BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. Subjective well being merupakan suatu aspek yang penting dalam mengembangkan sebuah kualitas hidup yang positif. Kebahagiaan dalam subjective well being berkaitan dengan tingkatan emosi dan bagaimana individu memahami dunia dan dirinya sendiri. Sedangkan mengenai kepuasan dalam hidup merupakan pemahaman yang lebih luas mengenai penerimaan kehidupan individu (Compton, 2005). Faktor lain dalam memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu sedikit mengalami pengalaman atau kejadian neurotis. Subjective well being dapat dilihat ketika individu mengungkapkan perasaan bahwa mereka bahagia atau senang, menunjukkan kepuasan dalam hidup dan ketika individu memiliki pengalaman neurotisme yang rendah. Subjective well being merupakan persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis (Compton, 2005). Menurut beberapa ahli psikologi subjective well being merupakan suatu istilah ilmiah untuk happiness (kebahagiaan). Bahkan Carr (2004) memberikan definisi yang sama antara happiness dengan subjective well being yakni sebuah keadaan psikologis positif yang dicirikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif. 1

2 2 Para peneliti berpendapat bahwa karena subjective well being merupakan sebuah fenomena yang subjektif sehingga dalam pengukurannya pun harus dilakukan dengan subjective reports. Compton (2005) menjelaskan bahwa dalam studi mengenai subjective well being, individu yang memiliki kebahagiaan dan kepuasan hidup yang tinggi akan secara langsung ditunjukkan kedalam perilaku dimana individu tersebut akan terlihat lebih bahagia dan lebih puas. Walaupun terdapat banyak kritik mengenai pengukuran subjective well being, namun pengukuran yang masih diterima adalah dengan report langsung dari individu tersebut terkait dengan kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan. Berdasarkan beberapa pengertian subjective well being yang dijelaskan, peneliti menyimpulkan bahwa subjective well being merupakan persepsi individu terkait dengan pengalaman kehidupannya yang menyangkut dua komponen yakni komponen kognitif yang berkaitan dengan kepuasan hidup dan komponen afektif yang berkaitan dengan kebahagiaan dan dicirikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif. 2. Komponen Subjective Well Being Menurut Diener & Oishi (2005) terdapat dua komponen dasar subjective well being yaitu kepuasan hidup (life satisfaction) sebagai komponen kognitif dan kebahagiaan (happiness) sebagai komponen afektif. a. Komponen kognitif (kepuasan hidup) Kepuasan didalam hidup termasuk dalam komponen kognitif karena keduanya didasarkan pada keyakinan tentang kehidupan seseorang. Evaluasi kognitif dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi secara sadar dan menilai kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian

3 3 evaluatif mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan kerja, minat, dan hubungan (Diener & Oishi, 2005). Kepuasan hidup merupakan penilaian individu terhadap kualitas kehidupannya secara menyeluruh. Seorang individu yang dapat menerima diri dan lingkungan secara positif akan merasa puas dengan hidupnya (Hurlock, 1980) b. Komponen Afektif (Kebahagiaan) Komponen afektif dalam subjective well being yang dimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi (afek) yang menyenangkan dan emosi (afek) yang tidak menyenangkan. 1. Afek positif Afek positif atau emosi yang menyenangkan merupakan bagian dari Subjective Well Being yang dialami individu sebagai reaksi yang muncul pada diri individu karena hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. (Diener & Oishi, 2005). Menurut Seligman (2005), emosi positif dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu emosi positif akan masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Emosi positif masa depan meliputi optimisme, harapan, keyakinan dan kepercayaan. Emosi positif masa sekarang mencakup kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap, dan flow. Emosi positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan dan kedamaian. 2. Afek negatif Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan yang muncul sebagai reaksi negatif dari kejadian yang dialami oleh individu dalam hidup mereka, kesehatan serta lingkungan mereka (Diener & Oishi, 2005). Emosi negatif yang paling umum dirasakan adalah kesedihan,

4 4 kemarahan, kecemasan, kekhawatiran, stres, frustrasi, rasa malu dan bersalah serta iri hati. Berdasarkan pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Subjective Well Being merupakan persepsi dari individu tersebut terkait dengan pengalaman yang terjadi didalam kehidupannya yang menyangkut dua komponen yakni komponen kognitif yang berkaitan dengan kepuasan hidup dan komponen afektif yang berkaitan dengan kebahagiaan individu tersebut. 3. Pendekatan Teori dalam Subjective Well Being Terdapat dua pendekatan teori yang digunakan dalam subjective well being (Compton, 2005) a. Bottom up theories Teori ini memandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan dan dialami seseorang tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta kumpulan peristiwa yang membuat individu bahagia. Asumsinya, semakin banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan puas individu tersebut. Teori ini beranggapan bahwa perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang akan mempengaruhi pengalaman individu, misalnya pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang aman, serta pendapatan yang layak untuk meningkatkan subjective well being. b. Top down theories Subjective well being yang dialami seseorang tergantung dari cara individu tersebut memandang dan menginterpretasi suatu peristiwa dalam sudut pandang yang positif. Teori ini menganggap bahwa, individu memegang kendali atas setiap peristiwa yang dialami, apakah peristiwa tersebut akan

5 5 menciptakan kesejahteraan psikologis bagi dirinya atau sebaliknya. Pendekatan ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan cara-cara yang digunakan untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk meningkatkan subjective well being diperlukan usaha yang berfokus pada mengubah persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian seseorang. Berdasarkan dua pendekatan teori yang dijelaskan, peneliti menggunakan teori top down theories dalam mengkaji subjective well being individu dimana seperti yang telah dijelaskan, teori ini berpendapat bahwa individu memegang kendali atas setiap peristiwa yang dialami tergantung dari persepsi, keyakinan serta kepribadiaan individu. 4. Prediktor Subjective Well Being Terdapat enam hal yang dapat dijadikan sebagai prediktor terbaik dalam mengetahui kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup (Diener, Suh, Lucas & Smith, 1999) a. Harga diri positif Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kendali yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, dan kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan membantu individu untuk mengembangkan kemampuan dalam hubungan interpersonal yang baik serta menciptakan kepribadian yang sehat. b. Kontrol diri Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berperilaku dengan cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri melibatkan proses pengambilan keputusan, mampu mengerti, memahami

6 6 serta mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut. c. Ekstraversi Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener dkk. (1999) mendapatkan bahwa kepribadian ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstrovert biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, merekapun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada orang lain. d. Optimis Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dengan cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya sehingga individu memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan. Scheneider (dalam Compton, 2005) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat realistis. e. Relasi sosial yang positif Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya terdapat dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik.

7 7 f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian menyebutkan bahwa terdapat korelasi positif antara konsep religiusitas dengan kesejahteraan psikologis dimana individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar akan memiliki kesejahteraan psikologis yang besar pula. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa subjective well being dapat diprediksi dengan beberapa faktor diantaranya adalah harga diri positif, kontrol diri, ekstraversi, relasi sosial yang positif serta memiliki arti dan tujuan hidup. B. Keluarga 1. Definisi Keluarga Terdapat berbagai definisi mengenai keluarga. Menurut Olson & DeFrain (2003) keluarga adalah: a. Sebuah kelompok sosial yang mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari satu atau dua orang tua dan anak-anak b. Dua atau lebih individu yang saling berbagi mengenai tujuan dan nilai, memiliki komitmen jangka panjang satu sama lain, dan biasanya berada pada tempat tinggal yang sama c. Semua anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu atap d. Sebuah kelompok individu yang saling berbagi yang berasal dari nenek moyang yang sama (American Heritage Dictionary of the English Language dalam Olson & DeFrain, 2003)

8 8 Sedangkan menurut Korner & Fitzpatrick (2004) definisi mengenai keluarga setidaknya dapat dilihat melalui 3 sudut pandang yakni: a. Definisi Struktural. Definisi ini berfokus pada siapa yang menjadi bagian dalam keluarga, terkait dengan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga seperti orang tua, anak dan kerabat lainnya. b. Definisi Fungsional. Keluarga didefinisikan berdasarkan pada terpenuhinya tugas-tugas serta fungsi psikososial dalam keluarga. c. Definisi Transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku yang menunjukkan identitas sebagai keluarga seperti salah satunya adalah ikatan emosi. Dalam menjalankan fungsinya keluarga memiliki anggota-anggota yang saling bergantung satu sama lain. Hal ini selajan dengan pernyataan Minuchin (dalam Willis, 2011) bahwa keluarga merupakan multibodies organism yakni organism yang terdiri dari banyak badan. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai keluarga, maka peneliti menyimpulkan bahwa keluarga merupakan kesatuan yang didalamnya terdapat anggota sebagai komponen yang membentuk keluarga tersebut. 2. Struktur Keluarga Menurut Lestari (2012) struktur keluarga dibagi menjadi dua yakni keluarga inti (Nuclear family) dan keluarga batih (extended family). a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang didalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu suami (ayah), istri (ibu), dan anak (sibling) dimana dalam keluarga inti ini hubungan antara suami dan istri saling membutuhkan dan mendukung layaknya persahabatan, sedangkan anak-anak tergantung pada orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan afeksi dan

9 9 sosialisasi. Keluarga inti umumnya dibangun berdasarkan ikatan perkawinan yang menjadi sebuah pondasi bagi keluarga. Relasi yang terbangun didalam keluarga inti adalah relasi antar pasangan dan relasi antara orang tua dan anak. b. Keluarga batih (extended family) adalah keluarga yang didalamnya menyertakan posisi lain selain tiga posisi sosial yang terdapat dalam keluarga inti. Keluarga batih terbagi kedalam tiga bentuk yakni : 1. Keluarga bercabang (stem family) dimana seorang anak yang sudah menikah masih tinggal bersama orang tua 2. Keluarga berumpun (lineal family) dimana lebih dari satu anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama orang tua 3. Keluarga beranting (fully extended) dimana dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama. Keluarga batih dibangun berdasarkan hubungan antar generasi, bukan antar pasangan. Struktur keluarga ini biasanya terdapat dalam masyarakat yang memandang penting hubungan kekerabatan. Bentuk-bentuk relasi yang terjalin dalam keluarga batih lebih banyak dibandingkan keluarga inti, diantaranya adalah relasi kakek atau nenek-cucu, mertua-menantu, saudara ipar, dan paman atau bibi-keponakan 3. Relasi dalam Keluarga Terdapat tiga relasi yang terjadi pada nuclear family yakni pertama relasi pada pasangan suami istri, kedua ketika anak pertama lahir muncullah relasi orang tuaanak, ketiga ketika anak berikutnya lahir muncul relasi sibling (saudara sekandung). Sedangkan pada extended family bentuk relasi yang terjadi akan lebih banyak lagi

10 10 misalnya kakek/nenek-cucu, mertua-menantu, saudara ipar dan paman/bibikeponakan. Setiap bentuk relasi ini memiliki karakteristik yang berbeda. a. Relasi Pasangan Suami Istri Relasi pada pasangan suami istri ini merupakan landasan dan penentu warna bagi keseluruhan relasi dalam keluarga. Kunci bagi kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Penyesuaian yang berhasil ditandai oleh sikap dan cara yang konstruktif dalam melakukan resolusi konflik. Pada konsep perkawinan yang tradisional berlaku pembagian tugas dan peran suami istri. Namun, tuntutan perkembangan kini telah semakin mengaburkan pembagian tugas tradisional tersebut. Sehingga pasangan suami istri dituntut untuk mampu membangun kebersamaan antar keluarga ditengah tuntutan perkembangan yang ada. Keberhasilan membangun kebersamaan dalam pelaksanaan kewajiban keluarga menjadi salah satu indikasi bagi keberhasilan penyesuaian pasangan. Menurut Olson & Olson (2000) terdapat sepuluh aspek yang membedakan antara pasangan yang bahagia dengan pasangan yang tidak bahagia, yaitu komunikasi, fleksibilitas, kedekatan, kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan diwaktu luang, keluarga dan teman, pengelolaan keuangan dan keyakinan spiritual. Komunikasi merupakan aspek yang paling penting karena berkaitan dengan hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat menimbulkan konflik yang sering terjadi karena menggunakan gaya komunikasi negatif. b. Relasi Orangtua Anak Menjadi orang tua merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Pandangan mengenai relasi orang tua-anak pada

11 11 umumnya merujuk pada teori kelekatan (attachment theory) yang menjelaskan pengaruh perilaku pengasuhan sebagai faktor kunci dalam hubungan orang tua dan anak yang dibangun sejak usia dini. Kelekatan (attachment) diasumsikan dari bayi yang mendemonstrasikan kedekatan mereka kepada ibunya melalui beberapa tipe perilaku seperti menghisap, mengikuti, menangis, dan tersenyum (Bowlby dalam Santrock, 2003). Penerimaan dan penolakan orang tua membentuk dimensi kehangatan (warmth dimention) dalam pengasuhan yaitu, suatu kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak (Rohner, Khaleque & Cournoyer dalam Lestari 2012). Kualitas hubungan orang tua-anak merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan (trust), afeksi positif (positive affect) dan ketanggapan (responsiveness) dalam hubungan mereka. Menurut Hinde (dalam Lestari, 2012) relasi antara orang tua-anak memiliki beberapa prinsip pokok, yaitu interaksi, kontribusi mutual, keunikan, pengharapan masa lalu, dan antisipasi masa depan. 4. Teori Sistem Keluarga Terkait dengan teori sistem keluarga, segala hal yang terjadi pada anggota keluarga akan memberi dampak pula pada anggota lain yang berada dalam keluarga tersebut. Pionir terapi keluarga Withaker (dalam Olson & DeFrain, 2003) menyatakan bahwa tidak ada yang dikatakan individu dalam dunia ini yang ada hanyalah bagian dari keluarga. Dengan kata lain setiap individu memiliki hubungan yang sangat erat dalam keluarga. Struktur keluarga merupakan serangkaian tuntutan fungsional tidak terlihat yang mengorganisasi cara keluarga dalam berinteraksi. Day

12 12 (dalam Lestari, 2012) mengungkapkan beberapa karakteristik keluarga sebagai sistem, diantaranya: a. Keseluruhan (the family as a whole) Pada pendekatan keluarga sebagai sistem, fokus utama diberikan pada bagaimana kehidupan keluarga, baru kemudian kepada individunya karena dalam memahami keluarga tidak dapat dilakukan tanpa memahaminya sebagai sebuah keseluruhan. b. Struktur (underlying structures) Suatu kehidupan keluarga berlangsung berdasarkan suatu struktur sehingga dalam mengungkap pola yang ada dalam keluarga dilakukan dengan mengamati bagaimana keluarga memecahkan masalah, berkomunikasi satu sama lain, serta bagaimana keluarga mengalokasikan sumber dayanya. c. Tujuan (family have goals) Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin dicapai, namun bervariasi satu sama lain. Dalam pencapaian tujuan diperlukan kontribusi dari masing-masing anggota untuk dapat mencapai tujuan secara efektif. d. Keseimbangan (equilibrium) Demi mencapai tujuan dari keluarga, keluarga tersebut harus menjaga kehidupannya agar tetap seimbang. Keluarga akan senantiasa beradaptasi, menyesuaikan dengan perubahan dan menanggapi situasi dan kondisi yang dihadapi. e. Kelembaman (morphostatis) Beberapa kegiatan yang berkaitan dengan tugas kerumahtanggaan umumnya merupakan sebuah rutinitas dan kebiasaan yang sudah menetap dan selalu dijaga untuk dilakukan secara sama dari hari ke hari.

13 13 f. Batas-batas (boundaries) Sebagai sebuah sistem yang terbuka, keluarga memiliki batas terluar yang bersifat mudah tembus (permeable). Batas-batas dari suatu keluarga dapat dilihat dari aturan yang dibangun didalam keluarga. g. Subsistem Dalam keluarga terdapat unit subsistem yang bertugas menjaga batas-batas keluarga. Konsep ini membantu individu untuk memahami bahwa didalam keluarga terdapat berbagai interaksi yang membentuk subsistem keluarga. h. Equifinality dan equipotentialy Maksud dari equifinality adalah berbagai permulaan dapat membawa pada hasil yang sama sedangkan suatu permulaan yang sama dapat membawa hasil yang berbeda. Equipotentialy memiliki arti bahwa suatu sebab dapat menghasilkan suatu akibat. Hal ini sangat terkait dengan proses apa yang berjalan mengikuti sebab tersebut. Semakin banyak anggota dalam keluarga akan membuat semakin kompleks sistem sosial yang terbangun. Hal ini disebabkan karena setiap anggota keluarga adalah sosok yang unik. Keluarga juga merupakan sebuah sistem yang dinamika dimana perubahan dan perbaikan dapat dilakukan oleh keluarga. C. Ibu Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), ibu diartikan sebagai perempuan yang telah melahirkan seseorang, atau panggilan umum yang diberikan kepada perempuan baik yang sudah bersuami maupun yang belum bersuami. Gunarsa dan Gunarsa (2008) juga menjelaskan bahwa ibu merupakan tokoh yang mendidik anak-anaknya, memelihara perkembangan

14 14 anak-anaknya, mempengaruhi aktivitas anak diluar rumah dan merupakan teladan, pembimbing serta sumber motivasi dalam keluarga. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu merupakan perempuan yang telah melahirkan, baik bersuami maupun belum dan merupakan teladan, pembimbing serta sumber motivasi dalam keluarga. D. Hubungan Antar Variabel Sebuah unit sosial terkecil yang didalamnya terdapat anggota yang memiliki hubungan darah disebut keluarga. Keluarga dapat dibagi menjadi dua, apabila dilihat berdasarkan strukturnya yakni keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family). Setiap anggota dalam keluarga tentu memiliki peran yang berbeda-beda. Begitu pula dengan ibu. Peran ibu dalam keluarga berkaitan dengan pelaksanaan berbagai tugas rumah tangga serta sebagai pemegang peran kunci dalam mencapai kehidupan keluarga yang harmonis, artinya kebahagiaan keluarga banyak ditentukan oleh ibu melalui pemberdayaan dirinya (Surya, 2001). Peneliti mengasumsikan bahwa terdapat perbedaan subjective well being pada ibu apabila ditinjau dari stuktur keluarga dimana ibu yang tinggal pada struktur keluarga nuclear family memiliki subjective well being lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ibu yang tinggal pada struktur keluarga extended family. Salah satu faktor yang mampu mempengaruhinya adalah keberadaan anggota keluarga lain, selain keluarga inti. Keberadaan anggota keluarga lain dapat berdampak pada pelaksanaan peran dan tugas dari ibu dan berkaitan dengan subjective well being ibu. Menurut Lestari (2012) semakin banyak anggota dalam keluarga akan membuat semakin kompleks sistem sosial yang terbangun. Menurut Swarsi, dkk. (1986) peran ibu pada keluarga besar khususnya di Bali tidak hanya berkaitan dengan tugas rumah tangga namun juga dengan tugas adat dan

15 15 agama. Namun, peran dan tugas ibu dalam keluarga besar ini masih didominasi oleh peran otoritas dalam keluaga yakni mertua. Pada struktur keluarga nuclear family, ibu lebih mudah untuk menjalankan peran dan tugasnya tanpa campur tangan keluarga besar karena otonomi keluarga dipegang oleh ibu dan pasangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Imelda (2013) yang menunjukkan bahwa kerja sama yang terjalin antara ibu dan pasangan dalam bentuk mengerjakan tugas secara bersama-sama akan mempengaruhi subjective well being ibu. Semakin baik kerjasama yang terjalin semakin tinggi subjective well being ibu. Selain itu, keberadaan keluarga besar juga dapat berdampak kepada hubungan yang terjalin antara menantu dan mertua, peranan dari pihak otoritas dalam keluarga, serta pola pengasuhan terhadap anak (Gunarsa & Gunarsa, 1995). Terkait dengan pola pengasuhan anak, Yulion (2013) menjelaskan bahwa keberadaan pihak ketiga dalam pengasuhan anak dipandang dapat memicu konflik akibat perbedaan cara pandang dan cara pengasuhan anak. Keberadaan anggota keluarga lain sebagai pihak ketiga yang lebih banyak berinteraksi dengan anak pada pengasuhan anak dalam keluarga besar, kerap menimbulkan konflik antara orang tua dan anggota keluarga besar. Peneliti memfokuskan penelitian pada struktur keluarga yakni nuclear family dan extended family sebagai variabel bebas dan subjective well being sebagai variabel tergantung, dengan ibu sebagai subyek penelitian. Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti ingin melihat apakah terdapat perbedaan subjective well being pada ibu ditinjau dari struktur keluarga nuclear family dan extended family. Secara ringkas, dinamika antar variabel, yaitu variabel tergantung subjective well being dan variabel bebas struktur keluarga digambarkan dalam Gambar 1.

16 16 Keluarga (Struktur Keluarga) Nuclear Family Extended Family Peran dan Tugas Peran dan Tugas Subjective Well Being Subjective Well Being Gambar 1. Perbedaan Subjective Well Being pada Ibu ditinjau dari Struktur Keluarga di Kota Denpasar

17 17 E. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini hipotesis diajukan sebagai dugaan atau jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha : Ada perbedaan subjective well being pada ibu yang tinggal dalam struktur keluarga nuclear family dengan ibu yang tinggal dalam struktur keluarga extended family H 0 : Tidak ada perbedaan subjective well being pada ibu yang tinggal dalam struktur keluarga nuclear family dengan ibu yang tinggal dalam struktur keluarga extended family

18 18

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA IBU DITINJAU DARI STRUKTUR KELUARGA DI KOTA DENPASAR

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA IBU DITINJAU DARI STRUKTUR KELUARGA DI KOTA DENPASAR Jurnal Psikologi Udayana 2017, Vol. 4, No.1, 102-109 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA IBU DITINJAU DARI STRUKTUR KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada bagaimana orang menilai hidup secara positif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO Jati Ariati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ibu Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak, menikah atau tidak mempunyai kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Deiner dan Pavot subjective well-being (SWB) merupakan kategori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan sebagai suatu fase kehidupan individu. Pada sub bab kedua dijabarkan pengertian penyesuaian pernikahan,

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDALUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda

BAB 1 PENDALUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda 1 BAB 1 PENDALUHUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa muda merupakan kelompok usia yang masuk pada tahap ke enam perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Kesejahteraan Subjektif Istilah kesejahteraan subjektif merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan, keduanya mempunyai makna yang sama. Penggunaan istilah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental p-issn e-issn

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental  p-issn e-issn INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental http://e-journal.unair.ac.id/index.php/jpkm p-issn 2528-0104 e-issn 2528-5181 ARTIKEL PENELITIAN KEPUASAN PERKAWINAN DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. positif dengan kepuasan yang tinggi dalam hidup, memiliki tingkat afek positif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. positif dengan kepuasan yang tinggi dalam hidup, memiliki tingkat afek positif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Kebahagiaan diartikan sebagai kesatuan karakteristik psikologis yang positif dengan kepuasan yang tinggi dalam hidup, memiliki tingkat afek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. KEBAHAGIAAN II.A.1. Definisi Kebahagiaan Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebelum revolusi industri, yang bertanggung jawab mencari uang untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga adalah laki-laki, sedangkan seorang perempuan dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia (Ardhianita & Andayani, 2011). Ketika individu memutuskan untuk menikah dan kemudian menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being)

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being) BAB II Landasan Teori A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif (Subjektive well-being) Kesejahteraan subjektif merupakan analisa ilmiah tentang bagaimana seseorang mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas hidup anak yang diwakili oleh dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan cerminan kualitas bangsa dan peradaban dunia. Pertumbuhan anak, dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal 1. Kebahagiaan a. Pengertian Kebahagiaan Aprilianto (2008) mengungkapkan bahwa bahagia adalah kondisi internal yang

Lebih terperinci