Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

FOTOMETRI BINT N ANG

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sistem. Tujuan pengujian ini adalah

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

PENGENALAN ASTROFISIKA

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bintang Ganda DND-2006

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

Input ADC Output ADC IN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. daripada meringankan kerja manusia. Nilai lebih itu antara lain adalah kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

Cahaya sebagai media Fotografi. Syarat-syarat fotografi. Cahaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh aspek kehidupan. Seiring kemajuan zaman, penggunaan energi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Pencahayaan dan Penerangan Rumah Sakit. 2. Pencahayaan dan penerangan seperti apa yang dibutuhkan dirumah sakit?

BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA. akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat trauma. 7

BAB I PENDAHULUAN. pengoperasiannya seperti bidang industri, perkantoran dan rumah tangga. Peralatan

CAHAYA. Cahaya: Cahaya adalah suatu bentuk radiasi energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat.

SISTEM OTOMATISASI PENGENDALI LAMPU BERBASIS MIKROKONTROLER

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

Antiremed Kelas 08 Fisika

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wida Lidiawati, 2014

BAB III KARAKTERISTIK SENSOR LDR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

indahbersamakimia.blogspot.com

Pembuatan Model Laser Nd-YAG Gelombang Kontinyu Daya Rendah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV HASIL KERJA PRAKTEK. perlu lagi menekan saklar untuk menyalakan lampu, sensor cahaya akan bernilai 1

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

STEALTH bukti keajaiban fisika

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

BAB III METODE PENELITIAN. alat pendeteksi frekuensi detak jantung. Langkah langkah untuk merealisasikan

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Politeknik Negeri Sriwijaya

Transkripsi:

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri Beberapa penerapan fotometri disekitar kita yaitu : 1. Lampu jalanan dapat menyala otomatis ketika malam hari. Hal ini terjadi karena karena dilengkapi dengan LDR ( Light Dependent Resistor ). LDR merupakan sebuah sensor bergeometri silinder kecil yang nilai tahanannya besar jika intensitas cahaya yang diterimabesar. LDR bereaksi otomatis terhadap intensitas cahaya.ada kesetaraan antara nilai terbaca oleh luxmeter dalam lux dan dengan LDR dalam ohm. Intensitas cahaya berkurang bila jarak dari sumber semakin jauh, dan nilainya berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber penerang. Lampu penerang, termasuk bohlam, disebut berkualitas baik apabila mampu memberikan Cara kerja lampu jalanan sehingga menyala otomatis.

2. Pengukuran Magnitudo Biometrik untuk mengetahui luminositas dari sebuah bintang (energi total yang dipancarkan permukaan bintang per detik) Magnitude bolometric adalah sistem magnitudo bintang yang diukur dalam seluruh panjang gelombang. Walaupun berbagai magnitudo tersebut dapat menggambarkan sebaran energi pada spektrum bintang sehingga dapat memberikan petunjuk mengenai temperaturnya, namun belum dapat memberikan informasi mengenai sebaran energi pada seluruh panjang gelombang yang dipancarkan oleh suatu bintang. Magnitudo mutlak bolometrik bintang sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui luminositas dari sebuah bintang (energi total yang dipancarkan permukaan bintang per detik) dengan membandingkannya dengan magnitudo mutlak bolometrik

Matahari. Persamaan modulus jarak umumnya digunakan dalam menentukan jarak bintang-bintang yang jauh secara tidak langsung (metode indirect). Apabila Mbol suatu bintang dapat ditentukan, maka luminositasnya juga dapat ditentukan (dapat dinyatakan dalan luminositas Matahari). Luminositas bintang merupakan parameter yang sangat penting dalam teori evolusi bintang. Sayangnya, magnitudo mutlak bolometrik sangat sukar ditentukan, karena beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus atmosfer bumi. Untuk bintang yang panas, sebagian energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet. Untuk bintang yang dingin, sebagian energinya dipancarkan pada daerah inframerah. Oleh karena itu, pengamatan magnitudo bolometrik harus dilakukan di atas atmosfer. Untuk memudahkan, magnitudo bolometrik ditentukan secara teori berdasarkan pengamatan di bumi. Atau, dapat ditentukan secara tidak langsung, yaitu dengan memberikan koreksi pada magnitudo visualnya, yang disebut koreksi bolometrik (Bolometric Correction - BC). mv - mbol = BC Mv - Mbol = BC Nilai BC tergantung pada temperatur atau warna bintang. Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC-nya besar. Untuk bintang-bintang yang bertemperatur sedang, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah visual, sehingga harga BC-nya kecil. Karena harga BC bergantung pada warna bintang, maka kita dapat mencari hubungan antara BC dan indeks warna (B-V). Untuk bintang yang dapat ditentukan magnitudo bolometriknya. Didefinisikan bahwa harga terkecil BC adalah nol (BC 0). Untuk BC = 0 untuk (B-V) = 0,3.

3. Penggunaaan Metode Fotometri untuk analisis bentuk wajah Para ahli bedah plastik menyukai metode fotometri dalam menganalisis proporsi jaringan lunak, menentukan perbandingan preoperatif dan hasil postoperatif. Dalam bidang ilmu kedokteran gigi, metode fotometri juga sering digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi fasial baik dalam arah frontal dan lateral. Kita dapat menganalisis proporsi wajah, simetri wajah, konveksivitas jaringan lunak wajah, bentuk wajah dengan menggunakan metode ini. a. Pandangan Frontal Evaluasi terhadap fotografi frontal adalah penting dalam menganalisis disproporsi dan asimetri wajah terhadap bidang transversal dan vertikal. Sebelum menganalisis, harus ditentukan terlebih dahulu dua titik pada orbital dan garis nasion perpendikuler. Dari pandangan frontal, dapat dianalisis proporsi wajah secara frontal, simetri wajah dan bentuk wajah. Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal

dan horizontal. Dengan menggunakan bidang vertikal, wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian atas dari batas garis rambut ke titik glabella, bagian tengah dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik subnasal ke titik menton. Cara mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan menggunakan garis-garis vertikal yang membagi wajah menjadi lima bagian yang sama. Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara wajah dibagi dua dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik glabella, puncak hidung, titik tengah bibir atas dan titik tengah dagu. Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah. Bentuk morfologi wajah mempunyai hubungan terhadap lengkung gigi geligi, walaupun hubungan secara langsung tidak dapat dipastikan. Titik yang menjadi pedoman adalah nasion, zygoma, dan gnathion. b. Pandangan Lateral Analisis wajah dengan metode fotometri pada pandangan lateral dapat menganalisis profil wajah (konveksitas), proporsi wajah dan analisis hidung. Evaluasi yang dilakukan pada pandangan lateral ini menggunakan bidang Horizontal Frankfurt sebagai pedomannya. Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga atas (trichion - glabella), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan sepertiga bawah (subnasal menton). Analisis terhadap hidung dapat dilakukan dengan menggunakan sudut nasofasial dan sudut nasofrontal.4 Sudut nasofasial digunakan untuk mengevaluasi secara tidak langsung derajat proyeksi hidung. Sudut ini berkisar 36. Dalam menganalisis hubungan hidung dan dahi, sudut yang digunakan adalah sudut nasofrontal. Sudut ini berkisar 115-130. Analisis konveksitas wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang menghubungkan antara dahi dan batas terluar bibir atas dan garis yang menghubungkan batas terluar dari bibir atas dengan titik pogonion jaringan lunak. Tiga profil wajah yang dibedakan berdasarkan hubungan antara kedua garis penuntun tersebut, yaitu profil lurus (kedua garis cenderung membentuk garis lurus), profil konveks (kedua garis membentuk sudut yang cembung, yaitu posisi dagu cenderung ke posterior wajah yang disebut divergen posterior) dan profil konkaf (kedua garis

membentuk sudut yang cekung, yaitu posisi dagu cenderung ke anterior wajah yang disebut divergen anterior).