2009 yang sekitar 20%. Di sisi penerimaan, realisasi penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan dapat mencapai 55 60%. Pencapaian penerimaan pajak terkait dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, terutama meningkatnya penjualan kendaraan bermotor yang berdampak kepada peningkatan penerimaan dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Transaksi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat mengalami kenaikan PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Selama triwulan II-2010, transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat mengalami kenaikan, khususnya sistem pembayaran non tunai. Hal ini tercermin dari naiknya nilai maupun volume transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun BI-RTGS, di wilayah Jawa Barat. Sementara itu, net inflow di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya, karena turunnya inflow dan naiknya outflow. Kondisi-kondisi tersebut sejalan dengan semakin menggeliatnya perekonomian di Jawa Barat selama periode laporan. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan terus meningkat Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat menunjukkan perkembangan positif PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi perekonomian yang semakin membaik membuka kesempatan kerja yang lebih luas kepada masyarakat. Peningkatan permintaan di sektor-sektor dominan di Jawa Barat mendorong pelaku usaha meningkatkan kapasitas utilisasinya, sehingga mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya beberapa indikator ketenagakerjaan, seperti meningkatnya jumlah penduduk Jawa Barat yang bekerja, serta menurunnya jumlah penduduk yang menganggur, yang menjadikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Barat mengalami penurunan. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga menunjukkan perbaikan. Daya beli masyarakat diperkirakan semakin membaik, disebabkan oleh meningkatnya penghasilan masyarakat, serta didukung oleh relatif terkendalinya angka inflasi. Selain itu, tingkat kemiskinan juga menurun dibandingkan sebelumnya. Perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh semakin tinggi pada PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan semakin meningkat pada triwulan III-2010, dengan berada pada kisaran 6,9% s.d. 7,1% (yoy). Prospek positif tersebut didukung oleh kondisi perekonomian 4

RINGKASAN EKSEKUTIF triwulan III-2010 Laju inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2010 diperkirakan sekitar 7,1% (yoy) global yang semakin baik dan iklim investasi yang semakin kondusif. Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat, terdorong oleh perayaan Idul Fitri yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun 2009, karena semakin kuatnya konsumsi masyarakat. Investasi juga semakin banyak direalisasikan, baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha. Disamping itu, masuknya peak season didukung oleh semakin membaiknya perekonomian global, mendorong kinerja ekspor untuk tumbuh tinggi. Di sisi penawaran, tingginya pertumbuhan ekonomi ditopang oleh semakin membaiknya kinerja industri pengolahan, terutama industri kendaraan bermotor dan TPT, dengan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global serta perayaan Idul Fitri. Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat triwulan III-2010 diperkirakan mengalami peningkatan, dari 4,68% (yoy) menjadi 7,1%. Kenaikan laju inflasi tahunan tersebut disebabkan oleh kenaikan tarif dasar listrik serta adanya gangguan cuaca terhadap produksi padi. Sementara itu, meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat juga diperkirakan turut mendorong peningkatan inflasi triwulanan, menjadi pada kisaran 4 s.d. 4,5% (qtq). 5

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 7

8 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Penguatan perekonomian Jawa Barat terus berlanjut selama triwulan II-2010. Setelah tumbuh 6,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat kembali tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu sebesar 6,9%. Optimisme semakin membaiknya kondisi perekonomian serta prospek ke depan mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga serta investasi. Sementara itu, ekspor Jawa Barat terus menunjukkan pergerakan positif, seiring membaiknya permintaan dunia internasional yang masih menunjukkan kenaikan, akibat pemulihan ekonomi global yang masih berlanjut. Sementara itu, dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian di Jawa Barat merupakan faktor utama pendorong terjadinya akselerasi perekonomian Jawa Barat pada triwulan II- 2010. 1. SISI PERMINTAAN Meningkatnya konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta investasi, merupakan beberapa faktor yang mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-2010 (Tabel 1.1). Daya beli masyarakat yang membaik akibat peningkatan penghasilan masyarakat sebagai dampak dari meningkatnya ekspor dan volume perdagangan, termasuk produk-produk pertanian, serta didukung oleh relatif terkendalinya inflasi, mendorong konsumsi rumah tangga untuk tumbuh lebih tinggi pada periode laporan. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan seiring mulai direalisasikannya beberapa proyek infrastruktur pemerintah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Investasi juga mengalami kenaikan, seiring prospek perekonomian yang terus bergerak ke arah positif. Sementara itu, pemulihan perekonomian yang terus berlanjut mendorong kinerja ekspor produk-produk Jawa Barat mampu tumbuh positif. 8% 6% 4% 2% 0% 7,1% Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II 2008 2009 2010 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy) Komponen Penggunaan 2008 2009 2010 Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Konsumsi Rumah Tangga 8,0% 4,8% 7,8% 4,3% 7,1% 5,6% 8,0% 3,5% 2,5% 5,1% Konsumsi Pemerintah 2,9% 14,5% 11,0% 5,0% 4,5% 7,0% 3,2% 1,1% 11,4% 2,0% Pembentukan Modal Tetap Bruto 10,4% 8,5% 14,0% 7,9% 12,7% 4,4% 9,0% 0,2% 5,4% 8,8% Perubahan Inventori 2,5% 3,4% 3,1% 10,9% 18,9% 32,2% 47,0% 64,8% 32,4% 33,2% Ekspor 14,2% 10,5% 20,8% 8,4% 13,7% 13,0% 9,5% 5,3% 4,8% 0,6% Impor 5,5% 14,3% 19,8% 3,9% 8,8% 2,8% 5,8% 8,2% 2,6% 8,9% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2010 tumbuh 5,1% (yoy), meningkat bila dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tumbuh 2,5%. Beberapa sumber 9

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL utama pendorong kenaikan tersebut antara lain adalah naiknya penghasilan masyarakat yang terutama diakibatkan membaiknya ekspor, meningkatnya kondisi usaha, serta masuknya puncak panen padi di sebagian besar wilayah di Jawa Barat. Selain itu, relatif terkendalinya inflasi turut mendukung naiknya konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Faktor musiman berupa masa liburan sekolah yang diperkirakan lebih ramai dibandingkan tahun lalu, juga turut berperan dalam peningkatan konsumsi rumah tangga. Kenaikan konsumsi rumah tangga diindikasikan salah satunya oleh meningkatnya keyakinan konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen 1 di Kota Bandung meningkat dari rata-rata 92,37 pada triwulan I-2010, menjadi 99,48 pada triwulan II-2010, yang sudah mendekati nilai optimis (IKK>100) (Grafik 1.2). Dilihat dari komponennya, kenaikan pada seluruh penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini merupakan faktor utama yang mendorong kenaikan IKK tersebut, meliputi kenaikan Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Pembelian Durable Goods, serta Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi usaha yang semakin membaik berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, yang selanjutnya mendorong kenaikan Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen penghasilan masyarakat, dan naiknya 140 konsumsi rumah tangga. Sementara itu, 120 Indeks Ekspektasi juga mengalami kenaikan, 100 yaitu pada komponen Indeks Ekspektasi 80 Kondisi Perekonomian, serta Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja. Hal ini 60 menunjukkan bahwa masyarakat masih 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 tetap optimis dalam memandang 2007 2008 2009 2010 perekonomian ke depan, sehingga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) memberikan jaminan untuk melakukan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 pengeluaran untuk konsumsi pada periode Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. laporan. Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi 125 140 100 120 100 75 80 50 60 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 penghasilan ketersediaan Ekspektasi Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100 Ekspektasi Lap. Kerja Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari tingginya Indeks Penjualan Eceran 2 di Kota Bandung, yang tumbuh sekitar 12% (yoy) (Grafik 1.5). Apabila dilihat dari komoditasnya, kenaikan indeks penjualan eceran tertinggi terjadi pada kelompok makanan dan 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 2 Hasil survei penjualan Eceran, BI Bandung 10

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL minuman, yang mampu tumbuh rata-rata 38% (yoy) selama triwulan II-2010. Hal ini juga didukung oleh hasil liaison KBI Bandung terhadap produsen makanan dan minuman, yang menyatakan adanya peningkatan permintaan di pasar domestik. Disamping itu, kenaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari naiknya penggunaan listrik untuk rumah tangga, yang masih mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, dengan pertumbuhan sebesar 9% (yoy), serta tingginya pertumbuhan kredit konsumsi (24%). 180 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran % 30 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman % 400 120 140 15 300 90 100 0 200 60 100 30 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6-15 2008 2009 2010 Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 0 Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia 2008 2009 2010 Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Juta kwh 3.200 % 25% Rp Triliun 60 % 40 2.400 1.600 800 20% 15% 10% 5% 40 20 30 20 10 - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 0% 0 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 0 2008 2009 2010 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten 2007 2008 2009 2010 Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia 1.2. Investasi Membaiknya kondisi dunia usaha akibat membaiknya permintaan, terutama dari luar negeri, serta prospek positif perekonomian ke depan, memacu optimisme pelaku usaha, sehingga mendorong realisasi investasi pada triwulan II-2010. Kenaikan investasi ini tidak terlepas pula dari peran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dengan upayanya untuk terus menyederhanakan proses perizinan dan realisasi investasi, rencana perbaikan infrastruktur yang meningkatkan keyakinan pelaku usaha, serta promosi yang dilakukan oleh jajaran pimpinan daerah di tingkat Provinsi Jawa Barat ke luar negeri untuk memasarkan potensi investasi yang dimiliki Jawa Barat kepada investor luar negeri. 11

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 300 250 200 150 100 Grafik 1.9. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi % 120 90 60 30 0 Khusus untuk triwulan II-2010, realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat diperkirakan lebih dikuasai oleh investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dengan nilai sebesar Rp1,5 triliun untuk 34 buah proyek. Pencapaian tersebut merupakan 10% dari keseluruhan investasi PMDN di Indonesia, yang bernilai Rp15,2 triliun. Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta 50-30 maupun pemerintah, dilakukan dalam 0-60 bentuk bangunan maupun non bangunan. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 Kenaikan investasi bangunan dan proyek 2008 2009 2010 Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) infrastruktur di Jawa Barat diantaranya Sumber: Bank Indonesia tercermin dari meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan konstruksi, serta tingginya pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat yang tumbuh sebesar 11% (yoy). Sementara itu, kenaikan investasi pada komponen non bangunan diindikasikan dari tingginya pertumbuhan impor barang modal, yang rata-rata meningkat 85% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2009. Apabila kenaikan impor barang modal yang terjadi pada periode sebelumnya didorong oleh meningkatnya impor peralatan transportasi untuk industri, maka kenaikan impor tahun ini disebabkan karena meningkatnya kelompok komoditas barang modal di luar peralatan transportasi. Grafik 1.10. Penjualan Semen di Jawa Barat Grafik 1.11. Impor Barang Modal Ribu Ton Ribu Ton 2.000 % 40 50 250% 200% 1.600 30 150% 1.200 20 10 25 100% 50% 800 0 0% 400-10 -50% 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2007 2008 2009 2010 Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) -20 0-100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2008 2009 2010 Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia. Sumber: Bank Indonesia Kenaikan investasi juga didukung oleh hasil wawancara KBI Bandung dengan beberapa perusahaan, yang menyatakan adanya kenaikan realisasi investasi pada periode laporan. Salah satunya adalah investasi yang dilakukan oleh produsen elektronik, untuk melakukan pengembangan teknologi secara kontinyu agar dapat bersaing dengan produsen sejenis. Begitu pula dengan perusahaan yang bergerak di jasa transportasi, dimana investasi dilakukan secara ekspansif dengan menambah jumlah armada baru untuk mengantisipasi permintaan domestik yang semakin tinggi. Beberapa perusahaan lain juga melakukan investasi, berupa penggantian mesin dan sparepart. 12

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.3. Ekspor Kinerja ekspor Jawa Barat terus mengalami pertumbuhan positif pada triwulan II-2010. Kondisi ini terjadi akibat daya beli masyarakat internasional yang membaik, yang mendorong permintaan mitra dagang utama terhadap produk-produk Jawa Barat tetap tumbuh positif. Tumbuhnya permintaan ekspor ini juga didukung oleh hasil liaison KBI Bandung terhadap mayoritas perusahaan yang diwawancarai, dimana permintaan ekspor beberapa perusahaan mengalami peningkatan, terutama perusahaan yang bergerak pada sektor industri pengolahan, dengan sub sektor mesin, alat angkutan, dan peralatannya (elektronik), subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki (benang rayon dan polyester), dan sub sektor pupuk, kimia, dan barang dari karet (produk bahan kimia monomer dan polymer). Namun demikian, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan, ekspor mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu tumbuh 0,6% (yoy). Kondisi ini tercermin dari realisasi ekspor Jawa Barat, baik secara nilai maupun volume. Rata-rata nilai ekspor Jawa Barat selama triwulan II-2010 tumbuh meningkat rata-rata 24,1% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2010 yang sebesar 28,2%. Sementara dari sisi volume, terjadi perlambatan dari tumbuh 17,8% pada periode sebelumnya, menjadi tumbuh rata-rata 2,1%. Grafik 1.12. Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik 1.13. Volume Ekspor Jawa Barat USD Juta 2.250 40% Ribu Ton 900 50% 2.000 25% 1.750 20% 600 0% 1.500 0% -25% 1.250 1.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6-20% 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6-50% 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) 2008 2009 2010 Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dari keempat jenis produk ekspor unggulan Jawa Barat, hanya kendaraan yang mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2010. Nilai ekspor kendaraan tercatat tumbuh melonjak rata-rata 78,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 51,8%. Sementara itu, baik nilai maupun volume ekspor produktpt, alat telekomunikasi, serta mesin elektrik mengalami perlambatan pertumbuhan. Nilai ekspor TPT tumbuh relatif stabil di angka 21,3%, sementara volumenya melambat dari tumbuh 13,0% menjadi 7,8%. Sementara itu, untuk alat telekomunikasi, nilai ekspornya tumbuh melambat dari 39,9% menjadi 29,0%, sementara volumenya melambat dari 20,1% menjadi 14,9%. Kondisi yang sama juga terjadi pada mesin elektrik, yang nilainya tumbuh melambat dari 63,1% menjadi 44,1%, sementara volumenya tumbuh melambat dari 27,3% menjadi 15,9%. 13

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.14. Nilai dan Volume Ekspor TPT USD Juta Ribu Ton 500 100 USD Juta 400 Grafik 1.15. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Ribu Ton 15 400 90 300 300 80 10 200 70 200 100 60 100 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Volume Ekspor 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Volume Ekspor 0 Sumber: Bank Indonesia USD Juta 200 Grafik 1.16. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik Ribu Ton 25 Sumber: Bank Indonesia USD Juta 100 Grafik 1.17. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Ribu Ton 12 150 80 9 20 60 100 40 6 50 15 20 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Volume Ekspor 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Volume Ekspor 0 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari benua pembelinya, terjadi pertumbuhan positif dari realisasi ekspor selama triwulan II- 2010. Pertumbuhan yang meningkat terjadi ke benua Amerika, seiring meningkatnya daya beli masyarakat Amerika akibat pemulihan perekonomian. Sementara itu, ekspor ke negara non tradisional mengalami peningkatan, seperti ekspor ke Afrika yang melonjak 28,4% (yoy) serta Australia dan Oceania yang tumbuh 43,4%. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan permintaan ekspor dari benua Asia dan Eropa, mendorong realisasi ekspor Jawa Barat tumbuh melambat. Berdasarkan negara pembeli, kenaikan ekspor yang sangat signifikan terjadi ke Amerika Serikat, dengan pertumbuhan sebesar 25% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 20%. Hal ini terjadi seiring membaiknya perekonomian Amerika Serikat akibat proses pemulihan perekonomian global. 14

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.18. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli USD Ribu 1.200.000 900.000 600.000 300.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 Asia Amerika Eropa Australia Afrika Benua Pertumbuhan Tw.I-2010 Pertumbuhan Tw.II-2010 Afrika 16,9% 28,4% Amerika 23,7% 26,8% Asia 34,1% 28,3% Australia & Oceania 0,1% 43,4% Eropa 22,7% 4,0% 2008 2009 2010 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Berbeda dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan pada triwulan II-2010, yaitu 8,9% (yoy). Nilai tersebut jaug lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar2,6%. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi untuk memenuhi kenaikan konsumsi masyarakat, terutama menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, serta kenaikan permintaan oleh kalangan industri, seiring peningkatan kapasitas produksi yang dilakukan oleh kalangan usaha. Disamping itu, kenaikan ekspor Jawa Barat pun berpengaruh dalam mendongkrak impor, karena mayoritas produk ekspor Jawa Barat memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi. Grafik 1.19 Nilai dan Volume Impor Jawa Barat USD Juta 1.500 1.250 1.000 750 500 250 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 Sumber: Bank Indonesia 2008 2009 2010 Nilai Impor Volume Impor Ribu Ton 500 400 300 200 100 0 2. SISI PENAWARAN Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-2010 didorong oleh positifnya kinerja ketiga sektor dominannya, terutama sektor pertanian. Sektor pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2010, dikarenakan mundurnya masa panen raya padi di sebagian wilayah di Jawa Barat sekitar 30 hari, dari sebelumnya Februari-Maret di tahun 2009, menjadi Februari-April di tahun 2010. Kinerja sektor industri pengolahan juga masih tumbuh positif, seiring terus membaiknya permintaan masyarakat luar negeri terhadap hasil produksi Jawa Barat. Sementara itu, sektor PHR masih dapat tumbuh relatif tinggi, karena tingginya volume perdagangan besar di Jawa Barat, sebagai dampak meningkatnya produksi sektor pertanian dan industri pengolahan, tingginya pertumbuhan perdagangan eceran akibat membaiknya daya beli masyarakat, serta peningkatan volume perdagangan ekspor dan impor Jawa Barat. 15

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Lapangan Usaha 2008 2009 2010 Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Pertanian 34,8% 2,0% 3,5% 11,2% 2,7% 9,7% 3,3% 16,9% 3,0% 2,2% Pertambangan dan Penggalian 15,3% 15,9% 8,8% 2,4% 1,0% 4,6% 10,9% 16,1% 7,1% 5,7% Industri Pengolahan 5,5% 9,5% 10,5% 10,8% 4,3% 1,6% 1,2% 1,8% 3,2% 2,4% Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,7% 5,4% 3,7% 3,3% 4,5% 11,0% 22,6% 27,9% 17,2% 11,8% Bangunan/Konstruksi 2,1% 1,2% 13,4% 19,2% 3,9% 8,5% 2,4% 8,7% 17,0% 16,6% Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,6% 2,8% 6,1% 0,8% 6,5% 6,8% 12,4% 14,4% 17,9% 15,1% Pengangkutan dan Komunikasi 0,5% 7,0% 3,5% 0,7% 7,7% 11,1% 10,5% 11,2% 13,7% 18,0% Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,8% 3,5% 8,6% 9,9% 2,5% 4,3% 5,0% 11,8% 14,5% 10,0% Jasa jasa 1,1% 0,1% 2,4% 3,8% 2,7% 4,0% 3,4% 2,8% 3,2% 6,9% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi seiring adanya pergeseran musim tanam padi di akhir tahun 2009 silam selama 10 hingga 30 hari, sehingga masa panen yang seharusnya terkonsentrasi pada triwulan I- 2010, sebagian mundur ke bulan April 2010. Peningkatan pertumbuhan kinerja sektor pertanian di Jawa Barat diindikasikan dari meningkatnya produksi tanaman padi, baik sawah maupun ladang, selama triwulan II-2010. Pertumbuhan produksi padi tersebut mengalami peningkatan, dari turun 6,6% (yoy) pada triwulan I-2010, menjadi tumbuh meningkat 9,0% (yoy) pada triwulan II-2010. Hal ini terjadi seiring meningkatnya luas panen padi di Jawa Barat selama triwulan laporan, dengan pertumbuhan sebesar 4,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang turun 10,7%. Grafik 1.20. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ton 4.000.000 % 150% Ha 800.000 Grafik 1.21. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat % 150% 3.000.000 100% 600.000 100% 2.000.000 50% 400.000 50% 1.000.000 0% 200.000 0% - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II -50% - Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II -50% 2007 2008 2009 2010 Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) 2007 2008 2009 2010 Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Berdasarkan Angka Ramalan II yang dirilis oleh BPS Jawa Barat, luas panen padi selama subround II- 2010 cenderung tumbuh stabil, seperti triwulan I-2010, walaupun pertumbuhannya negatif. Namun demikian, penurunan luas panen tersebut diperkirakan terjadi khususnya pada bulan Juli dan Agustus 2010 (triwulan III-2010), akibat merebaknya hama Wereng Batang Cokelat (WBC) pada lahan sawah padi di Jawa Barat, sementara produksi padi selama April-Juni 2010 (triwulan II) masih dapat tumbuh positif. 16

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Hasil produksi pertanian lainnya juga diperkirakan lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Berdasarkan Angka Ramalan II, produksi jagung di Jawa Barat selama tahun 2010 meningkat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya pada Angka Ramalan I yang hanya tumbuh sebesar 1,6%. Selain dipengaruhi oleh kenaikan produktivitas, peningkatan produksi tersebut juga terjadi akibat meningkatnya Grafik 1.22. Luas Panen Padi Jawa Barat perkiraan luas panen jagung, dari Subround 0,84 sebelumnya turun 0,8% menjadi tumbuh Jan-Apr 0,86 0,84 0,64 meningkat 3,2%. Sementara itu, 2010 (Angka Ramalan II) 0,72 walaupun masih tumbuh negatif, namun 0,74 2009 (Angka Tetap) Mei-Ags 0,64 2008 (Angka Tetap) 0,76 produksi kedelai di Jawa Barat juga 2007 0,33 diperkirakan membaik, dari perkiraan Sep-Des 0,35 0,32 0,42 sebelumnya tumbuh -19,4% (yoy) 1,89 menjadi -13,3%. Peningkatan perkiraan Jan-Des 1,95 1,80 1,83 tersebut diperkirakan terjadi seiring Juta Ha membaiknya produksi hasil pertanian 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 selama triwulan II-2010. Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.2. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan masih mengalami pertumbuhan yang positif selama triwulan II-2010, seiring baiknya permintaan masyarakat, baik di pasar domestik maupun ekspor. Selain itu, prospek positif perekonomian ke depan seiring berlanjutnya proses pemulihan global serta faktor musiman berupa persiapan Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan III- 2010, mendorong pengusaha meningkatkan kapasitas produksinya selama triwulan laporan. Adapun peningkatan tersebut terjadi pada subsektor-subsektor dominan di Jawa Barat, yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta mesin, alat angkutan, dan peralatannya. Grafik 1.23. Konsumsi Listrik Industri Juta kwh 6.000 4.000 2.000 - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2008 2009 2010 Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten % 40% 30% 20% 10% 0% Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya Positifnya kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya terindikasikan dari kenaikan permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, selama triwulan II-2010. Walaupun terhadang berbagai isu negatif, seperti kenaikan Tarif Dasar Listrik, harga baja, dan pajak, namun permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor terus menunjukkan peningkatan. Terus membaiknya daya beli masyarakat serta tren penurunan tingkat suku bunga pembiayaan, didukung pula oleh aksi promosi yang dilakukan oleh dealer dan berbagai program kemudahan yang ditawarkan, mendorong peningkatan permintaan masyarakat, yang selanjutnya meningkatkan kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya. Penjualan mobil secara nasional untuk wholesale mengalami kenaikan signifikan selama triwulan II- 2010, dengan pertumbuhan sebesar 78% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 17

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL triwulan sebelumnya yang sebesar 73%. Bahkan, penjualan mobil pada bulan Juni 2010 mengalami kenaikan sebesar 15% (mtm) dibandingkan Mei 2010, dan menjadi rekor penjualan tertinggi sepanjang sejarah penjualan mobil di Indonesia. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi normal, yang biasanya mengalami penurunan penjualan, karena preferensi masyarakat untuk memberikan prioritas pada sekolah anak (memasuki masa tahun ajaran baru sekolah). Hal tersebut juga terjadi pada penjualan ritel kendaraan, yang juga mengalami kenaikan sekitar 13% (mtm) pada bulan Juni 2010. Serupa dengan mobil, penjualan motor juga mengalami peningkatan pada triwulan II-2010. Pertumbuhan penjualan selama triwulan laporan adalah sebesar 46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 35%. Penjualan kendaraan di pasar luar negeri juga mengalami kenaikan. Baik secara nilai maupun volume, ekspor kendaraan dari Jawa Barat selama triwulan II-2010 (April-Mei 2010) rata-rata tercatat tumbuh sebesar 74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang masingmasing sebesar 52% dan 44%. Adapun kenaikan permintaan tersebut terutama berasal dari negaranegara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Gambar 1.24. Penjualan Motor Nasional Gambar 1.25. Penjualan Mobil Nasional Unit Unit 2.000.000 90% 200.000 80% 60% 40% 1.000.000 30% 100.000 0% 0% 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -30% 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -40% 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo Gambar 1.26. Nilai Ekspor Kendaraan Gambar 1.27. Volume Ekspor Kendaraan USD Juta 100 yoy 100% Ribu Ton 15 yoy 75% 80 75% 50% 60 50% 25% 10 25% 0% 40 0% -25% 5-25% 20-50% -50% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5-75% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5-75% 2008 2009 2010 2008 2009 2010 Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Kenaikan permintaan juga dialami oleh PT Pindad, yang mendapatkan tawaran pesanan 32 unit panser dari Malaysia, senilai USD80 juta. Penjualan tersebut merupakan peluang bagus untuk meningkatkan produktivitas Pindad, dengan adanya kontrak tahunan dengan pemerintah untuk pengadaan panser dan alutsista (alat utama sistem senjata) lainnya, disamping peluang untuk memperluas pasar di Asia Tenggara. Prospek positif terhadap industri mesin dan alat angkutan memicu optimisme pelaku usaha pada subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya, seperti ditunjukkan oleh upaya 25 perusahaan asal Thailand yang sedang menjajaki peluang investasi untuk pembangunan pabrik suku cadang mobil dan motor di Indonesia. 18

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Industri elektronik juga menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena penjualan di pasar domestik yang diperkirakan mengalami peningkatan selama triwulan II-2010. Peningkatan tersebut didorong oleh lonjakan penjualan produk perlengkapan rumah tangga didorong oleh stabilnya harga produk elektronik akibat apresiasi nilai tukar rupiah. Sementara itu, penyelenggaraan Piala Dunia juga turut mendongkrak permintaan televisi oleh masyarakat. Berbagai prospek positif tersebut mendorong rencana LG untuk merelokasi beberapa pabriknya ke Indonesia, dimana saat ini, pabrik LG di Indonesia berlokasi di Jawa Barat. Demikian juga dengan Sharp yang berencana untukmendirikan pabrik LCD di Jawa Barat, dengan nilai investasi sekitar Rp50 miliar. Perkiraan tersebut didukung oleh liaison KBI Bandung terhadap salah satu perusahaan PMA yang bergerak di industri elektronik, yang menyatakan adanya peningkatan penjualan ekspor diatas normal yang antara lain ditujukan ke negara di ASEAN, Timur Tengah, Afrika, Australia, Rusia, China, Jepang, Israel, dan Korea. Peningkatan tersebut antara lain dikarenakan tren TV LCD di masyarakat, sehingga permintaan terhadap TV LCD meningkat tajam, baik di pasar internasional maupun domestik. Selain itu, perusahaan secara kontinyu berinovasi menghasilkan produk dengan teknologi baru, melakukan strategi pemasaran secara aktif langsung ke konsumen, dan gencar mencari negara-negara tujuan ekspor yang potensial. Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di Jawa Barat masih bergerak dalam arah yang positif. Kondisi ini tercermin dari tren meningkatnya Indeks Produksi Tekstil di Jawa Barat sejak Februari hingga April 2010 (Gambar 1.30). Sementara itu, walaupun terhadang oleh Grafik 1.28 Indeks Produksi Tekstil serbuan produk garmen impor China, 120 penjualan di pasar domestik masih relatif stabil dan meningkat sebagai upaya persiapan menghadapi kenaikan permintaan dalam 100 rangka perayaan Idul Fitri. Hal ini terjadi pada produk berkualitas tinggi, karena memiliki karakteristik produk yang berbeda dengan 80 produk China. Adapun subsektor pemintalan merupakan industri TPT yang mengalami peningkatan signifikan. Hal ini terjadi karena 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 adanya kebebasan dari pelaku usaha untuk 2008 2009 2010 memilih bahan baku (kapas) dari berbagai Sumber: Bank Indonesia negara, dengan harga dan kualitas sesuai kebutuhan produk. Diperkirakan, investasi pun akan meningkat pada industri pemintalan di tahun 2010 ini. Walaupun mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II-2010, optimisme pada subsektor tesktil tetap tumbuh. Hal ini salah satunya tercermin dari relokasi pabrik salah satu perusahaan garmen asal Korea Selatan ke Purwakarta, Jawa Barat. Berdasarkan rencana, perusahaan tersebut akan membangun kompleks pabrik garmen terintegrasi dari hulu ke hilir dengan kebutuhan lahan minimal 30 hektar, dan diperkirakan dapat menyerap hingga 20 ribu tenaga kerja. Sementara itu, beberapa perusahaan China sudah merencanakan untuk merelokasi pabrik TPT ke Indonesia, khususnya Jawa Barat. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membidik Kabupaten Majalengka sebagai alternatif area relokasi industri tekstil. Jawa Barat dipilih karena sistem industri terpadu dari hulu ke hilir yang telah berjalan di Jawa Barat, selain kedekatan lokasi dengan DKI Jakarta. Relokasi tersebut dilakukan Cina karena pabrik di Cina telah mengalami over kapasitas. Relokasi tersebut diperkirakan dapat menyerap hingga 200.000 tenaga kerja, dengan investasi ratarata Rp50 miliar per pabrik untuk menyiapkan permesinan. Untuk mendukung relokasi tersebut, 19

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Pemeritah diharapkan menyiapkan infrastruktur jalan tol, jaminan pasokan listrik, ketersediaan air bersih, koneksi internet, serta akses sambungan jalan. Di sisi lain, berdasarkan informasi dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat, ACFTA sudah berubah dari awalnya merupakan hal yang menakutkan menjadi peluang besar bagi industri tekstil. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya industri tekstil di China telah masuk dalam kategori sunset industry dan memasuki masa jenuh, karena biaya upah dan energi yang sangat mahal di China (upah buruh di Indonesia merupakan yang paling rendah diantara pesaingnya di ASEAN, seperti China, Thailand, dan Filipina). Oleh karena itu, industri TPT lokal pada dasarnya dapat mengambil peluang untuk memperluas pasar ekspornya dengan implementasi ACFTA ini. Selain itu, sebagai upaya antisipasi, saat ini API selalu melakukan pemantauan terhadap harga dan aktivitas ekspor-impor produk TPT, dan segera akan mengajukan permohonan safeguard apabila hasil pemantauan mulai menunjukkan keadaan yang membahayakan. Terkait dengan ACFTA, Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (APRINDO) Jabar menyatakan bahwa dari sisi pedagang, tidak tampak adanya lonjakan permintaan konsumen terhadap produk garmen China, dimana produk lokal masih menjadi pemenang dalam pasar domestik. Hal ini disebabkan oleh preferensi konsumen untuk produk lokal, yang memiliki kualitas jauh di atas produk garmen China, yang sangat mudah rusak. Industri alas kaki di Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang relatif baik. Prospek positif terhadap perkembangan industri alas kaki mendorong maraknya rencana relokasi prinsipal luar negeri untuk mendirikan pabrik di Jawa Barat, serta meningkatkan investasinya di Jawa Barat. Pelaku UMKM di industri alas kaki juga menunjukkan peningkatan kinerja, bagi yang mampu memberikan karakteristik unik pada produknya, seperti industri sandal dengan motif kartun di Cirebon, dengan penjualan yang mampu meningkat sekitar 100%. Namun demikian, penurunan penjualan juga tetap terjadi pada pelaku UMKM yang tidak mampu memberikan keunikan pada produknya, karena kalah bersaing dengan produk alas kaki China. Sementara itu, penjualan sepatu non sport, baik ekspor maupun domestik masih relatif stabil dan sedang memasuki periode puncak, memasuki musim liburan sekolah dan menjelang Lebaran. Bahkan, permintaan bisa mengalami peningkatan hingga 100%. Tingginya kualitas produk sepatu Jawa Barat disertai dengan merek terkenal, pasar yang sudah terbentuk di luar negeri, serta harga yang bervariasi, menjadikan daya saing produk lokal Jawa Barat relatif tinggi dibandingkan produk China. Kondisi ini juga berlaku untuk pelaku usaha UMKM, karena perusahaan-perusahaan dengan merk-merk ternama tersebut menggunakan jasa berbagai pelaku UMKM untuk memproduksi sepatu sesuai pesanan. Oleh karena itu, kekhawatiran terhadap implementasi ACFTA secara umum terlalu berlebihan. Pesanan sepatu sejumlah prinsipal besar, khususnya sepatu sport, ke perusahaan lokal di Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Selain ke pasar ekspor utama, peningkatan juga terjadi untuk pasar non tradisional, seperti Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Dalam upaya mendukung daya saing industri alas kaki nasional, Pemerintah Pusat memberikan bantuan dana untuk restrukturisasi mesin industri alas kaki dan penyamakan kulit, dengan total Rp34,25 miliar. Adapun bantuan diberikan tunai dengan pola cash back sebesar 10-25% dari harga mesin (10-15% untuk industri menengah, dan 20-25% untuk industri kecil), dan dengan pola reimbursement. Menghadapi prospek positif di depan, investasi di industri alas kaki juga terus meningkat, khususnya untuk sepatu sport. Investasi terutama dilakukan berupa perluasan pabrik maupun pembelian mesin baru di Sukabumi dan Sumedang. Investasi dari China juga diperkirakan masuk di tahun 2010 ini, dikarenakan ketersediaan tenaga kerja yang besar, dengan upah yang relatif rendah. Selain itu, beberapa prinsipal merek sepatu terkenal yang berasal dari Vietnam juga berencana merelokasi pabriknya ke Indonesia, dikarenakan Indonesia memiliki keunggulan dari sisi biaya tenaga kerja, serta didukung oleh situasi politik dan ekonomi yang terus kondusif. Dengan relokasi tersebut, Indonesia berpotensi menggeser Vietnam sebagai basis produksi sepatu terbesar kedua di dunia. 20

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sebagai catatan, salah satu hal yang menghambat proses produksi alas kaki di Jawa Barat adalah ketentuan karantina untuk impor bahan baku alas kaki, khususnya kulit. Berdasarkan ketentuan dari Kementerian Pertanian, impor kulit lembaran (yang telah diproduksi, bukan bahan kulit mentah), wajib melalui proses karantina. Ketentuan ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah masuknya penyakit ke Indonesia, namun ketentuan tersebut dirasakan perlu dikaji ulang, karena kulit lembaran sudah melalui proses produksi yang mematikan seluruh virus/bibit penyakit. Proses karantina ini mengakibatkan panjangnya waktu yang dibutuhkan pelaku usaha alas kaki untuk mendapatkan bahan baku. Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Berdasarkan hasil liaison terhadap dua perusaan makanan minuman terbesar di Jawa Barat, peningkatan permintaan di pasar domestik mendukung baiknya kinerja industri makanan dan minuman di Jawa Barat. Melihat prospek yang baik di depan serta kapasitas produksi yang sudah mencapai 90%, salah satu perusahaan merencanakan untuk menambah investasi dengan pendirian pabrik baru di Jawa Timur pada tahun 2010. Selain daya beli masyarakat yang meningkat, kenaikan permintaan juga dipengaruhi oleh strategi pemasaran yang agresif, yang dilakukan oleh perusahaan. 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan II-2010, walaupun sedikit melambat. Tingginya pertumbuhan sektor PHR ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong konsumsi rumah tangga serta perdagangan ritel, meningkatnya volume perdagangan besar akibat aktivitas ekspor impor Jawa Barat serta kenaikan produksi komoditas di sektor pertanian dan industri pengolahan di Jawa Barat. Baiknya kinerja sektor PHR salah satunya tercermin dari peningkatan Indeks Pembelian Durable Goods 3 dari rata-rata sebesar 54,6 selama triwulan I-2010 menjadi 75,2 selama triwulan II-2010 (Grafik 1.3). Selain itu, indikasi lainnya adalah tingginya Indeks Penjualan Eceran 4 di Kota Bandung, yang tumbuh sebesar 12% (yoy) (Grafik 1.5). Selain itu, aktivitas perdagangan juga terlihat dari arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon, yang mengalami peningkatan signifikan. Kenaikan tersebut dipicu pula oleh kenaikan aktivitas bongkar komoditas gypsum (bahan baku semen), seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi Indocement. Namun demikian, walaupun tumbuh tinggi, kinerja sektor PHR yang mengalami sedikit perlambatan terindikasikan dari melambatnya pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran, dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. 2000 1000 Ribu ton 0 Grafik 1.29. Arus Bongkat Muat di Pelabuhan Cirebon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 Sumber: PT Pelindo II 2009 2010 3 Hasil Survei Konsumen, BI Bandung 4 Hasil Survei Penjualan Eceran, BI Bandung 21

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tingkat Hunian Kamar Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat 2008 2009 2010 Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Hotel Bintang 42.31 41.40 40.03 40.45 43.65 43.10 46.93 49.67 48.16 48.71 10.3% 13.0% Hotel Non Bintang Hotel Bintang & Non Bintang 24.54 25.24 25.18 27.13 24.96 28.08 27.40 32.35 31.65 33.60 26.8% 19.6% 36.01 31.22 32.84 33.87 35.23 36.75 37.33 42.75 42.85 45.50 21.6% 23.8% Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan Grafik 1.30. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik 1.31. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat 12000 10000 orang Singapura 8% Lainnya 5% Eropa 1% 8000 6000 4000 2000 0 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2008 2009 2010 Sumber: BPS Provinsi Jabar Husein Sastranegara Muarajati Total Sumber: BPS Provinsi Jabar Malaysia 86% Sementara itu, subsektor hotel diperkirakan mengalami kenaikan, yang diindikasikan oleh meningkatnya Tingkat Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan II-2010 (Tabel 1.4). Secara rata-rata, THK hotel di Jawa Barat selama triwulan II-2010 adalah sebesar 45,5, atau merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa industri perhotelan di Jawa Barat masih terus berkembang dan dicari oleh masyarakat, di tengah masih gencarnya pembangunan hotel-hotel baru di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Kondisi tersebut diperkirakan terjadi karena semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Jawa Barat, dengan segala daya tarik wisata yang dimiliki, sebagaimana terlihat dari kenaikan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat, terutama dari Bandara Husein Sastranegara (Grafik 1.32). Dilihat dari asalnya, kenaikan jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa 86% dari seluruh wisman, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan I-2010 yang sebesar 84%. 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan kinerja pada triwulan II-2010. Pertumbuhan selama triwulan II-2010 untuk sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sebesar 18,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 13,7%. Hal ini terjadi seiring membaiknya indikator-indikator pada subsektor pengangkutan, seperti jumlah kendaraan yang melalui 12 gerbang tol di Jawa Barat. Jumlah kendaraan yang melalui jalan tol di Jawa Barat tumbuh meningkat, yaitu dengan pertumbuhan rata-rata 6,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 6,4%. Selain itu, penyaluran kredit perbankan Jawa Barat ke sektor tersebut juga menunjukkan pergerakan yang positif, dimana kredit tumbuh sebesar 88,5% (yoy) selama triwulan II-2010 (posisi Mei 2010), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 88,4%. 22

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi Rp Triliun 6 % 450 4 300 2 150 0 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 0 2007 2008 2009 2010 Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Pelindo II Gerbang Tol Tabel 1.5. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Tw.II-09 Tw.II-10 Pertumbuhan (yoy) Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang 416.584 398.591 456.341 443.655 9,5% 11,3% Jatiluhur 322.334 328.424 346.922 352.207 7,6% 7,2% Padalarang Barat 1.847.581 2.034.186 2.044.990 2.270.940 10,7% 11,6% Padalarang 1.557.871 1.427.225 1.660.561 1.510.487 6,6% 5,8% Baros 1 500.029 753.830 515.612 820.423 3,1% 8,8% Baros 2 757.301 529.006 800.768 534.323 5,7% 1,0% Pasteur 2.501.639 2.447.935 2.644.820 2.609.555 5,7% 6,6% Pasir Koja 1.438.255 1.172.394 1.443.382 1.215.166 0,4% 3,6% Kopo 1.038.842 1.085.514 1.104.961 1.145.765 6,4% 5,6% M Toha 838.023 900.880 886.157 963.813 5,7% 7,0% Buah Batu 1.212.982 1.323.949 1.305.289 1.419.204 7,6% 7,2% Cileunyi 1.791.962 1.809.661 1.937.440 1.947.169 8,1% 7,6% TOTAL 14.223.403 14.211.595 15.147.243 15.232.707 6,5% 7,2% Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Sementara itu, angkutan rel di Jawa Barat, menunjukkan pertumbuhan positif, diindikasikan dari jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Jawa Barat. Demikian juga halnya dengan angkutan udara, yang masih mampu tumbuh diatas 50% (yoy) selama triwulan II-2010 ini. Tabel 1.6. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Kelas 2008 2009 2010 Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Eksekutif 0,23 0,30 0,33 0,32 0,28 0,32 0,34 0,34 0,28 0,30 2,15% -8,71% Bisnis 0,20 0,26 0,33 0,32 0,27 0,29 0,35 0,31 0,28 0,29 5,24% -0,93% Ekonomi 0,37 0,41 0,46 0,49 0,41 0,48 0,53 0,49 0,47 0,54 14,31% 11,28% Lokal Bisnis 0,26 0,28 0,33 0,33 0,36 0,40 0,47 0,42 0,41 0,43 12,39% 7,80% Lokal Ekonomi 1,74 1,88 2,01 2,23 1,94 2,23 2,45 2,25 2,29 2,31 18,42% 3,57% Total 2,80 3,12 3,45 3,69 3,25 3,72 4,13 3,81 3,73 3,86 14,77% 3,60% Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon 23

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.33. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara orang 200.000 125% 150.000 100.000 50.000 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 100% 75% 50% 25% 0% -25% 2008 2009 2010 Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Persero Angkasa Pura II 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor bangunan/konstruksi tumbuh tinggi dan relatif stabil pada triwulan II-2010. Hal ini terjadi seiring maraknya proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, serta realisasi investasi berupa pendirian pabrik baru maupun perluasan pabrik yang dilakukan oleh kalangan industri. Rp Triliun 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi % 50 40 30 20 10 0,00 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 0 2007 2008 2009 2010 Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Beberapa indikasi tingginya pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi antara lain adalah tumbuh tingginya angka penjualan semen di Jawa Barat, serta posisi kredit perbankan Jawa Barat ke sektor konstruksi. Penjualan semen di Jawa Barat selama triwulan II-2010 tumbuh sebesar 11% (yoy), sementara penyaluran kredit perbankan ke sektor dimaksud tumbuh sebesar 25% (yoy). Selain itu, posisi kredit kepemilikan bangunan, seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari sebelumnya tumbuh 14,9% (yoy) menjadi 18,3%. Sama halnya juga dengan kredit kepemilikan ruko dan rukan yang tumbuh membaik, dari -44,0% (yoy) menjadi -40,1%. 24

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.35. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) Grafik 1.36. Posisi Kredit Kepemilikan Ruko dan Rukan Rp Juta 18.000.000 % 50 Rp Juta 500.000 % 75 40 400.000 50 12.000.000 30 300.000 25 6.000.000 20 200.000 0 10 100.000-25 0 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 0 0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -50 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 Posisi Kredit KPR & KPA Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Posisi Kredit Ruko & Rukan Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 2.6. Sektor Lainnya Setelah tumbuh relatif tinggi pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami perlambatan pada triwulan II-2010. Hal ini diindikasikan salah satunya oleh melambatnya pertumbuhan pemakaian listrik di Jawa Barat, baik oleh konsumen rumah tangga maupun konsumen industri (Tabel 1.7). Selain itu, perlambatan juga tercermin dari penurunan posisi kredit perbankan Jawa Barat yang disalurkan ke sektor listrik, gas, dan air bersih, yang tumbuh negatif sekitar -69% (yoy). Grafik 1.37. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Rp Triliun 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 2007 2008 2009 2010 Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung % 500 400 300 200 100 0-100 Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) Penggunaan 2008 2009 2010 Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-10 (yoy) Tw.II-10 (yoy) Rumah Tangga 2,383 2,419 2,513 2,611 2,682 2,903 3,000 3,058 2,995 3,160 12% 9% Industri 3,623 3,807 3,918 4,083 4,202 4,794 5,169 4,977 5,282 5,598 26% 17% Total 6,006 6,226 6,431 6,694 6,884 7,697 8,170 8,035 8,276 8,757 20% 14% Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Sektor jasa-jasa tumbuh meningkat, yaitu dari sebesar 3,2% (yoy) pada triwulan I-2010, menjadi 6,9% pada triwulan II-2010. Membaiknya kinerja sektor jasa-jasa ini tidak terlepas dari meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya, khususnya sektor, industri pengolahan, yang kemudian membutuhkan dukungan dari sektor jasa-jasa dalam hal proses produksi dan distribusinya. 25

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 1 DAMPAK ACFTA TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI JAWA BARAT Pendahuluan Implementasi ACFTA yang sudah berlangsung selama 6 bulan (terhitung sejak 1 Januari 2010) diperkirakan sudah dapat dirasakan oleh para pelaku ekonomi. Konsekuensi dari adanya perjanjian tersebut adalah pembukaan pasar dalam negeri secara luas untuk dapat dimasuki barang-barang industri dari negara-negara yang mengikuti perjanjian tersebut. Namun di sisi lain, ACFTA memberikan dampak positif berupa peningkatan ekspor ke China maupun negera-negara lain, serta peluang menarik investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat, selain menguntungkan konsumen dengan makin beragamnya pilihn barang. Untuk lebih mengetahui dampak dari ACFTA terhadap kinerja industri di Jawa Barat, Bank Indonesia Bandung melakukan survei terhadap Kinerja Industri TPT di Jawa Barat terhadap 100 perusahaan TPT di Jawa Barat. Adapun mayoritas perusahaan beroperasi di Kota/Kab. Bandung (48 responden), disamping Kab. Bogor (12), Kota Bekasi (10), Kota Cimahi (10), Kab. Karawang (9), Kab. Sumedang (5), Kab. Purwakarta (3), dan Kab. Subang (3), dengan mayoritas omzet diatas Rp4 miliar (skala besar). Persepsi terhadap ACFTA Seluruh responden mengetahui dan memiliki informasi yang cukup lengkap mengenai ACFTA, terutama dari berbagai media massa. Grafik 1. Masuknya Produk China di Pasar Mayoritas responden cenderung menolak Domestik implementasi ACFTA akibat kekhawatiran 60% responden, namun terdapat 32% responden yang mendukung implementasi ACFTA ini. Namun demikian, sebagian 50% 40% besar perusahaan dengan orientasi ekspor mendukung adanya ACFTA, terutama 30% produsen pakaian jadi, dengan alasan 20% utama agar pasar semakin luas serta pembebasan bea cukai. 10% Terkait peredaran produk China di pasar domestik, responden memang merasakan adanya peningkatan keberadaan produk China di tengah masyarakat. Namun demikian, hal ini sudah dirasakan sebelum implementasi ACFTA (> 6 bulan yang lalu). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peningkatan keberadaan produk China di pasar domestik pasca implementasi ACFTA, tidak terlalu signifikan. 0% 1-6 bulan yang lalu 7-12 bulan yang lalu 1-2 tahun yang lalu > 2 tahun yang lalu Dampak ACFTA terhadap Industri TPT Jawa Barat Dampak yang dirasakan oleh responden hampir berimbang, antara merugikan (54% responden) maupun menguntungkan/tidak berdampak (46% responden). Apabila dilihat dari kategori usahanya, dampak yang paling terasa adalah pada industri alas kaki, sementara industri pakaian jadi masih belum terlalu merasakan dampaknya. Sementara itu, mayoritas (85% responden) pelaku yang 26

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL berorientasi ekspor relatif tidak merasakan dampak dari implementasi ACFTA. Alasan utama responde merasakan dampak merugikan dari ACFTA adalah permintaan di pasar domestik yang berkurang akibat konsumen lebih memilih produk China yang lebih murah, serta produk lokal yang menjadi kalah bersaing dibandingkan produk China. Di sisi lain, dampak menguntungkan dirasakan karena omzet dan keuntungan yang tetap stabil, banyaknya pesanan dari perusahaan garmen China di Indonesia, serta mendorong perusahaan menjadi lebih inovatif dan kreatif dalam bersaing. Sementara itu, banyak responden yang tidak merasakan dampak ACFTA karena tujuan pasar utama adalah Eropa dan AS, yang masih mesrespons dengan baik. Grafik 2. Dampak ACFTA (% Responden) Merugik an; 54% Mengun tungkan; 3% Tidak Berdamp ak; 43% 100% 50% 0% 58% 42% 8% 4% 8% 85% 63% 34% 100% 50% 4% 3% 0% 33% 67% 80% 65% 0% Domestik Ekspor Domestik & Ekspor 0% 29% 20% Tekstil Pakaian Jadi Alas Kaki Pengaruh masuknya barang dari ASEAN dan China terhadap kinerja perusahaan mayoritas masih dirasakan relatif stabil, kecuali untuk indikator omzet dan laba. Penurunan ini diperkirakan terjadi karena perusahaan melakukan penurunan harga jual, maupun melakukan efisiensi terhadap kegiatan operasional perusahaan. Grafik 3. Pengaruh Masuknya Barang dari ASEAN-China terhadap Indikator Kinerja Perusahaan (% Responden) 100% 4% 2% 0% 4% 3% 2% 51% 51% 43% 46% 37% 46% 50% Naik Turun 45% 47% 57% 50% 60% 52% Stabil 0% Omzet Laba Arus Kas Produksi Persediaan Kapasitas Terpakai Dampak terhadap Kondisi Keuangan dan Pinjaman Perbankan Kekhawatiran responden terhadap ACFTA mendorong perusahaan untuk semakin mengetatkan keuangan perusahaan (dinyatakan oleh 60% responden). Namun demikian, mayoritas responden tidak menemui kesulitan dalam melakukan pembayaran pinjaman kepada perbankan. Adapun perusahaan yang mengakui adanya kesulitan membayar pinjaman, sudah dirasakan sebelum implementasi ACFTA (>6 bulan yang lalu), yang mayoritas dialami oleh pelaku industri tekstil yang berorientasi domestik & ekspor. Hal ini diperkirakan merupakan dampak dari penurunan kinerja industri TPT akibat krisis keuangan global yang berimbas terhadap industri TPT lokal sejak akhir 27

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL tahun 2008. Ketika menghadapi kesulitan dalam membayar pinjaman, responden mengharapkan adanya penurunan suku bunga serta restrukturisasi kredit yang diberikan oleh perbankan. Salah satu hal positif yang terjadi saat ini adalah semakin mudahnya akses pinjaman yang diberikan oleh perbankan kepada para responden, yang diperkirakan terjadi akibat membaiknya kondisi perekonomian domestik saat ini. Grafik 4. Kesulitan Membayar Pinjaman Perbankan serta Solusinya (% Responden) 70% 60% 58% 70% 60% 61% 50% 50% 45% Ya, 48.10 % Tidak, 51.90% 40% 30% 29% 40% 30% 20% 10% 0% 11% 1-6 bulan yang lalu 7-12 bulan yang lalu 1-2 tahun yang lalu 3% > 2 tahun yang lalu 20% 10% 0% Penurunan suku bunga Restrukturisasi kredit 4% Pindah ke bank lain 3% Lainnya Respons dan Ekspektasi Dalam menghadapi persaingan dalam ACFTA, strategi utama yang dilakukan oleh responden adalah melakukan penyesuaian harga (dinyatakan oleh 65% responden), serta melakukan perubahan strategi pemasaran (50% responden). Perubahan pemasaran yang dilakukan oleh responden adalah dengan dengan memasok ke perusahaan lain, melakukan ekspor langsung ke luar negeri, serta memasok langsung ke konsumen. Grafik 5. Optimisme Menghadapi ACFTA (% Responden) Sangat Optimis, 5% Kurang Optimis, 13% 80% 70% 60% 50% 71% 40% Optimis, 82% 30% 20% 10% 0% Pasar produk semakin luas 24% Kebijakan pemerintah yang kondusif 21% Pendapatan masyarakat masih besar 18% Kurs yang stabil 12% Akses pembiayaan yang diperluas 5% 3% Suku bunga kredit cenderung turun Kualitas produk mampu bersaing Namun demikian, di tengah kekhawatiran akan dampak ACFTA ke depan, mayoritas perusahaan masih merasakan optimisme yang cukup tinggi terhadap implementasi ACFTA (82% responden menyatakan optimis, sementara 5% responden manyatakan sangat optimis ), dan memperkirakan omzet mereka akan relatif stabil pasca ACFTA (dinyatakan oleh 73% responden). Hal ini dikarenakan pasar produk dirasakan semakin luas, kebijakan pemerintah yang masih dinilai kondusif, serta pendapatan masyarakat yang masih cukup besar. Optimisme tersebut tercermin dari investasi yang telah direncanakan oleh sekitar 25% responden, yang akan dilakukan selama 6 bulan sampai 1 tahun ke depan. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, 28% responden akan menambah pinjaman, terutama dari perbankan. 28

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Optimisme dan usaha yang dilakukan oleh perusahaan tetap memerlukan dukungan dari pihakpihak terkait, khususnya dari Pemerintah selaku regulator. Kebijakan-kebijakan yang diharapkan dari para pelaku usaha antara lain adalah berupa pelonggaran kebijakan perdagangan, mempermudah akses terhadap pembiayaan perbankan, sosialisasi kepada pelaku usaha maupun asosiasi, memfasilitasi pelatihan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan, memfasilitasi kegiatan promosi di dalam maupun luar negeri, menjamin kepastian kontinuitas pasokan energi (terutama listrik), serta melakukan pembangunan infrastruktur (seperti jalan tol, kereta api, dll). Grafik 6. Kebijakan Pemerintah yang Diharapkan Lainnya Kemudahan birokrasi (prosedur ekspor impor, perizinan, dll) Kemudahan mendapatkan SNI & izin lainnya Menambah jumlah skim kredit bersubsidi Membangun infrastruktur Kepastian kontinuitas pasokan energi (listrik & gas) Meningkatkan kegiatan promosi dalam & luar negeri Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis produksi & pemasaran Sosialisasi Mempermudah akses terhadap kredit perbankan Pelonggaran kebijakan perdagangan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Penutup Dampak ACFTA memang telah dirasakan oleh para pelaku yang bergerak di industri TPT di Jawa Barat. Namun demikian, beberapa indikator perusahaan masih dirasakan cukup stabil, serta pelaku usaha masih merasakan optimisme yang cukup tinggi dalam memandang prospek kinerja perusahaan ke depan. Untuk itu, pelaku usaha tetap memerlukan dukungan dari pihak-pihak terkait, khususnya dari pemerintah baik pusat maupun daerah, dalam menunjang kegiatan operasional yang dilakukan. 29

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 2 ASEAN FEDERATION OF TEXTILE INDUSTRIES (AFTEX) Pendahuluan Industri TPT di negara-negara ASEAN bergabung dalam program AFTEX (ASEAN Federation of Textile Industries). Perkumpulan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri TPT di wilayah Asia Tenggara, khususnya dalam menghadapi tantangan perdagangan bebas, serta memanfaatkan peluang terbukanya pasar yang semakin luas. Kegiatan AFTEX Program yang dilakukan oleh AFTEX terdiri dari 2 kegiatan besar, yaitu: 1. Source ASEAN Full Service Alliance (SAFSA), yaitu suatu program berjangka waktu 3 tahun yang didesain untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memajukan kawasan ASEAN sebagai full service supplier untuk produk TPT berkualitas tinggi. Dengan adanya SAFSA, diharapkan tercipta integrasi untuk seluruh industri TPT di ASEAN, yang menghasilkan produk berkualitas tinggi, lead time yang lebih pendek, serta harga yang lebih kompetitif, atau dapat disebut Virtual Vertical Factory (VVF). Salah satu contoh VVF adalah produksi kain denim oleh Indonesia, yang kemudian dijadikan produk garmen oleh Vietnam, untuk selanjutnya diekspor kembali. Hal ini meningkatkan penetrasi produk TPT Indonesia ke pasar Eropa dan Jepang, karena beberapa kawasan Eropa memprioritaskan pembelian produk garmen dari negara-negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) sebagai under developing countries di ASEAN, serta pembebasan bea masuk untuk produk TPT Vietnam ke Jepang. Dengan SAFSA ini, industri TPT bergerak dari product supplier menjadi service provider. Gambar 1. Ilustrasi Virtual Vertical Factory Textile Mill Garment Factory Virtual Factory 2. Peningkatan kualitas SDM, yaitu upaya meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, melalui: a) Training of Trainers, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan trainer dalam mengembangkan kompetensi tenaga kerja, dan pernah dilakukan di Subang dan Sukabumi (untuk wilayah Indonesia) b) ASEAN Common Competency Program (ACCP), dengan tujuan untuk menciptakan dan meningkatkan standard kompetensi SDM di seluruh anggota AFTEX, meliputi operator, mekanik, supervisor, merchandiser, dan pattern maker. c) Sertifikasi ACCP, bagi tenaga kerja yang mengikuti ACCP d) Expert exchange, untuk saling mentransfer para ahli di industri TPT diantara anggota AFTEX 30

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 31

32 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan II-2010 meningkat cukup tinggi dibandingkan periode lalu. Secara tahunan laju inflasi meningkat dari 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,68% (yoy) pada triwulan II-2010. Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05%. Secara triwulanan, laju inflasi Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, dari 0,96% (qtq) pada triwulan I-2010 menjadi 1,49% pada periode laporan. Tekanan inflasi pada periode laporan terutama berasal dari kenaikan harga beberapa bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Curah hujan yang masih tinggi merupakan faktor utama kenaikan bumbu-bumbuan (seperti cabe merah dan bawang merah), serta sayur-sayuran. Sementara itu, terbatasnya produksi seiring dengan masih berlangsungnya musim tanam padi mendorong pula kenaikan harga beras. Hal ini turut mendorong kenaikan laju inflasi inti khususnya ekspektasi inflasi. Selain itu, tekanan eksternal turut meningkat terutama yang berasal dari kenaikan harga emas di pasar internasional. 1. Perkembangan Inflasi Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat meningkat yakni dari 2,99% (yoy) pada triwulan I- 2010 menjadi 4,68% pada triwulan II-2010 (Grafik 2.1). Kenaikan laju inflasi antara lain disebabkan oleh gangguan cuaca, yakni curah hujan yang tinggi sehingga produksi beberapa komoditas bahan pangan terserang hama dan hasil panen mudah busuk, serta berkurangnya pasokan impor. Selain itu, krisis Yunani meningkatkan preferensi investor terhadap emas sehingga harga emas di pasar internasional naik pada periode laporan. Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional % (yoy) % (qtq) 6 Jabar Nasional 5,05 3 Jabar Nasional 4 2 0 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2010 Sumber: BPS Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007. 4,68 2 1 0 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2010 Sumber: BPS Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007. 1,49 1,41 Kenaikan laju inflasi juga terjadi secara triwulanan yakni dari 0,96% (qtq) menjadi 1,04% pada periode laporan (Grafik 2.2). Berbeda halnya dengan pola musiman tahun-tahun sebelumnya yang menurun, pada periode laporan, inflasi secara triwulanan mengalami peningkatan. Iklim kemarau yang relatif basah di Jawa Barat menyebabkan tingginya intensitas serangan hama dan menyebabkan hasil panen bahan pangan relatif cepat membusuk. Selain itu, Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0 % (mtm) 4567891011121234567891011121 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Jabar Nasional 33

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH pasokan bawang putih impor dari Cina berkurang sehingga meningkatkan harga bawang putih. Sementara, harga emas perhiasan di Jawa Barat meningkat sejalan dengan kenaikan harga emas di pasar internasional. Secara bulanan, laju inflasi Jawa Barat menunjukkan tren kenaikan selama triwulan II-2010 (Grafik 2.3). Harga bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran meningkat secara bertahap sejak bulan April hingga Juni 2010. Selain itu, harga beras yang pada awal periode laporan masih mengalami penurunan, pada bulan Juni mengalami kenaikan, sehingga mendorong kenaikan harga pada kelompok makanan jadi. Hal ini menyebabkan kenaikan laju inflasi bulanan selama triwulan II-2010, yakni masing-masing 0,2% (mtm) pada bulan April 2010, 0,25% Mei 2010, dan 1,04% Juni 2010. 1.1. Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan kelompok barang dan jasanya, kenaikan laju inflasi kelompok bahan makanan dan sandang merupakan faktor utama meningkatnya tekanan inflasi pada periode laporan (Tabel 2.1). Angka inflasi kelompok bahan makanan naik cukup tinggi dari 3,42% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 9,67% pada periode laporan. Meningkatnya harga bahan baku, yakni bahan pangan menyebabkan laju inflasi subkelompok makanan jadi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Sementara, laju inflasi kelompok sandang meningkat dari 1,32% menjadi 4,34%. Kenaikan laju inflasi tersebut mendorong kenaikan andil inflasi pada masing-masing kelompok, sehingga laju inflasi tahunan Jawa Barat naik cukup tinggi pada periode laporan. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 2010 Andil Kelompok No. Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bahan makanan 5,96 6,22 4,10 3,42 9,67 0,83 2,26 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 7,71 4,95 6,66 6,52 7,05 1,19 1,29 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 3,59 0,45 1,06 1,75 1,82 0,41 0,43 4 Sandang 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 0,05 0,19 5 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 0,11 0,10 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 6,22 4,94 3,61 3,80 3,79 0,27 0,27 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -7,03-8,34-5,74 0,53 0,38 0,08 0,06 Umum 3.13 1,87 2,02 2,99 4,68 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. a. Kelompok Bahan Makanan Inflasi subkelompok padi-padian adalah yang tertinggi sehingga memberikan andil inflasi yang cukup besar pada inflasi kelompok bahan makanan (Grafik 2.4). Selain subkelompok padi-padian, inflasi subkelompok bumbu-bumbuan khususnya komoditas cabe merah, bawang merah, dan bawang putih; subkelompok daging-dagingan khususnya daging ayam ras; serta, subkelompok buahbuahan meningkat drastis. Namun demikian, laju deflasi subkelompok sayur-sayuran, ikan segar, serta lemak dan minyak masih dapat menahan kenaikan laju inflasi pada kelompok bahan makanan. 34

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik 2.4. Andil Inflasi Tahunan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Sumber: BPS Jawa Barat. Subkelompok Lainnya -0,01 Lemak & Minyak -0,27 Bumbu-bumbuan Buah-buahan Kacang-kacangan Sayur-sayuran Telur Ikan Diawetkan -0,01 Ikan Segar -0,81 Daging Padi BAHAN MAKANAN 0,00 3,77 0,83 0,17 9,95 0,03 2,32 0,20 11,37 0,05 1,84 0,06 5,39 0,19 5,09 0,71 13,52 2,26 9,67 Andil 52,48-10 0 10 20 30 40 50 60 Inflasi %(yoy) b. Kelompok Sandang Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat % (yoy) 6 5 4 3 2 1 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2009 Sumber: BPS Jawa Barat. 2010 Laju inflasi tahunan kelompok sandang, kembali meningkat pada periode laporan (Grafik 2.5). Tekanan inflasi kelompok dimaksud khususnya berasal dari kenaikan harga emas perhiasan di Jawa Barat akibat pengaruh perkembangan harga emas di pasar internasional. Pada periode laporan, preferensi investor terhadap emas kembali meningkat setelah timbul ketidakyakinan terhadap kondisi pemulihan perekonomian Eropa. c. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat % (yoy) 8 7,71 7 6 5 4 4,95 6,66 6,52 7,05 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2009 2010 Kenaikan harga bahan baku, yakni tingginya laju inflasi kelompok bahan makanan berdampak terhadap kenaikan harga subkelompok makanan jadi (Grafik 2.6). Kenaikan harga produk makanan jadi khususnya nasi rames terjadi pada bulan Juni 2010 pada periode yang sama seiring dengan kenaikan harga beras. Kenaikan harga produk makanan jadi terjadi khususnya pada Kota Bekasi dan Tasikmalaya. Sumber: BPS Jawa Barat. 35

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Triwulanan Sama halnya dengan inflasi tahunan, kelompok bahan makanan dan sandang merupakan penyumbang utama kenaikan laju inflasi triwulanan (Tabel 2.2). Faktor penyebab kenaikan laju inflasi kedua kelompok tersebut adalah gangguan produksi, berkurangnya pasokan impor, serta kenaikan harga emas di pasar internasional. Kenaikan harga bahan makanan yang terjadi pada periode laporan berbeda dengan pola musimannya, terutama yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, harga beras baru mulai meningkat pada akhir periode laporan. Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 2010 Andil No. Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bahan makanan -1.63 4.96-1.20 1.39 4.30 0.34 1.04 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0.85 0.20 3.47 1.88 1.35 0.36 0.26 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0.45-0.15 0.86 0.58 0.51 0.14 0.13 4 Sandang -1.37 0.18 1.68 0.85 1.57 0.04 0.07 5 Kesehatan 0.69 0.78 0.86 0.40 0.39 0.01 0.01 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0.08 3.12 0.25 0.33 0.07 0.03 0.00 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.01 0.66-0.45 0.31-0.14 0.05-0.02 Umum -0.15 1.87 0.29 0.96 1.49 0.96 1.49 Sumber: BPS Jawa Barat. Andil inflasi subkelompok bumbu-bumbuan cukup besar mempengaruhi kenaikan laju inflasi kelompok bahan makanan (Grafik 2.7). Sementara itu, inflasi pada subkelompok padipadian disebabkan oleh harga beras yang mulai meningkat pada akhir periode laporan. Sebagian besar subkelompok mengalami kenaikan laju inflasi meskipun subkelompok ikan diawetkan dan ikan segar, serta subkelompok lemak dan minyak mengalami deflasi. Grafik 2.7. Andil Inflasi Triwulanan Subkelompok dalam Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Subkelompok Lainnya Lemak & Minyak Bumbu-bumbuan Buah-buahan Kacang-kacangan Sayur-sayuran Telur Daging Padi BAHAN MAKANAN -0,12 Ikan Diawetkan -0,32 Ikan Segar -0,02-0,93 Sumber: BPS Jawa Barat. 0,00 2,09 0,00 0,56 0,13 7,86 0,01 0,49 0,15 8,01 0,04 1,89 0,00 0,05 1,46 0,11 1,69 1,04 4,30 Andil Inflasi 30,27-10 0 10 20 30 40 %(qtq) 36

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1.2. Inflasi menurut Kota Inflasi Tahunan Sebagian besar kota di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan (Tabel 2.3). Laju inflasi Kota Bekasi, Depok, dan Bogor naik paling tinggi dibandingkan dengan kota yang lain, yakni angka inflasinya rata-rata naik sebesar 2,5%. Sementara itu, kenaikan laju inflasi Kota Bandung relatif moderat, dan perkembangan harga secara umum di Kota Sukabumi, Cirebon dan Tasikmalaya relatif stabil. Bahkan, Kota Tasikmalaya mengalami penurunan laju inflasi pada periode laporan. Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (yoy, %) No. Kota 2009 2010 Andil Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bandung 2,17 1,53 2,11 2,86 3,50 0,83 1,01 2 Bekasi 3,59 1,54 1,93 3,20 5,62 0,90 1,59 3 Depok 2,57 1,52 1,30 2,96 5,47 0,60 1,10 4 Bogor 3,38 2,71 2,16 2,47 4,23 0,29 0,50 5 Cirebon 5,23 3,67 4,11 3,54 4,79 0,15 0,20 6 Sukabumi 6,91 4,67 3,49 2,41 3,09 0,09 0,12 7 Tasikmalaya 6,87 4,25 4,17 4,74 4,47 0,13 0,12 Gabungan 3.13 1,87 2,02 2,99 4,68 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. Besarnya laju inflasi di Kota Bekasi, Depok, dan Bogor terutama disebabkan oleh kelompok bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Sementara itu, tingginya inflasi kelompok sandang terutama terjadi pada Kota Bekasi. Di sisi lain, laju inflasi Kota Cirebon, Sukabumi, dan Tasikmalaya cenderung stabil yang disebabkan oleh penurunan laju inflasi kelompok perumahan dapatmenahan tekanan laju inflasi kelompok bahan makanan dan sandang. Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2010 (yoy,%) No. Kelompok Kota Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab 1 Bahan makanan 7,18 9,61 14,81 7,02 8,18 4,71 9,98 9,67 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,75 10,75 6,86 5,78 5,52 4,60 6,63 7,05 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2,34 0,97 1,78 2,38 1,77 2,19 1,68 1,82 4 Sandang 0,12 10,85 4,35 1,78 6,26 3,00 3,42 4,34 5 Kesehatan 1,33 4,08 0,31 8,44 3,11-0,68 1,46 2,44 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,55 3,86 4,69 1,68 8,14 2,60 2,30 3,79 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,63 0,58-0,42 0,90 2,56 0,56 Umum 3.50 5,62 5,47 4,23 4,79 3,09 4,47 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat. Dalam rangka upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat khususnya di 3 kota, yakni Bekasi, Depok, dan Bogor maka Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat pada triwulan II-2010 melaksanakan penjajakan secara intensif untuk pembentukan FKPI di kota-kota tersebut. Melalui - 0,11 0,38 37

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH forum dimaksud, maka diharapkan upaya pengendalian inflasi melalui koordinasi dan pertukaran informasi antar berbagai dinas/instansi terkait dapat lebih dioptimalkan. a. Kota Bekasi, Depok, dan Bogor Inflasi kelompok bahan makanan terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan dan sayursayuran. Pasokan komoditas cabe merah dan bawang merah berkurang akibat curah hujan yang tinggi sehingga sebagian besar hasil panen yang dipasok ke wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan DKI Jakarta. Hal ini kemudian menimbulkan kekurangan pasokan di beberapa daerah disekitar DKI Jakarta, seperti Kota Bekasi, Depok dan Bogor. Pada Kota Bogor dan Depok, inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau terutama disumbangkan oleh inflasi subkelompok rokok dan tembakau atau kenaikan harga rokok kretek. Sementara itu, khusus untuk Kota Bekasi kenaikan harga makanan jadi juga turut memberikan tekanan terhadap inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Di samping itu, kenaikan harga emas di pasar internasional turut berimbas kepada naiknya harga emas perhiasan di Kota Bekasi dan Depok. b. Kota Bandung Komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran juga mengalami kenaikan harga di Kota Bandung, meskipun tidak sebesar yang terjadi di daerah sekitar DKI Jakarta. Hal ini disebabkan pasokan yang relatif berbeda dibandingkan dengan wilayah Pantura. Selain itu, Kota Bandung juga mengalami kenaikan harga emas perhiasan sebagaimana yang terjadi di sebagian besar daerah di Jawa Barat. c. Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon Harga barang dan jasa secara umum relatif stabil di Kota Sukabumi, Tasikmalaya, dan Cirebon karena terjadi deflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Deflasi pada kelompok tersebut adalah akibat lebih stabilnya pasokan bahan bakar rumah tangga, yakni LPG (Liquid Petroleum Gas) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya khususnya bulan April 2009 saat periode konversi minyak tanah ke LPG. Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, sebagian besar kota di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi (Tabel 2.5). Hanya Kota Bandung dan Tasikmalaya yang mengalami penurunan laju inflasi, sesuai dengan pola musimannya. Kenaikan inflasi triwulanan tertinggi di Kota Bekasi dan Depok terutama disebabkan oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan dan sandang. Sementara itu, kenaikan laju inflasi Kota Bogor Cirebon, dan Sukabumi relatif moderat. 38

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (qtq, %) No. Kota 2009 2010 Andil Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I '10 Tw.II '10 1 Bandung -0,14 1,64 0,50 0,84 0,47 0,24 0,14 2 Bekasi -0,26 1,76 0,41 1,26 2,08 0,36 0,59 3 Depok -0,20 2,43-0,03 0,75 2,23 0,15 0,45 4 Bogor -0,27 1,72-0,08 1,11 1,44 0,13 0,17 5 Cirebon 0,04 2,49 0,62 0,36 1,25 0,02 0,05 6 Sukabumi 0,35 1,25 0,18 0,61 1,02 0,02 0,04 7 Tasikmalaya 1,09 1,09 1,15 1,33 0,82 0,04 0,02-0.15 1,87 0,29 0,96 1,49 0,96 1,49 Sumber: BPS Jawa Barat. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Inflasi pada triwulan II-2010 terutama berasal dari inflasi volatile foods (Tabel 2.6). Sementara itu, tekanan pada inflasi inti (dari sisi fundamental) dan administered price relatif terjaga. Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %) Komponen 2009 2010 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Inti 3,33 1,83 1,87 1,74 1,99 Administered Price -2,45-1,49-0,91 0,32 0,31 Volatile Foods 1,00 1,46 0,98 0,83 2,26 Umum 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah Hal ini juga dikonfirmasi oleh laju inflasi triwulanan yang menunjukkan bahwa hanya inflasi dari volatile foods yang mengalami kenaikan, sementara inflasi dari faktor fundamental (ekspektasi, eksternal, dan interaksi permintaan-penawaran) serta administered price mengalami penurunan (Tabel 2.7). Tabel 2.7. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %) Komponen 2009 2010 Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I Tw. II Inti 0,12 0,60 0,56 0,46 0,37 Administered Price 0,08 0,08 0,01 0,15 0,07 Volatile Foods -0,39 1,17-0,29 0,34 1,04 Umum -0,15 1,87 0,29 0,96 1,49 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah 39

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2.1. Fundamental a. Interaksi Permintaan dan Penawaran 10 5 0-5 -10-15 -20 Grafik 2.8. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat % (Pertumbuhan Utilisasi Kapasitas) Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II 2007 2008 2009 2010 Sumber: SKDU-BI Bandung % (yoy) 15 12 9 6 3 0 Kapasitas terpakai industri di Jawa Barat menunjukkan peningkatan namun masih berada pada level yang terjaga dan belum menimbulkan tekanan pada inflasi (Grafik 2.8). Permintaan di sektor industri pengolahan di Jawa Barat mengalami peningkatan sejalan dengan tren penguatan ekonomi Jawa Barat. Namun demikian, kenaikan tersebut masih dapat dipenuhi dari sisi penawaran sebagaimana yang terlihat dari kecukupan kapasitas terpasang industri pengolahan. Dengan demikian, sumbangan interaksi permintaan-penawaran masih relatif minimal. b. Eksternal Tekanan eksternal pada triwulan II-2010 cenderung minimal sebagaimana yang terlihat pada menurunnya laju inflasi negara mitra dagang utama dan apresiasi nilai tukar rupiah, meskipun terdapat kenaikan harga emas perhiasan di pasar internasional. Laju inflasi Amerika Serikat dan Jepang yang menurun serta apresiasi nilai tukar rupiah diduga menyebabkan penurunan harga bahan baku yang diimpor oleh Jawa Barat. Di sisi lain, belum membaiknya perekonomian Eropa akibat krisis menyebabkan permintaan emas di pasar internasional meningkat yang kemudian berimbas kepada harga emas perhiasan di pasar domestik. 6 4 2 0 2 4 Grafik 2.9. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang % (yoy) 8 Amerika Jepang Singapura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 2007 2008 2009 2010 Sumber: Bank Indonesia Grafik 2.10. Perkembangan Kurs Rupiah Rp/USD % 12.300 40 11.800 30 11.300 20 10.800 10 10.300 0 9.800-10 9.300-20 8.800-30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional USD/barrel 1200 1100 1000 900 800 700 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 Sumber: Bloomberg Emas Minyak Dunia (WTI) 2007 2008 2009 2010 USD/troy ons 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 40

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH c. Ekspektasi Inflasi Sementara itu, di sisi domestik, ekspektasi para pelaku ekonomi (khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) di Jawa Barat terhadap harga barang dan jasa membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh membaiknya fundamental ekonomi Indonesia yang tercermin dari apresiasi nilai tukar rupiah dan relatif terkendalinya tingkat inflasi. 4 3 2 1 0-1 Grafik 2.12. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) 5 Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IV Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.II 2006 2007 2008 2009 2010 Inflasi Gab.7 Kota (qtq) SPE* SPE** SB 160 150 140 130 120 110 100 Sumber: SPE-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SPE*= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya. Grafik 2.13. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB 6 200 5 190 4 180 170 3 160 2 150 1 140 130 0 120 Tw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.II -1 110-2 2007 2008 2009 2010 100 Inflasi (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya. 2.2. Non Fundamental a. Volatile Foods Inflasi tahunan volatile foods (bahan makanan) meningkat. Kenaikan laju inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kurangnya pasokan beberapa komoditas seperti cabe merah, bawang merah, dan beras. Hasil produksi cabe merah dan bawang merah mudah busuk akibat curah hujan yang tinggi, sementara musim hujan yang lebih lama dari sebelumnya berakibat peningkatan serangan hama wereng. Selain itu, pasokan bawang putih yang sebagian besar dipasok dari Cina berkurang karena penurunan produksi. Tabel 2.8. Produksi Padi Jawa Barat (Kg) ATAP 2009 ARAM II 2010 Growth (%) I Jan-Apr 862,275 842,414 (2.30) II Mei-Ags 735,336 718,140 (2.34) III Sep-Des 352,592 333,580 (5.39) Total Jan-Des 1,950,203 1,894,134 (2.88) Keterangan: ATAP (Angka Tetap) dan ARAM (Angka Ramalan) Sumber: Badan Pusat StatistikJawa Barat, diolah 41

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Produksi padi pada musim rendeng tahun 2010 diperkirakan lebih rendah dari sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan pada Angka Ramalan II BPS Jawa Barat yang menurun dibandingkan Angka Tetap 2009 (Tabel 2.8). Namun demikian, berdasarkan informasi dari Bulog Divre Jawa Barat realisasi distribusi raskin masih berjalan dengan baik. b. Administered Price Pada periode laporan, tidak ada kebijakan yang bersifat strategis sehingga inflasi dari administered price relatif terjaga. Program konversi minyak tanah ke gas elpiji yang telah selesai dan berjalan dengan baik menyumbangkan penurunan laju inflasi (base-effect). Selain itu, kebijakan pemerintah atas tarif dasar listrik baru akan direalisasikan pada triwulan III-2010. 42

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 43

44 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbankan di Jawa Barat pada triwulan II- 2010 (posisi Mei 2010) menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan menunjukkan pertumbuhan 11,00% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun, didorong oleh relatif tingginya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 26,34,% (yoy) sehingga menjadi Rp171,94 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit menunjukkan pertumbuhan 14,36% sehingga menjadi Rp116 triliun. Relatif tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit menyebabkan fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. 1. Struktur Perbankan di Jawa Barat Aset bank umum konvensional masih mendominasi (>90%) struktur aset perbankan di Jawa Barat. Sementara itu, pangsa bank umum syariah dan BPR konvensional masing-masing sebesar 2% dan 3% (Grafik 3.1.). Pangsa dari sepuluh bank umum terbesar mencapai lebih dari 80% aset perbankan di Jawa Barat. Pada triwulan II-2010, aset perbankan di Jawa Barat tumbuh 11,0% (yoy) menjadi Rp203,14 triliun. Pertumbuhan ini antara lain didorong oleh peningkatan penyaluran kredit serta perluasan jaringan kantor baru. Grafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan I-2010 Sumber: LBU, LBUS, LBPR KBI Bandung 2. Bank Umum Konvensional 2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan DPK bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2010 mengalami peningkatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai Rp161,34 triliun atau tumbuh 27,07% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan di seluruh jenis simpanan baik giro, tabungan maupun deposito. Peningkatan DPK ini diperkirakan merupakan indikasi dari peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat yang menggunakan jasa perbankan untuk aktivitas perekonomiannya. Selain itu, pencanangan Gerakan Indonesia Menabung yang telah dilakukan sejak bulan Februari 2010 diperkirakan juga meningkatkan budaya menabung di masyarakat terutama untuk golongan menengah ke bawah maupun generasi muda. 45

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan jenis simpanannya, deposito masih mendominasi DPK bank umum konvensional di Jawa Barat. Pada triwulan II-2010, pangsa deposito mencapai 41,40%, disusul tabungan 38,93% dan giro 19,66%. Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan laporan diakibatkan oleh meningkatnya pertumbuhan semua jenis simpanan terutama tabungan dari 12,74% (yoy) menjadi 39,41% (yoy) atau mencapai Rp62,82 triliun. Sementara itu, deposito menunjukkan pertumbuhan 23,00% atau mencapai Rp66,80 triliun, dan giro menunjukkan pertumbuhan 14,93% (yoy) atau mencapai Rp31,73_triliun. Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Simpanan Berdasarkan jenis valuta, pada triwulan II-2010, Sumber: LBU KBI Bandung DPK dalam rupiah masih mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan DPK dalam valas. DPK dalam rupiah tumbuh 28,03% (yoy) menjadi Rp145,45 triliun. Sementara itu, meskipun nilai tukar rupiah cenderung terus mengalami apresiasi, DPK dalam valas tetap mengalami pertumbuhan sebesar 20,79% (yoy) menjadi Rp15,89 triliun. Posisi kurs tengah rupiah terhadap USD mengalami penguatan dari Rp9.400/USD pada akhir triwulan IV-2009 menjadi sebesar Rp9.083/USD pada akhir triwulan II-2010. Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Rupiah Grafik 3.4. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta - Asing Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 46

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan II- 2010 DPK di kelompok bank pemerintah, swasta, dan campuran masing-masing sebesar Rp77,36 triliun, Rp77,26 triliun, dan Rp6,73_triliun (Grafik 3.5.). Secara tahunan, seluruh kelompok bank menunjukkan pertumbuhan DPK yang cukup tinggi masing-masing sebesar 22,74% (yoy), 32,18% dan 22,44%. Dengan kondisi tersebut, pangsa DPK kelompok bank relatif tidak banyak berubah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa DPK kelompok bank pemerintah sedikit naik dari 47,04% menjadi Sumber: LBU KBI Bandung 47,95%, pangsa bank asing/campuran naik dari 4,56% menjadi 4,17%, dan pangsa bank swasta turun dari 48,40% menjadi 47,88%. 2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Grafik 3.6. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: LBU KBI Bandung dengan adanya krisis di Eropa tersebut. Pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan II-2010 menunjukan peningkatan (Grafik 3.8.). Kredit yang disalurkan posisi Mei 2010 adalah sebesar Rp108,78 triliun atau secara tahunan mengalami pertumbuhan 13,95% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 26,69%. Penurunan baki debet kredit posisi bulan Mei 2010 diduga karena adanya sentimen negatif krisis utang yang terjadi di Eropa pada bulan Mei 2010 yang mempengaruhi pula kondisi pasar keuangan domestik (dalam negeri). Perbankan menahan diri dalam menyalurkan kredit kepada pelaku usaha khususnya yang terkait dengan pasar internasional dan menunggu adanya sinyal positif dari pasar domestik bahwa industri dalam negeri relatif tidak banyak terpengaruh Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi mengalami pertumbuhan masing masing sebesar 4,80% (yoy), 21,02% dan 21,96%. Dengan perkembangan 47

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH tersebut, nominal kredit modal kerja, investasi dan konsumsi posisi bulan Mei 2010 masing-masing sebesar Rp46,11 triliun, Rp11,49 trilun dan Rp51,17 triliun (grafik 3.8.). Berdasarkan sektor ekonominya, kredit yang disalurkan masih tetap didominasi oleh tiga sektor utama yakni sektor lain-lain (konsumsi), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dan Grafik 3.7. Pangsa Kredit yang disalurkan sektor industri pengolahan masing-masing Bank Umum Konvensional di Jawa Barat dengan pangsa 48,4%, 19,7% dan 16,4%. Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Secara tahunan, kredit yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi pada umumnya mengalami peningkatan kecuali pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air serta sektor jasa dunia usaha. Dua sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan kredit relatif tinggi, yaitu kredit sektor jasa sosial dan kredit sektor lain lain (konsumsi) dengan masing masing pertumbuhan kredit sebesar 42,74% dan 28,25% (yoy). Dengan demikian posisi baki debet kedua kredit tersebut adalah Rp2,10_triliun dan Rp54,19 triliun. Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan kelompok bank di Jawa Barat, penyaluran kredit di tiap kelompok bank mengalami peningkatan. Kelompok bank asing/campuran menunjukkan pertumbuhan tertingi, yakni sebesar 25,07%, sementara kelompok bank pemerintah dan bank swasta masing masing mengalami pertumbuhan 21,56% dan 16,27%. Dengan demikian, penyaluran kredit di bank pemerintah mencapai sebesar Rp 65,09 triliun, bank swasta sebesar Rp40,20 dan bank asing/campuran Rp 3,48 triliun. Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.9. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 48

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan kota/kabupaten lokasi bank, sebagian besar penyaluran kredit bank umum konvensional di Jawa Barat masih didominasi oleh kantor bank yang berada di Kota Bandung (43,65% dari total kredit), seiring dengan banyaknya jumlah kantor bank di Jawa Barat yang berada di Kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu, pangsa kabupaten dan kota lainnya di bawah 8%. Kabupaten Bekasi memiliki pangsa 8,08%, sementara Kota Bekasi 6,67% %) dan sisanya tersebar di 22 kota dan kabupaten lainnya. Tabel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II-2010 (posisi bulan April) Kota/Kabupaten Kredit (Rp Triliun) Pangsa (%) Kota Bandung 49.31 43.65 Kab. Bekasi 9.12 8.08 Kota Bekasi 7.53 6.67 Kota Bogor 6.69 5.92 Kota Cirebon 6.19 5.48 Kota Tasikmalaya 4.27 3.78 Kab. Karawang 3.63 3.21 Kab. Subang 2.45 2.17 Kota Sukabumi 2.25 1.99 Kab. Bandung 2.05 1.82 Kab. Garut 2.01 1.78 Kab. Purwakarta 1.88 1.66 Kota Depok 1.86 1.65 Kab. Cianjur 1.66 1.47 Kab. Bogor 1.59 1.41 Kab. Indramayu 1.51 1.34 Kota Cimahi 1.39 1.23 Kab. Majalengka 1.31 1.16 Kab. Sumedang 1.28 1.14 Kab. Kuningan 1.11 0.99 Kab. Ciamis 1.01 0.89 Kota Banjar 0.90 0.80 Kab. Sukabumi 0.86 0.76 Kab. Tasikmalaya 0.57 0.51 Kab. Cirebon 0.54 0.48 Sumber: LBU KBI Bandung Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Pertumbuhan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat masih mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan II-2010, posisi kredit MKM tercatat sebesar Rp83,86 triliun atau tumbuh sebesar 19,40% (yoy). Jika dilihat berdasarkan skalanya, kredit kecil (di atas Rp50 juta namun di bawah Rp500 juta) memiliki pangsa terbesar yakni 38,05%, kredit mikro (di bawah Rp50 juta) pangsanya mencapai 36,59%, dan sisanya 25,92% merupakan kredit menengah (di atas Rp500 juta namun di bawah Rp5 miliar). Sementara itu, 49

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH berdasarkan jenis penggunaannya, kredit MKM masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 60% sedangkan sisanya sebesar 40% merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi). Grafik 3.10. Perkembangan Kredit MKM Grafik 3.11. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan sektor ekonominya, kredit MKM yang disalurkan masih tetap didominasi oleh sektor lain-lain (konsumsi) dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dengan pangsa masing masing sebesar 63,45%, dan 20,35% atau dengan penyaluran kredit senilai Rp 53,20 triliun dan Rpa17,06atriliun. Sementara itu, pangsa kredit MKM kepada sektor industri pengolahan tercatat sebesar 8,10% atau dengan penyaluran kredit senilai Rp 6,80 triliun. Pangsa 8,10% sisanya terbagi pada tujuh sektor ekonomi yang lain. Grafik 3.12. Posisi Kredit MKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Sumber: LBU KBI Bandung Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat 50 Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke Jawa Barat (kredit lokasi proyek) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat (kredit bank pelapor). Sampai dengan posisi triwulan II-2010 (bulan Mei 2010), kredit yang berlokasi di Jawa Barat tercatat sebesar Rp189,54 triliun, lebih tinggi Rp73,54 triliun dibandingkan dengan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Jawa Barat (Rp116,00 triliun). Hal ini menunjukkan provinsi Jawa Barat masih relatif dipandang menarik oleh investor. Sementara itu, dari sisi pertumbuhan, kredit lokasi

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH proyek tercatat sebesar 15,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit bank pelapor yang tercatat sebesar 13,79%. Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung Tabel 3.2. Posisi Kredit Lokasi Proyek di Jawa Barat Berdasarkan Kota/Kabupaten Triwulan II-2010 Kota/Kabupaten Kredit (Rp Triliun) Pangsa (%) Kota Bandung 40.92 21.59 Kab. Bekasi 31.07 16.39 Kab. Bandung 18.58 9.80 Kab. Bogor 16.31 8.61 Kab. Karawang 10.10 5.33 Kota Bekasi 9.61 5.07 Kota Depok 8.57 4.52 Kota Bogor 5.91 3.12 Kab. Indramayu 4.31 2.28 Kab. Cirebon 4.06 2.14 Kab. Purwakarta 4.00 2.11 Kab. Sukabumi 3.60 1.90 Kab. Subang 3.56 1.88 Kota Cirebon 3.22 1.70 Kab. Cianjur 3.10 1.64 Kab. Garut 3.05 1.61 Kab. Sumedang 2.91 1.53 Kota Tasikmalaya 2.88 1.52 Kota Cimahi 2.49 1.32 Kab. Ciamis 2.37 1.25 Kab. Tasikmalaya 2.17 1.14 Kab. Majalengka 2.08 1.10 Kota Sukabumi 1.97 1.04 Kab. Kuningan 1.90 1.00 Kota Banjar 0.79 0.41 Kota/Kabupaten Lainnya 0.03 0.01 51

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.14. Posisi Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2010 Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat masih didominasi oleh kredit produktif (modal kerja dan investasi) yang mencapai 58% dari total kredit, sedangkan sisanya (42%) merupakan kredit untuk konsumsi. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi (45%), kredit sektor industri pengolahan sebesar 26%, serta kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14%. Risiko kredit Pada triwulan II-2010, risiko kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase jumlah kredit bermasalah kotor atau Non Performing Loan (NPL) Gross menjadi 3,79% pada triwulan II-2010 dengan nilai nominal menjadi Rp4,28 triliun. 3. Bank Umum Syariah Pada triwulan II-2010, perkembangan bank umum syariah di Jawa Barat menunjukkan peningkatan cukup signfikan pada pengumpuan dana pihak ketiga (DPK). DPK menunjukkan pertumbuhan cukup tinggi, yakni sebesar 52,10% (yoy) dan menjadi Rp 6,12 triliun. Sebaliknya, pertumbuhan positif penyaluran pembiayaan dan total aset bank umum syariah menunjukkan perlambatan bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan menunjukkan pertumbuhan 12,50% (yoy) dari 25,56% pada triwulan sebelumnya atau menjadi Rp 3,83 triliun. Total aset menunjukkan pertumbuhan 20,60% (yoy) dari 28,10% pada triwulan sebelumnya atau menjadi Rp 6,44 triliun. Grafik 3.15. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat Grafik 3.16. Perkembangan Pertumbuhan Beberapa Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat Sumber: LBUS KBI Bandung Sumber: LBUS KBI Bandung 52

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Dengan kondisi tersebut di atas, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi sebesar 63% pada triwulan laporan. Di sisi lain, risiko pembiayaan masih relatif terkendali sebagaimana tercermin dari jumlah pembiayaan bermasalah/non Performing Financing (NPF) yang masih dibawah 5%. 4. Bank Perkreditan Rakyat Pada triwulan II-2010, jumlah kantor BPR konvensional dan BPR syariah (BPR/S) menunjukkan penurunan dari semula 139 kantor pada triwulan sebelumnya menjadi 131 kantor. Penurunan ini Grafik 3.17. Perkembangan Indikator BPR di terjadi pada jumlah kantor BPR yang semula Jawa Barat sebanyak 128 kantor berubah menjadi 120 kantor, sementara jumlah kantor BPRS tidak berubah, tetap sebanyak 11 kantor. Meskipun jumlah kantor BPR/S mengalami penurunan, namun beberapa indikator BPR menunjukkan peningkatan. Total aset mengalami pertumbuhan 7,09% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara kredit dan pembiayaan mengalami pertumbuhan 12,25%. DPK menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi yakni 20,71%. Dengan demikian, Sumber: LBPR KBI Bandung nilai total aset menjadi Rp 6,95 triliun, sementara kredit dan pembiayaan sebesar Rp 5,16 triliun dan DPK sebesar Rp 5,58 triliun. Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, peningkatan pertumbuhan terjadi hanya pada kredit dan pembiayaan, yaitu sebelumnya tumbuh 10,10% pada triwulan I-2010. Relatif lebih tingginya pertumbuhan kredit dan pembiayaan dibandingkan triwulan sebelumnya tersebut mendorong terjadinya peningkatan LDR pada periode laporan, yakni dari 91,93 pada triwulan I-2010 menjadi 92,38 pada periode laporan. 53

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BOKS 2 Menjaring UMKM Potensial Dengan Expo Pembiayaan Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah menjadi perhatian baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, seperti tercermin pada alokasi anggaran pemberdayaan UMKM dalam APBN dan APBD. Perhatian khusus terhadap UMKM ini tidak terlepas dari perannya dalam pembangunan ekonomi, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data pada tahun 2008, jumlah pelaku UMKM di Jawa Barat mencapai 8,2 juta unit usaha, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 13,3 juta jiwa (66% terhadap angkatan kerja) dan berkontribusi terhadap PDRB sebesar 60,32%. Namun demikian, UMKM masih menghadapi berbagai masalah dalam perkembangannya. Salah satu kendala yang dialami UMKM di Jawa Barat adalah masalah pembiayaan/permodalan. Adanya kesenjangan (gap) informasi antara UMKM dengan lembaga keuangan menyebabkan terbatasnya UMKM untuk dapat meningkatkan kapasitas usahanya dengan menggunakan pembiayaan dari lembaga keuangan. Untuk itu, dalam upaya menjembatani UMKM dengan Lembaga Keuangan dan Sumber Pembiayaan lainnya, Dinas Koperasi dan UMKM (KUMKM) Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia (KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) beserta perbankan dan BUMN di Jawa Barat bersama-sama menyelenggarakan Expo Pembiayaan UMKM 2010. Kegiatan ini akan dilaksanakan di 5 (lima) kota/kab, yaitu di Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Subang dan Kota Bogor antara bulan Mei hingga Oktober 2010 dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat. Pada penyelenggaraan expo di Kota Bandung (20 23 Mei 2010) dan Kota Cirebon (5 6 Juni 2010) sedikitnya 50 bank dan BUMN yang memiliki dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di dalam setiap penyelenggaraan expo tersebut aktif menawarkan produk pembiayaan, mengikutsertakan UMKM binaannya, serta melakukan edukasi kepada pelaku usaha mengenai prosedur dan persyaratan mengakses kredit/pembiayaan bank maupun PKBL. Prospek akad kredit selama pelaksanaan expo di dua kota tersebut diperkirakan mencapai Rp14,2 miliar. Suasana Pembukaan di Bandung Suasana Edukasi di Cirebon 54