PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

Unity Jurnal Arsitektur Volume 1 No. 1 September 2010

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

BAB III DESKRIPSI PROYEK. : Bandung Technological Park. : Jl. Rancanumpang, Gedebage. Luas Lahan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

Formasi Spasial Permukiman Komunitas Hindu di Dusun Sawun dan Dusun Jenglong Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

TESIS. Sampul Depan PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Paradigma Pendidikan berbasis Tri Hita Karana Dr. Putu Sudira, MP. Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

RUMAH DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB IV ANALISA DATA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AJARAN AWATARA DALAM AGAMA HINDU DAN TASHAWUF ISLAM

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

RANCANGAN RUMAH TUMBUH TIPE KPR BTN DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB VII KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 1. Pengembangan pemukiman nelayan di Segara Anakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

EFEKTIVITAS TRI HITA KARANA AWARD SEBAGAI ALAT PROMOSI PARIWISATA BALI BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

KEPUTUSAN RAPAT ANGGOTA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG NOMOR : 2/KEP/R.ANGG/2013 TENTANG ANGGARAN RUMAH TANGGA BANJAR DHARMA AGUNG KUPANG

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III TEMUAN DATA. penelitian ini yaitu umur responden dan luas perubahan peruntukan lahan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penelitian dan analisis hasil penelitian sebagaimana

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

Arsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri.

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tema Healing Environment tidak hanya diterapkan pada desain bagian luar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

PERANCANGAN INTERIOR ART SHOP YANA ART GALLERY DI GIANYAR, BALI

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR

MODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT.

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

ABSTRAK. STUDI PENERAPAN PRINSIP REGIONALISME DALAM KARYA ARSITEKTUR POPO DANES DI BALI (xii + 71 halaman; 49 gambar; 6 tabel)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

Transkripsi:

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO. 2 AGUSTUS 2005 : 62-105 PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI Oleh Dewa Nyoman Wastika Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana Email: dewas@yahoo.com ABSTRAK Tri Hita Karana suatu konsep yang diterapkan pada bangunan perumahan tradional Bali. Rumah tradisional Bali mengintegrasikan diri dalam memanfaatkan lingkungannya baik lingkungan abiotik, biotik, maupun sosial budaya. Dalam pembangunannya perumahan tradisional Bali memanfaatkan alam setempat seoptimal mungkin sehingga bisa tercapai keadaan yang nyaman, hemat energi, ekonomis dalam pemakaiannya. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan meningkatnya pengaruh pariwisata serta bertambahnya jumlah peduduk saat ini, konsep Tri Hita Karana ini berangsur-angsur diabaikan bahkan dilupakan, diganti dengan konsep lain yang datangnya dari luar, yang belum tentu cocok digunakan di Bali. Memang sangat sulit untuk membendung perubahan kehidupan ini. Namun demikian, perlu adanya strategi untuk menjaring pengaruh positif yang datangnya dari luar untuk bisa dikembangkan. Sementara itu pengaruh negatif bisa ditekan bahkan dihilangkan, dengan berusaha menterapkan konsep-konsep yang telah ada di Bali semaksimal mungkin. Dengan demikian keajegan Bali dalam bidang perumahan mungkin masih bisa dipertahankan lebih lama. Kata kunci: penerapan, Tri Hita Karana, perencanaan perumahan ABSTRACT Tri Hita Karana is as a concept which be apparently used on Balinese traditional housing. Balinese traditional house incorporate strongly on the use of environment such as non biotical, biotical and socio culture as well. In developing the Balinese traditional housing, it utilizes optimally the local environment in order that it is able to attain the situation and condition which is a very comfortable, efficiently energy and cheaply use as well. Through the development of science and technology, the rise of tourism influence and the growth of population as well, the concept of Tri Hita Karana is steadily abandoned even forgotten and altered by other concept which is actually come from outside of Bali and in fact, we recognize that it is not guarantee to be applicable in Bali. It is not painless to defeat those change in Bali. It seems that we require durably a strategy manner to optimize the positive influence that come from out of Bali to be able to develop more efficient and effective. The other hand, the negative influence will be minimized, even eliminated through such great efforts to employ optimally the concepts that is still taking place nowadays in Bali. Hopefully, throughout the implementation of Tri Hita Karana, the development of Balinese traditional housing can be sustainable. Key Words : science, technology, Tri Hita Karana and housing planning 72

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI (DEWA NYOMAN WASTIKA) PENDAHULUAN Rumah dan perumahan yang layak merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun kelompok dan kebersamaan dalam masyarakat. Bali pada masa lalu mempunyai bentuk rumah dan perumahan yang didasari oleh konsep Tri Hita Karana, dalam pengaturan ruang, tata letak, bentuk, serta penggunaan bahan, berpedoman pada pemikiran, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dibarengi pengaruh pariwisata pada masa ini memberi perubahan cara pandang dalam pengaturan perencanaan perumahan yang akan menimbulkan baik dampak positif maupun negatif. Masyarakat Bali yang berkehidupan agraris menciptakan suasana harmonis, berbeda dengan budaya pariwisata dengan kehidupan global dan ekonomi liberal. Kecanggihan teknologi sering menimbulkan ekploitasi alam dan budaya secara berlebihan. Dalam hal ini kehidupan budaya lokal banyak yang kontradiktif dengan kehidupan wisatawan global yang cendrung berkembang saat ini Sebagian besar negara di dunia dengan sedikit sekali perkecualiannya berkompetisi dengan negara lain merebut sebanyak mungkin perolehan pendapatan dengan membangun yang berkaitan dengan pariwisata, yang memerlukan fasilitas kehidupan termasuk perumahan. Tekanan kehidupan yang tinggi terhadap perumahan hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan akan lahan yang luas yang berdekatan dengan pusat kota dengan nilainya relatif mahal. Dalam upaya efisiensi penggunaan lahan, pengembang cenderung menterapkan sistem perumahan kelompok atau perumahan bertingkat banyak sering menimbulkan permasalahan teknis maupun sosial. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan rumah dan perumahan seperti di atas seiring dengan perkembangan penduduk dan aktivitas manusia, akan berpengaruh pada kehancuran sosial budaya pada masa yang akan datang. Berkenaan dengan itu perlu adanya suatu strategi untuk pembangunan disegala bidang termasuk perencanaan perumahan agar memberikan hal yang positif baik terhadap kehidupan sosial budaya, pariwisata dan kehidupan lainnya untuk masa kini dan masa yang akan datang UNGKAPAN PERUMAHAN TRADISIONAL BALI Yang dimaksud dengan rumah dalam arsitektur tradisional Bali, adalah satu kompleks rumah yang terdiri dari beberapa bangunan, dikelilingi oleh tembok yang disebut tembok penyengker. Perumahan adalah kumpulan beberapa rumah di dalam kesatuan wilayah yang disebut banjar adat atau desa adat, juga merupakan kesatuan keagamaan dengan pura kayangan tiga yakni; pura desa, pura puseh, pura dalem. Terwujudnya bentuk rumah dan perumahan ini, tidak terlepas dari dasar pemikiran yang dilandasi oleh tata kehidupan masyarakat yang bersumber dari agama Hindu. Dalam falsafah agama Hindu, manusia dan alam ini diyakini terbentuk oleh lima unsur yang sama yang disebut Panca Maha Bhuta, yakni : apah (zat cair), bayu (angin), teja (sinar), akasa (ether), pertiwi (zat padat). Manusia sebagai mikro cosmos dan alam sebagai makro cosmos yang tidak bisa lepas keterkaitannya, dimana manusia dilahirkan oleh alam ini, dan selalu akan tergantung dengan alam. Di dalam tatwa seperti Tutur Suksema, 73

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO. 2 AGUSTUS 2005 : 62-105 Tutur Diatmika, Tatwa Jenana, Tatwa Pelepasan, Komoksan, senantiasa mengajarkan agar kita selalu mengharmoniskan diri dengan alam. Unsur-unsur bhuana alit dan bhuana agung adalah sama, hanya dalam skala berbeda. Bhuana agung sebagai wadah dan bhuana alit sebagai isi. Hubungan harmonis antara bhuana agung dan bhuana alit, memberikan perlambang manik ring cecupu, atau janin didalam rahim, merupakan hal yang mutlak dan harus dipertahankan untuk ketenangan dan kesetabilan alam. Hasil hubungan yang harmonis antara wadah dan jiwa, akan menimbulkan tenaga (kaya). Gabungan dari unsur jasmani, jiwa dan tenaga merupakan sumber kehidupan yang baik dan sempurna yang disebut Tri Hita Karana (tiga unsur sumber kebaikan). Jiwa dan jasmani yang digerakkan oleh tenaga dapat diwujudkan pada suatu tempat. Dalam hubungannya dengan desa adat maka: 1. Kayangan tiga merupakan jiwa pada karang desa, yang tidak dipisahkan dari seluruh kehidupan desa. 2. Krama desa merupakan warga desa atau aparatur desa, merupakan penggerak atau tenaga yang menghidupi desa. 3. Karang desa adalah teritorial tempat krama desa melakukan aktivitas untuk menjaga hubungan harmonis ketiga unsur di atas. Hubungan hamonis di atas juga bisa diidentikkan dengan ; 1. Hubungan manusia dengan Tuhan 2. Hubungan manusia dengan sesama manusia 3. Hubungan manusia dengan lingkungannya. Pengertian Tri Hita Karana ini tidak hanya berlaku pada desa adat saja, tercermin juga pada badan lainnya, misalnya pada satu unit rumah tradisional yang pada umumnya terdiri dari sanggah, natah dan lebuh. 1. Areal sanggah atau merajan adalah areal persembahyangan untuk memuja Sang Yang Widhi, dan leluhur setiap keluarga. 2. Areal natah atau halaman tengah adalah untuk mendirikan rumah untuk tidur dan melakukan upacara adat dan aktivitas sosial lainnya. 3. Areal lebuh adalah untuk meletakkan bahanbahan yang tidak terpakai lagi dan lahan peternakan, pertanian. PRISIP-PRISIP DASAR PERENCANAAN PERUMAHAN Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomer 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, disebutkn bahwa perumahan adalah bangunan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan Menurut Richard Utermann dan Robert Small dalam bukunya Housing, alih bahasa Ir Vincent M (1983) menyebutkan bahwa lingkungan perumahan kelompok adalah merupakan bentuk yang paling fundamental dan abadi dari pemukiman manusia. Secara sederhana dapat dilukiskan sebagai perumahan yang saling dihubungkan sedemikian sehingga unit-unit individualnya membagi bersama baik dinding lantai maupun langit-langitnya. Yang penting lagi unit-unit individual tersebut membagi bersama pemakaian ruang-ruang terbuka dan fasilitas yang ada. Pemukiman kelompok mengambarkan tidak hanya pengaturan fisik, tetapi juga pengaturan sosialnya dalam sebuah kebudayaan yang bentuk pemukimannya telah mengalami penyempurnaan selama ribuan tahun. Perencanaan lingkungan perumahan memerlukan suatu pandangan yang luas, mengenai lingkungan dan evolusi kehidupan sosial yang berlangsung dari abad keabad. Faktor-faktor penting yang menentukan dalam perencanaan perumahan adalah: 1. Bentuk bangunan direncanakan berdasarkan fungsinya sehingga tidak menyulitkan dalam pemakaiannya. 2. Bentuk bangunan harus kuat menahan segala beban sehingga yang pemakai merasa nyaman dan aman tinggal di dalamnya. 3. Bentuk bangunan memenuhi syarat keindahan dan mendukung fungsinya. 74

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI (DEWA NYOMAN WASTIKA) 1. Fungsi Rumah dan perumahan dikatakan berfungsi dengan baik bila dapat mencapai suatu tujuan dengan tidak mendapat hambatan yang berarti. Yang dimaksud fungsi menurut Kenneth Smithies dalam Prinsip-Prinsip Perancangan Arsitektur, alih bahasa Ir Aris K Onggodiputro mengatakan kriteria dasar mempengaruhi fungsi suatu rancangan adalah: pencahayaan, penghawaan, pendengaran, temperatur, kelembaban, pergerakan, dan keselamatan. 2. Kekuatan Bangunan rumah dan perumahan harus kuat menahan segala beban yang terjadi pada bangunan tersebut baik beban dari dalam maupun beban dari luar bangunan. Struktur bangunan harus memenuhi persyaratan kestabilan, keseimbangan, kekuatan, estetika dan ekonomis. 3. Keindahan Untuk mengatasi keterbatasan lahan, perlu ada strategi di dalam perencanaan sehingga memenuhi persyaratan perumahan yang sehat dimana dicapai dengan terpenuhinya unsur-unsur fisik, psikologi, dan sosial oleh penghuni dalam menggunakan perumahan tersebut. Dalam perencanaan perumahan dapat dicapai dari dua segi, menyesuaikan dengan lingkungan dan memanfaatkan teknologi. Teknologi diciptakan karena ada kekurangan dalam proses biologis, atau membutuhkan waktu yang terlalu lama. Tetapi menggunakan teknologi berlebihan, mengakibatkan keadaan kritis pada lingkungannya. Faktor utama penyebab pecemaran lingkungan adalah manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi lingkungan di Bali diperlukan pendekatan kultural dengan kearifan lokal yang telah dimiliki, salah satunya Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya. Keindahan dalam arsitektur terdapat pada elemen-elemen arsitektur yang menyenangkan mata maupun pikiran. Nilai-nilai yang menyenangkan mata dan pikiran dapat dinilai dari keindahan bentuk dan keindahan ekspresi. Keindahan bentuk adalah yang lebih nyata, yang dapat diukur dan dihitung, sedangkan keindahan ekspresi lebih abstrak. Keindahan bentuk menurut para ahli bisa dicapai bila memenuhi syarat keseimbangan, penekanan/ penonjolan, harmonis dan daya hidup. Keindahan ekspresi, timbul dari pengamatan dan penghayatan bukan saja dari luar bangunan tetapi juga dari dalam bangunan sampai bisa menilai dari fungsi bangunan. Keindahan jenis ini dapat dinilai dari karakter, gaya, warna. PENERAPAN TRI HITA KARANA PADA PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI Dibukanya Pulau Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan fasilitas pendukung lainnya, termasuk perumahan yang memerlukan lahan yang luas, sedangkan perumahan telah ada, terutama di kota-kota sudah sangat padat, dan lahan yang masih tersisa sangat terbatas. 1. Hubungan Manusia dengan Tuhan Untuk mencapai kedamaian dan keharmonisan dalam jiwa, setiap pemeluk agama Hindu diajarkan lima prisip kepercayaan yang disebut Panca Srada yaitu: a. Brahman percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, b. Atman percaya adanya roh, c. Karma Pala percaya kepada segala perbuatan pasti ada hasilnya, d. Reinkarnasi percaya adanya penitisan kembali, e. Moksah tujuan akhir pemeluk Hindu, yaitu ketenangan abadi atau bebas dari ikatan duniawi. Dalam upaya untuk mengharmoniskan hidup ini dengan Tuhan dengan sesama manusia dan lingkungan, pemeluk agama Hindu perlu melaksanakan panca yadnya yakni dewa yadnya, pitra yadnya, resi yadnya, manusa yadnya, dan buta yadnya. Agar bisa melakukan hubungan antara atma dengan paratma atma untuk bisa mencapai kesucian jiwa 75

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO. 2 AGUSTUS 2005 : 62-105 Lebih lanjut, jika lahan yang tersedia memungkinkan perlu dibangun fasilitas persembahyangan pada setiap rumah dan perumahan yang memadai sesuai dengan desa kala patra dengan mempertimbangkan lahan yang tersedia. 2. Hubungan Manusia dengan Manusia Manusia tidak akan sempurna bila hidup sendiri. Manusia akan menata hubungan dengan yang lainnya dengan bermasyarakat. Menurut Pudjiwati Sajogyo dalam Sosiologi Pembangunan, masyarakat pada umumnya dapat diklasifikasikan atas: 1. Kesatuan budaya dan keagamaan 2. Kesatuan pekerjaan /ekonomi. 3. Kesatuan politik. Dalam budaya Bali yang penduduknya kebanyakan agama Hindu memperhatikan pembinaan keluarga mulai dari terbentuknya janin sampai meninggal penuh dengan upacara adat dan agama. Sedangkan hubungan yang lebih besar dibidang budaya, politik, ekonomi dilaksanakan di atas kesatuan kelompok seperti banjar, sekeha, subak. Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan periode, sehari-hari, mingguan maupun tahunan, dalam perencanaan agar dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh dalam perencanaan kurang dipikirkan adanya ruang terbuka untuk menerima tamu pada saat pelaksanaan upacara pernikahan atau upacara besar lainya, maka upacara tersebut harus dilakukan di luar lingkungan perumahan yang biasanya membutuhkan dana yang lebih banyak. 3. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan mencakup sangat luas. Menurut Emil Salim dalam Lingkungan Hidup dan Pembangunan mengungkapkan bahwa lingkungan hidup dan pembangunan diartikan sebagai segala benda, kondisi dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Secara umum, lingkungan sering di klasifikasikan dalam: 1. Lingkungan Abiotik; yaitu lingkungan benda-benda mati seperti air, tanah, gas, api, dan gas energi yang terkandung didalamnya. 2. Lingkungan Biotik; yakni, flora, fauna, dan segala sesuatu yang memiliki zat hidup baik yang hidup di darat maupun di air. 3. Lingkungan cultural/kebudayaan yakni mencakup seluruh aktivitas manusia yang menempati dimensi ruang yang tidak terbatas. Bangunan rumah dalam perumahan tradisional Bali perencanaanya memperhatikan lingkungan abiotik dengan menutup bangunan dengan tembok penyengker (tembok keliling), sedangkan tiap bangunan yang ada di dalamnya dibiarkan terbuka agar bisa memanfaatkan cahaya, udara, dengan leluasa dengan membuka ruang seluas mungkin yang bisa berorietasi ketengah (natah). Satu areal pekarangan pada rumah tradisional Bali pada umumnya dibagi atas tiga bagian yaitu bagian luan (atas) digunakan untuk tempat persembahyangan, bagian tengah untuk tempat tinggal sedangkan bagian teben (rendah) untuk menyimpan bahanbahan yang tidak berguna lagi dan memelihara hewan. Pada setiap areal ini juga direncanakan tempat-tempat untuk tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat untuk sarana upacara, kebutuhan rumah tangga maupun untuk obat-obatan. Dari segi kekuatan juga diperhatikan pemilihan bahan bangunan, juga disesuaikan dengan lingkungannya sebagai akibat dari posisi pulau Bali yang merupakan jalur gempa, maka bahan struktur lebih banyak dipertimbangkan menggunakan bahan-bahan yang lebih fleksibel, seperti kayu maupun bambu. Dari segi keindahan bahan-bahan yang dipakai, bahan alamiah dengan warna aslinya, penempatannya juga diatur sesuai dengan logika seperti bahan yang memberi kesan yang ringan ditempatkan pada bagian atas sedangkan bahan yang kesannya berat ditempatkan pada bagian bawah dengan proporsi yang telah terencana. Hal-hal tersebut dapat memberi gambaran dan inspirasi untuk membantu perencanaan rumah dan perumahan untuk masa kini dan yang akan datang. 76

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI (DEWA NYOMAN WASTIKA) SIMPULAN Perumahan adalah bangunan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan Perumahan layak merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun kelompok dan kebersamaan dalam masyarakat. Perencanaan suatu perumahan memerlukan pemikiran dengan pandangan yang luas dalam pengaturan fisik maupun pengaturan sosialnya dengan pertimbangan teknik dan budaya yang berlangsung pada lingkungan setempat. Konsep Tri Hita Karana tentu masih relefan diterapkan di Bali pada kini maupun untuk masa yang akan datang dengan tidak mengabaikan perkembangan teknologi dan budaya yang akan berlangsung. Tri Hita Karana merupahkan konsep universal yang bisa berlaku secara regional, nasional maupun internasional Kenneth Smithies. Alih bahasa Ir. Aris K. Onggodiputro. 1982. Prinsip-Prinsip Perancangan dalam Arsitektur. Bandung: Intermedia Group. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia,. Koentjaraningrat. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Pudjiwati Sajogya. 1985. Sosiologi Pembangunan. Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta. Richard Untermann & Cluster Housing Alih bahasa Ir. Vincent M. 1983. Perencanaan Tapak untuk Perumahan. Sutjipta Nyoman. 2005. Pariwisata Revolusi di Pulau Dewata. Universitas Udayana Denpasar. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 1967. UpadeÇa tentang Ajaranajaran Agama Hindu. Yayasan Hindu Dharma. Anonimus. 1975. Laporan Penelitian Intarisasi Pola-Pola Dasar Arsitektur Tradisional Bali. Universitas Udayana, Denpasar-Bali. Anonimus. 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 4 tahun 1992 tentang Permahan dan Permukiman. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. Emil Salim. 1980. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Mutiara. Heinz Frick. 1992. Arsitektur dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta. Jiwa Atmaja. 2003. Perempatan Agung. Denpasar: CV. Bali Media Adhikarsa. 77