BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan"

Transkripsi

1 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta. Kosmologi keraton mengandung aspek-aspek hubungan manusia secara vertikal dengan Tuhan, serta aspek-aspek hubungan manusia secara horizontal dengan sesamanya. Dunia dipahami dengan kesadaran batin dan pikiran, tercermin dalam konsep kebenaran, kebaikan, dan keindahan untuk mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup. Pemahaman itu terwujud dalam bentuk tata ruang keraton serta makna filosofisnya. Hal ini mengambarkan bahwa wahyu Ilahi (petunjuk dari Tuhan) dapat dicapai oleh seseorang (dalam wahyu) dengan menyatukan cipta, rasa, dan karsa, sehingga tercipta kesempurnaan yang baik, benar, dan indah sesuai harapan/cita-cita hidup. Keraton Yogyakarta, sebagai pusat kosmis, memiliki garis penunjuk arah timur-barat dan utara-selatan yang melambangkan keselarasan dan keseimbangan semesta alam yang mengarah kepada kerukunan dan kedamaian hidup menuju ketertiban dunia yang dicita-citakan. Keserasian dan keselarasan antara alam

2 534 kodrati dan alam adikodrati menjadi prinsip utama dalam kehidupan. Segala sesuatu hakikatnya adalah Satu, merupakan satu kesatuan hidup, dan kehidupan dalam makrokosmos dipandang sebagai sesuatu yang teratur dan telah tersusun secara hierarkis. Dalam tatanan ini kedudukan titik pusat sangatlah dominan sebagai penjaga kesetabilan keseluruhan tatanan. Konsep pemikiran di atas, secara aplikatif tercermin pada tata ruang Keraton Yogyakarta. Tata letak ruang disusun berdasarkan pertimbangan proses kehidupan manusia, mulai dari lahir sampai menghadap Sang Pencipta (awal-akhir alam semesta/ Sangkan Paraning Dumadi dan Sangkan Paraning Manungsa). Secara horizontal manusia menemukan dialog dan rekonfirmasi dengan dirinya serta kebutuhan material yang harus diperolehnya, sedangkan secara vertikal terkait dengan dunia bawah dan dunia atas dalam konsep sampurnaning ngaurip. Tata susun yang ada merupakan usaha raja untuk menyelaraskan kehidupan raja dan rakyat dengan jagad raya. Tata ruang Keraton Yogyakarta kemudian menjadi salah satu simbol yang mempunyai makna ajaran yang mengingatkan manusia agar selalu berbuat baik kepada sesamanya dan senantiasaa mengagungkan kebesaran Tuhan, lebih menghargai dan memanfaatkan hidup agar selaras dengan lingkungannya.

3 535 Tatanan harmoni kesatuan manusia, Tuhan dan alam semesta itu menunjuk adanya pertemuan dalam satu kesatuan antara kehidupan manusia, alam, dan kehadiran penyertaan Tuhan. Konsep ruang terbuka, ragam hias yang sarat dengan ekspresi alam semesta, bangunan yang mengekspos material alam dan memperhatikan kekuatan struktur, tata ruang yang sarat dengan nilai sosial budaya, mengungkapkan interior sebagai perwujudan kesatuan manusia, alam dan Tuhan, hubungan kesatuan vertikal-horizontal atau yang transenden-imanen. Tata ruang interior Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan pemahaman mendalam mengenai unsur eksoteri dan esoteri. Estetika tata ruang interior Keraton Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Bentuk tata ruang interior Keraton Yogyakarta menunjukkan gaya desain yang mempertimbangkan kesatuan unsur alam, aktivitas manusia, dan relasi dengan Tuhan, sehingga ciri khas tata ruang interior Keraton Yogyakarta dapat dikembalikan kepada tiga unsur dasar tersebut. Secara kebentukan, tata ruang interior Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan pertimbangan komprehensif dan mendalam atas sendi-sendi kehidupan duniawi-rohani, sehingga diperoleh harmoni antara satuan dengan satuan dan satuan dengan keseluruhan. Tata ruang itu menunjukkan tatanan berpasangan, bermakna

4 536 kesuburan. Ekspresi bentuk dan isi pada tata ruang bukan hanya sebagai ungkapan estetis dan fungsional semata, tetapi juga merupakan ungkapan simbolik kesatuan hubungan vertikal dan horizontal yang tercipta secara harmonis. 2. Kedalaman rasa dan pertimbangan intelektual menimbulkan kepekaan etika, moral, mental, dan estetika, yang pada akhirnya menciptakan keselarasan dan keseimbangan antara perasaan dan pikiran (rasa dan logika) yang dibangun berdasarkan pertimbangan fisik fungsional, keindahan yang layak dinikmati dengan baik secara berkelanjutan. Energi dan cahaya illahi diterima Sultan Hamengku Buwana I dan penerusnya dalam wahyu sebagai Kalifatullah Sayiddin Panatagama untuk menyebarkan kebenaran, kebaikan, dan keindahan ke segala arah (hamêmayu hayuning bawana). Dengan demikian, perubahan ideologi dari sistem feodal ke sistem demokrasi, yaitu dari keraton sebagai pusat kekuasaan kerajaan (mengendalikan sistem pemerintahan) kemudian menjadi rumah tinggal sultan yang bersifat tertutup, kemudian berubah lagi menjadi museum yang hidup yang dapat diakses oleh masyarakat luar, pembaruan yang terjadi memperkaya nilai tradisi yang sudah berlangsung secara sinergis. 3. Secara konseptual, ide dasar yang melandasi tata ruang Keraton Yogyakarta terjadi secara sinkretik, sehingga nilai lama

5 537 masa pra-hindu, Hindu, Islam, dan masa pengaruh Barat luluh menjadi ruh esoteri (pesan atau isi spiritual) tata ruang keraton yang menciptakan suasana tertib, tenang, dan indah. Ada keselarasan jagad mikro dengan jagad makro menjadi refleksi periode zaman yang berlanjut. Dalam konteks tata ruang interior keraton, ruang kemudian menjadi media ekspresi atas realisasi hidup susila, hidup secara benar, perilaku normatif yang selaras dengan alam semesta, dan ruang menjadi media pembelajaran yang mendidik manusia secara utuh. Secara keseluruhan dapat ditegaskan, bahwa estetika tata ruang interior Keraton Yogyakarta merupakan totalitas perwujudan konsep Harmoni dalam kesatuan dan keseimbangan. Konsep ini dilandasi tiga orientasi, yakni orientasi realitas alam, orientasi cipta-rasa-karsa manusia, dan orientasi kepada Tuhan. Ekspresi estetika tata ruang interior Keraton Yogyakarta merepresentasikan empat warna (empat matra karakter yang esensial) dalam diri sebagai cermin tingkat kesadaran pribadi, dilanjutkan tingkat kelima tanpa warna sebagai puncak capaian dalam hidup. Dengan kesadaran itu, selanjutnya memancar ke lingkungan yang lebih luas. Ini merupakan kearifan lokal yang terbawa ke masa depan, yang akan merangsang gagasan kreatif untuk ciptaan baru sesuai jiwa zaman, bukan hanya sekedar pemecahan kebutuhan masa kini.

6 538 Oleh sebab itu, estetika tata ruang interior bukan hanya menjawab persoalan struktur, fungsi, dan gaya, bukan hanya memenuhi kenyamanan secara persepsi visual semata, melainkan wujud penggabungan secara harmonis antara yang empirik dan yang meta-empirik dalam kesatuan dan keseimbangan. B. Saran-Saran Saat ini, nilai-nilai budaya tradisional dan modern secara simultan sinergis berdampingan dalam pembaruan. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni meningkatkan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Kehadiran dua budaya ini sering menjadi fenomena sosial kultural yang kontradiktif. Agar tidak terjadi ketimpangan, pengembangan tata ruang yang berorientasi menjaga kearifan budaya perlu menjalin hubungan yang harmonis antara manusia, semesta alam, dan Tuhan. Hubungan sinergis ini merupakan wujud kearifan masyarakat tradisional dalam menjaga ekosistem yang mendatangkan kedamaian, kontras dengan kehidupan modern yang selalu mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pemenuhan kegiatan. Fenomena sosial kultural masyarakat modern menunjuk pada kekuasaan dan materialis sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, walaupun juga memberi kemudahan dan kenyamanan dalam berbagai pemenuhan

7 539 kebutuhan. Modernisasi saat ini menjadi jendela bagi terbukanya segala kemungkinan untuk perubahan yang cepat. Segala sesuatu tampak tidak ada batas yang jelas, kelihatan samar dan kabur. Agar potensi tradisi dapat menjadi kekuatan dan identitas bangsa, maka perlu pemahaman yang holistik dan komprehensif. Perancangan tata ruang interior yang mengacu pada nilai tradisi sebagai ide/inspirasi desain, perlu memperhatikan sistem nilai masyarakat di mana bangunan tersebut akan didirikan. Penerapan nilai-nilai tradisi dalam penciptaan berarti menempatkan seni dan desain sebagai media ekspresi yang mengemban tugas bermuatan nilai kehidupan sesuai jiwa zaman. Selain memberi ruang untuk pengembangan penelitian, juga memberi kesempatan untuk aktivitas perancangan kreatif dan inovatif di era global. Desainer harus memperhatikan kesesuaian pola pikir masyarakat, lingkungan, dan perkembangan zaman. Hal-hal yang bersifat teknik arsitektur sangat dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lanjutan. Akan tetapi, perancangan tata ruang tidak hanya memperhatikan aspek fisik dan fungsi saja, tetapi perlu memperhatikan aspek budaya (isi atau ruh). Eksistensi tata ruang interior Keraton Yogyakarta dengan berbagai perubahannya ini dapat menjadi model pelestarian kearifan lokal budaya bangsa yang diyakini akan bermanfaat bagi masyarakat di tengah kehidupan modern.

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang disingkat DIY, memiliki keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

KONSEP PERANCANGAN. 1. Ide Desain Ide dari desain mebel yang akan dibuat berangkat dari keinginan desainer untuk memberikan makna terhadap sebuah

KONSEP PERANCANGAN. 1. Ide Desain Ide dari desain mebel yang akan dibuat berangkat dari keinginan desainer untuk memberikan makna terhadap sebuah IV. KONSEP PERANCANGAN Dalam proses perancangan desain kursi ini, digunakan beberapa metode yang merujuk pada sebuah konsep perancangan. Sebuah konsep dalam proses perancangan dirasa sangat perlu agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK 1.1.1 Tinjauan Umum Gereja Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB III KONSEP PERANCANGAN A. BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu 441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar kompetensi guru yang meliputi guru PAUD/TK/RA, guru SD/MI,

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif, karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif, karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Kajian perancangan dalam seminar ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau uraian secara sistematis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau 1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PENGERTIAN FILSAFAT FILSAFAT (Philosophia) Philo, Philos, Philein, adalah cinta/ pecinta/mencintai Sophia adalah kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran Cinta pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan Perancangan desain produk furnitur rak buku dengan gaya pop art, furnitur yang dibuat ialah furnitur rak buku dengan menampilkan berbagai macam

Lebih terperinci

MATA DIAFRAGMA VISUALISASI DENAH DENAH STUDIO

MATA DIAFRAGMA VISUALISASI DENAH DENAH STUDIO DENAH merupakan bagian yang paling sensitif dari sebuah bangunan karena sangat berpengaruh terhadap sirkulasi didalamnya, yang bersinggungan langsung dengan tata telat furnitur dan desain interior, pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilson menyatakan bahwa kebudayaan adalah pengetahuan tentang ditransmisi dan disebarkan secara sosial, baik bersifat eksistensial, normatif maupun simbolis yang tercemin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan dan kelangsungan suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat diperhatikan sehingga banyak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI

STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI STANDAR KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI Disajikan pada kegiatan PPM Di UPTD BALEENDAH KAB BANDUNG Oleh BABANG ROBANDI JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Makna Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 160 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarlan pemaparan dari Bab II, III, dan IV, penelitian ini bermuara pada kesimpulan, yaitu: Pertama, konsep dasar arsitektur postmodernisme adalah membangkitkan kembali

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERANCANGAN 6.1. Konsep Multifungsionalitas Arsitektur Kesadaran bahwa perancangan youth center ini mempunyai fungsi yang lebih luas daripada sekedar wadah aktivitas pemuda, maka dipilihlah

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU Oleh: Drs. I Made Radiawan,M.Erg. 195804111985031001 PROGRAM STUDI DESAIN FASHION FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013 ABSTRAK Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Pengertian Filasat Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia : philo/philos/philen yang artinya cinta/pencinta/mencintai. Jadi filsafat adalah cinta akan kebijakan

Lebih terperinci

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura ABSTRAK DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker

BAB VI PENUTUP. A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker BAB VI PENUTUP Berdasarkan hasil kajian terhadap pemikiran Parker maka kesimpulan dari penelitian ditemukan sebagai berikut: A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker 1. Konsep seni merupakan

Lebih terperinci

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak

Lebih terperinci

RUANG : BENTANG SAUJANA ALAM DAN BUDAYA

RUANG : BENTANG SAUJANA ALAM DAN BUDAYA PEMIKIRAN KOSMOLOGIS MASYARAKAT TRADISI DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN : IMPLEMANTASINYA DALAM PERENCANAAN KAWASAN PARIWISATA RUANG : BENTANG SAUJANA ALAM DAN BUDAYA Secara kosmologis, ruang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN Keragaman seni budaya bangsa Indonesia, diantaranya terlihat melalui produk kriya tradisional tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan karakter dan gaya seni masing-masing. Kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jepang merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan dan tradisi yang cukup dikenal oleh negara lain. Kebudayaan Jepang berhasil disebarkan ke berbagai negara

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat 226 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti, sampailah pada akhir penelitian ini dengan menarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Fungsi Seni kerajinan Ukir Batu Padas Sukawati II. Oleh Drs. I Wayan Suardana, M.Sn

Fungsi Seni kerajinan Ukir Batu Padas Sukawati II. Oleh Drs. I Wayan Suardana, M.Sn Fungsi Seni kerajinan Ukir Batu Padas Sukawati II Oleh Drs. I Wayan Suardana, M.Sn Pengaruh Kolektif Seni Kerajinan Batu Padas Seni kerajinan berkembang dan dilakukan melalui tradisi sosial suatu masyarakat

Lebih terperinci

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Melalui bahasa pula, semua informasi yang ingin kita sampaikan akan dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Aspek-aspek religiusitas..., Dhanang 1 Pramudito, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Aspek-aspek religiusitas..., Dhanang 1 Pramudito, FIB UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koentjaraningrat (1990:2) menyebutkan, bahwa dalam kebudayaan Jawa terdapat 7 unsur kebudayaan universal, unsur-unsur kebudayaan tersebut ialah:1. sistem religi dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area Konsep Tata Masa 1. Bagian Barat langgar 2. Bagian Utara Rumah induk 3. Bagian Selatan Rumah 4. Bagian Timur kandang & Dapur Parkir Green area Konsep tata masa dalam perancangan taman wisata budaya mengutip

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang BAB VIII PENUTUP Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang telah disajikan pada Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada bab ini juga dicantumkan saran yang ditujukan kepada Pemerintah

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU. Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP

MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU. Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP 19780710 200801 1 012 CAKUPAN KAJIAN Pengertian dan cakupan kompetensi guru Kebijakan pemerintah tentang kompetensi guru Analisis berbagai

Lebih terperinci

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn EcoReality Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn Disampaikan pada Presentasi Proposal Penciptaan, Selasa, 14 Mei 2013, Institut Seni Indonesia Denpasar Denpasar. Latar belakang Proses penciptaan karya seni sering

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang terus berkembang dari zaman ke zaman,

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR Jolanda Srisusana Atmadjaja Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian karya arsitektur dapat dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang beraneka ragam, salah satu hasil budaya tersebut adalah batik. Batik merupakan warisan

Lebih terperinci

berpengaruh terhadap gaya melukis, teknik pewarnaan, obyek lukis dan lain sebagainya. Pembuatan setiap karya seni pada dasarnya memiliki tujuan

berpengaruh terhadap gaya melukis, teknik pewarnaan, obyek lukis dan lain sebagainya. Pembuatan setiap karya seni pada dasarnya memiliki tujuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat Indonesia secara umum kian menurun tingkat ketertarikannya dengan dunia seni, khususnya pada dua cabang seni murni yaitu seni lukis dan seni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

Untuk menghasilkan desain yang berkualitas diperlukan pertimbangan yang

Untuk menghasilkan desain yang berkualitas diperlukan pertimbangan yang PRINSIP-PRINSIP DESAIN MEDIA CETAK Untuk menghasilkan desain yang berkualitas diperlukan pertimbangan yang cerdas dalam mengorganisasikan elemen-elemen grafis sesuai dengan prinsip-prinsip desain secara

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen Modul ke: 06Fakultas Gunawan Ekonomi PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Latar belakang Teori dan Konsep Globalisasi telah mengancam bahkan menguasai

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN BAHASA DAN BUDAYA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN BAHASA DAN BUDAYA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN BAHASA DAN BUDAYA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang : a. bahwa Bahasa dan Budaya Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya terbaik guna mempersiapakan masa depan sang anak adalah mengenalkan pendidikan kepada anak di usia dini, karena pada masa usia dini anak mulai peka/sensitif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tema dan gaya sebuah hotel menjadi aspek yang membedakan hotel yang satu dengan hotel yang lainnya. Tema merupakan titik berangkat proses perancangan yang

Lebih terperinci

BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BAB 6 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Modul ke: Mengapa mempelajari? Agar memahami Pancasila sebagai filsafat yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fakultas Rina Kurniawati, SHI, MH Program Studi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal

Lebih terperinci

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) 487 59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa Pemerintah telah menetapkan Kawasan Candi

Lebih terperinci

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) 80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

Alfitrah Subuh Pusat Pendidikan Budaya Betawi Page 1

Alfitrah Subuh Pusat Pendidikan Budaya Betawi Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang besar dengan ragam suku budaya didalamnya. Namun, di era-globalisasi saat ini kebudayaan dan seni lambat laun mulai tersisihkan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema mengenai parodi sebagai bentuk sindiran terhadap situasi zaman, banyak ditemukan sepanjang sejarah dunia seni, dalam hal ini khususnya seni lukis, contohnya Richard

Lebih terperinci

SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA

SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA Nanang Rizali dipublikasikan pada Jurnal Wacana Seni Rupa Vol.3 No.6 2013 Abstrak Seni seringkali ditafsirkan dengan arti yang berbeda beda, sehingga mempunyai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki warisan budaya yang beragam salah satunya keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Warisan budaya ini bukan sekedar peninggalan semata, dari bentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ragam hias di Indonesia merupakan suatu topik yang tidak akan pernah habis untuk dibahas. Setiap suku di Indonesia memiliki kebudayaan, tradisi dan adat istiadat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A Andri Hernandi Ketua Presidium Pusat Periode

Lebih terperinci

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com

Lebih terperinci

SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA

SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA SENI : ESTETIKA, LOGIKA, dan ETIKA Nanang Rizali dipublikasikan pada Jurnal Wacana Seni Rupa Vol.3 No.6 2013 Abstrak Seni seringkali ditafsirkan dengan arti yang berbeda beda, sehingga mempunyai pengertian

Lebih terperinci

Kementerian Pendidikan Nasional merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. salah satu langkah yang di

Kementerian Pendidikan Nasional merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. salah satu langkah yang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Proyek Menurut catatan sejarah umat manusia yang sempat terungkap tentang keberadaan dan perkembangan perpustakaan menunjukkan bahwa perpustakaan

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci