PERBEDAAN LAJU PERKEMBANGAN RIGOR MORTIS BEBERAPA JENIS IKAN. Abdul Jabarsyah

dokumen-dokumen yang mirip
Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN EKSTRAK SIRIH (Piper betle Linn) DAN POTENSI PENGGUNAANNYA DALAM PENGAWETAN IKAN.

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

STUDI ASPEK PERTUMBUHAN UDANG NENEK (Harpiosquilla raphidea) DI PERAIRAN JUATA LAUT KOTA TARAKAN

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN DAGING PENGEMPUKAN (TENDERISASI) Materi 7 TATAP MUKA KE-7 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

UJI VARIABEL POTENSI DAN PERTUMBUHAN DARI KOMUNITAS KEPITING WARNA WARNI GENUS FIDDLER (Uca Spp) DI KKMB KOTA TARAKAN

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Harpodon Borneo Vol.10. No.1. April ISSN : X

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMUNDURAN MUTU IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA PENYIMPANAN SUHU RENDAH DENGAN PERLAKUAN CARA KEMATIAN DAN PENYIANGAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Gadjah Mada University Press, 2007), hlm Abdul Rohman dan Sumantri, Analisis Makanan, (Yogyakarta:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN ANALISA STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES PLANKTON. Encik Weliyadi, 2) Dedy Harto

ANALISIS POPULASI PERTUMBUHAN ALLOMETRI DAN INDEKS KONDISI Harpiosquilla Raphidea WAKTU TANGKAPAN SIANG HARI DI PERAIRAN JUATA KOTA TARAKAN

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

STUDI KADAR HISTAMIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) ASAP YANG DIAWET DENGAN ASAM ASETAT. Verly DotuLong 1 ABSTRAK

DASAR-DASAR PENGOLAHAN IKAN Lanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Mutiara Nugraheni

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FISIOLOGI ORGAN PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP BERDASARKAN JUMLAH DAN SUSUNAN SEL RESEPTOR CONE DAN ROD. Aristi Dian Purnama Fitri dan Asriyanto

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pangsa Ekspor Udang Indonesia Menurut Pasar Tujuan Utama Negara Tujuan ekspor Persentase Jumlah (kg) Nilai (US$)

DETEKSI DAN ESTIMASI KEMUNDURAN MUTU IKAN BARONANG TOTOL (Siganus guttatus) MENGGUNAKAN PANJANG GELOMBANG INFRAMERAH DEKAT 525 nm DAN 660 nm

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

APLIKASI MINUMAN RINGAN BERKARBONASI DALAM MENGHAMBAT LAJU KEMUNDURAN MUTU IKAN NILA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENGARUH CARA KEMATIAN IKAN DAN TAHAPAN PENURUNAN KONDISI KESEGARAN IKAN TERHADAP KUALITAS PASTA IKAN GURAMI (Osphronemous gouramy)

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

DAGING. Pengertian daging

ANALISIS MODEL PERTUMBUHAN IKAN BERONANG TULIS (SIGANUS JAVUS) DARI HASIL TANGKAPAN NELAYAN KOTA TARAKAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

PERUBAHAN SIFAT SENSORIS BAKSO IKAN SELAMA PENYIMPANAN 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

PEMBEKUAN PEMBEKUAN PEMBEKUAN 10/4/2012

Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Pengecer Ikan Laut Segar di Pasar Terapung Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

MATI. Mati : penghentian penuh menyeluruh dari semua fungsi vital tanpa kemungkinan dihidupkan lagi Ada beberapa istilah :

PERFORMA PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA. Performance of Diffrent Ice-Forms Melting Process. Oleh:

SIKAP KONSUMEN TERHADAP DAGING SAPI LOKAL DENGAN DAGING SAPI IMPOR

Desain Sistem Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan Tradisional Dengan Memanfaatkan Uap Es Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

Transkripsi:

PERBEDAAN LAJU PERKEMBANGAN RIGOR MORTIS BEBERAPA JENIS IKAN Abdul Jabarsyah Staf Pengajar Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Borneo Tarakan Jl. Amal Lama No.1, Tarakan. Kalimantan Utara. 77123. E-mail:.jabarsyah@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini difokuskan pada laju perkembangan rigor mortis secara fisik, yaitu dengan mengukur kelenturan fisik ikan selama masa penyimpanan.penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, mulai dari bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Desember 2012. Pengambilan sampel dilaksanakan setiap 14 hari. Sebanyak 5-7 ekor setiap jenisnya diperoleh langsung dari nelayan belat. Ikan yang akan digunakan harus dalam keadaan hidup. Ikan-ikan tersebut diaklimatisasi dalam bak-bak penampungan. Sampel ikan yang akan digunakan dalam penelitian ini dibius dengan MS-222 sebelum dimatikan. Tujuannya agar tidak menggelepar, Ada tiga fenomena rigor mortis yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu tingkat perkembangan rigor mortis, laju perkembangan rigor mortis dan pola perkembangan rigor mortis. Tingkat perkembangan rigor mortis sangat bervariasi baik pada species ikan yang sama maupun pada species yang berbeda. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan pola perkembangan rigor mortis yang berbeda, baik antar species maupun antar individu ikan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Kata kunci : rigor mortis, jenis ikan PENDAHULUAN Tingkat kesegaran ikan akan mengalami kemunduran segeran setelah ikan itu mati (Lee et al., 1998; Iwamoto et al., 1998). Kemunduran mutu ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain suhu habitat mana ikan itu hidup, jenis ikan, cara penangkapan, dan cara penanganan (Iwamoto et al., 1987). Kemunduran mutu ikan melalui beberapa fase, yaitu fase pre mortem, fase mortem dan fase post mortem, fase pre mortem terjadi segera setelah ikan mati dan berlangsung antara 3-6 jam. Pada fase ini terjadi kontraksi aktin dan myosin. Pada saat kontraksi aktin dan myosin berlangsung menggunakan ATP sebegai sumber energi yang dibantu oleh enzim ATPase (Iwamoto et al., 1999; Lee et al., 1998; Jabarsyah et al., 1999a and 1999b). Fase mortem yaitu fase kejang, fase ini terjadi setelah antara 3-6 jam setelah fase pre mortem. Pada fase ini kandungan ATP dalam daging ikan sebagai sumber energi dalam kontraksi aktin dan myosin telah habis. Sedangkan fase post mortem adalah fase relaksasi karena tidak terjadi lagi kontraksi antara aktin dan myosin. Setelah fase relaksasi selesai, daging ikan sudah mulai mengalami proses pembusukan dan bakteri pembusuk sudah mulai bekerja. Kandungan ATP dalam daging ikan sebagai sumber energi sangat bervariasi tergantung pada jenis ikan itu sendiri. Sedangkan laju perombakan ATP juga bervariasi tergantung pada jenis ikan, cara ikan mati, cara penyimpanan dan lain sebagainya. Pada ikan hidup reaksi perombakan ATP dalam suatu siklus, sementara pada ikan mati berlangsung searah. Faktor laju perombakan ATP dalam 94 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2015

Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.2. Oktober. 2015 ISSN : 2087-121X daging ikan oleh enzim ATPase inilah yang sangat berperan dalam proses kemunduran mutu ikan selama penyimpanan. Kecepatan degradasi kandungan ATP dalam daging ikan selama transportasi atau selama penyimpanan dapat dikendalikan dengan pembekuan cepat. Penelitian tentang perkembangan rigor mortis sudah banyak dilakukan, terutama di negara-negara maju. Pada dekade tahun 1990-an Jabarsyah et al., (1998, 1999, 2000), menemukan peran tipe urat daging dalam proses laju perkembangan rigor mortis. Tipe urat daging yang dimiliki oleh ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikannya. Kebanyakan konsumen menghendaki bahwa ikan yang sampai kepada mereka harus dalam keadaan segar dan bebas dari bahan pengawet berbahaya. Untuk dapat melihat secara visual bahwa ikan yang sampai kepada konsumen tersebut dalam keadaan segara atau sudah mulai mengalami proses pembusukan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tanda-tanda pembusukan pada masing-masing jenis ikan sangat berbeda. Saat ini ada upaya tidak sehat untuk memperlambat laju kemunduran mutu ikan baik oleh para nelayan maupun oleh para pedagang, yaitu dengan menggunakan bahan pengawet berbahaya. Penelitian ini difokuskan pada laju perkembangan rigor mortis secara fisik, yaitu dengan mengukur kelenturan fisik ikan selama masa penyimpanan. Ikan-ikan yang akan diukur adalah ikan yang berasal dari tangkapan belat. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, mulai dari bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Desember 2012. Pengambilan sampel di laksanakan setiap 14 hari. Sebanyak 5-7 ekor setiap jenisnya diperoleh langsung dari nelayan belat. Ikan yang akan digunakan harus dalam keadaan hidup. Ikan-ikan tersebut di aklimatisasi dalam bak-bak penampungan. Sampel ikan yang akan digunakan dalam penelitian ini dibius dengan MS-222 sebelum dimatikan. Tujuannya agar tidak menggelepar, sehingga ATP yang terkandung dalam daging ikan tidak mengalami perombakan karena kontraksi otot pada saat menggelepar. Sampel ikan yang telah dimatikan kemudian ditimbang beratnya dan diukur beratnya. Laju perkembangan rigor mortis diukur berdasarkan kelenturan daging ikan mengikuti proses kontraksi aktin dan myosin. Metode pengukuran laju rigor mortis dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Panjang ikan (A) Perkembangan rigor mortis (C) (B) Gambar 1. Metode pengukuran laju perkembangan rigor mortis Laju perkembangan rigor mortis dihitung berdasarkan nilai slope (b) dari persamaan regresi linear sederhana, y = a + bx. Keterangan : y = nilai rigor mortis; a = nilai awal rigor mortis; b = perubahan laju rigor mortis; x = waktu perubahan rigor mortis. Perhitungan regresi linear sederhana tersebut di atas dihitung berdasarkan data perkembangan tingkat kelenturan ikan Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2015 95

selama masa penyimpanan. Perkembangan kelenturan daging ikan dihitung berdasarkan model seperti berikut; (A - B) = [( C/A) x 100%] Keterangan : A = panjang awal ikan, B = panjang ikan pengukuran berikutnya, C = selisih antara A dan B. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ikan-ikan yang bernilai ekonomis penting, ikan-ikan tersebut diperoleh dari nelayan belat yang beroperasi di perairan Tarakan dan sekitar. Ikan-ikan yang dijadikan sampel dipilih dari ikan-ikan mempunyai kemampuan untuk bertahan untuk hidup dalam bak-bak penampungan. Ada 5 jenis ikan yang dipilih yaitu kakap merah (Lutjanus spp), terekulu (Carangoides spp), ikan batu (Scarus sp), ikan kipar (Siganus sp), dan beronang (Siganus argenteus). Jumlah sampel setiap bulan untuk setiap jenis bervariasi antara14 sampai 20 ekor, sedangkan ukuran panjang dan berat rata-rata ikan setiap jenisnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis ikan, jumlah sampel dan ukuran berat dan panjang ikan No Jenis ikan Jumlah ikan Rata-rata Panjang (cm) Rata-rata berat (g) 1 Beronang (Siganus 60 18,5 19,6 110,4 120,5 argenteus) 2 Ikan kipar (Sganus sp) 55 16,3 17,5 93,5 101,6 3 Kakap merah (Lutjanus sp) 30 18,8 20,3 114,8 140,7 4 Ikan batu 45 16,5 17,6 90,8 110,7 5 Terkulu (Carangoides sp) 20 20,8 22,3 120,0 135,6 Ikan mulai mengalami kemunduran mutu adalah segera setelah ikan mati, kemunduran mutu ikan merupakan penurunan tingkat kesegaran ikan. Laju penurunan kesegaran ikan sangat bervariasi dan sangat tergantung pada kondisi ikan pada saat ikan itu tertangkap. Penurunan tingkat kesegaran ikan lazim terjadi karena kerja enzimatik mengurai ATP. Enzim yang bekerja untuk menguraikan ATP adalah ATPase dan kerja enzim tergantung pada adanya substrat, katalis, suhu dan ph (Mishima et al., 1996; Nakayama et al.,1999; Lee et al., 1998, 1999; dan Jabarsyah et al., 1999). Ada tiga fenomena rigor mortis yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu tingkat perkembangan rigor mortis, laju perkembangan rigor mortis dan pola perkembangan rigor mortis. Tingkat perkembangan rigor mortis sangat bervariasi baik pada spesies ikan yang sama maupun pada spesies yang berbeda (Gambar 2). 70 % Ikan batu Kakap merah Terkulu kipar beronang Jam ke 2 Ke 6 Jam ke 8 Jam ke 13 Waktu penyimpanan Gambar 2. Tingkat perkembangan rigor mortis beberapa jenis ikan berdasarkan lama penyimpanan 96 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2015

Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.2. Oktober. 2015 ISSN : 2087-121X Berdasarkan fenomena seperti pada Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa perbedaan tingkat perkembangan rigor mortis pada fase ini dominan dipengaruhi oleh proses enzimatik, sedangkan aktifitas enzimatik sangat tergantung pada substrat. Enzim yang berperan pada fase ini adalah ATPase dan substratnya adalah ATP. Perbedaan tingkat perkembangan yang terjadi disebabkan oleh perbedaan kandungan ATP yang terdapat dalam daging ikan yang berfungsi sebagai substrat bagi enzim ATPase. Menurut Jabarsyah et al., (1999), bahwa kandungan ATP yang ditemukan pada daging ikan adalah berbeda untuk setiap jenis ikan dan bahkan perbedaan itu bisa terjadi antar individu. Perbedaan tingkat perkembangan rigor mortis baik antar individu ikan yang ditemukan dalam penelitian ini disebabkan oleh penangan sebelum ikan mati. Gambar 3 menunjukan perbedaan laju perkembangan rigor mortis antar species ikan, yaitu perkembangan rigor mortis dimulai sejak ikan dimatikan sampai pada fase ikan mengalami kejang. Pada Gambar 3 tersebut atas menunjukan bahwa laju perkembangan rigor mortis berturut-turut ikan beronang, terkulu, kipar, kakap merah dan ikan batu. Antara ikan terkulu, kipar dan kakap merah tidak menunjukan perbedaan laju perkembangan rigor mortis yang signifikan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa laju perkembangan rigor mortis berlangsung antara 2-6 jam dengan pola yang hampir sama. Beronang Terkulu kipar kakap merah ikan batu Gambar 3. Laju perkembangan rigor mortis ikan beronang, terkulu, kipar, kakap merah dan ikan batu Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan tingkat dan laju perkembangan rigor mortis yang berbeda, baik antar species maupun antar individu, hal ini terjadi dapat disebabkan oleh perbedaan laju proses enzimatik yang dipengaruhi oleh jenis ikan dan penanganan ikan sebelum dimatikan. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan pola perkembangan rigor mortis yang berbeda, baik antar species maupun antar individu ikan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2015 97

DAFTAR PUSTAKA Iwamoto M., Yamanaka H., Abe H., Watabe., Hashimoto K., 1990. Rigor mortis progress and its temperature dependency in several marine fishes. Nippon Suisan Gakkaishi 56, 93-99. Iwamoto M., Yamanaka H., Watabe., Hashimoto K., 1990. Comparison of rigor mortis progress between wild and cultured plaices. Nippon Suisan Gakkaishi 56, 101-104. Jabarsyah A., Tsuchimoto M., Kozuru Y., Mishima T., Yada O., and Tachibana K., 1999. Discrimantion of muscle fiber types in ordinary muscle by actomyosin ATPase activity and its comparison among various fishes and muscle part. The Journal of Fisheries Science. Vol. 65-2; 291-299. Jabarsyah A., Tsuchimoto M., Kozuru Y., Mishima T., Yada O., and Tachibana K., 1999. The influence of pink muscle fiber in ordinary muscle of fishes on the rigor mortis progres. The Journal of Fisheries Science. Vol. 65-3; 473-477. Lee KH., Tsuchimoto M., Onishi T., Wu ZH., Jabarsyah A., Mishima T., Tachibana K., 1998. Differences in progres of rigor mortis between wild and cultured Japanese flounder. The Journal of Fisheries Science. Vol. 64-2 (309-313). Nakayama T., Ooguchi N., Ooi A. Change in rigor mortis progress of red sea bream dependent on season and killing methods. The Journal of Fisheries Science. Vol. 65-2 (294-290). 98 Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2015