SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. variabel bebas dengan variabel tergantungnya. selengkapnya dapat dilihat di lampiran D-1.

DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. ruang terbuka hijau (RTH) oleh Pemerintah Kota merupakan salah satu bagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON SKRIPSI. Oleh: Yuni Rohmawati

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB II LANDASAN TEORI

Prosiding Psikologi ISSN:

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang

Subjective Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Tuna Rungu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

akan menjadi lebih bahagia. Faktor internal juga menjadi penentu penting yang individu miliki untuk menentukan kebahagiaan mereka khususnya saat

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

Subjective Well-Being pada Guru Honorer di SMP Terbuka 27 Bandung

Abstrak. Kata kunci : subjective wellbeing, lansia, penyakit kronis. vii Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Transkripsi:

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita Semarang. Subjective well-being menjadi hal yang menarik untuk dilihat pada profesi penari, dikarenakan berkaitan dengan evaluasi kognitif dan afektif penari terhadap profesi yang dijalaninya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis. Subjek dalam penelitian adalah tiga orang penari studio seni Amerta Laksita Semarang, dan berusia 20-30 tahun. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam (depth interview). Hasil wawancara mendalam kemudian dibuat dalam bentuk transkrip dan dianalisis dengan pendekatan fenomenologis. Temuan dari penelitian ini bahwa gambaran subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita terlihat dari adanya afek positif dan kepuasan hidup. Faktor yang berpengaruh terhadap subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita Semarang, meliputi faktor regulasi emosi, hubungan interpersonal yang intim, dukungan sosial keluarga, serta faktor ekonomi. Kata kunci: subjective well-being, penari *Penulis Penanggung Jawab i

Subjective Well-Being among Dancer of Art Studio Amerta Laksita Semarang Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRACT This study aims to description of the subjective well-being among dancer of art studio Amerta Laksita Semarang. Subjective well-being is interesting to be seen on profession dancers, because pertaining to evaluation cognitive and and affective dancer against profession function This study used fenomenologis qualitative method. Subjects in this study were three dancer of art studio Amerta Laksita Semarang, and 20-30 years old. The main methods used are interviews (depth interview). The interview deep later made in the transcript and analyzed with the fenomenologis approach. Findings from this study that the description of subjective well-being among dancer of art studio Amerta Laksita Semarang reviewed from positive affect and life-satisfaction. Factors that influence of subjective well-being among dancer of art studio Amerta Laksita Semarang, consist emotional regulation factor, interpersonal relationship, family social support, and economic factor. Kata kunci: subjective well-being, dancer ii

PENDAHULUAN Subjective well-being bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dimiliki penari di studio seni Amerta Laksita. Individu menentukan sendiri harapannya dan disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan dan bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuan. Subjective well-being akan menjadikan penari di studio seni Amerta Laksita memiliki optimisme terhadap diri sendiri, mau menerima kualitas baik dan buruk diri, serta memiliki sikap positif terhadap kejadian buruk di dalam kehidupannya. Penari di studio seni Amerta Laksita apabila memiliki subjective well-being positif akan dapat mengembangkan rasa percaya diri ketika berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya tanpa harus mengalami keterpurukan akibat berbagai penilaian mengenai profesi sebagai penari yang kurang menjanjikan. Berbagai kesulitan dalam menumbuhkan subjective well-being positif merupakan hal yang harus diatasi oleh penari di studio seni Amerta Laksita, sehingga penari di studio seni Amerta Laksita tetap dapat menikmati profesi sebagai penari dan berusaha semaksimal mungkin mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mengembangkan kesenian tari tradisional di Indonesia. Selain itu, kemampuan dalam menumbuhkan subjective well-being akan dapat menjadikan penari di studio seni Amerta Laksita mampu memandang profesi penari sebagai profesi yang mulia karena dapat memberikan manfaat bagi orang lain, terutama dalam menjaga kelestarian budaya. Minat dan ketertarikan peneliti untuk mengetahui gambaran subjective wellbeing pada penari studio seni Amerta Laksita Semarang adalah peneliti ingin mengetahui proses berjalannya hidup seorang penari studio seni Amerta Laksita Semarang dan bagaimana subjective well-being pada penari dalam kondisi kesenian tari tradisional yang semakin terpuruk oleh moderenisasi dan ketertinggalan. Semakin terpuruknya kesenian tari tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia maka juga menunjukkan citra bangsa yang kurang dapat menghargai karya-karya bangsanya sendiri. Menghargai budaya yang ada tidaklah mudah, namun dengan memahami kesenian tari tradisional dan makna di 1

dalamnya merupakan salah satu wujud cinta terhadap budaya yang ada di Indonesia. Subjective Well-Being Dienner (1984, h. 542-544) menyatakan bahwa literatur tentang subjective well-being ini berkaitan dengan bagaimana dan mengapa individu menjalani kehidupan mereka dengan cara yang positif, termasuk kedua penilaian kognitif, afektif dan reaksi. Subjective well-being memiliki tiga keunggulan. Pertama, yaitu subjektif. Menurut Campbell, hal ini berada dalam pengalaman individu. Terutama ketiadaan subjective well-being adalah kondisi obyektif yang diperlukan seperti kesehatan, kenyamanan, kebajikan, atau kekayaan. Meski kondisi tersebut dipandang sebagai pengaruh potensial pada subjective well-being, namun tidak dipandang sebagai bagian yang melekat dan diperlukan. Kedua, subjective wellbeing meliputi langkah-langkah positif. Ini bukan hanya ketiadaan faktor negatif, karena sebagian besar terkait langkah-langkah kesehatan mental. Namun, hubungan antara indeks positif dan negatif tidak sepenuhnya dipahami. Ketiga, langkah-langkah subjective well-being biasanya mencakup penilaian global semua aspek kehidupan seseorang. Individu dengan tingkat subjective well being yang tinggi akan merasa lebih percaya diri, dapat menjalin hubungan sosial dengan lebih baik, serta menunjukkan perfomansi kerja yang lebih baik. Selain itu dalam keadaan yang penuh tekanan, individu dengan tingkat subjective well being yang tinggi dapat melakukan adaptasi dan coping yang lebih efektif terhadap keadaan tersebut sehingga merasakan kehidupan yang lebih baik (Diener, Biswas, Diener, & Tamir, 2004). Dewi (2009, h. 15) menyatakan bahwa subjective well-being seringkali dimaknai sebagai bagaimana individu mengevaluasi dirinya. Evaluasi tersebut memiliki dua bentuk, yaitu evaluasi yang bersifat kognitif (penilaian umum life satisfaction, kepuasan spesifik/domain spesifik, seperti kepuasan kerja, kepuasan perkawinan), dan evaluasi yang bersifat afektif, berupa frekuensi dalam mengalami emosi yang menyenangkan (menikmati) dan mengalami emosi yang tidak menyenangkan (depresi). 1

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah evaluasi individu terhadap diri sendiri berkaitan dengan mengapa individu menjalani kehidupan mereka dengan cara yang positif, termasuk kedua penilaian kognitif, afektif dan reaksi. Terdapat tiga komponen dasar kesejahteraan subjektif menurut Diener, Suh, & Oishi (dalam Vitterso & Nilsen, 2002), yaitu: a. Kepuasan hidup Kepuasan hidup secara umum dapat dibedakan menjadi kepuasan dalam berbagai domain kehidupan seperti rekreasi, cinta, pernikahan, dan persahabatan. b. Afeksi positif Afek yang menyenangkan dapat dibedakan menjadi kegembiraan atau perasaan senang dan rasa bangga. c. Rendahnya afeksi yang tidak menyenangkan Afek yang tidak menyenangkan dapat dibedakan menjadi malu, bersalah, sedih, marah dan cemas. Huebner (dalam Raboteg, dkk, 2008, h. 548) menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen subjective well being, antara lain: a. Afek positif b. Ketiadaan afek negatif c. Persepsi terhadap kualitas hidup atau kepuasan hidup Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa komponen dasar subjective well being, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction) sebagai komponen kognitif dan kebahagiaan (happiness) sebagai komponen afektif. 2

Kerangka Pemikiran Peneliti Sosial Kehidupan Penari Studio Seni Amerta Laksita Ekonomi Psikologis Subjective Well-Being Afek Positif Ketiadaan Afek Negatif Kepuasan Hidup Terpenuhi Eksistensi dalam Dunia Tari METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis. Adapun karakteristik dari subjek dalam penelitian ini adalah penari studio seni Amerta Laksita Semarang, dan berusia 20-30 tahun. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan wawancara. Dalam penelitian ini, kriteria keabsahan data akan lebih ditekankan pada waktu pengambilan data semaksimal mungkin dan observasi, juga melakukan triangulasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Subjective Well-Being bagi penari di studio Amerta Laksita Semarang banyak terwarnai oleh adanya rasa bangga atas kesuksesan melestarikan tari tradisional hingga ke manca negara, namun terdapat afek negatif yang dirasakan selama menekuni kesenian tari baik dari segi hubungan dengan sesama penari ataupun 2

dalam menyikapi berbagai penilaian negatif yang berasal dari masyarakat. Subjective well-being pada penari di studio seni Amerta Laksita dimaknai secara mendalam sebagai afek positif dan kepuasan hidup, dimana masing-masing penari di studio seni Amerta Laksita merasakan adanya afek positif dan kepuasan hidup karena dapat berperan aktif dalam melestarikan kesenan tradisional Indonesia. Penari studio seni Amerta Laksita merasa puas dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi negeri, karena telah menunjukkan usaha untuk menjaga kelestarian kesenian tari tradisional Indonesia. Sumbangsih yang diberikan penari studio seni Amerta Laksita adalah adanya eksistensi dalam membawa nama baik Indonesia pada kancah internasional, dimana penari studio seni Amerta Laksita mengikuti pagelaran tari di Hongkong ataupun Malaysia. Dari adanya sumbangsih ataupun manfaat dapat berbagi ilmu dan pengalaman dalam dunia tari ke generasi muda saat ini, semakin meningkatkan subjective well-being pada penari di studio seni Amerta Laksita. Pembahasan Subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita terlihat dari adanya afek positif dan kepuasan hidup. Afek positif terlihat dari adanya perasaan senang menjadi penari karena masing-masing penari di studio seni Amerta Laksita merasakan adanya pengalaman positif yang diperoleh selama menekuni kesenian tari. Selain itu, penari di studio seni Amerta Laksita merasa senang karena pekerjaan dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Penari di studio seni Amerta Laksita merasa bahwa menekuni tari yang bermula dari hobi dapat menghasilkan materi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari subjek dan juga keluarga Konsep tentang subjective well-being disarikan dari konsep kesehatan psikologis. Individu yang sehat secara psikologis adalah individu yang mampu menilai secara positif terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Individu mampu membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya, dan mampu memilih atau mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan dirinya. Individu 3

yang sehat secara psikologis akan memiliki tujuan sehingga hidupnya terasa lebih berguna dan mereka akan terdorong untuk mencari dan mengembangkan potensi dirinya. Kesehatan mental positif mencakup adanya perasaan subjective wellbeing yang beriringan dengan adanya perasaan yang sehat tentang diri. Subjek penelitian 1, 2, dan 3 pada dasarnya telah memiliki kebulatan tekad untuk tetap menekuni keseian tari karena kesenian tari dapat memberikan kenyamanan dalam diri dan menjadikan penari lebih dihargai oleh orang lain melalui karya-karyanya. Selain itu, subjek penelitian 1, 2, dan 3 senantiasa berusaha untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan berkreasi melalui kolaborasikolaborasi yang dilakukan dengan berbagai kalangan kesenian. Kesejahteraan subjektif dianggap merupakan faktor yang dapat mereduksi keberadaan tekanan mental, dan merupakan salah satu indikator kualitas hidup individu dan masyarakat yang baik (Diener et al., 2003; Eid, & Diener, 2004). Kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan subjektif dapat memfasilitasi kontak sosial. Afek positif dapat menimbulkan perasaan aktif dan energik, sehingga membuat lebih produktif. Selain itu, mereka yang kebahagiaannya tinggi juga memiliki stres yang lebih sedikit. Subjek penelitian 1, 2, dan 3 dengan subjective well-being yang dimiliki dapat mengatasi adanya tekanan yang muncul, baik dalam kehidupan sosial di lingkungan ataupun ketika berada dengan sesama penari. Kepuasan hidup yang dimiliki dapat menjadikan subjek penelitian 1, 2, dan 3 mampu memandang tingginya tuntutan hidup saat ini bukanlah penghambat baginya untuk tetap mencintai dan berkarya dalam kesenian tari. Selain itu, kepuasan hidup yang dirasakan subjek penelitian 1, 2, dan 3 menjadikannya tetap berusaha untuk dapat berkreasi dalam menciptakan karya-karya baru dalam bidang kesenian tradisional, serta berupaya untuk mengembangkan kesenian tari dan studio seni Amerta Laksita hingga nantinya dapat dikenal lebih luas. 4

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita terlihat dari adanya afek positif dan kepuasan hidup. Afek positif terlihat dari adanya perasaan senang menjadi penari karena masing-masing penari di studio seni Amerta Laksita merasakan adanya pengalaman positif yang diperoleh selama menekuni kesenian tari. Selain itu, penari di studio seni Amerta Laksita merasa senang karena pekerjaan dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Penari di studio seni Amerta Laksita merasa bahwa menekuni tari yang bermula dari hobi dapat menghasilkan materi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari subjek dan juga keluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap subjective well-being pada penari studio seni Amerta Laksita Semarang, meliputi faktor regulasi emosi, hubungan interpersonal yang intim, dukungan sosial keluarga, serta faktor ekonomi. Berbagai dukungan yang diberikan keluarga serta adanya hubungan baik yang terjalin dengan teman menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi penari di studio seni Amerta Laksita untuk mengatasi berbagai tekanan yang muncul selama menekuni kesenian tari, sehingga penari dapat semakin merasakan subjective well-being. Saran Bagi penari studio seni Amerta Laksita Semarang Penari studio seni Amerta Laksita Semarang disarankan agar dapat mempertahankan perasaan bangga yang dapat menyumbang terhadap terbentuknya subjective well-being karena dapat memberikan sumbangsih bagi kelestarian kesenian tari Indonesia, serta tetap dapat membina hubungan baik dengan keluarga ataupun teman sehingga berbagai tekanan yang muncul dalam menari dapat teratasi. Selain itu, penari studio seni Amerta Laksita Semarang juga disarankan agar lebih kreatif dalam memperkenalkan kesenian tari tradisional 5

serta keberadaan studio seni Amerta Laksita dengan berbagai cara, seperti membuat promosi melalui media internet. Perasaan bangga yang dimiliki sebagai bentuk kepuasan hidup yang dirasakan penari di studio seni Amerta Laksita Semarang akan tetap dapat menjadikan penari di studio seni Amerta Laksita Semarang merasakan subjective well-being. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti lain yang tertarik untuk meneliti penari studio seni Amerta Laksita Semarang diharapkan dapat memperkaya penelitian tentang subjective well-being pada penari dengan menggunakan pendekatan atau metode yang lain. DAFTAR PUSTAKA Dewi, K. S. 2009. Kesehatan Mental (Mental Health) Penyesuaian dalam Kehidupan Sehari-hari. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Diener, Ed. 1984. Subjective Well-Being. American Psychological Association. Vol. 95. No. 3. Hal. 542-575. Diener, Biswas Diener, Tamir. 2004. The Psychology of Subjective Well-Being. Daedalus; Spring 2004; 133, 2; Academic Research Library. pg. 18. @www.psych.uiuc.edu. Raboteg, Z., Brajsa, A. Z., dan Sakic, M. 2008. Life-Satisfaction in Adolescents: The Effect of Perceived Family Economic Status, Self-Esteem and Quality of Family and Peer Relationship. Croatia. Vitterso, J., & Nelsen, F. (2002). The Conceptual and Relational Structure of Subjective Well-Being, Neurotism, and Extraversion: Once Again, Neurotism is the Important Predictor of Happiness. Social Indicators Research, 57, 89. 6