BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)"

Transkripsi

1 BAB II Landasan Teori A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being) Kesejahteraan subjektif merupakan analisa ilmiah tentang bagaimana seseorang mengevaluasi kehidupan mereka, untuk waktu sekarang dan yang sudah lama berlalu di masa lampau. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional manusia pada kejadian, pada perasaan mereka dan penilaian yang mereka bentuk tentang kepuasan hidup mereka, pemenuhan kebutuhan dan kepuasan, terutama pada pernikahan dan pekerjaan. Istilah kesejahteraan subjektif merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan atau kepuasan (Diener, Oishi & Lucas, 2003:44) Menurut Diener, Lucas, dan Oish (dalam Synder &Lopez, 2002: 63) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional terhadap keputusan serta penilaian kognitif tentang kepuasan dan kepuasan. Dengan demikian, kesejahteraan subjektif adalah konsep luas yang mencakup pengalaman emosi yang menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati yang negatif, dan kesadaran hidup yang tinggi. Menurut Diener, (dalam Larsen & Eid, 2008:45) definisi kesejahteraan subjektif yaitu sebagai penilaian hidup positif dan perasaan baik. Jadi individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi jika individu sering mengalami kepuasan hidup dan kegembiraan, dan 13

2 14 hanya sedikit mengalami emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah jika individu tidak puas dengan kehidupan, mengalami sedikit kegembiraan dan kasih sayang dan sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan. Menurut Diener, Suh, Lucas & Smith (1999:277) kesejahteraan subjektif merupakan fenomena yang meliputi respon emosional manusia, kepuasan domain dan penilain menyeluruh terhadap kepuasaan hidup. Setiap gagasan yang spesifik butuh dimengerti oleh pemikiran mereka. Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan subjektif adalah Penilaian individu terhadap hidupnya dan bagaimana cara individu untuk bersikap dan merasakan kebahagian serta kepuasan didalam hidup nya. 2. Komponen Kesejahteraan subjektif Menurut Diener (dalam Eid & Larsen, 2008:97) kesejahteraan subjektif (subjective well being) terbagi ke dalam dua komponen umum, yaitu: a. Komponen Kognitif Komponen kognitif adalah evaluasi tehadap kepercayaan (cara berfikir) seseorang terhadap penilaian kehidupannya. Evaluasi ini di bagi menjadi dua bagian yaitu, kepuasan hidup secara menyeluruh (life satisfaction) seperti, keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasaan terhadap kehidupan yang dijalani, kepuasan terhadap kehidupan masa

3 15 lalu dan masa depan. Evaluasi terhadap domain tertentu (domain satisfaction), berkaitan dengan kepuasaan terhadap aspek tertentu seperti: pekerjaan, keluarga, waktu luang, kesehatan, keuangan, diri sendiri, dan organisasi. b. Komponen Afektif Komponen afektif adalah mengambarkan sejumlah pengalaman atau peristiwa yang di alami seseorang didalam kehidupan. Komponen ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, perasaan positif (positive affect) adalah perasaan yang menyenangkan didalam kehidupan seseorang, seperti: kesenangan, kegembiraan, kebanggaan, kasih sayang, kebahagiaan. Perasaan negatif (negative affect) adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang terhadap kehidupan, seperti: rasa bersalah, malu, kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, marah, stres, depresi dan cemburu. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan subjektif memiliki dua komponen yaitu: pertama, komponen kognitif bagaimana seseorang berfikir seseorang terhadap penilaian hidupnya yang terdiri dari kepuasan hidup secara menyeluruh dan evalusai domain tertentu. kedua, komponen afektif berhubungan dengan perasaan seseorang, terdiri dari perasaan positif dan perasaan negatif.

4 16 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif Menurut Pavot & Diener (dalam Linely dan Joseph, 2004: 681) faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif (subjective wellbeing) adalah sebagai berikut: a. Temperamen Temperamen biasanya di artikan sebagai sifat dasar dan universal dari kepribadian, yang dianggap paling utama diturunkan, dan terbukti menjadi faktor yang normal dalam kepribadian individu. b. Sifat Dua sifat kepribadian extraversion dan neuroticism telah terbukti memiliki hubungan dengan subjective well being. Extraversion mempengaruhi afek positif atau pengaruh yang menyenangkan sedangkan neuroticism mempengaruhi afek negatif atau pengaruh tidak menyenangkan. Para peneliti berpendapat bahwa extraversion dan neuroticism paling berhubungan dengan subjective well being karena kedua sifat tersebut mencerminkan temperamen seseorang. c. Karakter pribadi lain Selain extraversion dan neuroticism, ada beberapa kepribadian lain yang berhubungan dan subjective well being seperti, optimisme dan harga diri. Orang yang lebih optimis tentang masa depannya maka akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya dibandingkan

5 17 dengan orang pesimis yang mudah menyerah dan putus asa jika suatu hal terjadi tidak sesuai dengan keinginannya. d. Hubungan sosial Hubungan dengan orang lain berkaitan dengan kesejahteraan subjektif. Orang-orang yang memperoleh dukungan sosial yang memuaskan mengatakan bahwa mereka lebih sering merasa bahagia dan lebih sedikit merasakan kesedihan karena dengan adanya hubungan yang positif tersebut akan mendapat dukungan sosial dan kedekatan emosional. e. Perkawinan Sebuah studi mengungkapkan bahwa status perkawinan memilik hubungan dengan kesejahteraan subjektif, karena pemilihan orang yang tepat di dalam sebuah perkawinan akan lebih menunjukan tingkat kebahagiaan. f. Pengangguran Periode pengangguran bisa memiliki pengaruh merugikan jangka panjang pada subjective well being seseorang, yang mana sebagian besar negara, menemukan bahwa sedikitnya pengangguran akan membuat orang bahagia. g. Pengaruh sosial dan Budaya Pengaruh sosial dan budaya memiliki hubungan pada subjective well-being karena dapat menimbulkan perbedaan kekayaan Negara. Ia menerangkan lebih lanjut bahwa kekayaan negara dapat

6 18 menimbulkan subjective well-being yang tinggi karena hak asasi manusia, umur panjang, dan demokrasi cenderung saling terkait dengan kekayaan nasional. Menurut Ariati (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif, yaitu: a. Harga Diri Positif Menurut Campblell, bahwa harga diri merupakan prediktor yang menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kepasitas produktif dalam pekerjaan. b. Kontrol Diri Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berprilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. c. Optimis Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang yang mengevaluasi dirinya dengan cara yang positif akan memiliki kontrol diri yang baik terhadap hidupnya. d. Memiliki Arti dan Tujuan dalam Hidup Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu

7 19 yang memiliki kepercayaan religi yang besar memiliki kesejahteraan psikologis yang besar. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif, yaitu Tempramen, sifat karakter pribadian lain, hubungan sosial, perkawinan, pengangguran, pengaruh sosial dan budaya, harga diri, kontrol diri, optimis, mimiliki arti dan tujuan hidup. 4. Elemen Kesejahteraan subjektif Menurut Rath dan Harter (dalam Hefferon & Boniwell, 2011:52) ada lima elemen dalam kesejahteraan, yaitu: a. Kesejahteraan Karir Kesejahteraan karir menunujukan sebagaimana sseseorang menggunakan waktu setiap hari untuk melakukan pekerjaan. b. Kesejahteraan Sosial Sebagaimana seseorang menunjukan kedekatan hubungan dan cinta dalam kehidupan. c. Kesejahteraan Keuangan Kesejahteraan subjektif yaitu seberapa baik seseorang dapat mengelola situasi keuangan. d. Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik membahas tentang seseorang yang memiliki kesehatan dan energi yang baik.

8 20 e. Kesejahteraan Komunitas Kesejahteraan komunitas dimana seseorang memiliki peran dan partisipasi di lingkungan komunitas tempat tinggal. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada beberapa elemen dalam kesejateraan yaitu, kesejahteraan karir kesejahteraan sosial, kesejahteraan keuangan, kesejahteraan fisik dan kesejahteraan komonitas. B. Dewasa Madya 1. Pengertian Dewasa Madya Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu: usia madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50 sampai 60 tahun (Hurlock, 1980:320). Masa dewasa menengah adalah masa dimana terjadi penurunan keterampilan fisik dan meluasnya tanggung jawab, sebuah periode dimana seseorang menjadi lebih sadar mengenai polaritas usia muda dan berkurangnya jumlah waktu yang masih tersisa di dalam, suatu titik dimana seseorang berusaha meneruskan sesuatu yang bermakna kepada generasi selanjutnya, suatu masa seseorang telah mencapai dan membina kepuasan dalam karirnya.singkatnya, masa dewasa madya menengah mencakup keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab relasi di tengah-tengah perubahan fisik dan psikologis yang berlangsung seiring dengan proses penuaan (Santrock, 2002:75).

9 21 Dewasa madya adalah masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmaniah dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru (Jahja, 2011:246). Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dewasa madya adalah masa dimana seseorang telah berumur umur 40 sampai 60 tahun dengan berbagai perubahan didalam diri individu tersebut. 2. Tugas Perkembangan Dewasa Madya Havighurst (dalam hurlock, 1980:325) membagi tugas-tugas perkembangan selama dewasa madya menjadi empat kategori utama, yaitu: a. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik Tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada usia madya. b. Tugas-tugas yang berkaitan dengan perubahan minat Orang yang berusia madya seringkali mengasumsikan tanggung jawab warga negara dan sosial, serta mengembangkan minat pada waktu luang yang berorientasi pad akedewasaan pada tempat kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa dini.

10 22 c. Tugas-tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejujuran Tugas ini berkisar pada pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan. d. Tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang sebagai pasangan, menyesuaikan diri dengan orangtua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia. Berdasarkan uraian diatas ada bebrapa tugas yang berkaitan dengan perkembangan pada dewasa madya yaitu, pertama tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, kedua, tugas yang berkaitan dengan perubahan minat ketiga, tugas yang berkaitan dengan penyesuain dengan kejujuran, keempat tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. 3. Karakteristik Dewasa Madya Seperti halnya setiap periode dalam kehidupan, usia madya memiliki karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda, yaitu usia madya merupakan periode yang ditakuti, dimana semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Usia madya juga dikatakan sebagai masa transisi, dimana pria atau wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki masa suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Selanjutnya, usia madya juga merupakan masa stress, dimana

11 23 penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang berubaha, khususnya perubahan fisik, yang akan selalu cenderung merusak fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres (Jahja,2011: ). Usia madya merupakan usia yang berbahaya, dikatakan usia yang berbahaya karena suatu masa seseorang akan mengalami keksusahan fisik sebagai akibabt seseorang tersebut terlalu banyak bekerja, cemas, ataupun kurang perhatian dalam hidup sehingga penyakit juwa timbul dengan cepat dikalangan pria dan wanita sehingga berpuncak pada suicide (bunuh diri). Selanjutnya, Usia madya merupakan masa canggung, karena pada masa ini orang-orang yang berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior, dan terus-menerus menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan oleh kedua generasi tersebut (Jahja, 2011: ). Usia madya merupakan masa berprestasi, orang akan lebih sukses atau sebaliknya akan berhenti dan tidak mengerjakan apapun lagi. Masa madya juga dikatakan sebagai masa evaluasi yang mana pada umumnya pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi ini berdasarkan aspirasi mereka semua dan harapan-harapan orang lain. Pada usia madya seseorang akan dievaluasi dengan peran ganda, satu satandar bagi wanita dan satu standar bagi pria. Masa ini juga dikatakan sebagai masa sepi,

12 24 ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orang tua sehingga usia madya akan merasakan kesepian di dalam perkawinan. Selanjutnya masa dewasa madya merupakan masa yang penih dengan kejenuhan, para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikt hiburan (Jahja, 2011: ). Dalam buku Santrock (2011:76) masa paruh baya memiliki ciriciri positif maupun negatif, diantaranya: a. Ciri-ciri perkembangan fisik Pada masa usia madia biasanya perubahan fisik yang terjadi kulit tampak menjadi berkerut dam mengendur, rambut menjadi lebih tipis, kuku jari bergerigi, lebih rapuh dan juga pada masa ini individu akan mengalami penyusutan sementara berat tubuh bertambah demikian juga dengan penglihatan dan pendengaran akan mulai melemah. Pada usia madia ini penyakit akan mudah untuk menyerang seperti: tekanan darah tinggi, kolestrol dan lain-lainya. Demikian juga dengan masalah tidur menjadi lebih bermasalah namun masalah tidur diusia ini akan lebih banyak dialami oleh individu yang menggunakan obat-obatan dan fungsi seksualitas mulai menurun. b. Ciri-ciri perekembangan kognitif Menurut Jhon horn kemampuan intelegensi pada usia paruh baya ada yang mulai menurun dan ada yang meningkat, sedangkan kecepatan dalam pemprosessan nformasi mulai menurun di dewasa awal dan penurunan ini terus berlanjut di usia dewasa madya, begitu

13 25 juga dengan memori akan menurun dibandingkan yang lainnya diusia paruh baya. Dalam pemecahan masalah sehari-hari dan efektivitas dalam pengambilan keputusan tetap stabil dimasa ini. c. Ciri-ciri perkembangan sosial-emosional Pada usia paruh baya individu akan mengalami keterbatasan kemajuan karir, memutuskan apakah individu akan mengubah keluarga atau pekerjaan. Dalam hal keagamaan spritualitas lebih meningkat dibandingkan dengan pria di pertengahan kedua dari masa kehidupannya, agama sangat berperan penting dalam kebanyakan hidup dewasa madya. Berbagai peritiwa hidup sehari-hari seringkali menganggu sehingga akan menimbulkan stress. Pada cinta dan pernikahan individu paruh baya akan meningkat khsusnya pernikahan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Generasi usia madya juga disebut sebagai generasi sandwich atau terperasa dimana para ibu dan perempuan memiliki relasi yang paling erat. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usia dewasa madya memiliki bebrapa karakteristik atau ciri-ciri diantaranya yaitu, bisa dilihat dari segi kognitif, segi fisik maupun dari segi sosial-emosional.

14 26 C. Hidup Melajang 1. Pengertian Lajang Hidup sendiri (single life) merupakan salah satu pilihan hidup yang ditempuh seorang individu. Hidup sendiri berarti ia sudah memikirkan resiko yang akan timbul sehingga mau tidak mau ia harus siap menanggung segala kerepotan yang muncul dalam perjalanan hidupnya (Dariyo, 2004:143). Menurut Saxton (dalam Nanik, Hartanti & Kurniati, 2013:3) Lajang adalah pria atau wanita yang sedang dalam suatu masa yang dapat bersifat temporary (sementara) atau jangka pendek namun juga bisa bersifat permanent (tetap) atau jangka panjang yang merupakan pilihan hidup. Oxford dictionary (dalam Nanik & Hendriani, 2015:303) mendefinisikan single sebagai orang yang tidak menikah atau tidak terlibat dalam suatu relasi seksual menetap. Seseorang yang masih belum menikah dapat disebut sebagai lajang, yang berarti hidup belum menikah, bujang atau gadis (Sudagijono & Tandiono, 2016:50). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lajang (single) adalah individu yang masih belum menikah dan masih hidup sendiri tanpa adanya seorang pasangan hidup. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidup melajang Kartono (2006:214), ada beberapa alasan untuk tidak melakukan pernikahan diantaranya seseorang tidak pernah mencapai usia kematangan yang sebenarnya. Kematangan itu pada hakekatnya tidak hanya secara

15 27 kronologis, fisik, dan mental saja, akan tetapi juga harus mencapai batas kematangan secara sosial. Dari keempat jenis kematangan ini, terutama kematangan sosial akan meningkatkan seseorang dari masa kanak-kanak yang penuh egosentrisme kepada akseptansi dewasa, sehingga tidak mampu melakukan adaptasi sosial ditengah masyarakat. Identifikasi secara ketat terhadap orangtua, yaitu fiksasi-ibu dan fiksasi-ayah. Egosentrisme dan narsisme yang berlebihan, yaitu terlalu mencintai diri sendiri secara berlebihan. Selanjutnya, musim pasang dari kebudayaan individualisme, orang yang lebih menekankan hak-haknya dan melupakan kewajibannya, ini akan mempersulit seseorang untuk melakukan pernikahan karena masing individu (laki-laki dan perempua) ingin mempertahankan kebiasaan sendiri, serta melanjutkan pola hidup lama masing-masing (Kartono, 2006: ). Menurut Hurlock (1980:301) ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang masih hidup sendiri yaitu: pertama faktor internal, seperti penampilan seks yang tidak tepat dan tidak menarik, cacat fisik, atau penyakit lama, sering gagal dalam mencari pasangan,tidak mau memikul tanggung jawab perkawinan dan orangtua, mempunyai kepercayaan bahwa mobilitas sosial akan lebih mudah diperoleh apabila dalam keadaan lajang daripada setelah menikah, kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang tidak bahagia pada masa lalu Kedua, faktor eksternal yaitu, keinginan untuk meniti karir yang menuntut kerja lama dan jam kerja tanpa batas dan banyak berpergian,

16 28 tidak seimbangnya jumlah anggota masyarakat pria dan wanita lingkungan tempat tinggal, jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan jenis, mempunyai tanggung jawab keuangan, orangtua dan saudara-saudaranya, pengalaman pernikahan yang tidak membahagiakan yang dialami oleh temannya, mudahnya fasilitas untuk melakukan hubungan sosial tanpa menikah, gaya hidup yang mengairahkan, besarnya kesempatan untuk meningkatan jenjang karier, kebebasan untuk mengubahkan dan melakukan percobaan dalam pekerjaan dan gaya hidup,persahabatan dengan anggota kelompok seks sejenis yang begitu kuat dan memuaskan, homoseksual (Hurlock, 1980:301). Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada banyak yang melatarbelkangi seseorang masih ingin hidup sendiri seperti kekecewaan, belum mencapainya kedewasaan, gaya hidup, karir, dan sebagainya. 3. Dampak dari hidup melajang. Menurut Degenova, (dalam Sudagijono dan Tandiono,2016:51) mengungkapkan adanya dampak negatif dan postif dari kehidupan melajang, yaitu: a. Dampak positif yang diperoleh dapat berupa kebebasan untuk mengembangkan diri sendiri, di antaranya kebebasan memperluas karir dan melakukan apapun sesuai keinginannya. b. Dampak negatif yang diperoleh individu yang belum menikah adalah seperti: kesulitan ekonomi, kesepian, kurangnya persahabatan, dan

17 29 adanya perasaan bukan menjadi suatu bagian dalam pertemuan sosial di sekeliling orang yang sudah menikah. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa kehidupan melajang memiliki dampatk positif dan negati. dampak positif dari hidup sendiri bebas melakukan untuk melakukan apapun, sedangkan dampak negatif dari kehidupan sendiri adanya rasa kesepian, merasa bukan menjadi bagian dari lingkungan masyarakat, dan kesulitan dalam memenuhi kebutan biologis. E. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan Penelitian mengenai lajang (belum menikah) telah dilakukan oleh septiana dan syafig (2013) dengan judul identitas lajang dan stigma studi fenomenologi perempuan lajang di surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman perempuan lajang kelas menengah di surabaya, teknik analisis menggunakan interpretative phenomenological analysis, hasil dalam penelitian ini, berhasil dalam mengidentifikasi tiga tema uatama, yaitu pengalaman terkait stigma terhadap identitas lajang, kondisi psikologis akibat stigmaa terhadap lajang, dan cara menghadapi stigma. Selanjutnya penelitian mengenai lajang (belum menikah) dilakukan oleh Mami dan Suharman (2015) dengan judul harga diri, dukungan sosial dan psychological well being perempuan dewasa yang masih lajang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik analisis data regresi berganda, hasil penelitian menunjukan adanya signifikan anatara harga

18 30 diri dan dukungan sosial dengan psychological well-being, hal ini berarti harga diri dan dukungan sosial secara stimulan menjadi prediktor naik turunnya psychological well-being. Adapun keunikan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah dalam hal judul penelitian,dimana penelitian yang akan peneliti lakukan yakni,gambaran kesejahteraan subjektif pada dewasa madya lajang.penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran kesejahteraan subjektif dewasa madya lajang, faktor yang mempengaruhi individu melajang, dampak dari hidup melajang. Selain itu perbedaan lainnya adalah dalam hal subjek penelitian, serta tahun dilakukannya penelitian dan tempat penelitian dilaksanakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan anggota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Topik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing menurut Diener (2005) teori digunakan untuk memberikan gambaran mengenai subjective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh gendong merupakan orang yang bekerja untuk orang lain dengan cara menggendong barang dibelakang punggung untuk mendapatkan upah dari usahanya tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah

Lebih terperinci

SemangatPagiSemuanya^^

SemangatPagiSemuanya^^ Perkembangan Individu 2 PERMASALAHAN PADA MASA MADYA SemangatPagiSemuanya^^ Assalamu alaikum WrWbWb KARAKTERISTIK USIA MADYA Usia madya merupakan usia yang sangat di takuti kebanyakan orang menjadi rindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase dalam hidupnya. Salah satu fase yang hams dilalui adalah masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MASA DEWASA MADYA

PERKEMBANGAN MASA DEWASA MADYA PERKEMBANGAN MASA DEWASA MADYA Artikel Ulasan Termasuk kelompok usia manakah saya? Menurut Anda, Berapa usia Anda saat ini? Pertanyaan yang merefleksikan konsep identitas usia Penelitian Lebih Lanjut Semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi.menjalin hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun dengan lawan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman dan era globalisasi menimbulkan banyak perubahan, terutama terkait dengan pola pikir perempuan usia produktif tentang pernikahan. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berapa hal tersebut harus dilaksanakan. Orang-orang bisa saja terus melajang,

BAB I PENDAHULUAN. berapa hal tersebut harus dilaksanakan. Orang-orang bisa saja terus melajang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi generasi lampau menikah merupakan suatu keharusan, dan pada usia tertentu orang sering dituntut untuk menikah agar tidak dikatakan sebagai perawan tua. Namun kondisi

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia ini. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menjelaskan bahwa kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia ini. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menjelaskan bahwa kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah sebuah keadaan yang diinginkan oleh semua orang di dunia ini. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menjelaskan bahwa kesejahteraan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. KEBAHAGIAAN II.A.1. Definisi Kebahagiaan Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia dalam rentang kehidupan. Menurut Hurlock (2012) tugas perkembangan pada masa dewasa yang

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci