BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu lintas, peran dokter sangat penting, baik itu dokter umum ataupun dokter ahli. Karena dalam kasus kecelakaan lalu lintas, pihak penyidik membutuhkan data-data medis, seperti identifikasi jenazah, serta penentuan waktu kematian dan sebab kematian. Terkadang dalam beberapa kasus kematian, kita dituntut untuk menentukan lama kematian. Sehingga, kita butuh untuk memeriksa kejadian pada tubuh setelah kematian. Pada dasarnya, dokter dituntut untuk menentukan tiga hal yang berhubungan dengan kematian, yaitu identitas jenazah, saat kematian, dan sebab kematian. Untuk identitas jenazah, dokter menggunakan sembilan metode identifikasi tertentu, meliputi visual, dokumen, perhiasan, pakaian, medis, gigi, sidik jari, serologi, dan eksklusi. Minimal, hanya ada dua kriteria yang dapat digunakan untuk meyakinkan identifikasi, dapat dengan identifikasi dari visual, beserta konfirmasi dari hasil sidik jari. Sedangkan, untuk 1

2 2 memperkirakan saat kematian, dokter dapat melihat perubahan pada tubuh jenazah setelah post-mortem, seperti lebam jenazah, kaku mayat, suhu tubuh, dan perubahan isi lambung. Untuk menentukan sebab kematian, dapat dilakukan dengan proses pembedahan jenazah (otopsi), dengan atau tanpa disertai pemeriksaan tambahan (toksikologi dan patologi anatomi) (Idries, 1997). Ilmu yang mempelajari proses perubahan fisiologis dalam tubuh pasca kematian disebut ilmu tanatologi. Dimana, ilmu tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan lama kematian. Diperkirakan, ada empat perubahan pada jenazah yang dapat dilihat secara langsung dalam satuan waktu, yaitu perubahan pada suhu jenazah, munculnya lebam jenazah, munculnya kaku mayat, dan terjadinya pembusukan. Salah satu tanda perubahan jenazah yang dapat berubah-ubah adalah munculnya kaku mayat. Kaku mayat sendiri pada umumnya, terdiri atas 2 tahap, yaitu munculnya kaku mayat atau yang disebut dengan kaku mudah, dan menetapnya kaku mayat, atau kaku sukar. Tahap-tahap tersebut dapat berubah dikarenakan oleh berat badan. Menurut Bate- Smith (1949), proses kaku mayat (rigor mortis)

3 3 dapat terjadi karena adanya penurunan kadar ATP (adenosin trifosfat) pada otot. Selain itu, pada jenazah, sudah tidak terjadi lagi proses regenerasi pada ATP, sehingga tubuh mencoba untuk mengambil ATP sebesar berat badan tubuh kita. Sehingga, dapat disimpulkan disini, bahwa berat badan itu dapat berpengaruh terhadap kecepatan menetapnya kaku mayat pada tubuh. Tetapi, menurut penelitian yang dilakukan Kobayashi et al. (2001), perkembangan dari kaku mayat ini tidak dipengaruhi oleh volume dari otot tersebut, dimana seperti yang kita ketahui bahwa volume dari otot dapat mempengaruhi terhadap berat badan. Dari pernyataan itu, dapat juga disimpulkan bahwa, berat badan tidak mempengaruhi kaku mayat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis ingin melakukan sebuah penelitian tentang pengaruh berat badan jenazah terhadap kecepatan menetapnya proses kaku mayat ditinjau dari kecelakaan lalu lintas yang terdata di RSUP Dr. Sardjito. Kecelakaan Lalu Lintas dipilih dalam penelitian ini karena pada kasus ini, kita bisa menentukan durasi antara meninggalnya jenazah dan proses pemeriksaan jenazah.

4 4 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah berat badan mempengaruhi kecepatan menetapnya kaku mayat (rigor mortis)? I.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh antara berat badan gemuk dan kurus dengan kecepatan menetapnya kaku mayat (rigor mortis). Untuk mengetahui perbedaan kecepatan menetapnya kaku mayat antara berat badan gemuk dan kurus. I.4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti dan Mahasiswa Untuk menambah pengetahuan dalam ilmu forensik, khususnya pada metode untuk memperkirakan saat kematian dengan mengetahui tanda-tanda kematian sekunder.

5 5 Bagi Penyidik Membantu penyidik dalam memperkirakan saat kematian pada korban tindak kriminal sehingga dapat mengurangi jumlah tersangka pelaku tindak kriminal I.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang penentuan waktu kematian pada kasus kecelakaan lalu lintas sudah banyak dilakukan di berbagai tempat. Hanya saja penelitian tentang Pengaruh Berat Badan Jenazah Terhadap Kecepatan Menetapnya Kaku mayat (Rigor Mortis) (Ditinjau pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas yang ditangani di RSUP Dr. Sardjito Tahun ) ini belum pernah dilakukan. Namun, beberapa penelitian mengenai rigor motis sudah ada sebelumnya, meliputi: 1. The effect of temperature on the mechanical aspects of rigor mortis in a liquid paraffin model yang dilakukan oleh Ozawa M., Iwadate K., Matsumoto S., Asakura K., Ochiai E., dan Maebashi K. pada tahun Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel tikus.

6 6 Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pada suhu 37, 25 dan 10 derajat Celcius, kaku pada otot semakin lambat. Tetapi, pada suhu 5 dan 0 derajat Celcius, kaku otot kembali meningkat tanpa melalui proses relaksasi. Sehingga, pada suhu dingin, mekanisme rigor mortis sendiri akan berubah. 2. Estimation of the time since death reconsidering the re-establishment of rigor mortis yang dilakukan oleh Anders S., Kunz M., Gehl A., Sehner S., Raupach T., dan Beck- Bornholdt HP. pada tahun 2013, dimana mereka melakukan penelitian pada 314 sendi di 79 jenazah sampai pada 21 jam post-mortem. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa rigor mortis kembali terlihat pada jam pasca kematian pada sekitar 38.5% dari sendi-sendi tersebut. Sehingga, disimpulkan bahwa waktu maksimum untuk rigor mortis itu 2.5 kali lebih lama dari yang sudah ada di pustaka sebelumnya. 3. Putrefactive rigor: apparent rigor mortis due to gas distension yang dilakukan oleh Gili, JR. dan Landi, K. pada tahun 2011, penelitian ini merupakan laporan kasus,

7 7 dimana ditemukan adanya rigor mortis yang terjadi setelah adanya putrefaksi atau proses pembusukan pada jenazah, yang dapat menghasilkan kekakuan yang tidak semestinya, yang disebut dengan putrefactive rigor.