BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak orang untuk datang melanjutkan pendidikan dan bekerja di kota besar. Hal ini menyebabkan tingginya arus urbanisasi penduduk pedesaan ke kota, dan menjadikan kota besar menjadi tempat yang padat penduduk. Kepadatan penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. Salah satu kota besar yang didatangi masyarakat untuk melakukan urbanisasi adalah kota Bandung. Bandung merupakan salah satu kota yang diminati masyarakat baik untuk melanjutkan pendidikan ataupun bekerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumah penduduk kota Bandung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kurang lebih 1,1 % pertahun (2010: 65,7% :72,9%). Sementara luas kota Bandung dari tahun tidak mengalami perubahan luas wilayah. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun mengakibatkan kepadatan, yang akhirnya membatasi ruang gerak setiap orang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) luas hunian perkapita adalah 7,2 m 2. Sedangkan untuk wilayah Bandung sendiri, data pada tahun mengalami penurunan yaitu 11,71% menjadi 10,16%. Hal ini menunjukkan berkurangnya ruang gerak (personal space) setiap orang di kota Bandung dikarenakan jumlah penduduk yang semakin banyak dan berdampak pada semakin tingginya kebutuhan penduduk untuk rumah tinggal. 1

2 2 Banyaknya penduduk yang memilih menetap di kota Bandung dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau, yang seharusnya rumah atau tempat tinggal sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Rumah mempunyai arti yang lebih penting dari hanya sekedar tempat berlindung. Rumah memberikan arti dan identitas hidup seseorang, seperti tempat membangun hubungan sosial, tempat melakukan banyak aktivitas, sehingga tidak heran bila rumah memberi banyak kenangan kehidupan seseorang. Semua itu berkontribusi dalam membentuk ikatan psikologis atau psychological bonding dengan lingkungan tempat tinggalnya, yang dapat bermakna lebih luas dari ikatan rumah tangga, melainkan juga ikatan terhadap tetangga. Kualitas hunian sebagai tempat tinggal yang layak huni menjadi sangat sulit untuk dimiliki di perkotaan saat ini. Biasanya pada pemukiman padat penduduk banyak dijumpai rumah-rumah yang tidak layak huni. Rumah yang tidak layak huni dapat terlihat dari saluran pembuangan air yang tidak lancar, penerangan yang kurang, air kotor, kurangnya sirkulasi udara, dan tidak adanya personal space, yang menjadi sumber penyakit dan mendatangkan ketidaknyamanan bagi penghuninya. Hal ini berakibat bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah di perkotaan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk memeroleh hunian yang layak huni (Jo Santoso dalam Prabowo, 1998: 10). Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan permukiman terutama didaerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega

3 3 dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. Perihal tentang perlunya perumahan dan pemukiman telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang telah menekankan pentingnya untuk meningkatkan dan memperluas adanya perumahan dan kawasan permukiman yang layak, baik seluruh masyarakat dan dapat terjangkau seluruh masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Pertumbuhan kawasan pemukiman padat ini semakin lama semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kondisi perekonomian. Rumah susun menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat kota besar atau yang tinggal di daerah padat penduduk. Secara umum, rumah susun dapat didefinisikan sebagai bangunan bertingkat yang didirikan dalam satu wilayah dan digunakan sebagai hunian. Rumah susun dimulai sekitar tahun dan ditujukan untuk hunian para pegawai, terutama yang berpenghasilan rendah sekaligus menata peremajaan kawasan kumuh. ( dalam artikel Peningkatan Fungsi Lahan di Urban Area Melalui Pembangunan Rumah Susun). Dengan demikian, rumah susun merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat memberikan tempat tinggal bagi anggota masyarakat di lingkungan perkotaan yang padat penduduk. Pembangunan rumah susun sudah banyak dilakukan di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya kota Bandung. Kota Bandung memiliki beberapa rumah susun diantaranya rumah susun di Sukaluyu, Sadangserang, Sarijadi, Cijerah, Cibuntu, Antapani, Kopo (portal.bandung.go.id dalam Perum Perumnas Berencana Bangun 2 Rusunami di Antapani dan Sarijadi Bandung). Rumah susun atau dikenal dengan sebutan flat adalah rumah dimana lingkungan tetangga tidak saja di kanankiri, tetapi juga berada di atas dan bawah dengan jumlah penghuni relatif banyak dan

4 4 ukuran yang relatif sempit (Sarwono, 1995: 118 dalam Psikologi Lingkungan). Rumah susun adalah tempat tinggal yang memiliki jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran ruangan yang relatif kecil, untuk mengatasi keterbatasan lahan yang dimiliki, maka lingkungan rumah susun terkadang harus mengorbankan kenyamanan para penghuninya. Kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana juga dapat dikatakan relatif kurang. Penurunan kualitas hunian ini akan membuat penghuni merasa kurang nyaman. Tidak jarang penghuni juga acuh tak acuh dengan lingkungannya. (Prabowo, 1999: 11 dalam Persiapan Menghuni Rumah Susun). Dengan demikian, tidak banyak anggota masyarakat yang bersedia di tinggal lingkungan rumah susun. Salah satu rumah susun yang ada di Bandung dengan kondisi yang padat adalah rumah susun X di Bandung. Rata-rata dari hunian dihuni oleh 4 orang atau lebih, banyaknya orang sekitar yang melakukan aktifitas masing-masing. Rumah susun Sarijadi sendiri terdiri atas 12 blok masing-masing blok terdiri atas 64 unit. Menurut salah satu RT yang ada pada blok rumah susun, penghuni rumah susun secara keseluruhan kurang lebih 2000 orang. Rumah susun X di Bandung adalah rumah susun pertama yang dibangun di Bandung untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat yang taraf ekonominya menengah ke bawah. Pembangunan rumah susun ini dirasa merupakan jawaban untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh kota Bandung. Rumah susun X ini menggunakan sistem sewa dan jual beli, sehingga, tidak heran jika penghuni di beberapa unit rumah susun X sering berganti penghuninya. Luas untuk setiap unit di rumah susun X adalah 36m 2, sesuai dengan luas minimum hunian menurut BPS (Badan Pusat Statistik) dapat dihuni oleh 4 orang.

5 5 Rata-rata, setiap unit dihuni oleh empat orang atau lebih. Dengan keadaan hunian seperti ini, menggambarkan bahwa ruang gerak setiap penghuni dalam rumah susun ini terbatas. Dapat dikatakan bahwa mungkin juga tidak mendapatkan ruang pribadi yang cukup untuk menampung aktivitas di dalam rumah. Ruangan yang terbatas, namun harus dibagi untuk beberapa ruangan, seperti ruang tidur, dapur, ruang keluarga, sehingga tidak jarang ditemukan ruangan yang hanya dibatasi oleh sekatsekat berupa triplek. (berdasarkan observasi peneliti mengenai keadaan rumah susun pada beberapa hunian rumah susun). Jika dilihat dari segi ekonomi, penghuni dapat dikatakan berada pada taraf ekonomi menengah, sehingga banyak dari mereka beralasan tinggal di rumah susun X cara untuk menekan biaya hidup sehari-hari. Lokasi yang strategis menjadi alasan penghuni memilih tinggal di rumah susun ini, karena dekat dengan fasilitas pendidikan, dekat dengan pusat perbelanjaan, pusat rekreasi, dekat dengan tempat kerja dari penghuni sendiri. (berdasarkan wawancara pada penghuni rumah susun sebanyak 10 orang mengenai alasan memilih tinggal di rumah susun). Letaknya yang strategis menyebabkan masyarakat memilih tinggal di rumah susun dengan cara menyewa atau membeli unit belum lagi banyaknya penghuni baru, dan bertambahnya anggota keluarga, membuat lingkungan di rumah susun semakin padat. Lingkungan yang padat menimbulkan masalah seperti masalah kebersihan, mengingat tidak semua penghuni sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya. Beberapa penghuni mengabaikan hal ini, sehingga membuang sampah sembarangan, membuang kotoran sisa menyapu rumah yang tidak pada tempatnya yang dapat mengganggu penghuni lain. Masalah lainnya adalah seputar ketersediaan air bersih. Dalam hal ini penghuni sulit memperoleh air bersih jika tidak dibantu dengan toren untuk penampung air. Saat musim kemarau, penghuni

6 6 memperoleh air bersih tanpa ditampung terlebih dahulu, sedangkan saat musim penghujan, air menjadi keruh dan kotor karena bercampur dengan tanah dan lumpur yang terbawa oleh hujan. Akibatnya penghuni tidak bisa memperoleh air bersih setiap saat. Bukan hanya mengganggu secara fisik, namun secara psikis juga. Tekanan dapat berasal dari tetangga rumah susun, keadaan ekonomi, lingkungan rumah susun, dan kondisi di dalam rumah. Tidak hanya dari fasilitas tempat tinggal yang kurang nyaman, namun permasalahan lain juga muncul akibat konflik antar anggota keluarga atau bahkan konflik dengan tetangga. Selain itu, seiring berjalannya waktu banyak penghuni-penghuni baru, dan berakibat pada bertambahnya jumlah penghuni secara keseluruhan, sehingga terjadi perubahan dalam lingkungan di rumah susun tersebut sehingga membuat penghuni tidak nyaman karena sering berganti penghuni-penghuni baru. Dalam penelitian Astiana (2016) tentang kesesakan di rumah susun juga mengatakan bahwa saat tinggal di rumah susun, penghuni lama dan baru harus saling beradaptasi dengan perubahan tersebut sehingga hal ini dapat membuat penghuni merasa nyaman untuk tinggal di rumah susun. Situasi rumah susun yang tidak ideal ini, dapat memicu para penghuninya mengalami stress. (Gifford, 1987: 118 dalam Environmental Psychology) mengatakan bahwa stress dapat dipicu oleh faktor kepadatan penduduk yang tinggi dan mengakibatkan masyarakat yang tinggal di lingkungan rumah susun tersebut mengalami kesesakan. Masalah-masalah yang telah disebutkan diatas seperti jumlah penghuni yang padat, tata ruang yang tidak teratur, ruangan yang sempit, lalu sarana, prasarana dan utilitas yang kurang layak inilah yang menyebabkan para penghuni rumah susun menjadi kurang nyaman untuk tinggal dirumah susun ataupun berinteraksi dengan penghuni lainnya.

7 7 Selain berada dalam lingkungan yang tidak ideal, para penghuni rumah susun yang berada di lingkungan rumah susun juga harus menyesuaikan penghuni dengan interaksi yang terjadi dalam lingkungan rumah susun. Selain itu, mereka harus dapat menjaga hubungan baik dengan sesama penghuni, pengelola rumah susun, dan lingkungan masyarakat di sekitarnya sebagai lingkungan sosialnya. Para penghuni yang tinggal di lingkungan rumah susun juga dapat menghayati keadaan yang mereka alami secara positif, dimana mereka dapat memiliki tempat tinggal yang nyaman dan bisa berkumpul bersama keluarga, memiliki teman-teman dan lingkungan sosial yang baru, dan dapat membangun hubungan yang baik dengan tetangga dan sesama penghuni rumah susun sebagai lingkungan sosialnya. Berbagai keadaan ini, tentu dapat memunculkan perbedaan penilaian yang dimiliki oleh para responden dalam lingkungan rumah susun. Adanya variasi penilaian terhadap keadaan diri dan lingkungan inilah yang disebut sebagai subjective well-being. Subjective well-being didefinisikan sebagai evaluasi individu tentang hidupnya, terdiri atas penilaian kognitif dari kepuasan hidup dan evaluasi afektif dari respon emosi (Diener et al. 1999). Terdapat dua komponen dari subjective well-being, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif, komponen afektif terdiri dari afek positif dan afek negatif. Komponen kognitif merupakan evaluasi individu mengenai kepuasan hidupnya, individu menerima apa adanya kejadian yang dialami, antusias dalam menjalani kehidupan, dan optimis dalam menghadapi masa depan. Afek positif merupakan perasaan - perasaan menyenangkan yang dihayati, seperti perasaan menikmati kehidupan, bangga, dan bersemangat. Afek negatif merupakan perasaan-perasaan tidak menyenangkan yang dihayati, seperti perasaan sedih dan pesimis, kecewa, dan takut. Jadi dapat dikatakan bahwa

8 8 jika seseorang memiliki subjective well-being yang tinggi akan merasa puas dan banyak merasakan emosi-emosi yang positif selama mereka hidup dan bahagia dengan apa yang mereka miliki. Sebaliknya, jika mereka memiliki subjective wellbeing yang rendah maka mereka juga akan merasa tidak puas dengan hidupnya, dan akan sering merasakan emosi negatif seperti marah, ketidaknyamanan dan kurangnya personal space dalam menjalani kehidupannya (Diener et al. 1999). Para penghuni rumah susun yang tinggal di rumah susun X Bandung merasa puas selama tinggal di rumah susun dan setiap penghuni dari rumah susun juga mengevaluasi kejadian-kejadian yang dialami olehnya dalam sepanjang rentang kehidupannya, baik kejadian menyenangkan ataupun tidak. Jika, penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang tinggi maka penghuni rumah susun akan merasa bahagia dengan pencapaiannya dalam hidupnya sampai saat ini. Meskipun tidak berlebihan, penghuni rumah susun juga merasa puas karena dapat memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarganya sehingga tidak merasa kekurangan. Mereka dapat dikatakan merasa puas karena masih memiliki tempat untuk berlindung lalu berkumpul bersama anggota keluarga, dan memiliki rumah sebagai tujuan akhirnya untuk pulang setelah seharian melakukan aktivitas diluar. Sebaliknya, jika penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang rendah akan merasakan mereka akan merasa kecewa karena tidak memiliki rumah yang cukup besar untuk menampung seluruh anggota keluarga, sehingga harus berkumpul di dalam ruangan yang kecil. Mereka akan menjadi mudah marah karena tidak mendapatkan ketenangan saat beritirahat. Belum lagi masalah penghuni yang tidak menjaga kebersihan unitnya sehingga hal tersebut dapat mengganggu penghuni lain selain itu `dapat mengganggu lingkungan sekitar rumah susun tersebut.

9 9 Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan kepada 10 penghuni rumah susun di Rumah Susun X Bandung, diperoleh data bahwa hanya 4 responden (40%) penghuni yang merasa puas akan kehidupannya secara menyeluruh selama tinggal di rumah susun. Mereka merasa cukup puas dengan apa yang telah diperoleh sampai saat ini. Penghuni rumah susun mengatakan bahwa yang terpenting memiliki tempat untuk seluruh keluarga berkumpul di rumah, memiliki kesehatan secara fisik, mempunyai pekerjaan yang dapat menafkahi seluruh keluarga. Mereka mengungkapkan bahwa mereka masih merasakan kebahagian saat dapat berkumpul bersama seluruh anggota keluarga dalam unit rumah susun yang mereka tempati. Artinya, penghuni rumah susun dapat menerima keadaan dimana setiap penghuni saling berbagi ruangan dengan anggota keluarga lain untuk dapat melakukan aktifitas mereka di dalam unit tersebut. Sementara 6 responden penghuni rumah susun lainnya (60%), lebih menghayati perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan seperti kadang marahmarah karena tidak nyaman dengan kepadatan lingkungan tersebut. Mereka merasa tidak dapat beristirahat dengan tenang karena harus berbagi ruangan dengan banyak orang sehingga mengganggu istirahatnya. Penghuni merasa kurang nyaman tinggal di rumah susun dikarenakan padatnya lingkungan tersebut, ditambah lagi penghuni dalam hunian mereka berjumlah lebih dari 4 orang. Kesesakan semakin terasa karena mereka merasa bingung jika harus melakukan aktifitas dirumah, sementara tidak memiliki ruangan khusus yang dapat membuatnya merasa nyaman saat melakukan aktifitas. Oleh karena itu dari hasil uraian wawancara awal diatas dan faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being, terlihat bahwa subjective well-being yang dihayati penghuni rumah susun di rumah susun X berbeda-beda. Dengan demikian,

10 peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Studi deskriptif mengenai subjective well being penghuni rumah susun X di Bandung Identifikasi Masalah Penelitian ini dilakukan untuk memeroleh gambaran mengenai subjective well-being pada penghuni Rumah Susun X di Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Memeroleh gambaran mengenai subjective well-being penghuni Rumah Susun X di Bandung Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran mengenai subjective well-being melalui dua komponen, yaitu kognitif dan afektif (afek positif, dan afek negatif) yang dimiliki penghuni Rumah Susun X di Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis 1) Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori-teori psikologi khususnya psikologi positif yang berkaitan dengan pengetahuan tentang subjective well-being dan psikologi sosial yang berkaitan dengan lingkungan khususnya di Kota Bandung;

11 11 2) Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan penelitian lanjutan mengenai subjective well-being pada penghuni rumah susun lainnya di Indonesia Kegunaan Praktis 1) Memberikan informasi mengenai gambaran subjective well-being yang dimiliki penghuni rumah susun, kepada pengelola rumah susun X di Bandung; 2) Memberikan informasi mengenai gambaran subjective well-being yang dimiliki para penghuni rumah susun X di Bandung serta masukan kepada pemerintah atau Dinas Pemukiman dan Perumahan mengenai gambaran kesejahteraan psikologis penghuni rumah susun. 1.5 Kerangka Pikir Rumah susun adalah tempat tinggal yang memiliki jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran ruangan yang relatif kecil, untuk mengatasi keterbatasan lahan yang dimiliki, maka lingkungan rumah susun terkadang harus mengorbankan kenyamanan para penghuninya. Kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana, prasarana dan utilitas juga dapat dikatakan relatif kurang. Penurunan kualitas hunian ini akan membuat penghuni merasa kurang nyaman. Tidak jarang penghuni juga acuh tak acuh dengan lingkungannya. (Prabowo, 1999: 11 dalam Persiapan Menghuni Rumah Susun). Dengan demikian, tidak banyak anggota masyarakat yang bersedia di tinggal lingkungan rumah susun. Setiap perasaan dan penghayatan yang dirasakan penghuni rumah susun selama tinggal di rumah susun, serta penilaian penghuni mengenai keadaannya di rumah susun tersebut berkaitan dengan subjective well-being. Setiap penghuni rumah

12 12 susun memiliki penghayatan subjektif yang berbeda-beda terhadap keadaan rumah susun yang ditinggalinya. Penghuni bisa saja mengevaluasi hidupnya dan merasakan kebahagiaan dari sudut pandang subjektifnya. Kebahagiaan yang dilihat dari sudut pandang - sudut pandang subjektif individu disebut subjective well-being. Subjective well-being adalah evaluasi individu tentang hidupnya, terdiri dari penilaian kognitif dari hidupnya dan evaluasi afektif dari respon emosi. (Diener et al. 1999). Subjective well-being adalah evaluasi penghuni rumah susun terhadap hidupnya, terdiri atas penilaian kepuasan hidupnya dan evaluasi emosi positif dan negatif dalam hidupnya. Subjective well-being penghuni dapat diukur melalui 2 komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Kepuasaan hidup secara menyeluruh termasuk dalam komponen kognitif karena didasarkan pada evaluasi seseorang mengenai hidupnya, merupakan hasil persepsi individu sesuai dengan standar kepuasan yang berbeda untuk setiap individu penghuni rumah susun mengevaluasi keberadaannya selama tinggal di rumah susun dan dari hasil evaluasi tersebut, diperoleh kepuasan hidup secara keseluruhan. Komponen afektif didasarkan pada perasaan yang dimiliki oleh sesorang dalam hidupnya, terdiri dari afek positif dan afek negatif. Afek positif menggambarkan perasaan-perasaan yang menyenangkan yang dimiliki seseorang dalam hidupnya, seperti kebahagian dan kegembiraan. penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang tinggi akan lebih sering merasakan afek positif seperti kegembiraan dan kebahagiaan. Afek negatif menggambarkan perasaanperasaan tidak menyenangkan yang dimiliki seseorang dalam hidupnya, seperti amarah, kejenuhan, kesedihan dan kecemasan penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang tinggi akan jarang merasakan afek negatif seperti kecemasan, kesedihan, kesal, marah.

13 13 Penghuni yang memiliki subjective well being yang tinggi akan merasa puas dan lebih banyak merasakan emosi-emosi yang positif selama tinggal dirumah. Penghuni rumah susun X Bandung mengevaluasi setiap kejadian yang dialami selama tinggal di lingkungan rumah susun dan akan merasa puas dengan keberadaannya di rumah susun yang sempit. Penghuni menerima apa adanya kejadian yang pernah dialaminya selama penghuni tinggal di rumah susun dan menganggapnya sebagai pengalaman yang mengembangkan dirinya, antusias menjalani kehidupannya dan menjalaninya sebaik mungkin, serta memiliki pandangan yang optimis dalam masa depan. Penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang rendah akan tidak puas dalam setiap aspek kehidupannya dan emosi-emosi yang negatif selama tinggal di rumah susun. Penghuni mengevaluasi kejadian yang dialami selama tinggal di rumah susun, ketika mengalami kejadian baik dan buruk, penghuni merasa tidak puas dengan keberadaannya di rumah susun yang sempit. Penghuni sulit menerima setiap kejadian yang pernah dialaminya selama penghuni tinggal di rumah susun dan merasa terhambat dengan masa lalunya, kurang antusias menjalani tantangan-tantangan dalam hidup, serta memiliki pandangan yang pesimis mengenai masa depan. Para penghuni rumah susun memiliki subjective well-being yang tinggi bila penghuni rumah susun tersebut menghyati kehidupannya saat ini sudah sesuai dengan standar ideal yang ditetapkan oleh diri mereka sendiri, puas dengan kondisi kehidupannya saat ini serta tidak memiliki keinginan untuk mengubah hidup yang terjadi di masa lalu. Disamping itu penghuni rumah susun X Bandung juga lebih sering mengalami emosi dan suasana hati positif antara lain keriangan, sukacita, puas, bangga, kasih sayang, kebahagiaan dan kegembiraan yang luar biasa selama tinggal di rumah susun X Bandung. Contohnya, meskipun tinggal di unit yang kecil

14 14 dengan jumlah anggota keluarga yang banyak yang tinggal di dalam unit penghuni tetap dapat merasakan kebahagiaan karena masih dapat berkumpul dengan anggota keluarga lain. Sementara penghuni dengan subjective well-being yang rendah akan jarang merasakan afek positif. Penghuni rumah susun yang memiliki subjective well-being yang rendah jika mereka menilai kesesuaian kehidupan penghuni rumah susun X di Bandung belum sesuai dengan standar ideal yang ditetapkan oleh diri mereka sendiri sehingga merasa kurang puas dengan kondisi hidupnya di rumah susun. Penghuni rumah susun X Bandung sulit menerima setiap kejadian yang pernah dialaminya selama tinggal di rumah susun dan merasa terhambat dengan masa lalunya, kurang antusias menjalani kehidupan, serta memiliki pandangan yang pesimis mengenai masa depan. Disamping itu penghuni rumah susun X di Bandung lebih sering mengalami emosi dan suasana hati negatif antara lain perasaan negatif, buruk, tidak menyenangkan, sedih, takut, dan marah. Menurut Diener (1999) terdapat berbagai faktor yang memengaruhi subjective well-being. Faktor pertama adalah pendapatan. Individu yang mampu secara ekonomi cenderung lebih bahagia. Pendapatan memiliki hubungan positif dengan subjective well-being. Memiliki pendapatan dapat mempengaruhi subjective well-being pada penghuni rumah susun. Hal ini dikarenakan penghuni merasa lebih puas ketika memiliki penghasilan yang dapat memenuhi setiap kebutuhannya. Faktor kedua adalah hubungan sosial. Hubungan sosial yang baik dapat mempengaruhi subjective well-being yang tinggi pada penghuni rumah susun. Faktor ketiga adalah usia. Usia dapat mempengaruhi subjective well-being penghuni. Seiring berjalannya usia, banyak pengalaman yang dialami sehingga dapat memengaruhi subjective wellbeing. Dalam penelitian ini, penghuni dengan usia dewasa yang menjadi responden.

15 15 Selain itu menurut Hansen & Skak (2008), berdasarkan penelitiannya teradap penghuni rumah susun diperoleh hasil bahwa faktor kepemilikian unit rumah susun juga dapat mempengaruhi subjective well-being individu tersebut. Jika penghuni memiliki unit sendiri, penghuni dapat membuat unit senyaman mungkin untuk dihuni. Sementara jika penghuni tinggal diunit sewa, penghuni tidak dapat menata unit sesuai keinginannya, dikarenakan adanya pertanggungjawaban unit sewa dengan pemiliknya, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni selama tinggal di rumah susun dan hal ini juga berdampak pada subjective well-being yang dimiliki penghuni. Dan faktor terakhir yang mempengaruhi subjective well-being adalah pekerjaan. Pekerjaan penghuni rumah susun, mempengaruhi subjective wellbeing dikarenakan saat penghuni memiliki pekerjaan, maka penghuni tersebut akan memiliki subjective well-being yang tinggi. Sedangkan jika penghuni tidak memiliki pekerjaan, penghuni akan memiliki subjective well-being yang rendah dikarenakan kepuasan hidup yang dimiliki.

16 16 Faktor: Pendapatan Hubungan Sosial Usia dewasa Status kepemilikan Pekerjaan Tinggi Penghuni Rumah Susun X di Bandung dengan unit yang berpenghuni 4 orang Subjective Well-being Rendah Komponen: Komponen Kognitif Komponen Afektif: - Afek Positif - Afek Negatif Bagan 1.1 Kerangka Pikir

17 Asumsi Penghuni rumah susun akan memiliki penghayatan mengenai subjective wellbeing yang berbeda-beda. Subjective well-being penghuni rumah susun terdiri dari 2 komponen yaitu komponen kognitif dan komponen afektif (positif dan negatif). Subjective well-being pada penghuni rumah susun dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain usia, pendapatan, hubungan sosial, status kepemilikan, dan pekerjaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang pembangunan dan tata kota yang menjunjung estetika seni tinggi yang sedang banyak digalakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan anggota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Anak merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa. Keberadaanya merupakan anugrah yang harus dijaga, dirawat dan lindungi.setiap anak secara kodrati memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode perkembangan yang dimulai pada usia 65 sampai kematian. Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011) membagi lansia ke dalam 3 tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh gendong merupakan orang yang bekerja untuk orang lain dengan cara menggendong barang dibelakang punggung untuk mendapatkan upah dari usahanya tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar pada negara yang sedang berkembang. Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan perbedaan, salah satunya adalah agama. Setiap agama di Indonesia memiliki pemuka agama. Peranan pemuka agama dalam

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Perbedaan Tingkat Crowding (Kesesakan) pada Anak Panti Asuhan Usia 10 dan 12 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Muhammadiyah Cabang Sumur Bandung 1 Andhini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang bekerja akan mengalami pensiun, seseorang baru memasuki masa pensiun jika berusia 60 tahun bagi guru, 65 tahun bagi hakim di mahkama pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut pasal 15 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode adalah tata cara atau prosedur yang mempunyai langkahlangkah sistematis digunakan untuk mengetahui sesuatu (Setyorini & Wibhowo, 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa menjadi ibu dengan memiliki seorang anak di dalam kehidupannya. Anak merupakan anugerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana Finance adalah sejenis perusahaan leasing yang memberikan pinjaman dana dengan jaminan Bukti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dengan baik, dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa, anak juga memiliki harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang masalah kualitas perumahan di kota-kota besar amat terasa. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang masalah kualitas perumahan di kota-kota besar amat terasa. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah dan fasilitas pemukiman yang memadai merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Di negaranegara berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap orang. Dalam menjalani kehidupan ini seseorang seringkali merasakan kebahagian dan kesedihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas X. Hal ini terlihat dari jumlah pendaftar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Banjir yang terjadi belakangan ini sudah merupakan hal yang tiap waktu

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Banjir yang terjadi belakangan ini sudah merupakan hal yang tiap waktu BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Banjir yang terjadi belakangan ini sudah merupakan hal yang tiap waktu terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Curah hujan yang tidak menentu dan cukup deras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Seperti kota-kota besar lainnya yang berkembang menjadi sebuah metropolitan, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat juga mengalami permasalahan serius

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Domain Children Well Being pada Anak Usia 12 Tahun di Kelurahan Cicadas

Studi Deskriptif Domain Children Well Being pada Anak Usia 12 Tahun di Kelurahan Cicadas Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Domain Children Well Being pada Anak Usia 12 Tahun di Kelurahan Cicadas 1 Niken Itnaning Ayu P., 2 Indri Utami 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu menginginkan lingkungan tempat tinggal yang memungkinkan dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun oleh : DENI HERBYANTI F 100 050 123 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB IV PANDUAN KONSEP BAB IV PANDUAN KONSEP 4.1. Visi Pembangunan Sesuai dengan visi desa Mekarsari yaitu Mewujudkan Masyarakat Desa Mekarsari yang sejahtera baik dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Maka dari itu visi

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci